PENTINGNYA IMPLEMENTASI K3 (KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA) DALAM PERUSAHAAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1993 TENTANG PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 Tentang : Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja

KEPPRES 22/1993, PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA (K3)

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR : PER.01/MEN/1981 TENTANG KEWAJIBAN MELAPOR PENYAKIT AKIBAT KERJA

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SEBAGAI KOMPONEN JAMSOSTEK

PENYAKIT AKIBAT KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN PENCEGAHAN

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Di dalam berbagai jenis

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI JAWA TENGAH

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

12. Peraturan Uap Tahun 1930 atau Stoom Verordening 1930;

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

PLENO SKENARIO 5. Blok Community Medicine Oleh : Kelompok Tutorial 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

TENTANG KESELAMATAN KERJA

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA. Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

JAMSOSTEK. (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan

RUANG LINGKUP KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( K3 ) Keselamatan & Kesehatan Kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Tenaga yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja. Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja ialah:

Akibat Hukum Bagi Perusahaan yang Tidak Melaksanakan Program Jamsostek

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

DASAR HUKUM - 1. Peraturan Pelaksanaan. Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan. UU No.

UU R.I. NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

R194. Rekomendasi mengenai Daftar Penyakit Akibat Kerja dan Rekaman serta Notifikasi Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (Revisi 2010)

Keselamatan & Kesehatan Kerja PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja)

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

K3 Konstruksi Bangunan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Proyek Konstruksi dan Peran Manajer. satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

Dasar Manajemen Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA R.I NOMOR: PER.04/MEN/1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA,

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kompetensi Dasar 2 : Keadaan darurat. Presented by : Anita Iskhayati, S. Kom NIP

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Undang Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang : Keselamatan Kerja

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN MENTERI NO. 04 TH 1993

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

Transkripsi:

PENTINGNYA IMPLEMENTASI K3 (KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA) DALAM PERUSAHAAN Oleh: DHONI YUSRA Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat memahami arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun la lu, namun sampai kini masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut, sehingga seringkali mereka melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam Undang-Undang. Key Words: Kesehatan, Keselamatan Kerja PENDAHULUAN Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat memahami arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 13

perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut, sehingga seringkali mereka melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undang-undang. Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu: a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan; b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d. Memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan; f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan; i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang; o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 14

Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syaratsyarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir. Dalam penyelenggaran K3 ada 3 (tiga) hal penting yang harus diperhatikan: Pertama, seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan. Kedua, pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan K3, serta keterlibatan (dukungan) serikat pekerja dalam program K3 di tempat kerja. Ketiga, kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi. Adapun hal lain yang tak kalah pentingnya agar program K3 dapat terlaksana, adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi program bahkan melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja. Bila terjadi hal demikian, maka halhal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Kerja terjadinya kecelakaan. 2. Pelatihan, Instruksi, Informasi dan Pengawasan kecelakaan kerja 3. Kemungkinan resiko yang timbul dari kecelakaan kerja 4. Perawatan bagi korban kecelakaan kerja dan perawatan peralatan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilakukan 5. Perlindungan bagi pekerja lain sebagai tindakan preventif 6. Aturan bila terjadi pelanggaran (sanksi) 7. Pemeriksaan atas kecelakaan yang timbul di area kerja 8. Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja 9. Memeriksa proses investigasi dan membuat laporan kecelakaan kepada pihak yang berwenang 10. Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang berkompeten dalam penanganan kecelakaan di area terjadi kecelakaan kerja. Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 15

Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan, sanksi dan benefit dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang dijadikan acuan atau pedoman bagi pekerja dan pengusaha. Berbicara penerapan K3 dalam perusahaan tidak terlepas dengan landasan hukum penerapan K3 itu sendiri. Landasan hukum yang dimaksud memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan apa dan bagaimana K3 itu harus diterapkan. Adapun sumber hukum penerapan K3 adalah sebagai berikut: 1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 2. UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 3. PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 4. Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja. 5. Permenaker No. Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentang kewajiban dan hak Tenaga Kerja terhadap Keselamatan Kerja untuk: a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja; b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. Memenuhi dan mentaati semua syaratsyarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam halhal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya sebagai perwujudan program K3 yang ditujukan sebagai program perlindungan khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu suatu program Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 16

perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Program jamsostek lahir dan diadakan dan selanjutnya dilegitimasi dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek sebagai pengakuan atas setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Sedangkan ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi: a. Jaminan Kecelakaan Kerja; b. Jaminan Kematian; c. Jaminan Hari Tua; d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Program Jamsostek sebagai pengejawantahan dari program K3 diwajibkan berdasarkan Pasal 2 Ayat 3 PP No. 14 Tahun 1993 bagi setiap perusahaan, yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja 10 orang atau lebih; 2. Perusahaan yang membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan (walaupun kenyataannya tenaga kerjanya kurang dari 10 orang). Akibat hukum bagi perusahaan yang tidak menjalankan program jamsostek ini adalah Pengusaha dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Apabila setelah dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap tidak mematuhi ketentuan yang dilanggarnya, maka ia dapat dikenai sanksi ulang berupa hukuman kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan dan dicabut ijin usahanya, apabila pengusaha melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Tidak memenuhi hak buruh untuk mengikuti program Jamsostek; b. Tidak melaporkan adanya kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada Kantor Depnaker dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari); c. Tidak melaporkan kepada Kantor Depnaker dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari) setelah si korban dinyatakan oleh dokter yang Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 17

