PENUTUP. Enam. Rangkuman dan Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN TEORITIS. Dua. Pengambilan Keputusan

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN. Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab.

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINAMIKA USAHA TANI PERKEBUNAN (Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara) Abstract

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Satu. Pentingnya Pertanian

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

CENGKEH DAN KELAPA TAHUN 2014

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

DESAIN PEMBANGUNAN KEBUN DENGAN SISTEM USAHA TERPADU TERNAK SAPI BALESIA

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan. Adapun produksi di

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak awal pembangunan peranan sektor pertanian dalam pembangunan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

Hasil perhitungan t tabel

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian memegang

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

PERTANIAN.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Enam PENUTUP Rangkuman dan Kesimpulan Dari uraian sekaligus analisis hasil penelitian pada bagian Lima, dapat dirangkum sebagai berikut: Dalam sebuah usaha pertanian, petani selalu dihadapkan dengan berbagai macam pilihan. Dimulai dari pilihan usaha pertanian, dalam hal ini pertanian kakao, yang dipilih oleh petani karena sudah dikenal dan diyakini memiliki prospek dan harga yang menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Karena hobi, dan melihat kesusksesan petani kakao lain di desa sendiri maupun di desa tetangga, ikut mendorong pilihan petani untuk memilih usaha tani kakao. Walapun dihadapkan dengan perkembangan wilayah khususnya perkembangan komoditi non kakao, petani tetap memilih untuk bertahan dengan usaha tani kakao yang alasanya karena: a) Tanaman kakao sudah terlanjur ada dan petani juga sudah mengusahakan tanaman kakao yang menjadi sumber pendapatan utama mereka selama bertahun-tahun. Selain karena jasa-jasa tanaman kakao bagi ekonomi keluarga, harapan kepada tanaman kakao dan pengalaman dimasa lalu membuat mereka tetap bertahan. b) Terbatasnya sarana dan prasarana pertanian. Petani tetap bertahan dengan usaha tani kakao karena di lahan yang mereka miliki tidak tersedia jalan pertanian, akses pasar kakao lebih mudah, dan karena petani tidak memiliki biaya yang cukup untuk melakukan alih komoditi. c) Keberlanjutan. Saat sudah tua, tanaman kakao dapat diremajakan dengan memelihara tunas muda atau melakukan proses entris tanpa harus melakukan penanaman tanaman baru. Selain itu, proses pengolahan tanaman kakao lebih mudah untuk dikerjakan baik anak-anak maupun orang dewasa dibandingkan dengan kelapa sawit atau karet yang memerlukan tenaga kerja ahli. d) Strategi 133

Dinamika Usaha Pertanian Kakao bertahan petani terhadap masalah-masalah seperti tanaman yang semakin tua, kurangnya biaya produksi, fluktuasi harga dan serangan hama adalah: melakukan peremajaan, pemangkasan yang benar dan penyemprotan hama yang rutin, serta melakukan proses pemupukan pada tanaman kakao miliknya. Tidak semua petani kakao bertahan dengan usaha tani kakao. Banyak di antara petani kakao yang kini mengusahakan usaha pertanian lain dengan melakukan alih komoditi. Faktor-faktor yang membuat petani kakao lainnya mengganti kakao dengan komoditi lain adalah sebagai berikut: a) Melihat, mendengar, dan melakukan. Kehadiran perusahaan-perusahaan kelapa sawit, lancarnya mobilisasi manusia, akses jalan dan informasi yang semakin membaik memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap keputusan petani untuk melakukan alih komoditi. Keputusan tersebut diawali dari mendengar, melihat keberhasilan petani lain di wilayah tersebut kemudian ikut menanam komoditi tersebut sebagai pengganti kakao. b) Rantai produksi dan akses terhadap pasar. Alasan petani memilih meninggalkan usaha pertanian kakao karena panjangnya rantai produksi mulai dari pemeliharaan; pemangkasan, penyemprotan hama, penyemprotan atau pembersihan gulma. Setelah prose pemeliharaan selanjutnya proses panen; pemetikan buah, pemecahan buah, fermentasi biji, menyiapkan sanitasi bagi kulit kakao, pengangkutan, penjemuran barulah penjualan. Sedangkan rantai produksi kelapa sawit dan karet cukup singkat karena tidak memerlukan pemecahan buah, fermentasi, proses penjemuran atau bahkan pemangkasan. Selain itu, semakin mudahnya akses pasar untuk penjualan komoditi kelapa sawit dan karet, ikut mendorong keputusan alih komoditi oleh petani. c) Biaya pemeliharaan. Panjangnya rantai produksi kakao, ditambah dengan masalah fluktuasi harga, umur tanaman dan serangan hama, membuat biaya pemeliharaan tanaman kakao terus meningkat baik biaya tenaga kerja maupun sarana produksi pertanian. Dengan besar dan meningkatnya biaya pemeliharaan, membuat pendapatan petani (pendapatan RT dan pendapatan perkapita) dari hasil usaha pertanian tersebut sangat kecil. d) Ketersediaan lahan. Petani yang melakukan alih komoditi umumnya tidak memiliki lahan yang luas sehingga 134

