PEMILIHA STRATEGI DEKOMISIO I G FASILITAS PE GGU A BAHA RADIOAKTIF. Husen Zamroni, Jaka Rachmadetin Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN DEKOMISIONING REAKTOR RISET Penjelasan Revisi

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

DISAIN KONSEPSUAL PROGRAM MANAGEMEN DEKOMISIONING REAKTOR RISET

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif - BATAN

PENGANGKUTAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT DAN CAIR DARI PENIMBUL KE INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF. Arifin Pusat Teknologi Limbah Radioaktif -BATAN

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DEKOMISIONING REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSYARATAN PENGANGKUTAN LIMBAH RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEKOMISIONING REAKTOR RISET

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

SISTEM PENGANGKUTAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT, CAIR DAN GAS. Arifin Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FORMAT DAN ISI LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEKOMISIONING. A. Kerangka Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekomisioning URAIAN INSTALASI

HUBU GA THERMAL OUTPUT DE GA VOLUME LIMBAH HASIL AKTIVITAS DEKOMISIO I G STUDI KASUS : REAKTOR PE ELITIA DI JEPA G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

FORMAT DAN ISI LAPORAN SURVEI RADIOLOGI AKHIR

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT TINGGI DAN BAHAN BAKAR NUKLIR BEKAS DI PTNBR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

ANALISIS LEPASAN RADIOAKTIF DI RSG GAS

KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

PENGUKURAN KONSENTRASI RADON DALAM TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF. Untara, M. Cecep CH, Mahmudin, Sudiyati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

APLIKASI TINGKAT KLIRENS DALAM PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI BATAN

2013, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERTIMBANGAN DALAM PEMBUATAN RANCANGAN FASILITAS PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF DEKAT PERMUKAAN.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

OPTIMALISASI DEKONTAMINASI LIMBAH RADIOAKTIF HASIL DEKOMISIONING FASILITAS NUKLIR. Gatot Sumartono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

URGENSI AMANDEMEN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

No Penghasil Limbah Radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang mempunyai kewajiban mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah sebelum diser

OPERASI SISTEM LAUNDRY PADA PROSES MESIN CUCI (WASHING MACHINE) Atam Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012

PRE ESTIMATE OF GRAPHITE THERMAL COLUMN RADIOAKTIVE WASTE FOR KARTINI REACTOR YOGYAKARTA DECOMMISSIONING PLAN

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI

EVALUASI PENGENDALIAN KESELAMATAN RADIASI DAN NON RADIASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TAHUN

FORMAT DAN ISI PROGRAM DEKOMISIONING INNR


KONSEP PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PROGRAM DEKOMISIONING REAKTOR RISET

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENENTUAN WAKTU SAMPLING UDARA UNTUK MENGUKUR KONTAMINAN RADIOAKTIF BETA DI UDARA DALAM LABORATORIUM AKTIVITAS SEDANG

INVENTARISASI PAKET LIMBAH OLAHAN UNTUK PENYIMPANAN AKHIR DALAM DISPOSAL DEMO PLANT

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA

Suhaedi Muhammad, Rimin Sumantri PTKMR BATAN

STUDI TI GKAT RADIOAKTIVITAS DA PA AS PELURUHA BAHA BAKAR BEKAS REAKTOR AIR RI GA SEBAGAI FU GSI WAKTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

EVALUASI PENGENDALIAN KESELAMATAN RADIASI DAN NON RADIASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TAHUN

Perhitungan biaya dismantling reaktor TRIGA Mark II-Bandung dalam daerah terkontrol

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PRARANCANGAN SISTEM LOADING DAN UNLOADING PADA KOLOM PENUKAR ION PENGOLAH LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

TANTANGAN PUSAT LISTRIK TENAGA NUKLIR PERTAMA (PLTN I): SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

ANALISIS KINEMATIKA DAN DINAMIKA DISMANTLING KOMPONEN INTERNAL REAKTOR TRIGA MARK II. Suwardiyono. Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif

PE GARUH BUR -UP TERHADAP KUA TITAS DA KARAKTERISTIK BAHA BAKAR UKLIR BEKAS PLT. urokhim Pusat Teknology Limbah Radioaktif-BATAN

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. sangat terbatas, oleh karenanya Jepang melakukan terobosan inovasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam.

