ABSTRAK. Adi Susrawan, I Nyoman Wujud Kesantunan Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu Karangasem.

dokumen-dokumen yang mirip
Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan manusia. Bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama. Tidak dapat. kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN PADA BUKU HUMOR SEHAT KARYA PUJO RAHARJO SKRIPSI

Oleh: Budi Cahyono, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK

TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK

: Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Kata Kunci: direktif, fungsi, bentuk, strategi, kesantunan, retorika.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

PELAKSANAAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM PERCAKAPAN GURU DAN SISWA SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XI SMAN I KEDIRI

PERILAKU VERBAL GURU DALAM PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 GIANYAR

BAB V PENUTUP. pembahasan dalam tesis ini. Adapun, saran akan berisi masukan-masukan dari. penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan

ANALISIS KESANTUNAN IMPERATIF DALAM TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AT TAUBAH: KAJIAN PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. kebencian. Benci (a) ialah sangat tidak suka dan kebencian (n) ialah sifat-sifat benci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XII SMK NEGERI 1 NARMADA. Munawir Guru SMK Negeri 1 Narmada

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. kuantitatif. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan penting dalam berkomunikasi yaitu untuk

Jurnal Cakrawala ISSN , Volume 7, November 2013 TINDAK TUTUR PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

III. METODE PENELITIAN. mengandung implikatur dalam kegiatan belajar mengajar Bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan.

PRINSIP KERJA SAMA DALAM BERINTERAKSI DI LINGKUNGAN SMPN 11 KOTA JAMBI Hendri Ristiawan* SMPN 11 Kota Jambi

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

ABSTRACT: Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif. maksim penghargaan, maksim kesederhanaan,

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip

III. METODE PENELITIAN. dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan bersama (Suwito dalam Aslinda dkk, 2010: 06). Bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini, manusia

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah menengah atas, pelajaran sains dianggap

STRATEGI KESANTUNAN TUTURAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI SMA NEGERI 4 KOTA MALANG : DENGAN SUDUT PANDANG TEORI KESANTUNAN BROWN DAN LEVINSON

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. (SMA) Muhammadiyah 1 Karanganyar yang beralamat di Jl. Brigjen Slamet

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia

WUJUD KALIMAT IMPERATIF TUTURAN GURU TAMAN KANAK-KANAK KARYA PKK PACONGKANG KABUPATEN SOPPENG

III. METODE PENELITIAN. Dalam setiap melakukan penelitian dibutuhkan suatu metode yang tepat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. pembenaran atau penolakan hipotesis serta penemuan asas-asas yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk saling

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. pada masa sekarang ini walaupun pada kira-kira dua dekade yang silam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang ikut berperan dalam usaha pembentukan siswa atau peserta

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM MENGUNGKAPKAN PERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

PERAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI ALAT PEMERSATU DI KALANGAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL MODERN (PTM) KOTA BENGKULU

PENGGUNAAN TINDAK TUTUR PENOLAKAN GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS X SMA LABORATORIUM UNDIKSHA

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA MAHASISWA DALAM WACANA AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pendapat Austin (1962) yang kemudian dikembangkan oleh

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA SINETRON PREMAN PENSIUN. Veria Septianingtias STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

BAB I PENDAHULUAN. tuturanlisan adalah media elektronik, seperti televisi dan radio. Adapun, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

Transkripsi:

