II. TINJAUAN PUSTAKA. macam-macam gangguan di dasar samudera. Gangguan ini dapat berupa

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis dan jenjang pendidikan. Belajar menjadi suatu kebutuhan bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kelemahan-kelemahan yaitu: 1) Sebanyak 27 siswa (79,4%) kurang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI DENGAN MODEL LEARNING CYCLE INDOOR DAN OUTDOOR. Erwin Wijaya (1), Abdurrahman (2), Agus Suyatna (2)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, yaitu pendidikan melalui sekolah dari tingkat dasar hingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran pada lokasi sekolah yang rawan terjadi tsunami.

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memecahkan masalah di sekitar lingkungannya. menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010) konstruktivisme adalah salah satu filsafat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran dapat lebih menarik jika menggunakan media pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah suatu pelajaran yang berkaitan dengan ilmu alam dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan lingkungan belajar bagi siswa. Agar proses belajar. media pembelajaran, khususnya penggunaan komputer.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

MEMAHAMI PERINGATAN DINI TSUNAMI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belum diketahui serta memaksimalkan potensi yang dimiliki seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

I. PENDAHULUAN. pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Di antaranya

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan dunia pendidikan pada abad ke-21 akan tergantung pada sejauh mana kita mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

1 PENDAHULUAN. memfasilitasi, dan meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Hasil

I. PENDAHULUAN. pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aset masa depan yang menentukan maju

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Tsunami Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudera. Gangguan ini dapat berupa gempa bumi, pergeseran lempeng atau gunung meletus. Tsunami tidak kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin membesar. Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang, karena saat mencapai daratan gelombang ini memang lebih menyerupai air pasang yang tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut. Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda daratan. Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunungapi di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat mencapai kecepatan 950 km/jam, panjang gelombangnya sangat panjang dapat mencapat panjang 250 km. Di samudera, tinggi gelombang

8 tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati dan ketika mencapai perairan dangkal ketinggiannya dapat mencapai 30 m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya sistem peringatan dini merupakan penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya. Tsunami umumnya terjadi akibat gempa bumi bawah laut. Gerakan vertikal ke atas atau ke bawah kerak bumi menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba, sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar. Tsunami dapat terjadi setempat atau meluas ke wilayah lain. Besar kecilnya gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman air laut. Makin dalam air laut, kecepatan gelombang tsunami semakin kencang. Tsunami merupakan rangkaian gelombang. Gelombang pertama yang datang biasanya tidak begitu besar dan tidak begitu membahayakan, tetapi beberapa saat setelah gelombang pertama, akan menyusul gelombang yang jauh lebih besar serta sangat berbahaya. Setelah tsunami terjadi, gelombangnya merambat ke segala arah. Selama perambatan ini, tinggi gelombang semakin besar karena semakin dangkalnya dasar laut.

9 2. Mitigasi Mitigasi didefinisikan sebagai "Upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat." Ada empat hal penting dalam rnitigasi bencana, yaitu : 1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana. 2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana karena bermukim di daerah rawan bencana. 3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul 4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancarnan bencana. Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Mitigasi bencana mencakup perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruhpengaruh dari satu bahaya sebelum bencana itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakantindakan perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti

10 membuat bangunan yang lebih kuat sampai dengan prosedural, seperti teknikteknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan. Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai Aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu. Untuk mitigasi bahaya tsunami sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut adalah penilaian bahaya (hazard assessment), peringatan (warning) dan persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung adalah penelitian yang terkait (tsunami-related research).

11 3. Model Siklus Belajar (Learning Cycle) Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) : Model siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Sesuai dengan pendapat di atas, pada model ini siswa dituntut berperan aktif untuk mencapai kompetensi-kompetensi tertentu. Sifat pembelajaran bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, diharapkan apa yang diperoleh siswa akan memiliki kesan yang mendalam. Menurut teori konstruktivisme, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak mentranfer pengetahuan kepada siswa tetapi siswa yang harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalamannya (Sanjaya, 2006). Model Siklus Belajar menurut Lawson dalam Barnum (2008 : 2) diklasifikasikan atas tiga bagian utama berdasarkan jenjang pendidikan yaitu sebagai berikut : 1) Descriptive dikembangkan dengan observasi dan deskripsi yang secara kognitif sangat cocok bagi pembelajaran siswa sekolah dasar. 2) Emperical-abductive menuntut siswa tidak sekedar untuk mengobservasi suatu hubungan (relationship) tetapi juga menyimpulkan dan menguji penjelasan-penjelasan yang mungkin dan jenis ini lebih cocok bagi siswa SMP. 3) Hypothetical-deductive didasarkan pertanyaan kausalitas, dimana siswa dituntut mampu melakukan generalisasi dan menguji penjelasan-penjelasan alternatif. Jenis ini hanya cocok bagi siswa yang telah memiliki pengalaman awal serta kemampuan kognitif dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kausalitas.