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2012

DEKONTAMINASI MIKROSKOP OPTIK HOTCELL 107 INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN CARA KERING

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PENANGANAN LlMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH PASCA PENGGANTIAN HEPA FILTER DI IRM

STUDI KESELARASAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR TINGKAT FASILITAS/ INSTALASI NUKLIR PTBN TERHADAP PERKA BAPETEN NO.1 TAHUN 2010

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007

KONSEP PERENCANAAN PENDANAAN DEKOMISIONING PLTN 1000 MW PWR DIINDONESIA

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF

A ALISIS SISTEM KOMPUTER U TUK MA AJEME DEKOMISIO I G REAKTOR UKLIR. urokhim, Sumarbagiono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

FUNGSI PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

Transkripsi:

ABSTRAK PEMILIHA STRATEGI DEKOMISIO I G FASILITAS PE GGU A BAHA RADIOAKTIF Husen Zamroni, Jaka Rachmadetin Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN PEMILIHA STRATEGI DEKOMISIO I G FASILITAS PE GGU A BAHA RADIOAKTIF. Fasilitas pengguna bahan radioaktif yang sudah dihentikan perlu didekomisioning untuk menjaga keselamatan masyarakat dan lingkungan. Terdapat tiga strategi dekomisioning fasilitas nuklir dibagi dalam tiga strategi yaitu: Dismantling segera, Dismantling yang ditunda dan Penguburan. Jika fasilitas menerapkan dismatling segera, maka terdapat banyak radionuklida yang tidak memiliki cukup waktu untuk meluruh, sehingga strategi ini tidak dapat mengurangi paparan radiasi terhadap pekerja, jika menerapkan dismantling yang ditunda maka akan diuntungkan dengan meluruhya sebagian bahan radioaktif yang berumur pendek dan penguburan dapat menjadi pilihan untuk fasilitas nuklir yang hanya mengandung radionuklida berumur pendek atau mengandung radionuklida berumur panjang dalam jumlah kecil. Kebanyakan strategi dekomisioning yang dilakukan di dunia hanya dua terdiri dari dekomisioning segera dan dekomisioning yang ditunda. Kata kunci : Dekomisioning, dismantling, fasilitas nuklir ABSTRACT DECOMMISSIO I G STRATEGIES SELECTIO FOR FACILITIES USI G RADIOACTIVE MATERIAL. The facilities using radioactive material that have been stopped operation will require some form of the decommissioning for public and environtment safety. The approaches are identified by three decommissioning strategies: immediate dismantling, deferred dismantling and entombment. If a facility undergoes immediate dismantling, most radio nuclides will have no such sufficient time to decay and therefore this strategy may not provide reduction in the worker exposure. A facility that undergoes deferred dismantling may advantage from the radioactive decay of residual radio nuclides during the long term storage period and entombment could be a viable option for other nuclear facilities containing only short lived or limited concentrations of long lived radionuclides. Mostly, only two types of the decommissioning used to be done in the world, immediate and deferred dismantling. Keywords:Decommissioning, dismantling, nuclear facilities PE DAHULUA Perkembangan penggunaan bahan radioaktif beberapa puluh tahun yang lalu mendorong orang mulai memikirkan bagaimana penanganan kalau fasilitas pengguna bahan radioaktif tersebut berhenti atau dihentikan karena alasan tertentu. Fasilitas pengguna bahan radioaktif baik yang besar (pembangkit listrik tenaga nuklir dan fasilitas olah ulang), hingga yang lebih kecil (skala penelitian di laboratorium) perlu dipikirkan dengan detail cara melakukan dekomisioningnya. Terdapat aktivitas dekomisioning fasilitas nuklir, yang penting terutama pengelolaan limbah yang ditimbulkan. Estimasi volume limbah yang ditimbulkan dari kegiatan dekomisioning kira-kira 10 sampai 200 kali limbah yang ditimbulkan selama aktivitas fasilitas nuklir tersebut. Limbah yang ditimbulkan dari aktivitas dekomisioning sering kali berbeda dengan limbah yang ditimbulkan pada kondisi operasi normal[1]. Jika suatu fasilitas nuklir akan didekomisioning maka hal yang penting dipikirkan adalah tentang pemilihan strategi dekomisioning. Pemilihan strategi dekomisioning sangat berpengaruh terhadap hampir seluruh tahap proses perencanaan dan penerapannya. Pemilihan strategi ini juga berpengaruh signifikan terhadap keselamatan, jumlah/volume limbah, biaya, pekerja dan isu sosial[2]. Saat ini terdapat tiga reaktor riset yang beroperasi di Indonesia, yaitu Reaktor TRIGA 2000 Bandung (2000 kw), Reaktor Kartini Yogyakarta (100 kw), dan Reaktor Serba Guna Serpong (30 MW), yang ketiganya dioperasikan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Usia ketiga rektor riset tersebut bervariasi antara 19 42 tahun, sejak reaktor tersebut mencapai kritikalitasnya. Menurut sejarahnya, reaktor TRIGA 2000 Bandung adalah yang tertua, karena mencapai kritikalitas pertama pada 1964[12]. Usia ketiga reaktor sudah cukup tua, maka sudah perlu dipikirkan jika suatu 154

