KANDUNGAN NITRAT DAN POSPAT SEBAGAI FAKTOR TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN PANTAI

dokumen-dokumen yang mirip
BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KUALITAS AIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEBERADAAN DAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR KESUBURAN LINGKUNGAN PERAIRAN DI WADUK RIAM KANAN.

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

TANGGAPAN TERHADAP VARIASI LINGKUNGAN. 23/03/2009 Retno Peni/Ilmu lingkungan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

PROFIL PARAMETER KIMIA OSEANOGRAFI PANTAI TIMUR SUMATERA Oleh: Fani Fadli 1), Joko Samiaji 2), Bintal Amin 2)

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Transkripsi:

KANDUNGAN NITRAT DAN POSPAT SEBAGAI FAKTOR TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN PANTAI Arif Mustofa Fakultas Sains dan Teknologi UNISNU Jepara arif.mustofa10@yahoo.com ABSTRACT Phytoplankton is a biological indicator to evaluate the water quality. Phytoplankton productivity is depended on inorganic nitrogen as nitrate (NO 3 ) and phosphorus as phosphate (PO 4 ). The purpose of observation on nitrate and phosphate content as a factor in fertility rates coastal waters. The benefits of this observation is to provide information to support the coastal cultivation. Sampling was conducted on August 13, 2014 at 10:00 am in the coastal waters of Tanggultlare Kedung Jepara, consists of three stations, namely the waters near mangrove vegetation, muddy beach and near the mouth of the river. Sample analysis conducted at the BBPBAP Jepara Laboratory. The analysis data shows that the location is the waters near mangrove containing NO 3 1.392 mg/ltr, muddy beach 0.975 mg/ltr and at the mouth of the river 0.904 mg/ltr with an average of 1,090 mg/ltr. While the value of PO 4 location the waters near mangrove containing 0.095 mg/ltr, muddy beach 0.089 mg/ltr and at the mouth of the river 0,087 mg/ltr with an average of 0.090 mg/ltr. The average of nitrate 1.090 mg/ltr indicates that the level of fertility waters are mesotrofik and phosphate (PO 4 ) of 0.090 mg/ltr is eutrophic. Keywords: nitrate, phosphate, fertility, phytoplankton, Tanggultlare ABSTRAK Phytoplankton merupakan indikator biologis untuk mengevaluasi kualitas air. Produktivitas phytoplankton tergantung dari nitrogen inorganik seperti nitrat NO 3 ) and phosphorus sebagai fosfat (PO 4 ). Tujuan obsevasi pada isi nitrat dan fosfat sebagai faktor tingkat kesuburan perairan pantai. Keuntungan dari observasi ini untuk memberikan informasi mendukung penanaman area pantai. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2014 jam 10:00 a.m di perairan pantai Tanggultlare Ked ung Jepara di tiga tempat yaitu perairan dekat vegetasi mangrove, tanah berlumpur, dan dekat mulut sungai. Analisa sampel dilakukan di laboratorium BBPAP Jepara. Data analisis menunjukkan bahwa di lokasi perairan sekitar mangrove mengandung NO 3 1.392 mg/ltr, tanah lumpur 0.975 mg/ltr dan di mulut sungai 0.904 mg/ltr dengan rata-rata 1,090 mg/ltr. Rata-rata nitrat 1.090 mg/ltr mengindikasikan bahwa tingkat kesuburan di area peairan merupakan are mesotrofik and mengandung eutrofik fosfat (PO 4 ) of 0.090 mg/ltr. Kata Kunci: nitrate, phosphate, fertility, phytoplankton, Tanggultlare Pendahuluan Pantai merupakan daerah yang memiliki dinamika populasi sangat unik dengan produktifitas primernya sangat tinggi. Definisi pantai diartikan sebagai daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Ke arah daratan masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi di lautan seperti angin dan gelombang laut. Ke arah lautan masih dipengaruhi oleh keadaan yang terjadi di daratan misalnya sedimen dan air tawar. Kualitas air memegang peranan utama sebagai media tempat hidup banyak biota penting bagi kehidupan manusia. Usaha budidaya yang memerlukan air laut sebagai media budidaya sangat bergantung pada kualitas pasokan air budidaya yang optimal. Namun sejalan dengan dinamika sosial, perairan laut mengalami banyak perubahan kualitasnya. Padahal air dengan kondisi optimal sesuai dengan karakteristik kultivan sangat diperlukan dalam melakukan manipulasi stok. Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan. Fitoplankton juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan karena peranan fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari. 13

