HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil Seluruh Subyek Hasil penelitian dengan mengunakan metode wawancara, tes

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak yang abnormal (anak peyandang cacat). Tidak semua anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sosial di lingkungan sekolah. Dalam melaksanakan fungsi interaksi sosial, remaja

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB IV KESIMPULAN. Dalam ruang lingkup psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena

BAB II. Tinjauan Pustaka

PERAN DUKUNGAN SOSIAL IBU PADA PENCAPAIAN PRESTASI PENYANDANG CACAT TUBUH. Skripsi

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66

1. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. manuisia bertujuan untuk melihat kualitas insaniah. Sebuah pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki sifat dan ciri-ciri yang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak

HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME MASA DEPAN DAN KONFORMITAS TEMAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA DI SMK

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : RINANINGTYAS PRATIWI PUTRI F 100050081 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua manusia normal maupun yang memiliki keterbatasan, tidak bisa lepas dari berhubungan dengan orang lain, karena manusia selain makhluk individu juga termasuk makhluk sosial. Maksud dari makhluk sosial adalah manusia memerlukan orang lain dalam kehidupan. Secara singkat seseorang ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain, dikendalikan dan mengendalikan, dan kita ingin mencintai dan dicintai. Cara berhubungan dengan orang lain bisa di lakukan dengan cara berkomunikasi, baik itu secara langsung ataupun tidak langsung. Komunikasi tidak langsung bisa kita lakukan dengan melibatkan alatalat telekomunikasi seperti; telepon, telegram, dan juga media massa seperti; televisi, radio, serta surat kabar. Sedangkan komunikasi langsung yaitu dengan bertemu atau bertatap muka dengan orang lain, atau sering disebut dengan komunikasi interpersonal. Akan tetapi tidak sedikit orang yang canggung dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, bisa dikarenakan kurangnya kepercayaan dalam dirinya, takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkanya, mungkin juga karena dia merasa memiliki kekurangan dibandingkan dengan orang lain. Somantri (2006) mengatakan bahwa banyak terdapat individu yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial ini, salah satunya seperti keadaan yang dibawa sejak lahir, hal ini biasanya berhubungan dengan

keadaan diri individu yang tidak dapat diperbaiki, misalnya cacat tubuh atau sering disebut tuna daksa. Beberapa kajian yang telah dilakukan Carolina, guru SLB_D YPAC di Jakarta terhadap muridnya para penyandang tuna daksa, meyatakan permasalahan mendasar bagi penyandang tuna daksa, biasanya ditunjukkan dengan perilakunya ketika melakukan aktivitas bersama dengan orang normal pada umumnya, ketika bergaul mereka menghadapi sejumlah kesulitan baik dalam kegiatan fisik, psikologis maupun sosial. Ditinjau dari aspek psikologis penyandang tuna daksa memang cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungannya. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan sehari-harinya sering menjadi kaku, mudah marah dan bila dihubungkan dengan perilakunya menunjukkan seakan bukan pemaaf dan tidak mempunyai rasa sensitif terhadap orang lain. Hal lain menunjukkan bahwa mereka mempunyai kesulitan mendasar dalam hal sosialisasi dan bahkan dalam kemampuan komunikasi interpersonalnya. Sifat-sifat seperti itu merupakan rintangan utama dalam melakukan hubungan interpersonal bagi penyandang tuna daksa. Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri merupakan tantangan dalam melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimilikinya. Penelitian Palupi (2007) juga membuktikan adanya hubungan antara konsep diri penyandang cacat tubuh dengan kompetensi relasi interpersonal, mengemukakan masih banyak para penyandang cacat tubuh yang memiliki konsep diri yang rendah, terutama penyandang cacat tubuh dikarenakan penyakit

dan kecelakaan. Ini mengakibatkan adanya hambatan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Seperti rasa kurang percaya diri, kurang terbuka dan sering menghindar untuk menjalin komunikasi dengan orang lain. Penelitian di atas didukung oleh pendapat Daradjat (dalam Handayani, 2007), bahwa remaja tuna daksa mempunyai rasa rendah diri terhadap keadaan diriya yang tidak seperti teman sebayanya. Dalam perkembangan pribadinya, hambatan-hambatan yang sering timbul pada remaja tuna daksa umumya mempunyai perasaan yang berubah-ubah, mempunyai kestabilan emosi, adanya masalah-masalah yang berhubungan dengan jasmani, orang tua, sekolah atau pengajaran dan temanteman. Hambatan- hambatan tersebut bila dibiarkan akan melahirkan tingkah laku menarik diri secara berlebihan, menunjukkan sikap selalu mengeluh, murung dan menyendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Siska,Sudarjo dan Purnamaningsih (2003) tentang kepercayaan diri dan kemampuan komunikasi interpersonal, menunjukkan bahwa konsep diri seseorang akan membentuk kepercayaan dirinya dan akan mempengaruhi kemampuan komunikasi interpersonalny. Hal ini didukung dengan pendapat Brooks (dalam Rakhmat, 2004) yang menyatakan suksesnya komunikasi interpersonal banyak tergantung pada kualitas konsep diri seseorang, positif atau negatif, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Konsep Diri yaitu pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Pesepsi tentang diri ini bisa bersifat psikologi, sosial dan fisiologis. Rakhmat (2004) berpendapat, bila seseorang kurang percaya diri dan memandang dirinya rendah dalam masyarakat, maka dia pun akan mengalami