12 Dari pernyataan Lawson, jenis model siklus belajar yang kedua yaitu emperical-abductive merupakan pendekatan belajar yang cocok untuk siswa SMP karena pada tahap ini siswa tidak hanya dituntut untuk mengobservasi suatu hubungan (relationship) tetapi juga menyimpulkan dan menguji penjelasan-penjelasan yang mungkin. Dengan model ini, konstruksi kognitif akan terjadi pada diri siswa berdasarkan pengalaman yang telah didapatnya. Agar tujuan pembelajaran tercapai, kegiatan-kegiatan dalam setiap fase harus dirangkai dengan baik. Kompetensi yang bersifat psikomotorik dan afektif misalnya akan lebih efektif bila dikuasai melalui kegiatan seperti praktikum, lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar siklus belajar berlangsung konstruktivistik menurut Hudojo (2001) adalah : 1) Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 2) Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan. 3) Terjadinya transmisi sosial yakni interaksi dan kerjasama individu dengan lingkungan. 4) Tersedianya media pembelajaran. 5) Kaitan konsep yang dipelajari dengan fenomena sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan. Menurut Cohen dan Clough (dalam Soebagio, 2000) : Siklus belajar merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan strategi ini memberi keuntungan sebagai berikut:

13 1) Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. 2) Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar. 3) Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut (Soebagio, 2000): 1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran. 2) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. 3) Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. 4) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran mitigasi tsunami menggunakan model siklus belajar karena sesuai dengan teori Piaget yaitu teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi struktur, isi dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasiorganisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki ind ividu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi. 4. Bermain Peran (Role Playing) Menurut Djamarah (2000), metode bermain peran ialah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan dengan

memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Kegiatan memerankan ini akan membuat anak didik lebih meresapi perolehannya. 14 Menurut Hamalik (2001) tujuan bermain peran yang sesuai dengan jenis belajar adalah: (1) Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, (2) Belajar melalui peniruan, (3) Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari perilaku para pemain peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan, (4) Belajar melalui pengkajian, penilaian dan pengulangan. Peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya. Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni kualitas pemeranan, analisis dalam diskusi, dan pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata. Menurut Nurani dkk (2004), prosedur bermain peran terdiri atas: (1) Pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang perlu dipelajari dan dikuasai. Selanjutnya guru menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh; (2) Memilih pemain. Siswa dan guru membahas karakter setiap pemain dan menentukan siapa akan memerankan apa; (3) Menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan dan apa saja yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario yang menggambarkan urutan permainan peran, (4) Menyiapkan pengamat. Guru dapat menunjuk beberapa siswa dari masing-masing kelompok untuk menjadi pengamat, (5) Bermain peran.

Permainan peran dilakukan secara spontan, (6) Diskusi dan evaluasi. Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dipertunjukkan, (7) Bermain peran ulang. Permainan diulang kembali. Seharusnya pada permaian yang kedua ini akan berjalan lebih baik, (8) Diskusi dan evaluasi. Pembahasan dan diskusi kedua ini lebih diarahkan pada realitas, (9) Berbagi pengalaman dan kesimpulan. Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Pada penelitian ini prosedur bermain peran dari Nurani dkk akan dicoba diterapkan dengan beberapa penyesuaian dengan tema tsunami. Pada pembelajaran mitigasi tsunami melalui metode bermain peran, siswa mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama siswa dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Dengan demikian siswa diharapkan memiliki keterampilan psikomotorik untuk menyelamatkan diri dari tsunami, melakukan evakuasi terhadap korban dan melakukan perawatan pertama pada korban bencana. 15 5. Belajar Indoor Pembelajaran indoor merupakan pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam ruangan. Menurut Sukirman (2009) mengatakan bahwa belajar indoor merupakan pembelajaran yang berlangsung di dalam ruangan seperti perpustakaan dan laboratorium. Pembelajaran ini akan lebih kondusif jika dibandingkan dengan pembelajaran outdoor. Kegiatan belajar di dalam ruangan ini akan memudahkan siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Guru juga akan lebih mudah melakukan pengontrolan dan proses belajar mengajar baik menggunakan perangkat audio, visual atau