Dengan demikian, keberadaan fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas perairan yakni gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup di suatu perairan dan jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang blooming, dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya. (Melati dkk, 2005). Tingkat kesuburan suatu perairan dapat diukur dengan melimpahnya fitoplankton. Fitoplankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah dan pergerakannya selalu dipengaruhi oleh pergerakan masa air. (Nybakken, 1998). Di laut, fitoplankton mengikat energi terbesar, meskipun hanya menghuni bagian lapisan air permukaan yang tipis di mana cukup cahaya matahari. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas fitoplankton adalah tercukupinya zat hara yang dibutuhkan. Zat hara anorganik utama yang diperlukan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen sebagai nitrat (NO 3 ) dan fospor sebagai fospat (PO 4 2- ). Rumusan masalah yang dapat diuraikan berdasarkan latar belakang di atas adalah seberapa besar tingkat kesuburan perairan pantai Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara yang dapat diukur melalui kandungan nitrat dan pospat. Tinjauan Pustaka Plankton dimaksudkan sebagai makhluk hidup berupa jasad renik yang melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit, dan selalu mengikuti arus air. Plankton dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Mulyanto,1992). Odum (1971) mendefinisikan fitoplankton sebagai tumbuhan terapung kecil yang tersebar di seluruh kolam di mana cahaya masih dapat tembus. Dalam jumlah yang banyak, fitoplankton akan menyebabkan air kelihatan berwarna hijau. Davis (1955) dalam Daniel (2007). Mengklasifikasikan plankton berdasarkan lingkungan atau habitat asal plankton, yaitu limnoplankton (plankton yang hidup di danau), rheoplankton (plankton yang hidup di sungai), haliplankton (plankton yang hidup di laut) dan hypalmyroplankton (plankton yang hidup di air payau). Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, fitoplankton membutuhkan nutrien. Nutrien yang dibutuhkan fitoplankton dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu makro nutrien dan mikro nutrien. Makro nutrien adalah nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah banyak (C, H, 0, N, S, P, K, Mg, Ca, Na, dan CI) dan mikro nutrien adalah nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Fe, Mn, Cu, Zn, B. Mo, Si, V dan Co). Unsur N dan P sering dijadikan sebagai faktor pembatas di dalam suatu perairan karena kedua unsur ini dibutuhkan oleh fitoplankton dalam jumlah yang besar, namun bila kedua unsur tersebut ketersediannya di habitat bersangkutan di bawah kebutuhan minimum, akibatnya pertumbuhan fitoplankton akan terganggu atau populasinya akan menurun. (Basmi, 1995 dalam Daniel, 2007). Jumlah bentuk total P dan total N di perairan adalah dugaan potensial untuk kesuburan suatu perairan. (Moss, 1998). Zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton, terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jasad hidup organism serta dalam proses fotosintesis. Menurut Basmi (1995) fitoplankton membutuhkan unsur N dan P dalam pembuatan lemak dan protein tubuh unsur N dan P sering menjadi faktor pembatas dalam produktifitas primer fitoplankton. Unsur tersebut hanya dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton secara langsung jika berbentuk nitrat dan orthopospat. Rasio N dan P yang dipakai oleh tumbuhan hijau antara yang di dalam air laut maupun dalam tumbuhan adalah sama yaitu 16 N : 1 P. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat (Nybakken, 1998). Senyawa nitrat dan fosfat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-tumbuhan, sisasisa organism mati dan buangan limbah baik limbah daratan seperti domestik, industri, pertanian, dan limbah peternakan ataupun sisa pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara. (Wattayakorn, 1988). Nitrat adalah bentuk nitrogen utama diperairan alami. Nitrat berasal dari ammonium yang masuk ke dalam badan sungai terutama melalui limbah domestik konsentrasinya di dalam sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktifitas mikroorganisme di dalam air contohnya bakteri nitrosumonas. Mikroorganisme tersebut akan mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat oleh bakteri. Proses 14

oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang, terutama pada musim kemarau saat turun hujan semakin sedikit di mana volume aliran air sungai menjadi rendah. Dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dapat terjadi kebalikan dari stratifikasi yaitu proses denitrifikasi di mana nitrat akan menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk ammonium dan amoniak melalui proses amonifikasi nitrat. Nitrat dapat digunakan untuk mengklafisikasikan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik kadar nitrat 0 1 mg/l, perairan mesotrofik kadar nitrat 1 5 mg/l, perairan eutrofik kadar nitrat 5-50 mg/l. Pospat dalam perairan adalah dalam bentuk bentuk orthofosfat (PO4), sedangkan nitrogen biasanya dalam bentuk nitrat (NO 3 - N). Kandungan orthofosfat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan tersebut. Perairan yang mengandung orthofosfat antara 0,003-0,010 mg/l merupakan perairan yang oligotrofik, 0,01-0,03 adalah mesotrofik dan 0,03-0,1 mg/l adalah eutrofik. Sedangkan perairan yang mengandung nitrat dengan kisaran 0-1 mg/l termasuk perairan oligotropik, 1-5 mg/l adalah mesotrofik dan 5-50 mg/l adalah eutrofik. (Jollenweider, 1968 dalam Wetzel, 1975). Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan juga dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi (Reynolds dkk., 1984). Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami, dan dekomposisi (Goldman dan Horne, 1983). Upaya perbaikan lingkungan perairan untuk mewujudkan perikanan budidaya secara berkelanjutan dan produktif kini mulai dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan alami yang dibentuk oleh keragaman hayati. Perbaikan mutu lingkungan menggunakan teknologi tinggi perlu mempertimbangkan berbagai faktor serta akan menambah biaya dan berisiko tinggi, sedangkan pengelolaan secara alami merupakan alternatif paling baik. (Pirzan dan Petrus, 2008). Metode Penelitian Pada tahap pertama penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2014. Lokasi penelitian di Pantai Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara dan BBPBAP (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau) Jepara. Metode penentuan stasiun pengambilan sampel air laut dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi dan keadaan daerah yang diduga berpengaruh terhadap produktifitas primer di perairan pantai. Pengambilan sampel air dilakukan tanggal 13 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB pada 3 stasiun yang berlokasi di perairan Pantai Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Gambar 1. Peta lokasi stasiun pengambilan sampel Sampel diambil dengan menggunakan botol air yaitu : I : Perairan dekat vegetasi mangrove II : Perairan pantai berlumpur III : Perairan dekat muara sungai Pada setiap pengambilan sampel di titik stasiun dilakukan 3 kali ulangan : A : Permukaan perairan B : Tengah perairan C : Dasar perairan Pengulangan ini dilakukan agar dapat mewakili kondisi perairan dalam satu titik stasiun. Sampel air kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel gelap dan selanjutnya dianalisa di Laboratorium Fisika Kimia Lingkungan BBPBAP Jepara. Pada tiap stasiun diukur pula parameter fisika yaitu suhu, salinitas, kecerahan, ph dan dissolve oxygen. Hasil Dan Pembahasan Sampel sebanyak 9 buah yang diambil dari lokasi penelitian kemudian dianalisa di Laboratorium Fisika, Kimia dan Lingkungan 15

