Pengaruh orientasi pahat terhadap lebar permukaan kontak pemesinan pada pemesinan milling multi-axis permukaan berkontur

dokumen-dokumen yang mirip
Optimasi Jumlah Cutter-Contact Point (cc-point) pada Pembuatan Lintasan Pahat Proses Pemesinan Milling Muti-Axis Berbasis Model Faset 3D

DTM FTUI. Dr. Ir. Gandjar Kiswanto, M.Eng. Laboratorium Teknologi Manufaktur Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Pengembangan metode simulasi pergerakan pahat menggunakan VTK pada sistem- CAM berbasis model faset 3D

Gambar 1 : Arah pencarian perpotongan antara bidang potong dengan model faset

indentifikasi kemungkinan interferensi antara pahat dan benda-kerja (Gouging) pada

Pengembangan Sistem-CAM (Computer-Aided Manufacturing) berbasis Model Faset 3D untuk Pemesinan Multi-Axis dengan Simulasi Pergerakan Pahat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Gambar 2.1 Sumbu-sumbu pada mesin NC [9]

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

Bab 1. Pendahuluan. menggunakan bantuan aplikasi CAD (Computer-Aided Design) untuk. menggunakan komputer ini disebut sebagai mesin Computer based

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN

BAB IV SIMULASI PROSES PERMESINAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA HASIL PERCOBAAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pengaruh Waktu Proses Permesinan dari Penetapan Urutan Pahat Proses terhadap Sumbu z

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pendeteksian Fitur Lubang Tembus pada Model 3D untuk Pembuatan Alur Pahat Pengeboran

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN , e-issn

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

BAB I PENDAHULUAN. bentuk suatu benda kerja dengan menggunakan sepasang alat. perencanaan peralatan, diameter yang akan dipotong, material alat

PENGEMBANGAN LASER TRAJECTORY PROSES RAPID PROTOTYPING UNTUK PRODUK BERKONTUR DAN PRISMATIK

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PE GEMBA GA METODE DA ALGORITMA PEMESI A MULTI AXIS

tiap-tiap garis potong, dan mempermudah proses pengeditan. Pembuatan layer dapat

BAB 6 KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi

PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE

3.1. Gambar 3.1 Bucketing [5 ] 22 Pengembangan metode..., Agung Premono, FT UI, 2009

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM OPERASI MESIN MILLING CNC TRAINER

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ALGORITMA PEMILIHAN DIAMETER PAHAT PROSES PEMESINAN POCKET 2-1/2D DENGAN METODA HIGH SPEED MACHINING

Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Suhardjono MSc. Oleh : Dwi Rahmad F. NRP:

PENGEMBANGAN LINTASAN PAHAT DAN MANUFAKTUR MINI IMPELLER DENGAN PROSES MILLING 5-AXIS SKRIPSI

SAT. Pengaruh Kemiringan Spindel Dan Kecepatan Pemakanan Terhadap Getaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2. Romiyadi, Emon Azriadi. 1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tuntutan Sistem Produksi Maju

INTEGRASI SISTEM INTERAKTIF DALAM SISTEM OPERASI MESIN BUBUT CNC UNTUK PENDIDIKAN

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT, PENGARUH RAKE ANGLE DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP TENAGA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMOTONGAN

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KEMIRINGAN SISI POTONG PAHAT DAN KECEPATAN POTONG TERHADAP KUALITAS KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL PADA SHAPING MACHINE

BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

PENGENDALIAN KUALITAS PROSES EDIT PROGRAM PENGERJAAN MOULD: STUDI KASUS PT ASTRA HONDA MOTOR

BAB III PEMILIHAN BAHAN DAN PROSES MANUFAKTUR CRUISE CONTROL

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BANTU PENCEKAMAN UNTUK MESIN MORTISER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MEKANIKA Volume 12 Nomor 1, September Keywords : Digital Position Read Out (DRO)

ANALISIS PROSES MACHINING DIES OUTER FENDER DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER SESUAI KATALOG DAN KONDISI DI LAPANGAN

(Sumber :

Materi 3. Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC

Gambar I.1 Mesin CNC Haas Turning ST-20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Pemindaian Geometrik Model 3D Menggunakan 3 Input

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manufaktur berasal dari bahasa latin manu factus yang artinya made by hand yang pertama kali dikenalkan di

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam

CREATED BY: Fajri Ramadhan,Wanda Saputra dan Syahrul Rahmad

BAB VI FUNGSI KUADRAT (PARABOLA) a < 0 dan D = 0 a < 0 dan D < 0. a < 0 0 x 0 x

III. METODE PENELITIAN. Hal yang paling dasar dalam pemodelan sebuah komponen (part) adalah pembuatan

Jig and Fixture FIXTURE)

