FERMENTASI BUNGKIL INTI SAWIT SECARA SUBSTRAT PADAT DENGAN MENGGUNAKAN ASPERGILLUS NIGER

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN AMPAS KELAPA LIMBAH PENGOLAHAN MINYAK KELAPA MURNI MENJADI PAKAN

EVALUASI NILAI GIZI LUMPUR SAWIT HASIL FERMENTASI DENGAN ASPERGILLUS NIGER PADA BERBAGAI PERLAKUAN PENYIMPANAN

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger)

KUALITAS NUTRISI CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

Mairizal 1. Intisari. Kata Kunci : Fermentasi, Kulit Ari Biji Kedelai, Aspergillus Niger, Ayam Pedaging.

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto

PENGARUH WAKTU INKUBASI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN ONGGOK YANG DIFERMENTASI DENGAN NEUROSPORA SITOPHILA TERHADAP KANDUNGAN ZAT MAKAN

PENGARUH SUHU RUANG FERMENTASI DAN KADAR AIR SUBSTRAT TERHADAP NILAI GIZI PRODUK FERMENTASI LUMPUR SAWIT

PENINGKATAN NILAI GIZI LUMPUR SAWIT MELALUI PROSES FERMENTASI : PENGARUH JENIS KAPANG, SUHU, DAN LAMA PROSES ENZIMATIS

SUHU FERMENTOR TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PRODUK FERMENTASI BUNGKIL KELAPA SAWIT

Pengkajian Nilai Gizi Hasil Fermentasi Mutan Aspergillus niger pada Substrat Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit

PROSES PENGOLAHAN UBI KAYU / SINGKONG MENJADI CASSAPRO

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FERMENTASI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN Aspergillus niger TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING DAN ABU

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Onggok Terfermentasi dan Pemanfaatannya dalam Ransum Ayam Ras Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

KANDUNGAN LEMAK KASAR, BETN, KALSIUM DAN PHOSPOR FESES AYAM YANG DIFERMENTASI BAKTERI Lactobacillus sp

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

Evaluasi Nilai Gizi Fermentasi Lumpur Sawit dengan Penambahan Fosfor dari Sumber yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA DALAM RANSUM ITIK SEDANG BERTUMBUH

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

KANDUNGAN DAN NILAI KECERNAAN IN VITRO BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK DAN PROTEIN KASAR CASSAPRO DENGAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

Penggunaan Bungkil Inti Sawit Terfermentasi untuk Sapi Perah

KOMPONEN PROKSIMAT PADA KOMBINASI JERAMI PADI DAN JERAMI JAGUNG YANG DIFERMENTASI DENGAN BERBAGAI ARAS ISI RUMEN KERBAU

PENGARUH FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI DAN KECERNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.)

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

PERUBAHAN NILAI BILANGAN PEROKSIDA BUNGKIL KELAPA DALAM PROSES PENYIMPANAN DAN FERMENTASI DENGAN ASPERGILLUS NIGER

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

Peningkatan Nilai Nutrisi Ampas Sagu ( Metroxylon Sp.) Melalui Bio-Fermentasi (Improvement of Nutritive Value of Sago Waste by Biofermentation)

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

LUMPUR MINYAK SAWIT KERING (DRIED PALM OIL SLUDGE) SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI DALAM RANSUM RUMINANSIA

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

Fermentasi Lemna sp. Sebagai Bahan Pakan Ikan Untuk Meningkatkan Penyediaan Sumber Protein Hewani Bagi Masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

PRODUK FERMENTASI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI BAHAN PAKAN UNGGAS DI INDONESIA

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH LAMA FERMENTASI KULIT PISANG KEPOK. (Musa paradisiaca normalis) TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN, LEMAK, DAN KARBOHIDRAT ARTIKEL SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

Pengaruh Pemberian Ampas Teh (Camellia sinensis) Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Ayam Broiler

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

NILAI KECERNAAN IN VITRO BAHAN KERING DAN PROTEIN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIOLAH DENGAN KAPANG DAN ENZIM SEBAGAI SUMBER PROTEIN RUMINANSIA