Penutup terpaksa menanam komoditi baru di lahan perkebunan kakao. e) Keputusan memilih komoditi baru. Petani melakukan alih komoditi dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupan rumah tangga yang lebih sejahtera. Pemilihan komoditi baru yang akan diusahakan dilakukan dengan beberapa perbandingan seperti umur tanaman dan kemudahan proses produksi. Untuk melihat dan membandingkan kesejahteraan petani, salah satunya dapat dilihat dari ekonomi rumah tangga petani tersebut. Dari segi perumahan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar rumah milik petani yang tetap dengan kakao lebih sederhana dibandingkan dengan petani alih komoditi. Jika dilihat dari sisi pendapatan per bulan, petani alih komoditi memiliki sumber pendapatan yang lebih banyak atau bervariasi dibandingkan dengan petani yang tetap dengan kakao. Petani yang tetap dengan kakao sumber pendapatannya hanya dari sektor pertanian saja. Sumber pendapatan yang lebih banyak tersebut, membuat total pendapatan keluarga petani alih komoditi jauh lebih besar dibandingkan dengan petani yang tetap dengan kakao. Oleh karena pendapatannya lebih tinggi, jika dikurangi dengan konsumsi keluarga maka petani alih komoditi akan memperoleh sisa kas rumah tangga yang lebih besar. Selain dari sumber pendapatan dan total pendapatan, keluarga petani alih komoditi memiliki aset seperti tanah yang luas dan juga memiliki ternak peliharaan, yang tidak dimiliki oleh sebagian besar petani yang tetap dengan kakao. Dari informasi tersebut terlihat pula bahwa faktor yang ikut mendorong petani melakukan alih komoditi adalah besarnya modal yang diperoleh dari sumber pendapatan yang bervariasi dari usaha keluarganya. Untuk melakukan alih komoditi dan memulai usaha komoditi pertanian yang baru seperti kelapa sawit dan karet, tentunya membutuhkan biaya. Dari hasil penelitian, alih komoditi ke kelapa sawit membutuhkan biaya yang lebih besar dengan rata-rata Rp. 4.319.556 per ha dibandingkan dengan alih komoditi ke tanaman karet yang hanya mengeluarkan biaya rata-rata Rp. 960.000 per ha. Biayabiaya tersebut meliputi pembelian bibit, angkutan bibit, pupuk dasar, upah tenaga kerja dan pupuk rutin. 135