hambatan saat melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain. Ada lima ciri orang yang yang memiliki konsep diri negatif yaitu: tidak tahan kritikan, responsif terhadap pujian, tidak pandai mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain, merasa tidak disukai orang lain, dan pesimis. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu; ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, serta ia mampu memperbaiki dirinya. Rakhmat (2004) menambahkan bagaimana cara seseorang menghadapi orang lain dipengaruhi oleh bagaimana ia memandang dirinya. Respon-respon interpersonal seseorang sering merupakan refleksi dari kognisinya terhadap diri sendiri. Permasalahan utama dalam komunikasi interpersonal adalah adanya rasa khawatir tentang respon atau penilaian orang lain terhadap dirinya, yaitu mengenai apa yang disampaikan dan bagaimana ia menyampaikannya. Penelitian Fitzgerald (Somantri, 2006) menunjukkan bahwa reaksi dan perlakuan keluarga serta lingkungan sosial disekitarnya merupakan salah satu sumber frustasi bagi para penyandang tuna daksa, yang tidak jarang justru berakibat lebih berat daripada cacat tubuh yang dialaminya. Keanekaragaman pengaruh perkembangan yang bersifat negatif menimbulkan resiko bertambah besarmya kemungkinan munculnya kesulitan dalam kemampuan komunikasi interpersonalnya.

Hal ini berkaitan erat dengan perlakuan masyarakat terhadap para penyandang cacat tubuh. Secara umum terkadang masyarakat menunjukan sikap yang berbeda terhadap para penyandang cacat tubuh, bila dibandingkan dengan individu normal lainnya, seperti yang ditulis oleh Siswandi (Kompas, 10 Juli 2000) ratusan bahkan ribuan anak cacat mental dan cacat fisik dikurung dirumah, tidak diizinkan bermain dengan teman-temannya yang fisik dan mentalnya normal. Mereka disembunyikan, disisihkan dan akhirnya luput dari perhatian masyarakat. Penelitian oleh Pratiwi (2008) tentang peran orang tua terhadap konsep diri dan kemampuan komunikasi interpersonal pada anak tuna daksa, menunjukkan bahwa dukungan orang tua mempengaruhi pembentukan konsep diri anak tuna daksa dan nantinya akan mempengaruhi dalam komunikasi interpersonalnya Perlakuan yang berbeda dari keluarga dan masyarakat akan menimbulkan kepekaan efektif pada para penyandang tuna daksa, yang tak jarang mengakibatkan timbulnya perasan negatif pada diri mereka terhadap lingkungan sosialnya. Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial penyandang tuna daksa. Dikutip dalam Xml, http://www.jawaban.com, seorang anak penyandang tuna daksa berumur 15 tahun saat ditemui dan disapa kemudian mengajaknya untuk berkomunikasi, ia langsung berlari menuju kamarnya karena merasa malu. Menurut orangtuanya ia bersikap begitu karena ia tidak terbiasa adanya kehadiran orang asing di dekatnya karena ia merasa malu dengan keadan dirinya. Di sisi lain seringkali juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap kaum penyandang tuna daksa. Pelanggaran HAM pada

kaum penyandang tuna daksa ini adalah tiadanya hak aksebilitas bagi para penyandang cacat tubuh tersebut. Ini boleh jadi karena masyarakat kurang menyadari pentingnya hak ini bagi para penyandang cacat tubuh. Hak untuk mendapatkan kebebasan bergerak secara fisik inilah yang sebenarnya secara prinsipil dikehendaki para penyandang cacat tubuh dimanapun diseluruh dunia agar dihormati, ditegakkan, dijamin dan diperjuangkan oleh negara, pemerintah dan masyarakat umum. Karena negara, pemerintah dan masyarakat sendiri seringkali memandang para penyandang cacat tubuh ini dengan sebelah mata atau mendapat perlakuan diskriminatif dalam pergaulan sosial setiap hari. Perlakuan diskriminatif ini mempunyai dampak negatif bagi para penyandang cacat tubuh seperti perasaan rendah diri, tidak percaya diri dan dapat menyebabkan terbentuknya konsep diri yang negatif, menarik diri dari lingkungan sehingga mereka merasakan adanya jarak dengan lingkungan yang kemudian kondisi ini akan mengakibatkan para penyandang cacat tubuh kurang terampil dalam komunikasi interpersonal.(xml, http://www.jawaban.com). Penelitian ini mencoba memfokuskan pada dua hal diantaranya yaitu konsep diri dan kemampuan komunikasi interpersonal, dari uraian-uraian diatas maka rumusan masalah yang muncul adalah Apakah ada hubungan antara Konsep Diri terhadap Kemampuan Komunikasi Interpersonal pada Penyandang Tuna Daksa?.

B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kemampuan komunikasi interpersonal pada penyandang tuna daksa. 2. Untuk mengetahui peran konsep diri terhadap kemampuan komunikasi interpersonal penyandang tuna daksa. 3. Untuk mengetahui perbedaan konsep diri tuna daksa sejak lahir dan tuna daksa dikarenakan kecelakaan >5 tahun. 4. Untuk mengetahui tingkat konsep diri dan kemampuan komunikasi interpersonal pada penyandang tuna daksa. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi penyandang tuna daksa, memberikan informasi bahwa konsep diri dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi interpersonal pada penyandang tuna daksa, sehingga para penyandang tuna daksa dapat lebih mengembangkan konsep dirinya sehingga mampu menciptakan, membina dan mempertahankan kemampuan komunikasi interpersonalnya degan baik. 2. Bagi yayasan, sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan masalahmasalah mengenai konsep diri dan kemampuan komunikasi interpersonal pada penyandang tuna daksa, sehingga dapat ditindak lanjuti dengan mengadakan pelatihan-pelatihan atau training, memberikan ketrampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minat para penyandang tuna daksa sehingga kemampuan komunikasi interpersonalnya dapat berkembang secara maksimal.

3. Bagi peneliti lain, penelitian ini bisa menjadi acuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis mengenai hubungan antara konsep diri dengan kemampuan komunikasi interpersonal pada penyandang tuna daksa.