NILAI NUTRISI TEPUNG KULIT ARI KEDELAI DENGAN LEVEL INOKULUM RAGI TAPE DAN WAKTU INKUBASI BERBEDA

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

MATERI DAN METODE. Materi

JITV Vol. 7. No. 3. Th. 2002

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

,Vol. 32, No. 1 Maret 2014

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

PENINGKATAN NILAI NUTRIEN (PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR) LIMBAH SOLID KELAPA SAWIT TERFERMENTASI DENGAN Trichoderma reesei

I. PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA SEBAGAI PAKAN AYAM PEDAGING

HASIL DAN PEMBAHASAN

FERMENTASI KULIT KAKAO (Theobroma cacao ) SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

UJI PENDAHULUAN: EFEKTIVITAS Bacillus sp. UNTUK PENINGKATAN NILAI NUTRISI BUNGKIL KELAPA SAWIT MELALUI FERMENTASI

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 3. PENGGUNAAN PRODUK FERMENTASI LUMPUR SAWIT SEBELUM DAN SETELAH DIKERINGKAN DALAM RANSUM AYAM PEDAGING

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Jurnal Bionatura, Vol. 3, No. 1, Maret 2001: 35-45

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MENINGKATKAN NILAI NUTRISI FESES BROILER DAN FESES PUYUH DENGAN TEKNOLOGI EFEKTIVITAS MIKROORGANISME SEBAGAI BAHAN PAKAN BROILER

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK TONGKOL JAGUNG (Zea mays) YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SECARA IN VITRO

Kualitas Gizi Fermentasi Ransum Konsentrat Sapi Pedaging Berbasis Lumpur Sawit dan Beberapa Bahan Pakan Lokal dengan Bionak dan EM 4

PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

Transkripsi:

FERMENTASI BUNGKIL INTI SAWIT SECARA SUBSTRAT PADAT DENGAN MENGGUNAKAN ASPERGILLUS NIGER SUPRIYATI, T. PASARIBU, H. HAMID, dan A. SINURAT Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 14 Januari 1998) ABSTRACT SUPRIYATI, T. PASARIBU, H. HAMID, and A. SINURAT. 1998. Solid state fermentation of palm kernel meal by using Aspergillus niger. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (3): 165-170. The solid state fermentation technique on palm kernel meal by using Aspergillus niger wild type and NRRL 337 was studied. The fermentation was carried out at 30 o C for 3 days continued with enzymatic process at room temperature and 40 o C for 2 days. The result showed that at the third days of fermentation spores started to grow on the surface. The 3rd days fermentation can improve protein content and in vitro digestibility (IVDMD) with minimal loss of dry matter. The dry matter contents at 3 days fermentation were 48.88 and 48.83% for product using Aspergillus niger wild type and NRRL 337. Combination 3 days fermentation and 2 days enzymatic process at room temperature by using Aspergillus niger NRRL 337 type gave the best product with optimal IVDMD value and protein digestibility of 51.47 and 71.33%. Key words : Palm kernel meal, fermentation, Aspergillus niger ABSTRAK SUPRIYATI, T. PASARIBU, H. HAMID, dan A. SINURAT. 