Dinamika Usaha Pertanian Kakao Proses pengolahan usaha pertanian kelapa sawit dimulai dari ketersediaan lahan. Setelah lahan siap, proses selanjutnya adalah pengajiran untuk mengatur jarak tanaman 8x8 atau 8x9 meter tergantung dari masing-masing petani. Ketika pengajiran selesai, bibit kelapa sawit yang telah dipersiapkan baik yang dibeli dari pihak perusahaan maupun dari hasil pembibitan petani itu sendiri langsung ditanam di lahan tersebut. Agar tanaman kelapa sawit yang ditanam cepat menghasilkan, diperlukan proses perawatan yang baik. Proses tersebut meliputi pemberantasan gulma yang dilakukan setiap empat bulan dan pemberian pupuk pada tanaman sebanyak dua kali dalam setahun. Jenis pupuk dan herbisida yang dipakai tergantung dari masing-masing petani. Jika tanaman kelapa sawit mendapatkan perawatan yang baik, maka dalam jangka waktu 3 tahun, tanaman tersebut sudah mulai menghasilkan. Proses pemanenan dilakukan setiap dua minggu dan hasil panen tersebut langsung dapat di jual kepada pedagang atau pabrik. Total biaya pemeliharaan kelapa sawit setiap tahunya dengan luas 3,5 ha adalah Rp. 4.925.000 per tahun. Awal usaha pertanian komoditi karet tidak berbeda jauh dari kelapa sawit. Proses awal yang harus dilakukan petani adalah pembukaan lahan dengan cara penebangan pohon, pembabatan dan pembakaran. Selanjutnya pengajiran dengan jarak tanam 4x3 meter, kemudian penggalian lubang. Setelah lahan didiamkan selama 2-3 bulan, langkah selanjutnya adalah penanaman bibit karet yang telah disiapkan sebelumnya. Saat tanaman karet tingginya lebih dari 2 meter, dilakukan proses pembentukan dahan dengan cara toping 2 meter dari atas tanah. Proses perawatan karet sendiri hampir sama dengan kelapa sawit yaitu dengan melakukan penyemprotan gulma dan pemberian pupuk. Total biaya perawatan khusus herbisida dan pupuk adalah Rp. 925.000 per tahun. Setelah tanaman karet berusia 7 tahun dan besar lingkaran batang 45 cm sepanjang 1 m dari atas tanah, maka pohon karet tersebut siap untuk dilakukan penyadapan (panen). Proses penyadapan yang baik dengan menghasilkan getah yang banyak dilakukan pada pukul 04.00-06.00 pagi. Setelah mangkuk penampungan penuh dan karet telah membeku, maka dilakukan 136

Penutup pengumpulan, pengangkutan ke rumah petani dan karet tersebut siap untuk dijual. Pendapatan petani kelapa sawit maupun karet yang peneliti wawancarai, belum mencapai titik maksimal karena tanaman miliknya masih tergolong muda dan kedua petani tersebut baru memulai proses pemanenan tahun 2013. Namun demikian kedua petani ini menaruh harapan yang besar pada usaha pertaniannya dan seiring peningkatan produksi dari waktu ke waktu, mereka pun meyakini bahwa usaha pertaniannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya. Dari rangkuman hasil penelitian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Pada awalnya petani tertarik dan memilih kakao sebagai komoditi usaha pertanian utama karena komoditi tersebut sudah populer dikalangan masyarakat dan harganya pun cukup menjanjikan untuk peningkatan kesejahteraan hidup mereka. 2. Walapun dihadapkan dengan masalah pertanian seperti hama penyakit kakao dan juga perkembangan komoditi perkebunan lain di Kecamatan Mori Utara, saat ini masih ada petani yang tetap memilih bertahan dengan usaha tani kakao. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan petani tersebut yaitu: hanya melanjutkan usaha tani kakao dengan merawat tanaman yang sudah ada dan telah dikerjakan selama bertahun-tahun, akses pemasaran kakao lebih mudah, terbatasnya sarana dan prasarana pertanian seperti jalan pertanian dan biaya untuk melakukan alih komoditi. Tanaman kakao juga mudah untuk diremajakan tanpa melakukan penanaman tanaman baru serta proses pengolahan tanaman tersebut cukup mudah dibandingkan dengan tanaman lain. 3. Untuk mengatasi masalah pertanian kakao dan tetap bertahan dengan usaha pertanian tersebut, petani melakukan peremajaan tanaman dan pemeliharaan tanaman kakao secara intensif. Intensif berarti melakukan proses penyemprotan hama penyakit 137