ABSTRAK Adi Susrawan, I Nyoman. 2012. Wujud Kesantunan Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu Karangasem. Pembimbing I Pembimbing II : Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum. : Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd. Kata Kunci: kesantunan, imperatif, pragmatik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan (1) wujud pragmatik imperatif, (2) wujud kesantunan linguistik, dan (3) wujud kesantunan pragmatik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Data dalam penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa sejauh di dalamnya terkandung maksud atau makna pragmatik imperatif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode observasi, wawancara, dan rekaman. Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data-data tentang (1) wujud pragmatik imperatif, (2) wujud kesantunan linguistik, dan (3) wujud kesantunan pragmatik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, sedangkan metode wawancara dan metode rekam digunakan sebagai penunjang dalam pengumpulan data. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis kontekstual. Berdasarkan analisis tersebut, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. (1) Ditemukan sembilan wujud pragmatik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Kesembilan wujud pragmatik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. (a) tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif perintah, (b) permintaan, (c) desakan, (d) bujukan, (e) persilaan, (f) larangan, (g) ngelulu, (h) harapan, dan (i) mengomando/aba-aba (2) Wujud kesantunan linguistik dapat diidentifikasi melalui tiga hal, yaitu (a) panjang pendek tuturan, (b) urutan tuturan, dan (c) ungkapan-ungkapan penanda kesantunan sebagai penentu kesantunan linguistik. Ungkapan yang dipandang sebagai pemerkah kesantunan imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di antaranya adalah tolong, coba, ayo, harap, silakan, dan biar. (3) Wujud kesantunan pragmatik imperatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia diwujudkan dengan dua macam wujud tuturan, yakni (a) tuturan deklaratif dan (b) tuturan interogatif. Pemanfaatan kedua tuturan tersebut selain berfungsi sebagai bentuk kesantunan dalam bertutur juga berfungsi sebagai modifikasi tuturan untuk menjalin hubungan yang harmonis, menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis, variatif, dan demokratis. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, disarankan hal-hal sebagai berikut. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini dapat memberi masukan untuk merencanakan dan menciptakan suasana pendidikan dan pengajaran yang kondusif di sekolah. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penopang lancarnya komunikasi dan interaksi lintas budaya. Bagi peneliti berikutnya, dalam rangka replikasi, jangkauan penelitian ini dapat diperluas.

PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk zoon politicon maupun homosymbolicum dalam kesehariannya tidak bisa lepas dari peristiwa berkomuniksi/bertutur (Sudiana, 2007:1). Aktivitas bertutur merupakan salah satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa. Leech (2008) menyatakan bahwa untuk dapat menggunakan bahasa dalam berkomunikasi diperlukan dua sarana penting, yakni sarana linguistik dan sarana pragmatik. Dalam aktivitas bertutur seperti itu, salah satu bentuk tuturan yang digunakan dalam interaksi tersebut adalah tuturan imperatif. Istilah imperatif lazim digunakan untuk menunjuk salah satu kalimat bahasa Indonesia, yakni kalimat imperatif atau kalimat perintah. Moeliono (1991) menyatakan bahwa apabila didasarkan pada nilai komunikatifnya, kalimat dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima, yakni: (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat perintah atau imperatif, (3) kalimat tanya atau interogatif, (4) kalimat seruan atau ekslamatif, dan (5) kalimat penegas atau emfatik. Dalam praktik komunikasi interpersonal, sesungguhnya makna imperatif dalam bahasa Indonesia tidak hanya diungkapkan dengan konstruksi imperatif (suruh), melainkan juga dapat diungkapkan dengan konstruksi lainnya, yakni konstruksi interogatif (pertanyaan) dan deklaratif (pernyataan). Jadi, dalam konteks situasi tutur tertentu, seorang penutur dapat menentukan apakah dalam bertutur ia harus menggunakan tuturan deklaratif dan interogatif untuk menyatakan makna pragmatik imperatif tertentu. Sejalan dengan uraian tersebut, penelitian ini berusaha menyingkapi seluk beluk wujud kesantunan imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Secara khusus, penelitian ini mengkaji wujud kesantunan imperatif yang meliputi wujud pragmatik imperatif, wujud kesantunan linguistik dan wujud kesantunan pragmatik yang dinyatakan guru dan siswa dalam praktek bertutur saat pembelajaran di kelas sebagai praktek bertutur sesungguhnya. Dalam praktik bertutur yang sesungguhnya, Grice (dalam Rahardi, 1995: 53) mengidentifikasi bahwa komunikasi secara santun harus memperhatikan prinsip kerja sama (prinsip kualitas, prinsip kuantitas, prinsip relevansi, prinsip cara). Kesantunan dalam berkomunikasi ada kaitannya dengan tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin (1978). Apabila dikaitkan dengan seluk beluk fungsi bahasa, tuturan-tuturan yang dijadikan objek sasaran