1998. Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (3): 165-170. Dalam penelitian ini dipelajari teknik fermentasi substrat padat pada bungkil inti sawit dengan menggunakan Aspergillus niger tipe liar dan NRRL 337. Fermentasi dilakukan pada suhu 30 C selama 3 hari yang dilanjutkan dengan proses enzimatik pada suhu kamar dan 40 C selama 2 hari. Hasil pengamatan menunjukkan pada hari ke-3 fermentasi, permukaan substrat mulai ditumbuhi spora. Lama fermentasi 3 hari dapat meningkatkan kadar protein kasar (PK) dan nilai kecernaan bahan kering (KBK) secara in vitro dengan kehilangan bahan kering (BK) yang minimal. Kandungan bahan kering pada hari ke-3 fermentasi, masing-masing adalah 48,88 dan 48,83% untuk produk yang menggunakan Aspergillus niger tipe liar dan NRRL 337. Kombinasi lama fermentasi 3 hari dan proses enzimatis pada suhu kamar dengan menggunakan Aspergillus niger tipe NRRL 337 memberikan hasil produk yang terbaik dengan KBK dan kecernaan protein secara in vitro yang optimal, yaitu 51,47 dan 71,33%. Kata kunci : Bungkil inti sawit, fermentasi, Aspergillus niger PENDAHULUAN Potensi kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) di dunia cukup besar, yaitu sebesar 4 milyar ton. Di Indonesia, komoditas kelapa sawit cukup besar sehingga akan mendukung potensi bungkil inti sawit (BIS) yang merupakan hasil sampingan dari proses pembuatan minyak inti sawit. DEVENDRA (1977) mengemukakan bahwa pada pengolahan inti sawit menghasilkan sekitar 45% minyak inti sawit sebagai hasil utama dan bungkil inti sawit sekitar 45% sebagai hasil sampingan. Palatabilitas bungkil inti sawit pada ternak nonruminansia adalah rendah sehingga dalam BIS perlu ditambah dengan bahan pakan lain yang disukai ternak. Kandungan zat nutrisi BIS bervariasi, terutama kandungan serat kasar (SK)-nya tetapi proteinnya cukup tinggi. Menurut DEVENDRA (1977), BIS mengandung SK 14,49%, sedangkan menurut LUBIS (1980) adalah 24%. Variasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan umur tanaman, teknik ekstraksi, daerah asal atau jenis kelapa sawit (ARITONANG, 1984). Penggunaan BIS sampai 10% tidak mengganggu penampilan produksi ayam (LUBIS, 1980) dan tidak menurunkan nilai gizi ransum (NATODAS, 1989). HARDINI (1989) melaporkan bahwa penggunaan BIS fermentasi tidak mempengaruhi persentase karkas ayam pedaging. Salah satu alternatif peningkatan mutu bahan pakan adalah teknik fermentasi secara substrat padat. 165