Dinamika Usaha Pertanian Kakao kakao, pemberantasan gulma yang rutin, pemangkasan dan pemupukan yang cukup. 4. Perkembangan komoditi perkebunan, mobilisasi manusia, akses jalan dan informasi yang semakin cepat dan luas, ikut mempengaruhi sebagian petani kakao untuk mengambil keputusan melakukan alih komoditi. Faktor yang mempengaruhi keputusan alih komoditi lainnya adalah masalah-masalah pada usaha pertanian kakao seperti panjangnya rantai produksi, serangan hama penyakit dan semakin meningkatnya biaya pemeliharaan. Tidak semua petani memiliki lahan yang luas untuk melakukan alih komoditi sehingga terpaksa menanam komoditi tersebut sebagai pengganti kakao. Selanjutnya untuk memilih komoditi pengganti, petani mempertimbangkan umur produktif dan proses pengolahan yang mudah dari komoditi baru yang akan diusahakannya. 5. Kondisi rumah tangga petani yang melakukan alih komoditi terlihat lebih sejahtera dibandingkan dengan petani yang tetap dengan kakao. Hal tersebut dibuktikan dengan perekonomian rumah tangga petani alih komoditi yang lebih baik. Para petani tersebut memiliki sumber pendapatan yang bervariasi dan juga memiliki banyak aset seperti tanah dan ternak. Oleh karena itu mereka mampu dan mau mengambil keputusan untuk melakukan alih komoditi. Keadaan itu berbeda dengan petani yang tetap mempertahankan kakao karena sebagian besar sumber pendapatannya hanya dari sektor pertanian. 6. Untuk melakukan alih komoditi dari kakao ke tanaman kelapa sawit membutuhkan biaya yang lebih besar (Rp. 4.319.556 per ha) dibandingkan dengan alih komoditi ke tanaman karet (Rp. 960.000 per ha). Biaya tersebut meliputi pembelian bibit, angkutan bibit, pupuk dasar, upah tenaga kerja dan pupuk rutin. Walaupun biaya alih komoditi cukup besar, petani berharap kedua tanaman baru tersebut kelak akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup keluarga. Itulah sebenarnya faktor utama yang mendorong petani melakukan alih komoditi. 138

Penutup 7. Banyaknya masalah dari hulu sampai hilir yang belum terselesaikan pada usaha pertanian kakao, membuat popularitas tanaman ini sudah semakin menurun. Kondisi tersebut dipengaruhi pula oleh kehadiran dan popularitas komoditi kelapa sawit dan karet yang bagi para petani cukup menjanjikan secara ekonomi dibandingkan dengan kakao. Kakao tidak lebih menjanjikan secara ekonomi karena pendapatan yang diperoleh petani sangat kecil. Oleh karena itu, pantaslah jika petani-petani kakao kini beralih ke tanaman kelapa sawit dan karet yang berdasarkan pengamatan, lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan dengan kakao. Implikasi Teoritis Seperti telah dikatakan pada bagian Dua tulisan ini, bahwa sebuah pengambilan keputusan diawali dengan sebuah masalah. Dari hasil penelitian, bagi petani alih komoditi masalah yang mereka hadapi adalah panjangnya rantai produksi kakao, meningkatnya biaya pemeliharaan karena umur tanaman yang sudah tua dan serangan hama penyakit membuat produksi dan pendapatan petani dari kakao terus menurun. Oleh karena masalah tersebut, petani dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu tetap dengan usaha tani kakao atau beralih mengusahakan komoditi lain. Berdasarkan apa yang dikatakan Hasan (2002) dalam Muda (2005:13), Nanacy Williams (1985:242) dalam Purwanto (1991:2) dan Atmosudirjo (1982:68-69), untuk mengambil sebuah keputusan, petani memerlukan sebuah proses berpikir atau pertimbangan sebelum menjatuhkan pilihan pada kedua alternatif atau pilihan tersebut. Pada proses inilah petani mengumpulkan berbagai informasi mengenai komoditi kelapa sawit atau karet dengan melihat perkembangan komoditi tersebut di sekitar mereka, serta bertukar cerita dan pengalaman dengan petani dua komoditi tersebut. Dari hasil penelitian terlihat bahwa para petani melakukan perbandingan mengenai kelebihan dan kekurangan tanaman kelapa sawit, karet, dan kakao. Setelah menilai bahwa rantai produksi kelapa sawit dan karet lebih singkat dari kakao, biaya pemeliharaan kelapa sawit dan karet 139