saat dilakukan dekomisioning, meskipun sampai saat ini belum ada keputusan untuk masalah dekomisioning. Strategi dekomisioning yang dipilih mungkin berbeda untuk tiap negara, karena hal ini tergantung dengan kesiapan faktorfaktor pendukungnya. Makalah ini akan membahas keuntungan dan kerugian dalam memilih strategi dekomisioning. STRATEGI DEKOMISIO I G Prinsip dan tujuan dekomisioning adalah mengelola fasilitas nuklir yang akan didekomisioning sehingga tidak membahayakan masyarakat, pekerja, dan lingkungan. Jika fasilitas yang sudah berhenti dan tidak didekomisioning, maka dapat mengalami kerusakan dan berpotensi menimbulkan bahaya radiologi terhadap lingkungan di masa depan. Tujuan pengembangan dan implementasi strategi dekomisioning adalah: a) Memastikan keselamatan masyarakat, pekerja, dan perlindungan lingkungan yang berkesinambungan; b) Mengurangi bahaya sehingga harus dilakukan dengan perencanaan yang tepat; c) Mencapai keseimbangan yang tepat terhadap lingkungan, sosial, dan sumber ekonomi, baik sekarang maupun di masa yang akan datang. d) Memindahkan fasilitas, bahan, peralatan dan lokasi dari daerah kontrol regulasi ke tempat yang memungkinkan. TAHAP AKHIR YA G DII GI KA Strategi dekomisioning yang dipilih tergantung tujuan yang akan di capai. Jika lokasi atau fasilitas akan digunakan kembali untuk kegiatan radioaktif maka tidak memerlukan persyaratan pelepasan tanpa batas. Namun sebaliknya bila akan digunakan untuk hal non nuklir maka dipersyaratkan adanya pelepasan untuk penggunaan tidak terbatas. Perkiraan tahap akhir dari tiga strategi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1. Infrasturktur yang dibutuhkan untuk mendukung proses dekomisioning perlu dikembangkan untuk memenuhi persyaratan hukum dan regulasi yang berlaku. Ketika hukum dan regulasi yang berhubungan dengan dekomisioning tidak ada pada suatu negara, maka dapat mengikuti standar internasional yang berlaku. Dalam hal memutuskan strategi dekomisioning instansi lain mungkin perlu dilibatkan karena hal ini dapat mempengaruhi pada strategi yang akan dipilih. Jenis aktivitas badan regulasi dalam menentukan kebijakan dekomisioning meliputi permasalahan regulasi, pengkajian, persetujuan rencana dekomisioning, pemeriksaan dan komunikasi dengan publik. DISMA TLI G SEGERA Dismantling segera adalah strategi dimana peralatan, struktur, komponen, dan bagian dari fasilitas yang mengandung bahan radioaktif dihilangkan atau didekontaminasi sampai pada tingkat yang diperbolehkan untuk dibuang. Pada satu kasus ketika pembuangan tidak dimungkinkan, fasilitas mungkin dibuang oleh pihak terkait dengan batas yang ditentukan oleh badan regulasi. Implementasi strategi dekomisioning dimulai setelah aktivitas operasional berakhir untuk fasilitas nuklir normalnya dilakukan dalam dua tahun. Dismantling segera melibatkan seluruh proses penghilangan bahan radioaktif dari fasilitas nuklir ke fasilitas penyimpanan jangka panjang atau pembuangan (disposal)[4]. Gambar 1. Tahap akhir proses dari tiga strategi dekomisioning [2] 155

