PENGARUH DIMENSI BILAH TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU PETING

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH TEKANAN KEMPA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Fondasi, Volume 6 No Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA

KAPASITAS GESER BALOK BAMBU LAMINASI TERHADAP VARIASI PEREKAT LABUR DAN KULIT LUAR BAMBU

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

KAPASITAS LENTUR BALOK BAMBU WULUNG DENGAN BAHAN PENGISI MORTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 15 CM

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

Pengaruh Dimensi dan Bentuk Lamina Zig-zag pada Kekuatan Geser dan Lentur Balok Laminasi-Vertikal Bambu Petung

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area

MODEL SUSUNAN BILAH BAMBU VERTIKAL ANTAR SISI BILAH YANG SAMA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH JENIS PEREKAT TERHADAP KERUNTUHAN GESER BALOK LAMINASI GALAR DAN BILAH VERTIKAL BAMBU PETUNG

Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

Kapasitas Lentur Balok Beton Tulangan Bambu Ori Takikan Jarak 20 dan 30 mm

PENGARUH RASIO BAMBU PETUNG DAN KAYU SENGON TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM LAMINASI

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III METODE PENELITIAN

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI

Analisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

Tegangan Dalam Balok

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN PASAK DENGAN VARIASI JARAK (10 cm, 15cm, 20 cm) TERHADAP KUAT LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU (Dendrocalamus asper)

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 2 : , September 2016

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL TAKIKAN TIPE U LEBAR 3 CM TIAP JARAK 10 CM DENGAN POSISI KULIT DI SISI DALAM

ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANFAATAN SISA POTONGAN KAYU OLAHAN UNTUK PRODUK PAPAN LANTAI KOMPOSIT

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

1.2 Tujuan Penelitian 2

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Bambu. Peralatan Bangunan

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

8. Sahabat-sahabat saya dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir ini.

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU WULUNG DENGAN TAKIKAN TIDAK SEJAJAR

Transkripsi:

PENGARUH DIMENSI BILAH TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU PETING Agus Setiya Budi Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil UNS, Jln Ir. Sutami No.36A Surakarta 57126 Email : ashetya@yahoo.com Abstract Bamboo is an alternative to substitute wood as housing material. Bamboo can be made as a glued laminated (glulam) beam due to its high tensile strength. This research objective is to find out the influence of dimension of lamina towards the bending failure of the glulam Peting bamboo beam. Glulam beam has dimension of 60x120x2600 mm consist of bamboo lamina which has dimension of 15x5 mm and 25x5 mm. The glue type is Urea Formaldehyde (UF) and Melamine Formaldehyde (MF), and the clamps pressure was 1,5 MPa and 2,5 MPa to glued the bamboo strip. The four point loading method is used to test the beam where the beam simply supported at distance of 2400 mm. The result shows that glulam with lamina of 15x5 mm has maximum load and flexural strength 11,8% and 19,8% bigger than glulam with lamina of 25x5 mm. Keywords: flexural strength, glulam bamboo beam, lamina.. PENDAHULUAN Perkembangan jumlah penduduk yang sangat pesat berakibat meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan kebutuhan kayu. Kebutuhan kayu yang berlebihan dapat mengakibatkan eksploitasi kayu hutan yang berlebihan sehingga membahayakan kelestarian hutan. Untuk menjaga kelestarian hutan, kiranya perlu dicari bahan bangunan lain sebagai pengganti kayu hutan, diantaranya adalah bambu (Morisco, 1999). Pemilihan bambu sebagai bahan bangunan dapat didasarkan pada harganya yang relatif rendah, pertumbuhan cepat, mudah ditanam, mudah dikerjakan, serta serat bambu memiliki kekuatan tarik yang tinggi, seperti pada kuat tarik kulit bambu Ori sekitar dua kali tegangan luluh baja (Morisco, 1999). Untuk keperluan struktur bangunan, utamanya balok, kekuatan elemen balok struktur merupakan unsur utama yang harus diperhatikan, sehingga pemakaian secara langsung batang bambu sebagai balok struktur dirasa masih belum cukup mampu. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkanlah teknik pengolahan balok bambu dengan cara laminasi, yaitu menggabungkan sejumlah lapisanlapisan bilah bambu yang direkatkan menjadi satu kesatuan menjadi suatu elemen balok dengan panjang bentang dan dimensi penampang yang dibutuhkan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu diketahui berapa dimensi bilah bambu yang lebih baik yang dapat memberikan kekuatan lentur balok bambu laminasi yang optimal. Balok glulam dibuat dari lapisan-lapisan kayu yang relatif tipis yang dapat digabungkan dan direkatkan sedemikian rupa untuk menghasilkan balok kayu dalam berbagai ukuran dan panjang (Breyer, 1988) Breyer (1988), memaparkan ketebalan maksimum laminasi kayu satu lapis adalah 50 mm (2 in) dan tebal nominal kayu laminasi yang biasa dibuat adalah 25-50 mm (1-2 in). Proses laminasi dan penyambungan sangat terkait dengan proses perekatan. Dalam proses perekatan bambu ada tiga aspek utama yang mempengaruhi kualitas hasil perekatan, yaitu aspek bahan yang direkat (bambu), aspek bahan perekat dan aspek teknologi perekatan. Aspek bahan yang direkat (bambu) meliputi struktur dan anatomi bambu (susunan sel, arah serat) dan sifat fisika (kerapatan, kadar air, kembang susut dan porositas). Aspek perekatan meliputi jenis, sifat dan kegunaan perekat. Aspek teknologi perekatan meliputi komposisi perekat, berat laburan, pengempaan dan kondisi kerja (durasi, suhu, cara pelaksanaan) (Prayitno, 1996). Berdasar permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini membahas tentang pengaruh dimensi bilah terhadap keruntuhan lentur pada balok bambu laminasi. Pada penelitian ini, tinjauan bahasan dibatasi pada jenis bambu yang digunakan adalah bambu peting, dimensi penampang bilah penyusun balok laminasi 15x5 mm dan 25x5 mm, bahan perekat yang digunakan adalah Urea Formaldehyda (UF) MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007/85