Dinamika Usaha Pertanian Kakao sekarang lebih rendah dari kakao, umur tanaman karet lebih panjang dari kelapa sawit atau kakao, kurangnya hama penyakit kelapa sawit dan karet dibandingkan dengan kakao, pendapatan dan kehidupan petani kelapa sawit dan karet lebih baik dari petani kakao, maka para petani tersebut dengan percaya diri memilih atau memutuskan untuk beralih mengusahakan komoditi kelapa sawit atau karet (melakukan alih komoditi). Dengan keputusan tersebut, para petani berharap akan menyelesaikan masalah sebelumnya sehingga semakin dekat dengan tujuan mereka yaitu kehidupan rumah tangga yang lebih sejahtera. Dari kacamata Samuel L. Pokin (Deliarnov 2006:156 & Singgih 1999:4), proses pengambilan keputusan di atas mengambarkan ciri petani yang rasional. Dikatakan rasional karena para petani tersebut secara individu mengambil keputusan dengan menentukan pilihan yang menurut mereka terbaik dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Para petani ini juga tetap berhati-hati, memperhitungkan untung rugi, memanfaatkan lahan untuk lebih produktif, dan berani menanggung resiko dalam pengambilan keputusan alih komoditi. Oleh karena itu penelitian ini dapat mendukung dan mengaminkan penelitian Pokin di Vietnam tentang petani yang rasional. Menggunakan pandangan Atmosudirjo (1982:68-69) mengenai proses berpikir, peneliti beranggapan bahwa petani dalam penelitian ini juga menunjukkan petani yang memiliki pemikiran jangka panjang dan melihat jauh ke depan. Mereka melakukan alih komoditi sebagai jaminan kesejahteraan keluarganya di masa yang akan datang. Para petani ini juga dapat berpikir secara rasional dan sistematis karena secara runtut dan kompleks menyelesaikan sebuah masalah dengan melakukan pengumpulan informasi, kemudian melakukan pertimbangan-pertimbangan atau perbandingan-perbandingan baru kemudian mengambil keputusan untuk melakukan alih komoditi. Melihat dari dasar pengambilan keputusan George Terry dalam Arief A (2010), hasil penelitian juga menunjukkan bahwa para petani tidak hanya berpikir rasional dalam pengambilan keputusannya untuk beralih komoditi usaha, tetapi juga mengambil keputusan berdasarkan pengalaman dan fakta. Fakta dan pengalaman yang mereka temui 140