Peralatan, bangunan, dan bagian dari fasilitas dan area yang mengandung kontaminan radioaktif dihilangkan atau didekontaminasi hingga mencapai batas yang diijinkan agar area dapat digunakan dengan bebas ataupun terbatas. Keuntungan dari dismantling segera antara lain: a) Seluruh radioaktivitas di atas batas dihilangkan, dibuang, atau disimpan pada fasilitas penyimpanan sementara; b) Area dapat digunakan untuk keperluan lain secepatnya; c) Tenaga kerja operasional yang memiliki pengetahuan luas (pengalaman) mengenai fasilitas masih ada dalam mendukung aktivitas dekomisioning; d) Penggunaan langsung fasilitas pembuangan untuk menghindarkan ketidakpastian ketersediaan fasilitas pembuangan di masa yang akan datang; e) Penghematan biaya dekomisioning kemungkinan adanya peningkatan biaya dekomisioning di masa depan Kelemahan strategi dismantling segera antara lain: a) Paparan radiasi terhadap pekerja lebih tinggi (karena belum banyak bahan radioaktif yang meluruh); b) Diperlukan komitmen yang besar mengenai ketersediaan sumber dana; c) Diperlukan komitmen untuk penyediaan tempat pembuangan atau penyimpanan limbah yang timbul karena aktivitas dekomisioning; DISMA TLI G YA G DITU DA Dismantling yang ditunda adalah strategi yang menunda pembongkaran terhadap fasilitas yang akan didekomisioning, dan fasilitas tetap dijaga pada kondisi yang aman. Strategi ini melibatkan dekontaminasi atau pembongkaran awal, tetapi bahan utamanya akan tersisa untuk waktu tertentu. Periode pelaksanaan dekomisioning memerlukan waktu berkisar antara beberapa tahun hingga lebih dari 50 tahun, setelah proses dekomisioning selesai sampai fasilitas dapat dilepas dari kontrol regulasi. Pilihan dismantling yang ditunda biasanya digunakan pada fasilitas yang banyak bangunan dimana salah satu atau lebih bangunannya dihentikan dan yang lain masih bisa dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian atau kegiatan yang lain. Secara umum dismantling yang ditunda mengasumsikan bahwa bahan bakar baru dan bahan bakar bekas telah dipisahkan dari fasilitas, dan cairan radioaktif dialirkan dari sistem dan komponen, kemudian diolah dan diproses. Semua limbah operasi juga telah dipisahkan dari bangunan atau telah diproses dan dikemas untuk penyimpanan dan pembuangan. Keuntungan dismantling yang ditunda antara lain: a) Biaya awal yang lebih rendah pada awal tahun setelah penghentian permanen fasilitas karena aktivitas dekomisioning belum banyak dilakukan; b) Penurunan radioaktivitas karena sebagian bahan radioaktif telah meluruh selama menunggu pelaksanaan dekomisoning; c) Pengurangan dosis yang diterima pekerja selama proses dismantling; d) Potensi pengurangan jumlah tempat pembuangan yang dibutuhkan; e) Pengurangan paparan radiasi terhadap masyarakat karena hanya sedikit bahan radioaktif yang dibuang ke area pembuangan; f) Adanya waktu untuk mengumpulkan biaya selama menunggu waktu pelaksanaan dekomisioning. Kelemahan strategi dismantling yang ditunda anatara lain: a) Area tidak dapat digunakan untuk keperluan lain sebelum di dekomisioning; b) Pada kasus dismantling ditunda untuk waktu yang lama, pekerja yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan mengenai fasilitas tidak ada lagi; c) Adanya ketidakpastian karena kemungkinan adanya perubahan regulasi dan ketersediaan biaya seiring dengan perkembangan di masa depan; d) Diperlukan pemeliharaan, keamanan, pengawasan dan dana secara kontinyu samapi pelaksanaan dekomisioning. e) Potensi peningkatan biaya untuk aktivitas dekontaminasi dan pembuangan, dengan adanya inflasi[2] PE GUBURA Penguburan adalah strategi dimana bahan radioaktif yang ada dalam fasilitas disimpan dalam wadah yang tahan lama sampai radioaktifitas meluruh hingga ke tingkat yang diperbolehkan untuk dilepaskan 156