Pengembangan Sistem Konversi Citra ke G-Code untuk Aplikasi Manufaktur

BAB 3 STUDI KASUS. Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Cetakan untuk wax pattern START. Pemodelan runner turbin Francis dengan Pro/Engineer Wildfire 3.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB lll PROSES PEMBUATAN BOSS FRONT FOOT REST. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang langkah kerja pembuatan benda

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang

OPTIMASI JALAN PAHAT PROSES PEMESINAN CNC LATHE DAN ANALISA BIAYA PRODUKSI PEMBUATAN DEAD CENTER BERBANTUKAN CAD/CAM

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISA. Tempat Melakukan Pengujian : Peralatan Yang Dibutuhkan :

BAB II Mesin Bubut I II. 1. Proses Manufaktur II

1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

APLIKASI NEW HIGH SPEED MACHINING ROUGHING STRATEGY PADA MESIN CNC YCM EV1020A

BAB III ALGORITMA PENAMBAHAN FEATURE DAN METODA PENCAHAYAAN

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

Pengaruh Kecepatan Potong Pada Pemotongan Polymethyl Methacrylate Menggunakan Mesin Laser Cutting

Transkripsi:

Pengaruh orientasi pahat terhadap lebar permukaan kontak pemesinan pada pemesinan milling multi-axis permukaan berkontur Gandjar Kiswanto Laboratorium Teknologi Manufaktur Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok 1644 gandjar_kiswanto@eng.ui.ac.id Abstrak Makalah ini mempresentasikan hasil penelitian di Laboratorium Teknologi Manufaktur Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia mengenai pengaruh dari orientasi pahat pada proses pemesinan milling multi-axis (5-axis) terhadap waktu pemesinan total. Salah satu faktor yang mempengaruhi waktu pemesinan khususnya pada pemesinan paralel adalah lebar permukaan kontak antara pahat dan benda kerja. Dalam pembuatan lintasan pahat selalu diinginkan lebar permukaan kontak yang besar sehingga jarak antar lintasan (path interval) semakin besar. Dengan semakin besarnya jarak antar lintasan maka jumlah lintasan pahat cenderung semakin sedikit. Oleh karena itu lebar permukaan kontak memiliki peranan penting dalam peningkatan efisiensi proses pemesinan. Pada penelitian ini berhasil dipetakan hubungan besarnya orientasi pahat terhadap lebar permukaan kontak pemesinan pada berbagai macam nilai kurvatur dari permukaan berkontur. Hasil ini kemudian digunakan sebagai bagian algoritma knowledge based pada sistem-cam berbasis model faset 3D yang sedang dikembangkan oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Kata kunci : Orientasi pahat, lebar permukaan kontak pemesinan, pemesinan multi-axis 1. Pendahuluan Permukaan (produk) berkontur atau yang biasa disebut sebagai sculptured surfaces (part) atau free form surfaces, memungkinkan representasi suatu produk yang memiliki bentuk yang kompleks dan nilai estetik. Permukaan berkontur banyak digunakan pada produk industri, rumah tangga, dan entertainment, seperti dibidang aerospace, otomotif, dan industri manufaktur die dan mold. Realisasi produk dengan permukaan berkontur dengan proses pemesinan milling salah satu tahapnya adalah pembuatan tool path [1]. Dengan perkembangan teknologi manufaktur yang semakin pesat dan semakin tingginya kompetisi antara produsen produk-produk manufaktur, kebutuhan akan kualitas produk yang tinggi (high quality product) yang dihasilkan dengan kecepatan produksi yang tinggi (high speed manufacturing) dengan efisiensi biaya produksi yang tinggi (low cost production) menjadi suatu keharusan (HQ/HS/LC). Hal ini membutuhkan suatu sistem dan proses manufaktur yang handal. Salah satu pendukung tersebut adalah sistem-cam yang digunakan untuk menghasilkan produk sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan dispesifikasikan didalam sistem-cad. Penelitian sebelumnya telah mengembangkan sistem-cam dimana pembuatan tool path-nya berbasis model faset 3D untuk proses pemesinan milling multi-axis [] [3] yang, bila dibandingkan dengan pembuatan tool path konvensional berbasis model parametrik dan/atau solid, dapat menghasilkan tool path yang cepat dan lebih handal yaitu yang bebas dari gouging (overcut) dan collision dan berada pada akurasi yang dispesifikasikan. Pada makalah ini dipresentasikan suatu analisa hubungan antara orientasi pahat terhadap kurvatur permukaan (part) pada pemesinan milling multi-axis dalam upaya untuk menambah fungsi intelligent didalam sistem-cam yang sedang dikembangkan tersebut. Diharapkan dengan penelitian ini nantinya sistem-cam yang dikembangkan mampu menganalisa kurvatur, bentuk pahat, dan arah pemesinan yang optimum untuk menghasilkan waktu pemesinan yang paling efisien.. Pemesinan Milling Multi-axis Saat ini proses pemesinan milling multi-axis semakin banyak digunakan untuk pembuatan benda dengan bentuk yang kompleks seperti : dies, moulds, turbine blades, marine propellers, dan komponen pesawat. Keutamaan milling multi-axis adalah pemakaian pahat yang optimal ditinjau dari bentuk produk dan proses setup yang berkurang secara signifikan. Pemesinan milling multi-axis (misalnya : 5-axis) memungkinkan penetrasi pahat yang lebih baik ketimbang pemesinan 3-axis.