dan Melamine Formaldehyda (MF), tekanan kempa yang digunakan 1,5 MPa dan 2,5 MPa, jumlah perekat terlabur menggunakan 50/MDGL, berat sendiri struktur balok diabaikan, dimensi penampang balok laminasi 6x12 cm, balok uji ditumpu secara sederhana dengan sistem four point loading pada jarak 1/3 bentang, pembebanan dilakukan secara statik. Penelitian oleh Morisco (1999), telah melakukan pengujian spesimen untuk mengetahui perbedaan kekuatan bambu bagian luar dan bagian dalam. Dalam pembuatan spesimen, bambu dibelah tangensial sehingga tebalnya kira-kira setengah dari tebal bambu utuh. Bagian sisi yang ada kulitnya mewakili bambu bagian luar, sedang sisanya mewakili bambu bagian dalam. Masing-masing bagian dijadikan spesimen untuk diuji kekuatannya. Dari hasil uji, tampak bahwa bambu bagian luar mempunyai kekuatan jauh lebih tinggi daripada bambu bagian dalam. Kekuatan yang tinggi ini diperoleh dari kulit bambu. Menurut Nasriadi (2002), bagian yang terkuat pada bambu adalah bagian terluar terutama kulit. Kekuatan bambu bagian luar (kulit) ini sangat jauh lebih tinggi dari kekuatan bambu bagian dalam. Pembebanan pada balok laminasi vertikal adalah pada arah tangensial, sehingga yang menjadi kontrol terhadap kekuatan adalah bambu bagian luar. Hal ini menyebabkan kekuatan rata-ratanya menjadi tinggi. Bambu Peting termasuk jenis dengan nama botani Gigantochloa Species, mempunyai rumpun yang tidak terlalu rapat. Warna kulit batang kehijauan, tinggi batang berkisar antara 10-12 m, panjang ruas 40-60 cm, diameter 8-12 cm, dan ketebalan dinding antara 0,3-1,5 cm. Struktur glulam memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan kayu gergajian yang solid. Yakni ukuran dapat dibuat lebih tinggi dan lebih lebar, bentangan lebih panjang dan konfigurasi bentuk difabrikasi dengan mudah. Karakteristik penting balok glulam menghasilkan kekuatan yang melebihi dibandingkan lapisan tunggal serta deformasi yang terjadi lebih kecil (Blass dkk, 1995). Menurut Gunawan (2006), pengujian kuat lentur balok laminasi bilah dengan perekat melamine formaldehyde mempunyai MOR sebesar 118,36 MPa dan lebih kuat daripada pada balok laminasi bilah dengan perekat urea formaldehyde yang mempunyai besar MOR 102,16 MPa. Perekatan Laminasi Bambu Dalam penelitian ini menggunakan teknik perekatan dengan pelaburan dua sisi bidang permukaan yang disebut MDGL (Multilayer Double Glue Line). Di laboratorium, satuan perekat dikonversikan menjadi lebih sederhana yang disebut GPU (gram pick up): S.A GPU =...[1] 317,5 dengan GPU adalah Gram Pick Up (gram), S adalah perekat yang dilaburkan (pound/msgl atau pound/mdgl), A adalah luas bidang yang akan direkatkan (inch 2 ). Apabila bidang rekat dihitung dalam satuan centimeter persegi, Persamaan 1 menjadi Persamaan [2]. S.A GPU =... [2] 2048,3 Gaya Geser dan Momen Lentur Pada saat suatu balok dibebani oleh gaya, tegangan dan regangan akan terjadi di seluruh bagian interior balok. Untuk balok sederhana (simple beam), tegangan yang bekerja di penampang adalah gaya geser (V), dan momen lentur (M). Besar gaya geser dan momen lentur tersebut dapat dihitung dengan prinsip kesetimbangan statik. Perhitungan kesetimbangan statik untuk balok tertumpu sederhana seperti pada Gambar 1. A a P L M max = P.a Gambar 1. Pembebanan sistem four point loading Panjang Kritis Balok Laminasi Akibat Lentur dan Geser Panjang kritis balok glulam adalah panjang balok dimana terjadi kegagalan lentur dan geser secara bersamaan. Untuk kondisi dua beban pada sepertiga bentang: 6. σ. h L cr =...[3] 8. τ dengan σ adalah tegangan lentur (N/mm 2 ), h adalah tinggi balok (mm), τ adalah tegangan geser balok glulam (N/mm 2 ), L cr adalah panjang kritis terjadi lentur dan geser bersamaan (mm). P a B 86/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007