BBPBAP Jepara mendapatkan hasil sebagaimana dalam tabel berikut ini : Tabel 1. Hasil Pengukuran Nitrat (NO 3 ) dan Pospat (PO 4 ) No. Hasil Analisis Kode NO Sampel 3 PO 4 (mg/ltr) (mg/ltr) 1 IA 1,711 0,094 2 IB 1,332 0,097 3 IC 1,134 0,094 4 IIA 0,991 0,088 5 IIB 1,044 0,089 6 IIC 0,891 0,091 7 IIIA 0,941 0,086 8 IIIB 0,882 0,087 9 IIIC 0,891 0,089 Keterangan : IA : Sampel yang diambil di permukaan perairan dekat vegetasi mangrove IB : Sampel yang diambil di tengah perairan dekat vegetasi mangrove IC : Sampel yang diambil di dasar perairan dekat vegetasi mangrove IIA : Sampel yang diambil di permukaan perairan pantai berlumpur IIB : Sampel yang diambil di tengah perairan pantai berlumpur IIC : Sampel yang diambil di dasar perairan pantai berlumpur IIIA : Sampel yang diambil di permukaan perairan dekat muara sungai IIIB : Sampel yang diambil di tengah perairan dekat muara sungai IIIC : Sampel yang diambil di dasar perairan dekat muara sungai Pengukuran parameter fisika perairan di lokasi penelitian dilaksanakan bersamaan dengan pengambilan sampel air. Adapun hasil pengukuran parameter fisika adalah sebagai berikut : Tabel 2. Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Fisika Perairan No Para mete r Lokasi I II III Ratarata 1. Suhu 28 o C 28 o C 27 o C 27,6 o C 2. Salinit as 31 ppm 31 ppm 30,5 ppm 30,8 ppm 3. Kecer ahan Sampai dasar (2m) Sampai dasar (2m) Sampai dasar (2m) 2m 4. ph 7,5 7,5 7,5 7,5 5. DO 5,565 5,211 5,424 5,400 Dari data yang tersaji dalam Tabel 3 dapat ditampilkan dalam bentuk nilai rata-rata nitrat (NO 3 ) dan pospat (PO 4 ) masing-masing lokasi sebagai berikut : Tabel 3. Nilai Rata-Rata NO 3 dan PO 4 NO No. Lokasi perairan 3 PO 4 (mg/ltr) (mg/ltr) 1 Dekat 1,392 0,095 mangrove 2 Pantai 0,975 0,089 berlumpur 3 Muara sungai 0,904 0,087 Rata-rata 1,090 0,090 Grafik kandungan NO 3 dan PO 4 dari data yang tersaji dalam Tabel 1 dapat ditampilkan sebagai berikut 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 Permukaan 0,4 0,2 Tengah 0 Dasar Gambar 2. Grafik Kandungan NO 3 (mg/ltr) 0,098 0,096 0,094 0,092 0,09 0,088 0,086 0,084 0,082 0,08 Permukaan Tengah Dasar Gambar 3. Grafik Kandungan PO 4 (mg/ltr) Sedangkan nilai rata-rata NO 3 dan PO 4 masing-masing lokasi sebagaimana pada tersaji dalam Tabel 3 dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut : 16

1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 1,392 0,975 0,904 0,095 0,089 0,087 NO3 PO4 Tingkat kesuburan perairan pantai Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara tersaji dalam tabel berikut. Tabel 4. Tingkat Kesuburan Perairan Pantai Hasil Penelitian Hasil pengukuran Tingkat kesuburan NO 3 1,090 mg/ltr 0-1 mg/ltr Oligotrofik 1-5 mg/ltr Mesotrofik 5-50 mg/ltr Eutrofik PO 4 0,090 mg/ltr 0,003-0,010 mg/ltr Oligotrofik 0,01-0,03 mg/ltr Mesotrofik 0,03-0,1 mg/ltr Eutrofik Sumber : Hasil pengukuran peneliti (2014) dan Jollenweider (1968) dalam Wetzel (1975) Gambar 4. Grafik Rata-Rata NO 3 dan PO 4 Masing-Masing Lokasi (mg/ltr) Data yang tersaji dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa di lokasi perairan dekat mangrove mengandung NO 3 sebanyak 1,392 mg/ltr, pantai berlumpur sebanyak 0,975 mg/ltr dan di muara sungai sebanyak 0,904 mg/ltr dengan rata-rata 1,090 mg/ltr. Nilai tertinggi NO 3 adalah di lokasi perairan dekat mangrove. Sedangkan nilai PO 4 lokasi perairan dekat mangrove mengandung 0,095 mg/ltr, pantai berlumpur sebanyak 0,089 mg/ltr dan di muara sungai sebanyak 0,087 mg/ltr dengan rata-rata 0,090 mg/ltr. Nilai tertinggi PO 4 adalah di lokasi perairan dekat mangrove. Dari kedua nilai di atas menunjukkan bahwa nilai tertinggi NO 3 dan PO 4 adalah di lokasi dekat mangrove. Perairan yang terdapat vegetasi mangrove menunjang kesuburan perairan yang melimpah unsur haranya, karena serasah mangrove yang berguguran di perairan selanjutnya diuraikan oleh dekomposer yaitu bakteri dan jamur menjadi sumber utama detritus. Selain itu juga didegradasi oleh organisme dekomposer menjadi unsur hara seperti pospat, nitrat, sulfur dan unsur-unsur lainnya. (Saru, 2013). Hasil degradasi serasah mangrove tersebut menyebabkan perairan dekat hutan mangrove menjadi kaya dengan NO 3 dan PO 4. Perairan pantai berlumpur serta di perairan muara sungai memiliki kandungan NO 3 dan PO 4 lebih sedikit dibandingkan dengan perairan dekat mangrove, karena kandungan lumpur yang merupakan material tanah yang masuk ke laut bersama dengan air tawar dan mengendap karena tertahan oleh energi laut. Material endapan ini sedikit mengandung mikrobentos yang mampu mengurai mineral dan mendekomposisi bahan-bahan organik menjadi nitrat dan pospat. Akibatnya kandungan nitrat dan pospat menjadi sedikit dibandingkan dengan perairan dekat dengan mangrove. Dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran nitrat (NO 3 ) perairan pantai Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara sebesar 1,090 mg/ltr menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairannya adalah mesotrofik, yaitu dalam tingkatan sedang. Akan tetapi, dilihat hasil pengukuran pospat (PO 4 ) sebesar 0,090 mg/ltr menunjukkan tingkat kesuburannya adalah eutrofik, yaitu tingkatan kesuburan paling tinggi. Menurut Mackentum (1969) dalam Asriyana dan Yuliana (2012) untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat pada kisaran 0,9 3,5 mg/ltr dan ortopospat adalah 0,09 1,80 mg/ltr. Kisaran ini jika dibandingkan dengan hasil pengamatan maka didapatkan hasil bahwa perairan pantai Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara merupakan perairan pantai yang memiliki tingkat kesuburan tinggi (eutrofik). Kesuburan perairan yang tinggi merupakan faktor utama tingginya produktifitas primer, sehingga mampu menunjang berbagai usaha perikanan yang menggunakan sumberdaya perairan pantai tersebut sebagai media budidaya. Nybakken (1998) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang membedakan produktifitas ekosistem pantai dengan laut terbuka yaitu : 1. Perairan pantai menerima sejumlah besar unsur-unsur kritis yaitu P dan N daam bentuk PO 4 dan NO 3 melalui runoff dari daratan yang kandungan haranya jauh leih banyak. Oleh sebab itu, perairan pantai tidak kekurangan zat hara. 2. Perairan pantai mempunyai kedalaman perairan dangkal yang menyebabkan dalam keadaan cuaca apapun fitoplankton tidak mungkin terseret ke bawah kedalaman kritis. Bila intensitas cahaya cukup, produksi dapat berlangsung terus. 17