Seperti terlihat pada Gambar 1, pemodelan pemesinan milling multi-axis yang dikembangkan (yang diperlukan dalam pembuatan lintasan pahat/tool path generation), memiliki sistem koordinat lokal yang direpresentasikan oleh sumbu F L, T L dan N L. Sumbu-N L adalah vektor normal lokal pada cc-point dan sumbu-f L adalah vektor arah pemotongan yang terletak pada bidang potong (cutting plane). Sumbu-T L adalah hasil cross product antara N L dan F L (T L = N L x F L ). Sebuah bidang normal (normal plane) T L -N L adalah bidang yang melalui C (cc-point) dan normal terhadap F L. β N L u R P C α F L Model Faset cc-point Gambar 1 : Sudut inklinasi (α) dan sudut screw (β) pada Sistem Koordinat Lokal Pada model faset, vektor normal pada sebuah cc-point dihitung berdasarkan informasi vektor normal dari bidang segitiga. Orientasi pahat adalah perputaran pahat yang minimum terhadap suatu sumbu tertentu untuk menempatkan pahat sedekat mungkin terhadap permukaan yang dipotong tanpa terjadinya interferensi. Orientasi pahat dapat dimodelkan oleh dua sudut : sudut inklinasi (inclination angle) (α) dan sudut screw (screw angle) (β). Sudut inklinasi didefinisikan sebagai perputaran pahat terhadap sumbu-t L, sedangkan sudut screw adalah perputaran pahat terhadap sumbu-n L. 3. Analisa Pengaruh Orientasi Pahat terhadap Lebar Kontak Pemesinan Pada pengujian dan analisa keterhubungan ini dikembangkan sebuah model 3D (CAD-model) seperti terlihat pada Gambar. 4 3 1 Gambar : Model berkontur (sculptured part) Model yang dikembangkan memiliki konfigurasi daerah ekstrim yang dibentuk oleh : 1) satu kurva kurvatur minimal (~kurvatur maksimal negatif) dan satu kurva kurvatur maksimal (positif) yang searah pemesinan, )dua kurva kurvatur maksimal (positif) (salah satu searah pemesinan), 3) dua kurva kurvatur-minimal (~kurvatur maksimal negatif) (salah satu searah pemesinan) 4) satu kurva kurvatur maksimal (positif) dan satu kurva kurvatur minimal (~kurvatur maksimal negatif) yang searah pemesinan.

Perhitungan maksimum dan minimum dari kurvatur normal κ1 dan κ di suatu titik di permukaan, yang disebut kurvatur utama (principal curvature), berkaitan erat dengan kurvatur Gaussian dan kurvature mean, dan didapat melalui dengan K = κ κ 1 1 H = + ( κ κ ) 1 dimana : (1) kontak pemesinan 3 kontak pemesinan Gambar 3: pemesinan dengan flat-end 10mm sudut inklinasi a) 7.5 o dan b) 37.5 o Dengan menggunakan pahat flat-end berdiameter 10mm, terlihat seperti pada Gambar 3 bahwa lebar kontak pemesinan yang dihasilkan dengan sudut inklinasi 7.5 o lebih besar dibandingkan dengan sudut inklinasi 37.5 o. Nilai lebar kontak pemesinan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 : pemesinan yang dipengaruhi oleh besarnya sudut inklinasi (α) dengan pahat flat-end diameter 10mm pemesinan 1 (mm) pemesinan (mm) pemesinan 3 (mm) u Kurvatur1 Kurvatur α = 7.5 o α = 37.5 o α = 7.5 o α = 37.5 o α = 7.5 o α = 37.5 o 0 0.017-0.017 + 6.8 5.3 3.6 3. 3.7 3.5 0.5 0.113-0.11 + 8.5 8.03 3.18.8 4.1 3.5 0.5 0.008 +/- 0.010 +/- 8.18 6.9 3.6 3.1 3.63 3.3 0.75 0.116 + 0.11 + 10.18 9 3.36 3.03 3.7 3.5 kontak pemesinan