SUPRIYATI et al. : Fermentasi Bungkil Inti Sawit Secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger Fermentasi dengan menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih tersedia, sehingga diharapkan pula nilai nutrisinya meningkat. Kualitas produk fermentasi tergantung pada jenis mikroba serta medium padat yang digunakan. Kadar protein produk fermentasi umbi singkong menggunakan Aspergillus niger lebih baik dibandingkan dengan Rhizopus oligosporus (KOMPIANG et al., 1994). Hasil fermentasi bungkil kelapa menunjukkan bahwa kapang Eupenicillium javanicum mempunyai daya cerna bahan kering dan protein in vitro lebih tinggi daripada hasil fermentasi dengan Aspergillus niger NRRL 337 (HARYATI et al., 1997 dan PURWADARIA et al., 1997). Kapang Aspergillus niger tipe NRRL 337 tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium limbah kopi (ZAENUDIN et al., 1996). Dalam penelitian ini dipelajari teknik fermentasi secara substrat padat pada BIS dengan menggunakan Aspergillus niger tipe liar dan NRRL 337. MATERI DAN METODE Bungkil inti sawit (BIS) kering diperoleh dari hasil ikutan pengolahan sawit di Medan, Sumatera Utara. Kapang yang dipergunakan adalah Aspergillus niger tipe liar (koleksi Balai Penelitian Ternak) dan NRRL (North Carolina Research Laboratory, USA) 337. Mineral anorganik dan bahan kimia yang dipergunakan adalah teknis dan proanalisis. Perlengkapan penelitian yang digunakan antara lain adalah dandang, loyang plastik, kantong plastik dan pengaduk. Prosedur fermentasi Bungkil inti sawit ditambah air sebanyak 600 ml per kg BIS, kemudian ditiriskan, agar tidak terlalu basah. Bahan yang telah ditiriskan, dikukus dan dibiarkan sampai uap air keluar dan ditutup, kemudian dibiarkan selama 30 menit. Proses selanjutnya didinginkan hingga suhunya ± 70 o C dan diaduk bersama campuran mineral (KOMPIANG et al., 1994). Setelah itu dicampur dengan kapang Aspergillus niger sebanyak 6-10 g per kilogram bahan, diaduk sampai merata dan dimasukkan ke dalam loyang plastik (tray). Selanjutnya difermentasi pada suhu 30 o C selama 3 hari, kemudian dilakukan proses enzimatis selama 2 hari dengan cara dipadatkan dalam kantong plastik dengan kondisi hampa udara. Pada proses enzimatis dipergunakan suhu ruang dan 40 o C. Tahap selanjutnya adalah pengeringan dalam oven pada suhu 60 C selama lebih kurang 2 hari. Pengamatan pertumbuhan kapang dilakukan setiap hari. Parameter yang diukur adalah bahan kering (BK), protein kasar (PK), kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan protein. Untuk hasil produk fermentasi dilakukan analisis proksimat. Percobaan disusun menggunakan rancangan faktorial dengan faktor pertama, yaitu jenis kapang (2 isolat : Aspergillus niger tipe liar dan NRRL 337) dan faktor kedua, yaitu suhu enzimatis (kamar dan 40 o C). Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan perbedaan antar perlakuan dibandingkan dengan uji beda nyata terkecil (STEEL dan TORRIE, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan umum terhadap hasil fermentasi Pengamatan terhadap pertumbuhan Aspergillus niger dilakukan pada pertumbuhan kapang yang ditandai dengan adanya miselium dan konidia. Pertumbuhan kapang selama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1. Pertumbuhan kapang A. niger tipe liar pada medium BIS lebih cepat terbentuk spora dibandingkan dengan A. niger tipe NRRL 337. Hal ini dikarenakan masing-masing jenis kapang mempunyai sifat khas yang berbeda. Tabel 1. Hari ke- Pertumbuhan kapang secara visual Aspergillus niger 0 - - 1 + - 2 ++ + 3 ++** ++* 4 +*** ++** 5 **** +*** Keterangan : - Tidak ada pertumbuhan + Ada pertumbuhan misellium ± 25% dari luas permukaan medium * Ada pertumbuhan spora ± 25% dari permukaan medium Perlakuan fermentasi pada BIS menghasilkan struktur, warna dan bau yang berbeda dari BIS sebelum fermentasi. Struktur hasil fermentasi tampak padat, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan miselium dan konidia yang mengikat butir-butir BIS. Pada fermentasi 0 sampai 12 jam, pertumbuhan kapang belum terlihat, karena masih dalam tahap adaptasi. Selanjutnya, hari pertama sampai ketiga fermentasi pertumbuhan sel kapang meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah spora yang tumbuh di permukaan substrat. Dari dua tipe Aspergillus niger 166