penelitian ini berkaitan erat dengan fungsi bahasa, khususnya fungsi imperatif. Karena fungsi komunikatif imperatif itu terwujud dalam bentuk tindak-tindak tutur, tuturan imperatif itu erat hubungannya dengan jenis-jenis tindak tutur. Tindak tutur yang dimaksud yaitu seperti yang dikemukakan Searle (dalam Wijana, 1996: 17-18) adalah tindak lokusioner, ilokusioner, dan perlokusioner. Leech memandang prinsip kesantunan sebagai piranti untuk menjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung (indirect) dalam mengungkapkan maksudnya. Motivasi penggunaan tindak tutur tidak langsung dimaksudkan agar ujaran terdengar santun. Penutur biasanya menggunakan implikatur. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi, tugas atau memberikan reaksi terhadap kontribusi yang dilakukan oleh siswa. Salah satu bentuk tuturan yang dimanfaatkan oleh para guru untuk pengaturan serta pemberian tanggapan terhadap tindakan dari siswa adalah bentuk tuturan yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Pemanfaatan itu berkisar antara imperatif yang memiliki kadar tuturan paling lembut sampai imperatif yang memiliki kadar tuturan yang keras. Selama proses belajar mengajar sedang berlangsung tidak setiap saat guru menggunakan bentuk imperatif langsung. Adakalanya mereka menggunakan bentuk imperatif tidak langsung, yaitu kontruksi deklaratif dan interogatif. Kedua kontruksi ini digunakan sebagai bentuk penghalusan. Penafsiran terhadap makna atau maksud penggunaan bentuk imperatif tidak langsung harus memperhatikan konteks yang melengkapi tuturan itu. Melihat gaya tuturan dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah yang kompleks dan perlunya konteks situasi dalam memahami tuturan, maka perlu ditinjau secara pragmatik. Fenomena kebahasaan ini tentu saja menarik untuk diteliti karena dapat menambah wawasan keilmuan linguistik saat ini. Penulis memilih analisis kesantunan imperatif dalam berbahasa pada tuturan guru dan siswa berdasarkan pertimbangan bahwa, ragam bahasa yang tidak santun sering menjadi instrumen komunikasi, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa lainnya pada saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Penelitian terhadap

penggunaan bahasa guru dan siswa merupakan hal yang penting. Ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terhadap interaksi kebahasaan yang berlangsung dalam proses belajarmengajar di kelas. Dari pernyataan tersebut maka dapat ditarik sebuah asumsi bahwa dengan adanya penggunaan bahasa yang santun maka proses belajar-mengajar tidak bersifat otoriter serta mampu menumbuhkan semangat kekeluargaan. Hal ini mengingat bahwa kesantunan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya karena di dalam komunikasi, penutur dan petutur tidak hanya dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan. Keharmonisan hubungan penutur dan petutur tetap terjaga apabila masing- masing peserta tutur senantiasa tidak saling mempermalukan. Dengan perkataan lain, baik penutur maupun petutur memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga muka. Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji pemakaian imperatif bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di kelas XI PSIA.1 SMAN 1Kubu, Karangasem. Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yakni (1) Bagaimanakah wujud pragmatik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu, Karangasem? (2) Bagaimanakah wujud kesantunan linguistik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu, Karangasem? (3) Bagaimanakah wujud kesantunan pragmatik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu, Karangasem? Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Manfaat bagi pengajar dan siswa, peneliti, dan bagi masyarakat. LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR 1. Landasan Teori Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya (a) Pragmatik sebagai Rancangan Analisis, (b) Hakikat Pragmatik, (c) Konteks dan Situasi Tutur, (d) Prinsip Kerja Sama Grice, (e) Implikatur Percakapan, (f) Imperatif sebagai Tindak Tutur, (g) Kesantunan