Penutup adalah produksi kakao milik mereka semakin menurun dan kenyataan bahwa petani kelapa sawit dan karet lebih sejahtera. Bagaimana dengan keputusan petani yang tetap dengan usaha tani kakao?, apakah keputusan mereka rasional?. Serangan hama penyakit, dan umur tanaman merupakan masalah yang sama yang dihadapi oleh kelompok ini dengan kelompok sebelumnya. Masalah yang berbeda adalah tidak adanya sarana dan prasarana produksi seperti jalan dan biaya jika akan melakukan alih komoditi. Sama dengan petani sebelumnya dimana mereka dihadapkan dengan dua alternatif pilihan. Sebelum memutuskan memilih salah satu altenatif pilihan, mereka juga melalui proses berpikir atau pertimbangan, mengumpulkan berbagai informasi mengenai komoditi kelapa sawit atau karet, melakukan perbandingan tentang kelebihan dan kekurangan tanaman kelapa sawit, karet, dan kakao. Mereka menilai bahwa walapun rantai produksi kakao cukup panjang, namun proses produksi tersebut lebih mudah dikerjakan baik oleh orang berusia muda maupun tua, anak-anak atau orang dewasa, dibandingkan dengan kelapa sawit yang harus menggunakan tenaga kerja alhi dan bertenaga kuat. Apabila tanaman kakao sudah tua, dapat dilakukan peremajaan tanaman tanpa melakukan penanaman kembali dan hal ini tidak dapat dilakukan pada tanaman kelapa sawit dan karet. Dibandingkan kelapa sawit, tanaman kakao tidak begitu tergantung kepada pupuk, karena tanpa dipupuk tanaman tersebut tetap berbuah. Untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tanaman kakao, petani mengatasinya dengan melakukan pemeliharaan yang intensif. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kelompok petani ini memutuskan untuk tetap mengusahakan tanaman kakao. Jika dilihat dari hasil penelitian tersebut, kelompok ini termasuk petani yang rasional. Dikatakan rasional karena dapat memilih dan memutuskan sendiri untuk tetap dengan usaha tani kakao karena menurut mereka itu yang terbaik bagi kelangsungan hidup keluarganya. Mereka juga berhati-hati dan tidak mau tergoda terhadap komoditi baru, tetap memperhitungkan untung rugi, mengusahakan perkebunan kakao untuk lebih produktif, dan berani menanggung resiko untuk tetap bertani kakao. Petani ini juga dapat dikatakan 141

Dinamika Usaha Pertanian Kakao rasional (logis) dimana tidak memaksakan dirinya untuk melakukan alih komoditi karena pendapatannya hanya cukup untuk membiayai usaha pertanian kakao. Menurut peneliti, walaupun masih merupakan petani yang rasional, akan tetapi ada perbedaan kelompok ini dengan kelompok sebelumnya (petani alih komoditi). Perbedaan tersebut adalah kelompok petani ini cenderung berpikir secara intuisi dan emosional dengan menggunakan pandangan Atmosudirjo (1982:68-69). Dia mengatakan, berpikir intuitif berarti mengikuti feeling yang diperoleh dari menjalani praktek dengan skema sistematis selama bertahuntahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para petani memprediksi bahwa harga komoditi kakao akan naik seiring dengan menyusutnya lahan perkebunan kakao akibat alih komoditi maupun alih fungsi lahan. Mereka berkaca dari pengalaman beberapa tahun yang lalu dengan komoditi cengkeh yang harganya rendah namun tiba-tiba sekarang harganya sangat tinggi. Peneliti sependapat dengan Atmosudirjo yang mengatakan bahwa berpikir intuitif hanya dapat dikembangkan dalam jangka waktu yang lama, sehingga akan menghambat para petani tersebut untuk mengikuti perkembangan yang ada di sekitarnya. Ada kecenderungan petani di Kecamatan Mori Utara lebih menujukkan sikap menunggu. Artinya, ketika melihat keberhasilan seorang atau beberapa orang petani dengan usaha satu komoditi, barulah petani lainnya menyusul atau ikut-ikutan menanam komoditi yang sama. Akibatnya petani yang baru menyusul tersebut telah jauh ketinggalan. Selain itu, para petani ini juga berpikir secara emosional karena mereka sedikit mengabaikan aspek-aspek lain seperti efisiensi lahan dan keuntungan ekonomi dimasa mendatang. Hal itu terlihat karena petani memilih tetap bertahan dengan usaha tani kakao karena tanaman tersebut terlanjur ada dan telah berjasa membantu mereka diwaktu lampau. Hasil yang peneliti temukan mengenai faktor yang mempengaruhi petani untuk tetap atau beralih dari usaha tani kakao seperti pengalaman bertani (pengalaman petani itu sendiri maupun melihat pengalaman petani lain), penggunaan tenaga kerja, kepemilikan lahan, lokasi pertanian, dan ketersediaan sarana produksi, 142