MOR dan MOE Balok Pembebanan 4 Titik (four point loading) Sebagai komponen struktur, maka kapasitas lentur balok kayu laminasi ditentukan berdasarkan harga modulus of rupture yang merupakan tegangan lentur maksimum balok. Untuk tingkat kekakuan balok, yang menjadi tolok ukur adalah besaran modulus elastisitas. Untuk memperoleh harga modulus of rupture (MOR) dan modulus elastisitas (MOE), digunakan hubungan-hubungan yang disajikan dalam Persamaan 4 dan Persamaan 5 (sistem pembebanan four point loading) seperti yang terlihat pada Gambar 1. 6P. MOR = ult a 2...[4] bh Pprop. a 2 2 MOE = (3L 4a )...[5] 24δ. I prop dengan P ult adalah beban ultimit (N), a adalah jarak tumpuan dengan titik dimana momen ditinjau / lengan gaya (mm), b adalah lebar balok, h adalah tinggi balok, P prop adalah beban proporsional (N), δ adalah lendutan proporsional (mm), I adalah momen inersia (mm 4 ), MOR adalah tegangan lentur maksimum balok, L adalah panjang bentang (mm) dan MOE modulus elastisitas balok. Kelengkungan dan Kekakuan Balok Laminasi Bekerjanya momen pada elemen lentur akan menimbulkan kelengkungan di sepanjang bentang balok (Persamaan [6]). M ϕ =...[6] EI Kelengkungan balok laminasi didekati dengan metode beda hingga (finite difference) yaitu central difference, kelengkungan didapat berdasarkan besaran lendutan yang terjadi pada titik yang ditinjau yang bersebelahan pada jarak yang sama (Persamaan 7). y ϕ i = i 1 2yi + yi+ 1...[7] 2 x dengan ϕ adalah kelengkungan balok, M adalah momen lentur yang bekerja, EI adalah faktor kekakuan balok, y i adalah lendutan pada titik tinjauan, y i+1 adalah lendutan di titik sejauh x setelah titik i, y i-1 adalah lendutan di titik sejauh x sebelum titik i, x adalah jarak titik tinjauan. Selanjutnya berdasarkan data beban dan lendutan, dapat ditentukan nilai kekakuan balok. Dalam hal ini terdapat hubungan antara lendutan dan faktor kekakuan untuk tipe pembebanan empat titik seperti ditunjukkan dalam Persamaan 8 berikut: K = δ P...[8] dengan P adalah beban yang bekerja (N), δ adalah defleksi balok (mm), K adalah nilai kekakuan balok (N/mm). METODE Alur Penelitian Pembuatan benda uji pendahuluan Pengujian benda uji pendahuluan Data Uji Pengadaan Bahan Baku Kumpulan Data Pengujian Analisis Data Pembahasan Kesimpulan Pengolahan Bambu Persiapan Perekat Pembuatan Balok Laminasi Pengujian Lentur Balok Laminasi Gambar 2. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian Bahan Penelitian Bambu yang digunakan adalah jenis bambu peting yang didatangkan dari daerah Salaman, Kabupaten Magelang dalam bentuk lonjoran dengan panjang 12 m dalam kondisi yang masih segar (Gambar 2). Bambu yang digunakan untuk bahan balok laminasi ini diambil pada bagian 6 m dari pangkal dengan diameter rata-rata antara 10-14 cm, ketebalan ratarata antara 0,3-1,5 cm. Ada dua dimensi tampang bilah yang dipakai dalam penyusun balok laminasi ukuran tampang 60x120 mm yaitu bilah bambu dimensi lebar 15 mm tebal 5 mm dan bilah bambu lebar 25 mm tebal 5 mm. Penentuan dimensi tampang bilah yang diambil pada lebar 15 mm dan 25 mm, lebih karena disesuaikan dengan ukuran bambu peting yang ada. MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007/87