merawatnya bahwa ia telah sembuh, cacad atau meninggal dunia; d. Apabila pengusaha melakukan pentahapan kepesertaan program jamsostek, tetapi melakukan juga pentahapan pada program jaminan kecelakaan kerja (program kecelakaan kerja mutlak diberlakukan kepada seluruh buruh tanpa terkecuali); Hal tersebut diatas berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU No. 3 tahun 1992 & Pasal 27 sub a PP No. 14 tahun 1993. Sanksi lain yang mungkin diterapkan adalah berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU No. 3 tahun 1992 pada Pengusaha dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan selamalamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Apabila setelah dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap tidak mematuhi ketentuan yang dilanggarnya, maka ia dapat dikenai sanksi ulang berupa hukuman kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan dan, apabila pengusaha melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Tidak mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya; b. Tidak memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya, daftar upah beserta perubahan-perubahan dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri; c. Tidak menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jamsostek kepada Badan Penyelenggara; d. Menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta program jamsostek; e. Menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada si korban; f. menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan oleh Badan Penyelenggara; g. Apabila pengusaha telah memotong upah buruh untuk iuran program jamsostek tetapi tidak membayarkannya kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan; Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 18

Selain sanksi-sanksi yang sudah disebutkan diatas, ada pula sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha seperti yang diatur dalam Pasal 47 sub a PP No. 14 tahun 1993. Peringatan ini dapat dikenakan apabila pengusaha melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: a. Tidak mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta program Jamsostek kepada Badan Penyelenggara walaupun perusahaannya memenuhi kriteria untuk berlakunya program Jamsostek; b. Tidak menyampaikan kartu peserta program jaminan sosial tenaga kerja kepada masing-masing tenaga kerja dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari Badan Penyelenggara; c. Tidak melaporkan perubahan: - Alamat perusahaan - Kepemilikan perusahaan - Jenis atau bidang usaha - Jumlah tenaga kerja dan keluarganya-besarnya upah setiap tenaga kerja palling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya perubahan; d. Tidak memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan; e. Tidak melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah ada hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa; f. Tidak membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan selama tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum mampu bekerja, sampai adanya penetapan dari menteri. Pengusaha dapat pula dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar, apabila melakukan keterlambatan pembayaran iuran program Jamsostek. Selanjutnya apabila ada pengusaha yang tidak menjalankan program Jamsostek padahal telah memenuhi kriteria, maka pekerja yang cepat tanggap dapat melaporkan hal ini pada Departemen Tenaga Kerja, yang kemudian akan diadakan penyelidikan terhadap perusahaan selanjutnya ditangani oleh petugas-petugas penyelidik dalam hukum acara, yaitu: Kepolisian Republik Indonesia Pegawai negeri sipil yang mempunyai kewenangan dalamhal ini pegawai pengawas Depnaker. Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 19

Dengan mengimplementasikan K3, setidak-tidaknya pengusaha dapat mengantisipasi kemungkinan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, yaitu: 1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian. 2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. 3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis). 4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik. 6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun. 7. Penyakit yang disebabkan kadmium 8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun. 9. Penyakit yang disebabkan oleh krom 10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun. 11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen 12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa 13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal 14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor 15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida. 16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun. 17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun. 18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun. 19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya. 20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton. Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 20

21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida, atau derivat-nya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel. 22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan. 23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan -kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi). 24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih. 25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang meng-ion. 26. Penyakit kulit ( dermatoses) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik. 27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut. 28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes. 29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus. 30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi. 31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. (Lampiran Keppres No 22 thn 1993) Adapun akibat yang muncul atas kecelakaan kerja atau penyakit yang ditimbulkan oleh hubungan kerja dapat berupa: - tidak mampu bekerja untuk sementara - cacat sebagian untuk selama-lamanya - cacat total untuk selama-lamanya - cacat kekurangan fungsi organ - meninggal dunia. Akibat lain yang berdampak pada pengusaha karena pekerjanya terjangkit penyakit-penyakit yang telah disebutkan diatas, dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas perusahaan, sehingga keuntungan perusahaan menjadi berkurang. Ini adalah bukti adanya korelasi perlindungan K3 dengan efektivitas dan efisiensi perusahaan Dari gambaran diatas, ternyata persoalan K3 yang dalam hal ini diejawantahkan dalam program jamsostek tidak boleh dilaksanakan secara setengah- Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 21

setengah karena memiliki konsekuensi hukum yang cukup berat bagi pengusaha. Dengan kata lain implementasi K3 dalam perusahaan memiliki arti pula sebagai perwujudan taatnya pada hukum yang berlaku di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Dharmabumi, Hemasari, Labour Education Center, Bandung 2001 Mike Travis. OccupationalHealth. Sutton: Aug 2002. Vol.54. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja Lex Jurnalica Vol. 1/No. 1/ Desember 2003 22