16 gabungan dari keduanya. Namun pembelajaran ini tetap saja ada kelemahanya. Dengan pembelajaranseperti ini, siswa akan lebih cepat bosan karena suasananya cenderung sama. Terlebih lagi jika materi yang akan disampaikan berupa materi yang langsung berhubungan dengan fenomena alam seperti bencana tsunami. Siswa akan cenderung dipaksakan untuk mengidentifikasi secara imajiner dari sejumlah penjelasan atau gambar yang diberikan oleh guru. Pada penelitian ini, pembelajaran indoor dimulai dengan tahap pengenalan pokok permasalahan mitigasi tsunami dengan memberikan gambaran awal kepada siswa lewat penjelasan audio, visual, dan audio-visual. Pada tahap eksplorasi, peneliti akan mengajak siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan mitigasi tsunami dengan pusat pembelajaran tetap pada siswa. Pada tahapan evaluasi, siswa dengan pembelajaran indoor ini juga akan dites kemapuan hasil belajarnya pada aspek kognitif, afektif dan psikomotornya sebagai bahan pembanding dengan kelas eksperimen yang lainya. 6. Belajar Outdoor Upaya yang diperkirakan dapat meningkatkan minat siswa pada pelajaran fisika adalah dengan outdoor study atau belajar di luar ruangan kelas dengan pemberian tugas pada siswa. Karjawati (1995) menyatakan bahwa : Metode outdoor study adalah metode dimana guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan dengan tujuan untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya.

17 Melalui metode ini lingkungan diluar sekolah dapat digunakan sebagai sumber belajar. Peran guru disini adalah sebagai motivator, artinya guru sebagai pemandu agar siswa belajar secara aktif, kreatif dan akrab dengan lingkungaan. Outdoor study pada pembelajaran fisika menjadi sarana memupuk kreatifitas inisiatif kemandirian, kerjasama dan meningkatkan minat pada materi pelajaran fisika. Pemilihan lingkungan di luar sekolah sebagai sumber belajar hendaknya disesuaikan dengan materi pelajarannya. Bentuk tugas yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak didik sehingga tidak menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. Outdoor study menjadikan siswa lebih bersemangat dalam belajar, lebih berkonsentrasi pada materi, membuat daya pikir siswa lebih berkembang, suasana belajar lebih nyaman, siswa lebih memahami materi pelajaran, lebih berani mengemukakan pendapat dan membuat siswa lebih aktif. Outdoor study lebih efisien dan etektif jika diterapkan dengan baik, terutama pada mata pelajaran mitigasi tsunami yang ruang lingkup pembelajarannya adalah alam lingkungan. Pembelajaran mitigasi tsunami perlu dilakukan di daerah pantai agar siswa dapat melakukan kegiatan mitigasi secara langsung sehingga siswa dapat mengaplikasikan bagaimana cara penyelamatan diri sendiri maupun korban bencana yang lain. 7. Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari kegiatan belajarnya. Berkenaan dengan tujuan ini, Bloom (1974)

18 mengemukakan taksonomi yang mencakup tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik. Slameto (1991), merinci pembelajaran yang merupakan : 1) Perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari proses interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 2) Usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang merupakan hasil belajar yang ia peroleh dari proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut menurut Snellbecker (1974) meliputi perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Kognitif yang diperoleh tersebut dapat dikelompokkan kepada empat bagian, yaitu fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Afektif sebagai hasil belajar menurut Kratwohl, Bloom dan Masia (dalam Dimyati dan Mudjiono, 1998:205) berupa sikap menerima, merespon, menilai, mengorganisasi dan mengkonsep nilai. Keberhasilan setiap kegiatan belajar selalu dapat diukur dari hasil belajarnya. Artinya, kegiatan belajar dianggap baik apabila hasil belajarnya meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Bukti nyata dari meningkatnya hasil belajar siswa menurut Djamarah (1994) berasal dari suatu penilaian di bidang pendidikan yang dilakukan oleh guru setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Maka berdasarkan hasil penilaian tersebut akan diperoleh informasi yang berkenaan dengan perkembangan atau penguasaaan siswa terhadap materi pembelajaran. Hasil penilaian belajar yang menunjukkan kemampuan siswa tersebut ditentukan dalam bentuk angka-angka atau nilai. Artinya, proses

19 pembelajaran yang telah dilaksanakan akan dinilai sesuai dengan ketentuan yang ada, sedangkan hasil penilaian tersebut merupakan gambaran terhadap hasil belajar siswa. Maka baik buruknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Dengan kata lain, tinggi rendahnya hasil belajar siswa melambangkan kualitas proses dan usaha pembelajaran yang telah dilakukan. Beberapa pendapat di atas mengambarkan bahwa hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan. 8. Peran Multimedia Dalam Pembelajaran Mitigasi Fase eksplorasi dan pengenalan konsep akan dilaksanakan dengan bantuan multimedia pembelajaran berbasis komputer interaktif. Fenomena tsunami dapat divisualisasikan dengan bantuan program komputer. Peristiwaperistiwa bencana di masa lalu dapat ditayangkan sehingga siswa dapat menyaksikan peristiwa dan akibat-akibat yang ditimbulkan dengan jelas. Dengan demikian diharapkan dapat menggungah perasaan siswa dan menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama dan cinta terhadap lingkungan. Program pembelajaran berbasis komputer interaktif memungkinkan siswa untuk melakukan simulasi sebab akibat. Hal ini didukung oleh pendapat