Bahan perekat yang digunakan adalah jenis perekat thermoset tipe setting dingin atau dapat mengeras dalam suhu ruang. Bahan perekat berupa adonan perekat yang terdiri dari Resin Urea Formaldehyda (UF merk dagang UA-104) dan Melamine Formaldehyda (MF merk dagang MA-204) diperoleh dari PT. Pamolite Adhesive Industry (PAI), Probolinggo, Jawa Timur, berupa perekat cair warna putih mendekati warna susu. Bahan pengeras (hardener), adalah jenis garam NH 4 Cl berbentuk bubuk berwarna putih, kode HU-12 diperoleh dari PT. PAI, Probolinggo, Jawa Timur. Bahan pengembang (extender) yang dipergunakan untuk campuran bahan perekat dan pengeras berupa tepung terigu dengan merk dagang Gunung Bromo, yang banyak dijumpai di toko-toko terutama toko roti. Peralatan Alat-alat yang dipergunakan dalam pengujian fisik dan mekanik bambu adalah: kaliper, mesin gergaji kayu (Circular Panel Saw), timbangan meja, mesin pengujian mekanik TTM (Tokyo Testing Machine). Benda Uji Balok Laminasi Berikut disajikan jenis benda uji balok laminasi: Tabel 1. Benda uji balok laminasi No. Kode Balok Dimensi Jumlah Laminasi Penampang Benda Uji Bilah (mm) 1 15-U-1,5 15x5 2 2 15-U-2,5 15x5 2 3 15-M-1,5 15x5 2 4 15-M-2,5 15x5 2 5 25-U-1,5 25x5 2 6 25-U-2,5 25x5 2 7 25-M-1,5 25x5 2 8 25-M-2,5 25x5 2 Pengujian Balok Laminasi Pengujian balok laminasi dilakukan pada tumpuan sederhana (sendi-rol) dengan four point loading system dengan membagi beban pada jarak sepertiga bentang. Pengekangan lateral disediakan untuk mencegah adanya kontribusi pengaruh tekuk torsi lateral. Dari seting ini diharapkan terjadi keruntuhan lentur pada benda uji. Selanjutnya pembebanan dilakukan secara bertahap dimana beban ditambah dengan penambahan beban sebesar 50 kg dan 100 kg dan dilakukan pencatatan lendutan yang terjadi. Selama pembebanan berlangsung diamati kerusakan yang terjadi pada benda uji. 9 10 11 12 2 3 800 800 mm 800 mm Gambar 3. Setting up pengujian Keterangan: 1. Loading Frame 7. Beban Titik 2. Frame 8.Tumpuan Sendi 3. Load Cell 9.Pengekang Lateral 4. Hydraulic Jack 10. Benda Uji 5. Transducer Indikator 11. Tumpuan Rol 6. Balok Pembagi Beban 12. Dial Gauge HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Benda Uji Pendahuluan Kerapatan pada sampel benda uji bambu Peting yang diamati berkisar antara 0,7 g/cm 3 sampai dengan 0,75 g/cm 3 dengan nilai rata-rata 0,73 g/cm 3. Kerapatan bambu Peting ini dapat diklasifikasikan menurut PKKI-1961 kedalam kelas kuat II dengan rentang berat jenis 0,6-0,9. Hasil pengujian sifat mekanika bambu Peting pada kadar air rerata 10% (dengan alat moisturemeter) berupa nilai rata-rata kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat geser, kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) masing-masing berturut-turut sebesar 58,63 MPa; 6,04 MPa; 163,42 MPa; 11,67 MPa; 99,58 MPa dan 12884,53 MPa. Dari hasil pengujian sifat mekanik bambu Peting, dapat dihitung panjang L kritis sesuai Persamaan (3) yaitu 76,7 cm. Agar keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan lentur, maka panjang bentang balok laminasi diambil 2,4 m. Hasil Uji Balok Laminasi Data-data yang didapat dari uji lentur balok laminasi adalah beban maksimum, lendutan yang terjadi untuk setiap kenaikan pembebanan dan jenis kerusakan yang terjadi. Dari data-data tersebut maka pada masing-masing balok laminasi dapat dihitung besar kekuatan balok, kekakuan balok, MOR, MOE, kelengkungan, momen internal dan momen eksternal. 1. Kadar Air Kadar air rata-rata pada balok laminasi hasil pengujian adalah 15,1%. 1 6 7 5 8 4 88/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007