3. Di perairan pantai jarang terdapat termoklin permanen, sehingga tidak ada zat hara yang terperangkap di dasar perairan. 4. Di perairan pantai banyak terdapat reruntuhan serasah yang berasal dari daratan yang dapat membatasi kedalaman zona fotik dan menyebabkan tingginya kadar zat hara serta dangkalnya perairan. Suhu air merupakan salah satu faktor abiotik yang dapat mempengaruhi kehidupan fitoplankton. Peningkatan suhu pada kisaran toleransi akan meningkatkan laju metabolisme dan aktivitas fotosintensis fitoplankton. (Asriyana dan Yuliana, 2012). Hasil pengukuran lapangan di lokasi dekat mangrove (Lokasi I) sebesar 28 o C, di perairan pantai berlumpur (Lokasi II) sebesar 28 o C dan di muara sungai sebesar 27 o C. Rata-rata suhu peraian pantai Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara adalah 27,6 o C merupakan suhu ideal bagi perkembangan fitoplankton, karena menurut Effendi (2000), kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30 o C. Hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang kecil. (Hutabarat dan Evans, 1984). Kontribusi air tawar yang masuk ke laut melalui sungai menyebabkan kisaran salinitas yang besar pada daerah pantai. Sedangkan organisme memerlukan keadaan yang stabil. Hasil pengukuran menunjukkan salinitas di lokasi I sebesar 31 ppm, lokasi II sebesar 31 ppm dan lokasi III sebesar 30,5 ppm serta rata-rata salinitas adalah 30,8 ppm. Salinitas ini masih dalam ambang batas kondisi perairan yang optimum. Cahaya yang masuk ke dalam perairan pantai menjadi faktor pembatas bagi kehidupan fitoplankton karena berkaitan dengan fotosintesis. Sehingga fitoplankton tidak dapat hidup tanpa cahaya. Berkurangnya penetrasi cahaya diakibatkan oleh bahan- memiliki kandungan zat hara berupa nitrat (NO 3 ) sebesar 1,090 mg/ltr menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairannya adalah mesotrofik, yaitu dalam tingkatan sedang. Sedangkan pospat (PO 4 ) sebesar 0,090 mg/ltr menunjukkan tingkat kesuburannya adalah eutrofik, yaitu tingkatan kesuburan paling tinggi. Kandungan nitrat dan pospat suatu perairan pantai dijadikan tolok ukur kesuburan perairan karena semakin optimal kandungan nitrat dan pospat suatu perairan maka semakin melimpah fitoplankton. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan merupakan penentu tingginya produktifitas primer perairan tersebut. Dengan demikian, semakin optimal bahan yang melayang-layang di air (suspended matter). Hasil pengukuran kecerahan menunjukkan bahwa penetrasi cahaya masuk sampai ke dasar perairan (2 m) sehingga tidak ada kendala bagi fitoplankton untuk melakukan proses fotosintesis. Menurut Wardoyo (1982) mengemukakan bahwa ph sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup termasuk fitoplankton. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa di semua lokasi memiliki ph yang sama yaitu sebesar 7,5. Menurut Pescod (1973) dalam Asriyana dan Yuliana (2012) mengemukakan bahwa ph yang ideal untuk kehidupan fitoplankton di perairan adalah 6,5 8,0. Fitoplankton sangat membantu bagi suplai oksigen di perairan pantai pada waktu siang hari. Penambahan ini disebabkan oleh pelepasan oksigen dari hasil fotosintesis. Semakin dalam perairan, cahaya matahari tidak dapat lagi menembus kolom air, maka tidak dijumpai fitoplankton sehingga semakin turun kadar oksigen terlarut (dissolve oksigen). Di perairan pantai DO tergolong tinggi karena penetrasi oksigen dari atmosfer ke permukaan air sangat besar akibat riak-riak ombak di pantai melalui proses difusi. Perairan pantai yang kaya fitoplankton menyebabkan oksigen terlarut semakin besar. Pada hasil pengukuran DO di lokasi I mendapatkan data sebesar 5,565, di lokasi II sebesar 5,211 dan di lokasi III sebesar 5,424 rata-rata 5,400. Kesimpulan Kesuburan yang tinggi suatu perairan pantai menyebabkan melimpahnya produktifitas primer yang ditandai dengan melimpahnya fitoplankton. Untuk tumbuh dan berkembang, fitoplankton memerlukan kandungan zat hara anorganik berupa nitrat (NO 3 ) dan pospat (PO 4 ). Perairan pantai di Desa Tanggultlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara nilai nitrat dan pospat maka semakin baik pula tingkat kesuburan perairan. Daftar Pustaka Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktifitas Perairan. Jakarta: Bumi Aksara. Basmi, J. 1995. Planktonologi : Produksi Primer. Bogor: Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Bogor: Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Daniel. 2007. Struktur Komunitas Fitoplankton di Estuari Sungai Brantas Jawa Timur. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: 18