c) d) Gambar 4: pemesinan dengan flat-end 6 mm sudut inklinasi a) 17.5 o, b).5 o, c)3.5 o, d) 4.5 o Tabel : pemesinan yang dipengaruhi oleh besarnya sudut inklinasi (α) dengan pahat flat-end diameter 6mm (untuk gambar 3a dan 3d) pemesinan 1 (mm) pemesinan (mm) u Kurvatur1 Kurvatur α = 17.5 o α = 4.5 o α = 17.5 o α = 4.5 o 0 0.017-0.017 + 5.5 3.13 4.79.4 0.5 0.113-0.11 + 5.46 4.34 5.37 3 0.5 0.008 +/- 0.010 +/- 5.69 3.86 5.8.5 0.75 0.116 + 0.11 + 5.8 4.8 5.69 3.0 Pengaruh orientasi pahat yang diperoleh pada Tabel 1 dan Gambar 3 sebelumnya lebih diperjelas dengan membandingkan penggunaan diameter pahat flat-end yang berbeda (lebih kecil) yaitu 6mm seperti terlihat pada Gambar 4. Pada gambar tersebut, terlihat jelas perubahan pengurangan lebar kontak pemesinan seiring meningkatnya sudut inklinasi yang digunakan (mulai 17.5 o hingga 4.5 o ). Pemesinan milling multi-axis dengan jenis pahat yang berbeda walaupun dengan ukuran dan orientasi pahat yang sama menghasilkan lebar kontak pemesinan yang berbeda pula. Seperti terlihat pada gambar 5 berikut yang. kontak pemesinan Gambar 5: pemesinan a) flat-end 6mm 3.5 o dan b) ball-end 6mm 3.5 o Tabel 3 : pemesinan yang dipengaruhi oleh besarnya sudut inklinasi (α) dengan pahat flat-end diameter 6mm (untuk gambar 3a dan 3d) pemesinan 1 (mm) pemesinan (mm)

u Kurvatur1 Kurvatur Flat-End Ball-End Flat-End Ball-End 0 0.017-0.017 + 3.85.75 3.5 0.5 0.113-0.11 + 4.8 3.5 3.5.75 0.5 0.008 +/- 0.010 +/- 4.3 3 3.1.5 0.75 0.116 + 0.11 + 5.9 3.75 3.5.9 Terlihat jelas bahwa pahat flat-end menghasilkan lebar kontak pemesinan yang lebih besar dibandingkan dengan pahat ball-end. 4. Kesimpulan Terlihat bahwa pemakaian pahat flat-end menghasilkan lebar kontak yang lebih besar dibandingkan dengan pahat ball-end. Pada pemakaian pahat flat-end, semakin besar sudut inklinasi (orientasi pahat terhadap arah pemesinan) maka semakin kecil lebar kontak pemesinan, sedangkan dengan ball-end hasil yang didapat adalah sebaliknya, yaitu semakin besar sudur inklinasi maka semakin besar pula lebar kontak pemesinan yang didapat. Arah pemesinan yang tegak-lurus kurva kurvatur-maksimal akan menghasilkan lebar kontak pemesinan yang lebih besar dari pemesinan yang searah kurva kurvatur-maksimal dan kurvatur-minimal baik yang bernilai positif maupun negatif. Pemesinan pada area maximal dan minimal kurvatur yang keduanya bernilai positif akan menghasilkan lebar kontak pemesinan yang lebih besar dibandingkan dengan konfigurasi kurvatur lainnya. 5. Daftar Acuan [1]. Choi B.K., Chung Y. C., Park J. W., et. al., Unified CAM-system architecture for die and mould manufacturing, Computer Aided Design, vol. 6, no. 3, March 1994. []. Kiswanto G., Tool path generation for multi-axis milling based on faceted models, ISBN : 90-568-449-X, K. U. Leuven, Leuven 003. [3]. Lauwers B., Kiswanto G., Kruth J. -P., Development of five-axis milling tool path generation algorithm based on faceted models, Annals of the CIRP, vol. 5, no. 1, pp. 85-88, 003.