2. Beban Maksimum dan Tegangan Lentur Pada proses pengujian pembebanan, beban maksimum yang diperoleh menunjukkan kekuatan atau beban keruntuhan yang mampu ditahan oleh balok laminasi. Pada saat beban maksimal bekerja, maka besar momen eksternal dan kelengkungan serta kapasitas lentur balok yang terjadi dapat dihitung. Dari pengujian yang telah dilakukan, berikut ini dalam Tabel 2 ditampilkan besar beban maksimum, kelengkungan dan tegangan lentur dari balok laminasi. Tabel 2. Beban maksimum dan tegangan lentur No Kode Balok Beban Maks. Kelengkungan Teg. Lentur (N) (1/mm) (MPa) 1 15-U-1,5 14700 0,00008965 74,91 2 15-U-1,5 13720 0,00007550 63,49 3 15-U-2,5 14700 0,00011437 67,38 4 15-U-2,5 15680 0,00008096 73,75 5 15-M-1,5 16660 0,00007925 79,14 6 15-M-1,5 16660 0,00011687 79,14 7 15-M-2,5 17640 0,00007568 83,39 8 15-M-2,5 16660 0,00012412 79,40 9 25-U-1,5 13230 0,00006800 55,74 10 25-U-1,5 11760 0,00006368 51,40 11 25-U-2,5 15190 0,00007375 65,32 12 25-U-2,5 14210 0,00008337 64,74 13 25-M-1,5 14210 0,00008037 63,72 14 25-M-1,5 15190 0,00008006 67,02 15 25-M-2,5 14700 0,00008312 66,66 16 25-M-2,5 14700 0,00009337 68,38 3. Lendutan, Kekakuan dan MOE Tabel 3. Lendutan, kekakuan dan MOE Rata-rata Bilah No (mm) Lendutan (mm) Kekakuan (N/mm) MOE (MPa) 1 15x5 120,95 1361 47564 2 25x5 143,75 1352 44553 4. Momen Eksternal dan Momen Internal Dari hasil proses analisis yang telah dilakukan (dalam Budi, A.S., 2006) diperoleh bahwa antara gaya eksternal dan gaya internal pada beban maksimum balok laminasi relatif telah memenuhi syarat kesetimbangan struktur. Karena bambu merupakan bahan/material yang tidak homogen, maka dari analisis diketahui bahwa garis netral balok laminasi tidak berada pada setengah tinggi balok. 5. Kerusakan Balok Laminasi Kerusakan balok laminasi akibat beban maksimal secara umum terjadi di daerah lentur murni. Hal ini sesuai sebagaimana yang telah direncanakan, yaitu di daerah sepertiga bentang, di tengah balok. Dari hasil pengujian lentur di laboratorium, kerusakan yang terjadi pada balok laminasi dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Kerusakan di tengah bentang balok. Kerusakan tersebut terjadi akibat adanya tegangan tekan pada sisi atas balok laminasi dan tegangan tarik pada sisi bawah. Karena kuat tarik material bambu lebih besar daripada kuat tekannya, maka kerusakan yang lebih dahulu terjadi pada sisi atas tengah bentang. Gambar 4.Pola kerusakan balok pada sisi atas, di tengah bentang balok b. Kerusakan di titik pembebanan balok. Kerusakan tersebut terjadi tepat di titik pembebanan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5. Hal tersebut dapat terjadi akibat kuat tekan tegak lurus bambu yang lemah dan adanya tegangan tekan pada sisi atas akibat melengkungnya balok. Gambar 5. Pola kerusakan balok tepat pada titik beban c. Kerusakan geser di sepanjang garis perekatan. MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007/89