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Goldman, C.R. dan A. J. Horne. 1983. Lymnology. Tokyo: Mc. Graw Hill International Book Company. Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 2000. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI Press. Melati, Herman, Listari. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Perairan di Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIPA 2005. Depok Moss. B. 1998. Ecology of Freshwater : Man and Medium, Past to Future. Oxford: 3 rd Ed. Blackwell Science. Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nybakken, J.W. 1998. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Penerjemah: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Jakarta: PT. Gramedia. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Philadelphia: Third Edition. W.B. Saunders Company. Pirzan, Andi Marsambuana dan Petrus Rani Pong-Masak. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Jurnal Biodiversitas Vol. 9, Nomor 3 Juli 2008 hal. 217. Reynolds et al. 1984. The Ecology of Freshwater Phytoplankton. Paris: University Pierre et Marie Curie. Saru, A. 2013. Kontribusi Ekosistem Mangrove dalam Meningkatkan Potensi Sumber daya Perikanan Pesisir dan Laut Secara Berkelanjutan dalam Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia : Gagasan dan Pemikiran Guru Besar Universitas Hasanuddin. Bogor: IPB Press. Wardoyo, STH. 1982. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan, PPLH-UNDP-PSL. Wetzel, R.G. 1975. Limnology. Philadelphia: W.B. Sounders Company. Wattayakorn, G. 1988. Nutrient Cycling in Estuarine. Thailand: Paper presented in the Project on Research and its Application to Management of the Mangrove of Asia and Pasific,Ranong. 19