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No. 3 Th. 1998 yang berbeda ternyata pertumbuhan kapang pada medium yang menggunakan A. niger tipe liar koleksi Balitnak lebih cepat dibandingkan dengan medium A. niger NRRL 337. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan A. niger NRRL 337 lebih lambat, sejalan dengan laporan terdahulu bahwa pertumbuhan spora A. niger NRRL 337 pada medium limbah kopi dan limbah singkong lebih lambat (KOMPIANG et al., 1994; ZAENUDIN et al., 1996). Perubahan bahan kering Perubahan bahan kering selama proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 2. Pada hari pertama fermentasi ternyata sudah terjadi perubahan kadar bahan kering sebesar 0,20 dan 0,26%, masingmasing pada medium yang menggunakan A. niger tipe liar dan NRRL 337. Pada hari ke-3 bahan kering menurun kembali menjadi 48,88 dan 48,83%. Hal ini ditandai dengan banyaknya air yang diproduksi sehingga ada air yang jatuh ke permukaan substrat fermentasi. Dengan banyaknya air yang diproduksi membuktikan bahwa pada hari ke-3 proses fermentasi dalam keadaan optimal. Walau demikian, kadar bahan kering selama proses fermentasi tidak nyata dipengaruhi baik oleh perlakuan lama maupun oleh jenis kapang yang dipergunakan. enzimatis BK meningkat menjadi 57,88 dan 55,50%, masing-masing untuk tipe liar dan NRRL 337. Pada hari ke-2 proses enzimatis BK menurun kembali menjadi 54,42 dan 53,50%. Adanya peningkatan kadar bahan kering pada hari pertama membuktikan bahwa pada proses enzimatis ini terjadi pelepasan kadar air. Hal ini menunjukkan terjadinya aktivitas enzim. Dalam aktivitasnya kapang menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pemecahan karbohidrat akan diikuti pembebasan energi, karbondioksida dan air. Panas yang dibebaskan menyebabkan suhu substrat meningkat. BUCKLE et al. (1987) menyatakan bahwa untuk hidup semua organisme membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari metabolisme bahan pangan tempat organisme berada di dalamnya. Dalam hal ini, yang berperan sebagai sumber energi adalah karbohidrat yang terkandung dalam bungkil inti sawit dan sebagai sumber nitrogen berasal dari urea yang ditambahkan. Perubahan protein kasar BIS hasil fermentasi Fermentasi terhadap BIS menyebabkan adanya perubahan kandungan nutrisi bahan pakan tersebut. Kandungan protein kasar dan sejati selama proses fermentasi berbeda nyata dengan yang tanpa fermentasi (Tabel 3). Tabel 2. Perubahan bahan kering selama fermentasi (% BK) Tabel 3. Kadar protein kasar, protein sejati dan serat deterjen netral (SDN) BIS sebelum dan setelah ferrnentasi (%BK) Proses Hari ke- Aspergillus niger Fermentasi 0 48,62 a 48,81 a 1 48,82 a 49,07 a 2 49,23 a 49,09 a 3 48,88 a 48,83 a Enzimatis 1 57,88 c 55,50 c 2 54,42 b 53,50 b Keterangan : Superskrip yang berbeda pada lajur dan baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) Air yang dihasilkan dalam proses fermentasi dapat dilihat pada baki plastik penutup substrat. Produksi air paling banyak pada hari ketiga fermentasi, yaitu pada saat pertumbuhan kapang optimum. Pemanenan dilakukan pada saat pertumbuhan kapang optimum. WINARNO dan FARDIAZ (1979) menyatakan bahwa fermentasi kapang pada umumnya membutuhkan waktu antara 2 sampai 5 hari. Setelah proses fermentasi 3 hari dilanjutkan dengan proses enzimatis, yang setelah satu hari proses Parameter Proses Aspergillus niger Protein kasar Tanpa fermentasi 14,19 a Fermentasi 3 hari 25,17 b 25,55b Enzimatis 2 hari 35,61 c 36,43c Protein sejati Tanpa fermentasi 13,59 a Fermentasi 3 hari 19,75 b 20,25 b Enzimatis 2 hari 24,35 c 25,06 c SDN Tanpa fermentasi 63,96 a Fermentasi 3 hari 57,42 b 57,14 b Enzimatis 2 hari 53,12 c 51,94 c Keterangan : Superskrip yang berbeda pada lajur dan baris yang sama untuk setiap parameter menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) Dengan dilakukannya proses enzimatis ternyata semakin meningkat kandungan proteinnya, yang membuktikan bahwa pada proses ini terjadi suatu aktivitas biokimia oleh adanya enzim yang ada pada medium. Dari data di atas ternyata penggunaan kapang tipe NRRL 337 lebih baik daripada tipe liar. Hal ini dikarenakan tipe NRRL 337 167