dari fasilitas dengan ijin dari Badan pengawas. Sebelum pelaksanaan penguburan dimulai, bahan bakar baru dan bahan bakar bekas dipisahkan secara permanen dari fasilitas dan dikeluarkan atau disimpan pada area penyimpanan. Cairan radioaktif dialirkan dari sistem dan komponen kemudian diproses dan diolah. Setelah tahapan utama dekomisioning selesai, bahan radioaktif yang tertinggal ditempatkan pada bangunan reaktor atau bangunan pendukung lainnya. Pada strategi penguburan ini bahan radioaktif dikubur dan diberi pelindung yang sangat kuat untuk mengisolasi bahan radioaktif tersebut dari lingkungan dan manusia di sekitarnya. Fasilitas penguburan dapat dipertimbangkan sebagai fasilitas pembuangan dan pihak yang menerapkan strategi dekomisioning ini perlu berhati-hati terhadap persyaratan pembuangan. Keuntungan strategi penguburan adalah: a) Biaya yang relatif rendah untuk transportasi dan pembuangan limbah; b) Mengurangi jumlah pekerjaan yang rumit pada pengemasan fasilitas struktur secara subtantif dalam jangka panjang; c) Paparan yang diterima pekerja jauh lebih rendah d) Mengurangi paparan terhadap publik yang disebabkan karena transportasi limbah ke tempat penyimpanan, proses, atau area pembuangan akan berkurang; e) Mengurangi daerah yang perlu dikontrol; f) Kemungkinan pemanfaatan kembali atau konversi area pembuangan limbah untuk fasilitas lain setelah dinyatakan aman. Kelemahan strategi penguburan anatara lain: a) Pemilihan strategi penguburan ini tidak sesuai sebagai fasilitas penyimpanan untuk radionuklida berumur panjang; b) Biaya yang perlu dikeluarkan untuk pemantauan dan kontrol dalam jangka waktu yang lama; c) Kesediaan publik untuk menerima pembangunan area pembuangan limbah dekat dengan permukaan (near surface disposal). PAPARA RADIASI PADA PEKERJA DEKOMISIO I G Keamanan pekerja, publik, dan keselamatan lingkungan sangat penting dalam menyelesaikan proyek dekomisioning. Seluruh strategi dekomisioning yang akan dipilih membutuhkan perhatian yang sama dalam hal keamanan dan keselamatannya selama dan sesudah pelaksanaan dekomisioning. Sebelum pelaksanaan dekomisioning pelatihan terhadap pekerja secara berkesinambungan akan menghasilkan aktivitas dekomisioning yang lebih aman dan efektif. Jenis radionukida yang digunakan pada fasilitas nuklir sangat berpengaruh terhadap paparan yang diterima pekerja selama proses dekontaminasi dan dismantling. Jika fasilitas nuklir menerapkan dismatling segera, masih banyak radionuklida yang belum meluruh, sehingga strategi ini tidak dapat mengurangi paparan pada pekerja. Fasilitas yang mengandung komponen teraktivasi atau terkontaminasi tinggi menyebabkan resiko paparan radiasi terbesar selama proses dismantling segera. Tetapi resiko ini dapat dikurangi dengan karakterisasi dan perencanaan kerja yang baik selama proses dekomisioning. Dosis radiasi tinggi juga dapat dikurangi dengan penggunaan peralatan pelindung shielding, tentinya hal ini dapat menyebabkan biaya dekomisioning menjadi lebih tinggi. Contoh perkiraan paparan radiasi yang diterima oleh pekerja dekomisioning reaktor riset daya rendah dapat di lihat pada Tabel 1[9]. Fasilitas yang menerapkan dismantling tunda diuntungkan dengan meluruhya bahan radioaktif yang tersisa selama masa menunggu waktu pelaksanaan dekomisioning. Jika radionuklida memiliki waktu paruh lebih dari beberapa tahun, maka dismantling yang ditunda merupakan pilihan yang kurang sesuai. Radionuklida tertentu akan meluruh dengan berbagai faktor reduksi dari 10, 100, dan 1000. Radionuklida yang mempunyai faktor reduksi bervariasi tersebut akan membutuhkan waktu penyimpanan berkisar 17, 34, dan 51 tahun. Hal ini sangat berarti karena bahan radioaktif akan banyak berkurang, walaupun periode dekomisioning dilakukan kurang dari 50 tahun[7]. 157