Berbahasa, (h) Hakikat Kesantunan, (i) Kesantunan Penggunaan Bahasa dalam Percakapan di Kelas, (j) Aspek-aspek Nonlinguistik yang Memengaruhi Kesantunan berbahasa, (k) Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Indonesia, (l) Bentuk dan Nilai Komunikatif Kalimat dalam Bahasa Indonesia. 2. Kajian Pustaka Ada beberapa penelitian yang sejenis dengan penelitian ini. Penelitian sejenis yang dimaksud di antaranya (a) Pada tahun 2005, Ketut Seken mengadakan penelitian dengan judul Strategi Kesantunan dalam Peparuman Adat: Studi Wacana Lisan Bahasa Bali (Studi Kasus di Desa Dawan Kelod). (b) Pada tahun 2008, Penelitian sejenis mengenai kesantunan berbahasa pernah dilakukan oleh Arifin dengan judul Penggunaan Tindak Tutur Siswa di Kelas yang Dilakukan di SMA Lab IKIP Negeri Singaraja. (c) Pada tahun 2011, Juliantari melakukan penelitian dengan judul Multilingualisme dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini (Suatu Kajian Sosiopragmatik). 3. Kerangka Berpikir Kesantunan merupakan sebuah istilah yang berkaitan dengan kesopanan, rasa hormat, sikap yang baik atau perilaku yang pantas. Dalam kehidupan sehari-hari, keterkaitan kesantunan dengan perilaku yang pantas mengisyaratkan bahwa kesantunan tidak hanya berkaitan dengan bahasa, melainkan juga dengan perilaku nonverbal. Yang menarik adalah, kesantunan merupakan titik pertemuan antara bahasa dan realitas sosial (Eelen, 2001: iv). Penggunaan bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di sekolah merupakan ragam bahasa lisan yang memiliki gaya tuturan yang khas, yang mempunyai maksud-maksud tertentu tergantung konteks tuturan dan perlunya konteks situasi dalam memahami tuturan tersebut sehingga dapat melahirkan persepsi yang berbeda-beda. Salah satu bentuk tuturan yang dimanfaatkan oleh para guru untuk pengaturan serta pemberian tanggapan terhadap tindakan dari siswa adalah bentuk tuturan yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Selama proses belajar mengajar sedang berlangsung tidak setiap saat guru menggunakan bentuk imperatif langsung. Adakalanya mereka menggunakan bentuk imperatif tidak langsung, yaitu kontruksi deklaratif dan interogatif. Kedua kontruksi ini digunakan sebagai bentuk penghalusan. Penafsiran terhadap makna atau maksud penggunaan

bentuk imperatif tidak langsung harus memperhatikan konteks yang melengkapi tuturan itu. Penggunaan bahasa guru dengan prinsip kesantunan imperatif mampu menumbuhkan semangat kekeluargaan sehingga proses belajar-mengajar tidak bersifat otoriter. Kesantunan imperatif dalam bertutur juga dapat membantu guru dalam meningkatkan rasa percaya diri siswa. Rasa percaya diri siswa yang meningkat tersebut secara tidak langsung dapat memotivasi siswa untuk belajar. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Rancangan penelitian deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mempreroleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis dan cermat mengenai fakta-fakta yang didapat dari sifat populasi tertentu. Data dalam penelitian ini adalah wujud formal imperatif, wujud pragmatik imperatif, dan wujud kesantunan imperatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan seluruh siswa kelas XI PSIA1 SMAN 1 Kubu. Selanjutnya, Objek dalam dalam penelitian ini adalah kesantunan imperatif. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai secara terurut, yakni dari pengenalan objek, pencatatan data, dan seleksi data (Moleong, 2004: 160-165). Jati diri data dalam penelitian atau kajian ini didapat dengan menggunakan tiga macam metode, yakni metode observasi, wawancara, dan rekam. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama, penelitian ini juga menggunakan instrumen bantu, yaitu lembar observasi, pedoman wawancra, tape recorder dan catatan lapangan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kontekstual. Metode kontekstual adalah suatu cara analisis yang diterapkan pada data dengan berdasarkan, memperhitungkan dan mengkaitkan identitas konteks-konteks yang ada. Selain menggunakan analisis kontekstual dalam penelitian ini juga menggunakan analisis data yang disampaikan oleh Miles dan Haberman (1987), yakni melalui tiga tahap model alir, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.

HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN Wujud Pragmatik Imperatif Dalam penelitian ini, sedikitnya ditemukan sembilan macam makna pragmatik imperatif yang dinyatakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Kesembilan macam makna pragmatik imperatif itu ditemukan, baik di dalam tuturan imperatif langsung maupun di dalam tuturan imperatif tidak langsung. Adapun wujud pragmatik imperatif tersebut adalah sebagai berikut. (1) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif perintah, (2) permintaan, (3) desakan, (4) bujukan, (5) persilaan, (6) larangan, (7) ngelulu, (8) harapan, dan (9) mengomando/aba-aba. Kesembilan wujud pragmatik tersebut ditemukan berdasarkan konteks yang melatarbelakangi tuturan. Secara umum, wujud pragmatik imperatif tuturan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia ditemukan dalam tuturan imperatif langsung. Tuturan dengan imperatif langsung digunakan oleh guru dan siswa dengan tujuan untuk memerintah secara langsung. Artinya, guru dan siswa menggunakan imperatif langsung karena memang tujuannya adalah untuk memerintah, misalnya memerintah siswa untuk melakukan sesuatu, misalnya membuka buku, membaca cerpen dan sebagainya. Selain digunakan untuk memerintah secara langsung, tuturan imperatif langsung juga mengandung indikasi bahwa penutur (guru) ingin memperlihatkan bahwa status sosialnya lebih tinggi dengan mitra tutur (siswa) sekaligus menunjukkan bahwa guru memiliki kewenangan dan kekuasaaan (power) di dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, penggunaan bentuk imperatif dengan modus langsung ini cenderung menciptakan suasana pembelajaran yang lebih formal sehingga jarak status sosial guru dengan siswa lebih terasa perbedaannya dan arus informasi bersifat top-down. Melalui tuturan dengan modus langsung guru lebih berperan sebagai pemegang otoritas kelas sehingga suasana kelas cenderung pasif dan membentuk interaksi dua arah (guru-siswa) atau sebaliknya (siswa-guru). Interaksi kelas yang dua arah selalu menempatkan guru sebagi pusat interaksi, sedangkan siswa lebih pasif. Interaksi kelas yang demikian kurang cocok untuk mengembangkan keterampilan berbahasa siswa.