SUPRIYATI et al. : Fermentasi Bungkil Inti Sawit Secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger lebih spesifik aktivitasnya untuk medium yang mempunyai kandungan lemak cukup tinggi. Hal ini diamati pula oleh PURWADARIA et al. (1997) bahwa penggunaan kapang tipe NRRL 337 pada fermentasi bungkil kelapa yang tinggi kandungan lemaknya, lebih baik daripada menggunakan kapang tipe liar. Kenaikan kadar protein BIS yang difermentasi ini diduga akibat adanya kerja dari mikroba dan adanya penambahan protein yang terdapat dalam sel mikroba itu sendiri. SUDARMADJI et al. (1989) menyatakan bahwa selama proses pertumbuhan, selain dihasilkan enzim, juga dihasilkan protein enzim ekstraselular dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein kasar dan sejati. Nilai KBK dan kecernaan protein pada BIS hasil fermentasi pada suhu enzimatis yang berbeda Kecernaan bahan kering (KBK) meningkat dari 40,65% menjadi 45,00 dan 50,78% untuk produk fermentasi 3 hari masing-masing menggunakan A. niger tipe liar dan NRRL 337. KBK pada proses enzimatis 2 hari tidak berbeda nyata dengan KBK pada proses fermentasi, yaitu 52,48 dan 53,12%. Hasil analisis nutrien pada BIS hasil fermentasi 3 hari dengan menggunakan A. niger NRRL 337 dengan lama enzimatis 2 hari pada suhu enzimatis yang berbeda (Tabel 4) ternyata nilai ketiga nutrien (PK, KBK dan kecernaan protein) lebih baik pada enzimatis suhu kamar. Tidak efektifnya suhu 40 C pada proses enzimatis dikarenakan suhu optimum berkembangnya A. niger adalah 35-37 C (SUDARMADJI et al., 1989). Suhu dalam kantong pada proses enzimatis diperkirakan sekitar 30-35 C, sehingga pada proses enzimatis yang disimpan pada suhu kamar diperoleh nilai kecernaan yang tinggi. Hal ini diamati pula oleh PURWADARIA et al. (1994) bahwa pada proses enzimatis bungkil kelapa ternyata suhu kamar lebih efektif dibandingkan dengan suhu 50 C. Nilai kecernaan protein produk BIS tanpa fermentasi adalah 63,87% dan setelah fermentasi 3 hari menjadi 73,05 dan 74,91% untuk masing-masing produk yang menggunakan A. niger liar dan NRRL 337. Sementara itu, dengan proses enzimatis ternyata kecernaan proteinnya lebih rendah dibandingkan dengan proses fermentasi, yaitu menjadi 68,79 dan 71,33% untuk masing-masing produk yang menggunakan A. niger liar dan NRRL 337. Hal ini membuktikan bahwa pada proses enzimatis pemecahan bahan yang tidak dapat dicerna lebih dominan yang ditandai dengan meningkatnya KBK. Tabel 4. Nilai KBK dan kecernaan protein (KP) produk fermentasi 3 hari dan enzimatis 2 hari pada suhu kamar dan 40 C (%BK) Parameter Proses Aspergillus niger Kecernaan bahan kering (KBK) Kecernaan protein (KP) Tanpa fermentasi 40,65 a Fermentasi 3 hari 45,69 b 49,35 c Enzimatis suhu 46,03 b 51,47 c kamar Enzimatis suhu 40 C Tanpa fermentasi 44,30 b 48,92 c 63,87 a Fermentasi 3 hari 73,05 d 74,91 d Enzimatis suhu 68,79 b 71,33 c kamar Enzimatis suhu 40 C 67,72 b 70,49 c Keterangan : Superskrip yang berbeda pada lajur dan baris yang sama untuk setiap parameter menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) Kualitas produk fermentasi BIS yang menggunakan A. niger NRRL 337 yang diproses enzimatis pada suhu kamar Pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan PK, PS, abu, P dan air mengalami peningkatan, sedangkan kandungan SDN, SK dan lemak kasar menurun. Peningkatan PK, PS, abu dan P ini disebabkan karena pada proses fermentasi ditambahkan sumber N anorganik (urea) dan mineral. Kadar PK dapat ditingkatkan dari 14,19 menjadi 36,43%, dengan kandungan PS sebesar 25,06%. Selisih antara PK dan PS adalah nitrogen yang bukan protein seperti urea dan amonia. Kadar abu meningkat dari 3,50 menjadi 7,75%. Peningkatan yang cukup tinggi ini disebabkan dalam proses fermentasi ditambahkan mineral, antara lain kalium klorida (KCl), diamoniumfosfat (DAP), dan magnesium sulfat (MgSO 4 ). Nilai P meningkat dari, 0,71 menjadi 0,88%, sedangkan kadar Ca hampir tetap, yaitu 0,36%, dikarenakan pada proses sama sekali tidak ditambahkan sumber Ca. Kandungan SDN dan SK hasil fermentasi mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat pertumbuhan mikroba yang memerlukan beberapa zat pakan, di antaranya serat kasar sebagai substrat. Seperti pendapat SATIAWIHARJA (1984) dalam hal proses fermentasi, maka medium berfungsi sebagai sumber karbon, nitrogen dan energi. Penurunan serat kasar produk fermentasi bisa juga diakibatkan oleh tercernanya bagian dari serat kasar oleh mikroba yang 168