Penutup mengamini hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut yaitu penelitian Muda (2005) yang menemukan bahwa keputusan petani dalam memilih pola agroforest "napu" dipengaruhi oleh pengalaman berusaha tani, tenaga kerja, luas penguasaan lahan, pendapatan, jarak ke lokasi agroforest, dan yang paling berpengaruh adalah faktor topografi. Penelitian Hasibuan (2003) yang menemukan bahwa keputusan petani tambak untuk menerima dan menerapkan inovasi itam terjadi setelah petani melihat keberhasilan petambak lain, dimana kepercayaan petani terbangun dari realitas empiris kehidupan sekitarnya (faktor kepercayaan) dan juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaan saprotan. Selain beberapa penelitian di atas, beberapa penelitian lainnya seperti penelitian Santoso (2008) yang menemukan bahwa faktor harga komoditi wortel organik yang tinggi membuat petani cenderung memutuskan untuk mengusahakan komoditi tersebut dengan sistem pertanian organik. Purba (2009) menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit adalah harga TBS kelapa sawit lebih baik dari harga teh. Faktor lain yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah produktivitas teh yang menurun selama periode tahun 2000-2005 dengan rata-rata 61,55 ton per ha per tahun. Hasibuan (2011) juga menemukan faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tebu ke kelapa sawit adalah karena pendapatan usaha tebu mengalami kerugian per ha per musim tanam sedangkan usaha tani kelapa sawit menguntungkan per ha per tahun sehingga tingkat pendapatan usaha tani kelapa sawit lebih menguntungkan dari pada usaha tani tebu. Asni (2005) menemukan faktor yang signifikan mempengaruhi alih fungsi lahan padi sawah menjadi kelapa sawit rakyat adalah pendapatan dan kesempatan menabung serta usaha tani kelapa sawit lebih efisien dibandingkan dengan usaha tani padi sawah. Namun demikian secara umum penelitian-penelitian tersebut hanya membahas keputusan pada satu kelompok petani. Oleh karena itu hasil temuannyapun tidak seluas dari hasil temuan peneliti di Kecamatan Mori Utara. Sebagai contoh, walaupun harga kakao tinggi (Rp. 22.000 per kg), tetap saja ada petani yang beralih mengusahakan 143

Dinamika Usaha Pertanian Kakao komoditi lain yang harganya lebih rendah seperti kelapa sawit (Rp. 500-800 per kg) dan karet (Rp. 8.000 per kg). Walaupun petani sebenarnya memiliki peluang untuk melakukan alih komoditi dan mengetahui komoditi-komoditi tersebut lebih efisien dibandingkan kakao, para petani tersebut tetap memilih untuk bertahan dengan usaha tani kakao. Penelitian yang dilakukan oleh Arief (2003) hampir sama dengan yang peneliti lakukan, namun dengan komoditi yang berbeda. Dalam penelitiannya mengenai pengambilan keputusan oleh petani di Desa Lubuk Baru, menemukan bahwa kondisi kebun damar di desa tersebut hampir mengalami kepunahan karena semakin sedikit petani damar yang mempertahankan kebun damarnya. Selain itu pengelolaan pertanian yang dilakukan petani tidak intensif. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan yang peneliti dapatkan dari kasus pertanian kakao. Walaupun banyak petani yang belum melakukan pengelolaan perkebunan kakao secara intensif dan sekarang banyak petani lain yang melakukan alih komoditi, perkebunan kakao di Kecamatan Mori Utara belum menujukkan ancaman kepunahan yang berarti, karena masih cukup banyak petani yang mempertahankan usaha perkebunan kakaonya. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi petani kakao untuk beralih atau tetap dengan kakao, memiliki banyak kesamaan dengan faktor yang menjadi pertimbangan petani untuk meninggalkan atau mempertahankan kebun damar dalam penelitian Arief (2003). Namun demikian ada beberapa faktor yang tidak dibahas secara mendalam bahkan tidak ditemui dalam hasil penelitian Arief yaitu rantai produksi dan ketersediaan prasarana produksi pertanian khususnya jalan pertanian. Implikasi Kebijakan Sesuai dengan rangkuman, kesimpulan dan implikasi teoritis yang telah peneliti dijabarkan di atas, maka dapat dirumuskan implikasi kebijakan sebagai berikut: 144