Tabel 1. Paparan akibat kerja dekomisioning reaktor riset daya rendah (dalam man-msv)[10,12] Kegiatan Penyimpanan (tahun) dekomisioning 2 10 30 100 Persiapan penyimpanan NA 131 131 131 Perhatian secara NA Neg Neg Neg kontinyu Dismantling 183 15 1 1 Pengiriman truk selama persiapan NA 1 1 1 penyimpanan Pengiriman truk selama 3 Neg Neg Neg dismantling TOTAL 186 147 133 133 NA: tidak digunakan; Neg; negligible (dapat diabaikan); Paparan yang diterima oleh masyarakat diharapkan hanya berasal dari proses pengangkutan limbah radioaktif dari area fasilitas ke area pembuangan. Jika cara pengangkutan bahan radioaktif sesuai dengan persyaratan standar pengangkutan yang dikeluarkan IAEA[8], maka tidak ada perbedaan yang signifikan resiko paparan radiasi yang diterima masyarakat untuk strategi dekomisioning apapun. Resiko terbesar yang diterima pekerja selama aktivitas dismantling adalah bahaya non radiologi. Bahaya non radiologi tersebut antara lain berasal dari bahan kimia yang berbahaya seperti asbes, pelarut, dan bahan toksik lainnya yang berbahaya terhadap kesehatan. Bahaya yang sifatnya fisik antara lain bahaya seperti lompatan listrik, kejatuhan beban dan bahaya api. KETERSEDIAA BIAYA DA FI A SIAL Biaya program dekomisioning sangat bergantung pada strategi yang dipilih, oleh karena itu kajian biaya akan sangat menentukan pemilihan yang optimal meskipun biaya dekomisioning bukan satusatunya hal yang berdampak pada pemilihan strategi. Jika dana tersedia, maka lebih disarankan untuk memilih dismantling segera. Banyak contoh kasus yang lebih memilih dismantling yang ditunda karena keterbatasan dana yang tersedia, tetapi strategi ini tidak dipilih jika mempertimbangan faktor yang lain. Pada prinsipnya, jika dekomisioning yang ditunda yang dipilih maka tersedia waktu yang cukup untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh kegiatan dekomisioning. Perkiraan biaya untuk kegiatan dekomisioning secara umum dibagi dalam berbagai aktivitas antara lain: keamanan, survey, perawatan (8-13%), pembersihan area clean-up (5-10%), kegiatan teknis lainnya (5-24%) dan kegiatan utama lain yaitu dismantling dan pengelolaan limbah. Contoh prosentase pengunaan biaya untuk kegiatan dekomisioning berbagai tipe reaktor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Prosentase penggunaan biaya dekomisioning berbagai tipe reaktor[11] Tipe Reaktor Dismantling (%) Pengelolaan Limbah (%) BWR 33 23 PWR 30 23 VVER 35 17 PHWR 34 43 GCR 25 43 Terdapat resiko terjadinya kondisi keuangan yang tidak mendukung atau biaya untuk dekomisioning bertambah lebih cepat dibandingkan dengan banyaknya dana yang dikumpulkan. Hal ini disebabkan laju peningkatan biaya dekomisioning secara umum telah melebihi laju inflasi normal pada beberapa tahun terakhir di berbagai negara. Faktor biaya yang perlu diperhatikan oleh pemilik atau instansi terkait adalah peningkatan drastis biaya pembuangan limbah dan perkembangan teknologi. Perhitungan terhadap faktor ini perlu terus dilakukan untuk memastikan ketersedian dana saat pelaksanaan dekomisioning. Pendekatan yang paling baik untuk memastikan ketersediaan dana adalah dengan mempersiapkan perkiraan biaya dekomisioning saat mendesain fasilitas. Perkiraan biaya ini didasarkan pada asumsiasumsi karena kondisi operasi yang sebenarnya belum diketahui. Tetapi, berdasarkan pengalaman dan asas teknik, perkiraan biaya yang realistis dapat dikembangkan. Ketika mendekati saat fasilitas berhenti secara permanen, asumsi awal digantikan dengan fakta berdasarkan pengalaman dan kondisi terakhir yang ada. 158