Roblyer dan Edward (2000) yang memaparkan beberapa keuntungan antara lain dalam aspek : 1) Motivasi yang dapat meningkatkan perhatian siswa, melibatkan siswa dalam menghasilkan pekerjaan dan meningkatkan kontrol belajar. 2) Kapabilitas pengajaran (instructional) yang unik yang dapat menghubungkan siswa pada sumber informasi, membantu siswa memvisualisasi masalah dan persoalan. 3) Dukungan terhadap pendekatan pengajaran baru yakni kooperatif, share intellegence, problem solving dan kecakapan intelektual tingkat tinggi. 4) Peningkatan produktivitas pengajar dimana pengajar memiliki waktu luang untuk membantu siswa selama pembelajaran, menyediakan informasi yang lebih akurat dan cepat, memberi kesempatan pengajar untuk memproduksi bahan pembelajaran menjadi lebih menarik. 5) Membantu melatih kecakapan yang dibutuhkan dalam era teknologi informasi antara lain untuk melek teknologi, informasi dan visual. 20 B. Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini terdapat tiga kelas eksperimen. Kelas eksperimen I adalah kelas eksperimen dengan pembelajaran indoor, kelas eksperimen II adalah kelas eksperimen dengan pembelajaran outdoor dan kelas eksperimen III adalah kelas eksperimen dengan kombinasi keduanya. Aspek yang akan diamati dari masing-masing kelas eksperimen adalah kognitif, afektif dan psikomotorik untuk mengetahui hasil belajar siswa. Kognitif adalah pemahaman siswa mengenai penyebab terjadinya tsunami. Afektif adalah tumbuhnya kesadaran siswa terhadap pentingnya upaya mitigasi dan penyelamatan terhadap korban tsunami. Psikomotorik adalah keterampilan siswa untuk menyelamatkan diri dan orang lain dari bahaya tsunami.

21 µ 1 X 1 µ 2 µ 3 µ 1 Dibandingkan X 2 µ 2 Dibandingkan µ 3 Dibandingkan µ 1 X 3 µ 2 µ 3 Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran Keterangan : X 1 = Kelas eksperimen I X 2 = Kelas eksperimen II X 3 = Kelas eksperimen III μ 1 = Hasil belajar aspek kognitif μ 2 = Hasil belajar aspek afektif μ 3 = Hasil belajar aspek psikomotorik Pada pembelajaran pada kelas indoor siswa dapat memahami materi tsunami yang disampaikan oleh guru, mengetahui mekanisme terjadinya tsunami, dapat mendefinisikan pengertian tsunami dengan baik dan mengetahui penyebab terjadinya tsunami. Pada pembelajaran mitigasi pada kelas outdoor siswa dapat langsung melakukan kegitan mitigasi. Pembelajaran outdoor ini dilaksanakan di pantai agar siswa lebih aktif dan bersemangat dalam

22 pembelajaran, sehingga dapat mereka aplikasikan jika terjadi tsunami. Pada pembelajaran mitigasi tsunami menggunakan kombinasi keduanya siswa dapat memiliki pengetahuan tentang tsunami, penyebab terjadinya tsunami, dampak dari tsunami dan siswa dapat melakukan praktek langsung bagaimana melakukan kegiatan mitigasi. Pembelajaran indoor dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang materi yang dipelajarinya, sehingga dalam pembelajaran indoor ini kognitif siswa akan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran outdoor. Pada pembelajaran outdoor guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melakukan kegiatan secara langsung untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya. Pembelajaran outdoor dapat menjadikan siswa belajar secara aktif, kreatif dan akrab dengan lingkungan sehingga psikomotorik siswa akan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran indoor. Pembelajaran dengan indoor dan outdoor dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu aspek kognitif, misalnya mengetahui makna yang dimaksudkan dalam materi pembelajaran. Aspek afektif yaitu kemampuan guru menimbulkan rasa tertarik dan kebanggaan pada materi pelajaran dan aspek psikomotorik, yaitu menerapkan materi yang telah dipelajari.

23 C. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Terjadi perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya. 2. Terjadi perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya. 3. Terjadi perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.