Wujud Kesantunan Linguistik Pemakaian Tuturan Imperatif Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan hasil analisis data, dalam penelitian ini ditemukan wujud kesantunan linguistik pemakaian tuturan imperatif guru dan siswa yang ditandai oleh beberapa unsur, yakni (a) panjang pendek tuturan, (b) urutan tuturan, dan (c) ungkapan-ungkapan penanda kesantunan sebagai penentu kesantunan linguistik. Wujud kesantunan linguistik tuturan imperatif guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh panjang-pendeknya tuturan. Secara teoretis Rustono (1994: 44-45) mengatakan bahwa jarak tempuh tidak tutur merupakan rentang sebuah tuturan dari titik ilokusi (di benak penutur) ke titik tujuan ilokusi (di benak mitra tutur). Jika garis yang menghubungkan kedua titik itu tidak lurus, melengkung bahkan melengkung sekali yang menyebabkan jarak tempuhnya sangat panjang, tuturan itu merupakan tindak tutur tidak langsung (santun). Sebaliknya, semakin transparan suatu maksud, semakin langsunglah tuturan itu (tidak santun). Pernyataan ini jelas bertentangan dengan prinsip kerja sama Grice, yakni maksim kuantitas. Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Dalam masyarakat Indonesia, justru ada indikasi bahwa semakin panjang sebuah tuturan maka akan semakin sopan tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan akan tidak sopan tuturan itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menunjukkan maksud kesantunan tuturan dalam bahasa Indonesia, dalam hal tertentu penutur harus melanggar dan tidak menepati prinsip kerja sama Grice. Hymes (1975) dengan konsep mnemonik SPEAKING dalam teori etnografi komunikasinya menyatakan bahwa urutan tuturan (act sequence) menentukan makna sebuah tuturan. Untuk mengutarakan maksud-maksud tertentu, orang biasanya mengubah urutan tuturannya agar menjadi semakin tegas, keras, dan suatu ketika bahkan menjadi kasar. Dengan perkataan lain, urutan tuturan sebuah tuturan berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya peringkat kesantunan tuturan yang digunakan pada saat bertutur.

Selain panjang-pendeknya tuturan dan urutan tuturan sebagai penanda kesantunan linguistik imperatif, penggunaan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan juga dipandang sebagai pemarkah kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia. Secara teoretis Alwi Hasan (2003: 355) menyatakan bahwa kalimat imperatif halus, disamping bentuk pasif dalam kalimat imperatif sangat umum dalam bahasa Indonesia juga memiliki sejumlah kata atau ungkapan yang dipakai untuk menghaluskan isi kalimat imperatif. Ungkapan-uangkapan penanda kesantunan itu di antaranya adalah tolong, coba, ayo harap, silakan, biar. Wujud Kesantunan Pragmatik Pemakaian Tuturan Imperatif Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Selain diwujudkan dengan modus langsung, strategi penyampaian imperatif dapat juga diwujudkan dengan tuturan dalam berbagai modus dengan varian linguistik yang memperlihatkan adanya kewajaran dan kesantunan berbahasa. Penggunaan imperatif yang demikian itu, mencerminkan penggunaan bahasa Indonesia berdasarkan norma sosial budaya dalam percakapan di kelas. Hal itu berarti pula bahwa guru dan siswa sebagai suatu masyarakat tutur dalam percakapan di kelas mempunyai strategi penyampaian imperatif yang diwujudkan dengan piranti linguistik untuk menyatakan kesantunan pragmatik imperatif dengan gaya kontekstual berbedabeda. Berdasarkan analisis data, wujud kesantunan pragmatik imperatif pada tuturan guru dan siswa, diwujudkan dengan dua macam wujud tuturan, yakni (1) tuturan bermodus deklaratif dan (2) tuturan bermodus interogatif. Dari hasil analisis data, ditemukan tuturan-tuturan guru dalam proses pembelajaran mencerminkan ciri khas sebagai bahasa guru yang diwarnai dengan tindak direktif. Tindak direktif yang dimaksud adalah dalam bentuk perintah (kalimat deklaratif dan interogatif). Dalam penelitian ini, tindak direktif guru dalam bentuk perintah ditemukan melalui tuturan deklaratif dan interogatif. Penggunaan perintah dalam bentuk deklaratif dan interogatif mempunyai tujuan tertentu sebagai bagian dari interaksi kelas. Salah satu tujuan penggunaan imperatif yang diungkapkan dengan modus deklaratif dan interogatif adalah untuk memperhalus perintah dan untuk menciptakan suasana keakraban interaksi pembelajaran. Temuan hasil penelitian ini sejalan dengan pendapatnya Leech (1983) mengemukakan salah satu indikator dalam kesantunan adalah dengan menyusun ketidaklangsungan sebuah tuturan.