Dana untuk dekomisioning dapat dikumpulkan secara bertahap selama fasilitas beroperasi termasuk pajak dari produk yang dihasilkan (misal produksi listrik, produksi radioisotop). Jika fasilitas tidak menghasilkan produk yang bisa mengumpulkan dana seperti fasilitas penelitian atau akademik, maka perlu mendapat sumber dana untuk dekomisioning yang diperlukan dari pemerintah. Perkiraan biaya dekomisioning reaktor riset daya rendah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkiraan biaya dekomisioning reaktor riset daya rendah (dalam US $ x 10 6 ) a,b,c [9,12] Elemen Pelaksanaan (tahun) dekomisioning 2 10 30 100 Dismantling segera 1,22 NA NA NA Persiapan penyimpanan NA 0,67 0,67 0,67 Perhatian secara kontinyu NA 0,41 1,3 4,3 Dismantling tunda NA 1,21 1,08 0,95 TOTAL 1,22 2,29 3,05 5,92 a. Nilai ini termasuk 25% keadaan darurat dengan nilai dollar konstan pada 1986. b. Nilai ini tidak termasuk pembuangan teras terakhir dan biaya pembongkaran struktur non radioaktif. c. NA: Tidak digunakan PERKIRAA JUMLAH LIMBAH Diperkirakan bahwa jumlah limbah yang timbul selama dekomisoning akan lebih banyak dari limbah yang timbul selama fasilitas nuklir tersebut beroperasi pada keadaan normal. Tetapi kebanyakan limbah yang ditimbulkan selama aktivitas dekomisioning adalah limbah non radioaktif sehingga limbah non radioaktif tersebut perlu dipisahkan dengan limbah radioaktif. Pemisahan limbah nonradioaktif dengan radioaktif akan mempengaruhi jumlah limbah radioaktif yang timbul sehingga dapat mengurangi biaya pengelolaan limbahnya. Biaya yang terkait dengan pengelolaan limbah dapat lebih besar dari biaya pekerjaan dekomisioning itu sendiri. Harus diperhitungkan juga timbulnya limbah sekunder seperti baju pelindung, filter, peralatan dekomisioning yang terkontaminasi serta cairan dekontaminasi. Limbah semacam itu termasuk cairan aktivitas rendah yang timbul dari penanganan kimia untuk komponenkomponen yang terkontaminasi, serta air yang digunakan untuk membersihkan debu selama pekerjaan dismantling Aspek-aspek yang berbeda dari turunan limbah dan pengelolaan limbah dapat berpengaruh pada pemilihan strategi dekomisioning. Aspek yang paling penting adalah strategi nasional pengelolaan limbah, jumlah limbah, tipe dan kategori limbah (radioaktif dan non-radioaktif), dan fasilitas yang dibutuhkan untuk proses, penanganan, penyimpanan, dan pembuangan limbah. Kategori utama limbah yang timbul selama pelaksanaan dekomisioning adalah[2]: a) Limbah radioaktif tingkat rendah b) Limbah radioaktif tingkat sedang c) Limbah radioaktif tingkat tinggi d) Limbah non-radioaktif berbahaya (bahan kimia, logam berat, dll) e) Limbah non-radioaktif dan tidak berbahaya (bahan yang memenuhi kriteria klirens ) Jenis limbah juga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk pemilihan strategi dekomisioning. Jika ada emisi alfa dalam jumlah besar atau limbah berumur panjang, pertimbangan harus diberikan sampai pembuangan akhir. Pada banyak kasus, jenis limbah ini tidak dapat dibuang pada pembuangan dekat permukaan dan harus dikubur jauh di bawah tanah. Pembuatan area pembuangan geologis membutuhkan waktu lama dan dapat menyebabkan dismantling yang ditunda lebih dipilih. Walaupun demikian, jika area pembuangan atau dismantling yang ditunda tersedia, maka lebih baik dipilih dismantling segera. Jumlah Limbah yang ditimbulkan dari aktivitas dekomisioning dari berbagai tipe reaktor ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah limbah dari berbagai tipe reaktor [11] Tipe Reaktor Limbah radioaktif (t/mwe) PWR 10 BWR 10 PHWR/CANDU 13 VVER 17 GCR 100 159