Penutup 1. Sebelum menyusun dan melaksanakan sebuah kebijakan atau program pengembangan sektor pertanian, alangkah baiknya jika para pengambil kebijakan terlebih dahulu melakukan pemetaan potensi pertanian baik secara umum maupun secara khusus pada sub sektor perkebunan. Hal tersebut penting untuk dilakukan mengingat potensi, karakteristik wilayah dan petani yang berbeda-beda. Sebagai contoh, di wilayah Mori Utara yang awalnya merupakan salah satu sentra perkebunan kakao ternyata potensial untuk perkembangan kelapa sawit dan karet. Namun demikian, tidak semua petani ingin bertahan dengan usaha tani kakao dan juga tidak semua petani tertarik untuk mengusahakan kelapa sawit atau karet. Dengan adanya pemetaan potensi perkebunan tersebut maka program-program pemerintah seperti pembagian bibit dan pupuk gratis akan lebih tepat sasaran dan menjawab harapan-harapan para petani. 2. Dengan pemetaan potensi pertanian, diharapkan pula program pengembangan pertanian akan lebih jelas. Program yang jelas dan tepat sasaran menggambarkan pemerintah atau para pengambil kebijkan yang pro petani. Kasus-kasus korupsi pada proyek pertanian yang tentunya mengorbankan petani-petani kecil diharapkan menjadi pelajaran berharga dan tidak perlu terjadi dalam pembangunan Kabupaten Morowali Utara khususnya pada pengembangan sektor petanian. 3. Tanaman kakao di Kecamatan Mori Utara sudah semakin tua sehingga produksinya perlahan-lahan menurun. Akan tetapi para petani masih berharap untuk terus mengembangkan komoditi ini. Walaupun program pembagian bibit gratis dan program peremajaan tanaman dengan cara entris sudah pernah dilakukan, namun program tersebut baru dinikmati oleh sebagian kecil petani. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas tanaman kakao petani dan kemudian dapat meningkatkan pendapatannya, diperlukan peremajaan tanaman secara merata. 4. Para petani di Kecamatan Mori Utara banyak yang ingin beralih dari kakao dan mengusahakan tanaman lain seperti kelapa sawit 145

Dinamika Usaha Pertanian Kakao dan karet. Karena keterbatasan sarana dan prasarana produksi seperti jalan dan biaya pembelian bibit membuat keinginan tersebut belum tercapai. Oleh karena itu untuk mendukung peningkatan kesejahteraan hidup petani, perlu dilakukan pembukaan dan perbaikan infrastruktur jalan pertanian. Dengan lancarnya mobilitas petani di lahan pertanian, diharapkan akan meningkatkan efisiensi usaha pertanian tersebut. Pembagian bibit tanaman kelapa sawit atau karet, pupuk murah atau bahkan gratis secara adil dan transparan agar tidak timbul kecemburuan diantara para petani. Selain itu kemudahan akses terhadap permodalan seperti kredit dengan bunga rendah dari lembaga keuangan resmi akan sangat membantu petani dalam mengembangkan usaha pertaniannya. 5. Melihat banyaknya persoalan seperti serangan hama dan masalah pertanian lainnya, maka diharapkan kinerja para PPL yang ada di setiap kecamatan dan desa dapat lebih ditingkatkan melalui penyuluhan, pelatihan dan pendampingan yang intensif kepada para petani. 6. Peneliti tidak sepenuhnya menyarankan agar para petani khusunya petani kakao untuk berali ke tanaman kelapa sawit, karet atau komoditi lainnya. Hasil penelitian ini justru dapat mendorong peneliti, mendorong peneliti-peneliti lainnya, bahkan pemerintah terkait, untuk melakukan kajian lanjutan, menggali masalah penghambat berkembangnya usaha tani kakao secara utuh. Sehingga dikemudian hari, dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dalam menyelesaikan masalah pada usaha tani kakao sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani, bahkan lebih dari itu diharapkan dapat mengembalikan kejayaan komoditi kakao yang setara atau lebih dari komoditi perkebunan lain. 146