Akibat balok dibebani suatu gaya, maka tegangan dan regangan akan terjadi di seluruh bagian interior balok. Momen lentur yang terjadi mengakibatkan bagian bawah balok mengalami gaya tarik dan bagian atas balok mengalami gaya tekan. Akibat adanya gaya tekan dan gaya tarik yang saling berlawanan pada garis netral, maka pada daerah sekitar sepanjang garis netral tersebut terjadi geser sehingga lebih rentan terjadi kerusakan dibanding pada posisi garis yang lain. Hal tersebut lebih disebabkan karena adanya kekurang-sempurnaan dalam proses perekatan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Tegangan Lentur (MPa) 100 80 60 40 20 Grafik Hubungan Tegangan Lentur dan Lebar Bilah 0 10 15 20 25 30 Lebar Bilah (mm) Series Gambar 8. Grafik hubungan tegangan lentur dan lebar bilah 1 2 3 4 Dari grafik pada Gambar 7 dan Gambar 8 di atas, terlihat bahwa ternyata pemakaian lebar bilah 15 mm mampu menahan beban maksimum rata-rata dan kekuatan tegangan lentur rata-rata masingmasing 11,8% dan 19,8% lebih besar daripada pemakaian lebar bilah 25 mm. Hal tersebut dapat terjadi karena kandungan bagian sisi yang lebih kuat (luar bambu) relatif lebih banyak daripada bagian sisi dalam bambu. Gambar 6. Kerusakan sepanjang garis perekatan balok laminasi Pembahasan Dari data hasil uji rata-rata seperti yang telah diuraikan diatas, ternyata pemakaian bilah 15x5 mm pada balok laminasi menunjukkan nilai kekakuan dan MOE yang lebih besar dan nilai lendutan yang lebih kecil, daripada pemakaian bilah 25x5 mm. Berikut disajikan data kekuatan dari hasil uji balok laminasi dalam grafik Gambar 7 dan Gambar 8. Beban Maksimum (N) 20000 15000 10000 5000 Grafik Hubungan Beban Maksimum dan Lebar Bilah 0 10 15 20 25 30 Lebar Bilah (mm) Series Gambar 7. Grafik hubungan beban maksimum dan lebar bilah 1 2 3 4 SIMPULAN Dari hasil pengujian balok laminasi dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa pada pemakaian 2 variasi dimensi tampang bilah bambu yang digunakan yaitu dimensi bilah 15x5 mm dan dimensi bilah 25x5 mm, didapat hasil bahwa pemakaian dimensi tampang bilah bambu 15x5 mm pada balok laminasi, mempunyai kekuatan menahan beban dan tegangan lentur, masing-masing 11,8% dan 19,8% lebih besar daripada dimensi tampang bilah bambu 25x5 mm. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T. A. Prayitno, M.For. atas bantuan dana penelitian melalui proyek PHB/PHKB Fakultas Teknik UGM. REFERENSI Blass, H.J., Aune, P., Choo, B.S., Gorlacher, R., Griffiths, D.R., Hilso, B.O., Raacher, P. dan Steek, G., 1995, Timber Engineering Step 1, First Edition. Centrum Hout, The Nedherlands. Breyer, D.E., 1988, Design of Wood Structures, Second Edition, Mc Graw-Hill, New York. Budi, A.S., 2006, Pengaruh Dimensi Bilah, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Keruntuhan Lentur Balok Laminasi Bambu 90/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007

Peting, Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan). Gunawan, P., 2006, Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Lentur Balok Laminasi Galar Dan Vertikal Bambu Petung, Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan). Morisco, 1999, Rekayasa Bambu, Nafiri Offset, Yogyakarta. Nasriadi, 2002, Pengaruh Susunan Lamina Bambu Terhadap Kuat Lentur Balok Laminasi Bambu Petung, Tesis S-2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan). Prayitno, T.A., 1996, Perekatan Kayu, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007/91

92/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2007