Tabel 4 menunjukkan jumlah limbah yang ditimbulkan dari PTLN tipe PWR dan BWR paling kecil untuk tiap MWe yang dihasilkan dari berbagai tipe reaktor yang ada. Jenis limbah tertentu membutuhkan perhatian khusus selama pengelolaan, seperti bahan bakar bekas yang sudah dipakai dari power reaktor, reaktor penelitian atau limbah dari fasilitas reprosesing. Bahan ini ditangani sebagai bagian dari fasilitas operasional dan bukan sebagai bagian dari dekomisioning. Walaupun demikian, ada kasus saat bahan ini tersisa setelah fasilitas lama dimatikan. Jika jalur reprosesing tidak tersedia, maka satu-satunya strategi adalah dengan penyimpanan tanah dalam atau pembuangan geologis. Tiap strategi ini membutuhkan waktu lama untuk implementasinya dan dapat dilakukan penyimpanan sementara sebelum diputuskan penyimpanan tanah dalam. Bahan lain yang membutuhkan penanganan dan pembuangan khusus berdasarkan volume dan kandungan radionuklida salah satunya adalah grafit yang mengandung radionuklida berumur panjang dengan konsentrasi yang sangat rendah (misal, 13 C atau 3 H). Dekomisioning fasilitas nuklir dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi yang ada saat ini. Tidak ada keuntungan yang berarti jika menunggu pengembangan teknologi yang lebih canggih karena dengan menunggu teknologi baru akan meningkatkan biaya lainnya. Faktor yang didiskusikan dalam pemilihan strategi dekomisioning yang terbaik meliputi[12]: Hukum dan peraturan, kondisi regional dari fasilitas, perkiraan keamanan, status fisik fasilitas, penanganan limbah, penanganan bahan bakar bekas, ketersediaan sumber dana, ketersediaan personil terlatih dan staf manajerial, apresiasi terhadap dampak lingkungan, sosial, ekonomi, Proposal untuk penggunaan kembali area, memperhitungkan pelajaran dari proyek dekomisioning yang sama. Faktor inilah yang akan menjadi penenetu dalam memilih strategi dekomisioning KESIMPULA Faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi dekomisioning antara lain ketersediaan dana, ketersediaan fasilitas penyimpanan limbah, fasilitas pembuangan limbah radioaktif, biaya tempat pembuangan limbah radioaktif, penggunaan kembali area setelah dekomisioning, pemilihan opsi pengelolaan bahan bakar bekas, melanjutkan operasi dekomisioning dengan fasilitas lain yang ada, perlindungan kesehatan, keselamatan masyarakat dan pendapat kelompok yang terkait. Jika faktor-faktor yang mendukung untuk dekomisioning fasilitas nuklir terpenuhi maka disarankan strategi yang diambil adalah strategi dismantling segera. DAFTAR PUSTAKA 1. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Management of Problematic Waste and Material Generated During The Decommissioning of Nuclear Facilities, IAEA, Vienna (2006). 2. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Decommissioning Strategies for Facilities Using Radioactive Material, IAEA, Vienna (2007). 3. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Status of the Decommissioning of Nuclear Facilities Around the world, IAEA, Vienna (2004). 4. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Decommissioning of Facilities Using Radioactive Material, IAEA Safety Standards Series No.WS-R-5, IAEA, Vienna (2006). 5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Application of The Concepts of Exclusion, Exemption and Clearance, IAEA Safety Standards Series No.RS-G-1.7, IAEA, Vienna (2004). 6. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Near Surface Disposal of Radioactive Waste, IAEA Safety Standards Series No.WS-R-1, IAEA, Vienna (1999). 160

7. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Regulations for the Safe Transport of Radioactive Material, 2005 Edition, IAEA Safety Standards Series No.TS-R-1, IAEA, Vienna (2005). 8. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Release of Sites from Regulatory Control on Termination of Practices, IAEA Safety Standards Series No.WS-G-5.1, IAEA, Vienna (2006). 9. UNITED STATES NUCLEAR REGULATORY COMMISSION, Technology, Safety and Costs of Decomissioning of Reference Nuclear Research and Test Reactors, Rep. NUREG/CR-756, Vo1s. 1-2 P982); Addendum on Sensitivity of commissioning Iradiation exposures and posts to Selected Parameters, NRC, Washington, DC (1983). 10. UNITED STATES NUCLEAR REGULATORY COMMISSION, Technology, Safety and Costs of Decomissioning of Reference Nuclear Research and Test Reactors, Rep. NUREG/CR-756, Vo1s. 1-2 P982); Addendum on Sensitivity of commissioning lradiation ixposures and qosts to Selected Parameters, NRC, Washington, DC (1983). 11. NUCLEAR ENERGY AGENCY, Decommissioning Nuclear Power Plants, Organization for Economic Co- Operation and Development (2003) 12. PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF, Pedoman Dekomisioning Reaktor Riset PTLR, Jakarta (2008) 161