Secara umum, pemberian perintah yang diperhalus biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan tatakarama kesantunan tuturan sehingga yang diberi perintah tidak merasa diperintah oleh penutur (Wijana, 1996 :30). Akan tetapi, dalam sosiokultural kelas (sekolah), sebenarnya guru dapat saja menggunakan perintah langsung, tanpa memperhalus melalui tuturan (deklaratif dan interogatif) dalam konteks pembelajaran, status sosial guru lebih tinggi daripada siswa dan memiliki kewenangan. Namun demikian, guru tidak selalu mempertahankan status sosialnya secara mutlak, tetapi kadang-kadang guru berusaha menurunkan ststus sosialnya melalui modifikasi tuturan, seperti pemberian perintah tidak langsung. PENUTUP Selajan dengan rumusan masalahnya, terdapat tiga hal pokok yang perlu disampaikan pada bagian penutup ini. Pertama, secara pragmatik, wujud tuturan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, ditemukan sedikitnya sembilan macam makna pragmatik imperatif. Kesembilan macam pragmatik imperatif guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. (1) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif perintah, (2) permintaan, (3) desakan, (4) bujukan, (5) persilaan, (6) larangan, (7) ngelulu, h) harapan, (i) mengomando/aba-aba. Kedua, kesantunan linguistik pemakaian tuturan imperatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia ditandai oleh beberapa unsur, di antaranya (a) panjang pendek tuturan, (b) urutan tuturan dan, (c) ungkapan-ungkapan penanda kesantunan sebagai penentu kesantunan linguistik. Ketiga, kesantunan pragmatik diwujudkan dengan dua macam wujud tuturan, yakni (1) tuturan deklaratif dan (2) tuturan interogatif. Penggunaan bentuk nonimperatif (deklratif dan interogatif) merupakan bentuk modifikasi bahasa untuk memperhalus perintah dan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang interaktif. Suasana pembelajaran yang interaktif dapat melibatkan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, peneliti dapat menyampaikan beberapa saran, yakni (1) Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini dapat memberi masukan untuk merencanakan dan menciptakan suasana pendidikan dan pengajaran yang kondusif di sekolah. (2) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penopang lancarnya komunikasi dan interaksi lintas budaya. (3) Bagi peneliti berikutnya, dalam rangka replikasi, jangkauan penelitian ini dapat diperluas.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Arifin. 2008. Penggunaan Tindak Tutur Siswa di Kelas yang Dilakukan di SMA Lab IKIP Negeri Singaraja. Tesis (tidak diterbitkan) Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Negeri Malang. Grice, P. 1975. Logic and Conversation, Syntax and Semantics, Vol. II. Speech Acts, Peter Cole & Jerry L. Morgan (ed.). Cambridge: Academic Press. Hymes, Dell. 1974. Language in Culture and Socciety, Reader in Linguistic and Antropology. New York: Harper & Row Publisher Inc. Juliantari, Ni Kadek. 20011. Multilingualisme dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini (Suatu Kajian Sosiopragmatik). Tesis (tidak diterbitkan) Jurusan Bahasa Indonesia, Undiksha Singaraja. Leech, Geoffry. 2008. Kesantunan Berbahasa Indonesia sebagai Pembentuk Kepribadian Bangsa. Tersedia pada http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/11/23/kesantunan Berbahasa-Indo - Sebagai - Pembentuk Kepribadian - Bangsa (diakses tanggal 9 September 2011). Miles. M. B. dan Huberman. A. M. 1984. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi. 1992. Jakarta Universitas Indonesia (UI) Press. Moeliono, Anton M. 1991. Santun Bahasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Erlangga: Jakarta. Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press. Seken, I Ketut. 2005. Strategi Kesantunan dalam Peparuman Adat: Studi Wacana Lisan Bahasa Bali (Studi Kasus di Desa Dawan Kelod). Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Jurusan Bahasa Inggris, FPBS, IKIP Negeri Singaraja. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.