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No. 3 Th. 1998 biasanya sulit dicerna oleh ternak monogastrik. Hal ini didukung oleh pendapat WINARNO dan FARDIAZ (1979) yang menyatakan selain itu proses fermentasi menyebabkan terjadinya pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Tabel 5. Kandungan zat nutrisi BIS dan produk fermentasi yang menggunakan A. niger NRRL 337 dan dienzimatis pada suhu kamar (% BK) Parameter Tanpa fermentasi Fermentasi Protein kasar (PK) 14,19 36,43 Protein sejati (PS) 13,59 25,06 Lemak kasar (LK) 9,60 6,70 Serat deterjen netral 63,96 51,75 Serat kasar (SK) 21,70 19,75 Abu 3,50 7,75 Kalsium (Ca) 0,36 0,35 Fosfor (P) 0,71 0,88 Penurunan kandungan lemak kasar dari 9,60 menjadi 6,70% dikarenakan adanya lemak yang dikonsumsi oleh kapang untuk pertumbuhannya. Hal ini diamati pula oleh HARYATI et al. (1997) bahwa pada substrat bungkil kelapa terjadi penurunan kadar lemak selama fermentasi dengan menggunakan kapang A. niger NRRL 337. Dengan terjadinya penurunan pada substrat yang kandungan lemaknya cukup tinggi seperti bungkil inti sawit dan bungkil kelapa menunjukkan bahwa A. niger NRRL mungkin menghasilkan enzim lipase. BALCAO et al. (1996) mengatakan bahwa beberapa reaksi katalisis terjadi oleh enzim lipase antara lain hidrolisis, sintesis ester dan alkoholosis. Dengan adanya aktivitas enzim lipase, maka produk fermentasi yang dihasilkan, kadar lemaknya berkurang. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kapang yang baik untuk proses fermentasi pada substrat BIS adalah A. niger tipe NRRL 337. Lama proses fermentasi 3 hari dan dikombinasikan dengan proses enzimatis selama 2 hari pada suhu kamar memberikan kadar protein dan kecernaan bahan kering yang paling baik serta turunnya kandungan serat. DAFTAR PUSTAKA ARITONANG, D. 1984. Pengaruh Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Ransum Babi yang Sedang Tumbuh. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. BALCOA, V.M., A.L. PAIVA, and F.X. MALCATA. 1996. Review bioreactor with immobilized lipases : State of the art. Enzyme and Microbial Technology 18:392-416. BUCKLE, K.A., G.H. EDWARD, dan M. WOOTON. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. DEVENDRA, C. 1977. Utilization of Feedingstuffs from the Oil Palm. Malaysian Society of Animal Productions. Serdang, Malaysia. HARDINI, D. 1989. Pengaruh Penggunaan Bungkil Inti Sawit dan Polard yang Difermentasi dengan Jamur Aspergillus oryzae dalam Ransum Ayam Broiler. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. HARYATI, T., T. PURWADARIA, J. DARMA, dan B. TANGENDJAJA. 1997. Production of extracellular glycosidases by Eupenicilium javanicum and Aspergillus niger NRRL 337 on the coconut meal substrate. Second Conference on Agriculture Biotechnology. Jakarta, June 13-15, 1995. Indonesia. Hal. 517-522. KOMPIANG, I P., J. DARMA, T. PURWADARIA, A. SINURAT, dan SUPRIYATI. 1994. Laporan Hasil Penelitian Protein Enrichment : Studi Cassava Enrichment melalui Proses Biologi untuk Ternak Monogastrik. Balitnak bekerjasama dengan Proyek Pengembangan Penelitian Pertanian Nasional Badan Litbang Pertanian. LUBIS, D.A. 1980. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan Jakarta. NATODAS, C. 1989. Pengaruh Penggunaan Enzim Selulase pada Pollard dan Bungkil Sawit dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Ayam Pedaging. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. PURWADARIA, T., T. HARYATI, dan J. DARMA. 1994. Isolasi dan seleksi kapang mesofilik penghasil mananase. Ilmu dan Peternakan 2: 26-29. PURWADARIA, T., T. HARYATI, A.P. SINURAT, J. DARMA, and T. PASARIBU. 1997. In vitro nutrient value of coconut meal fermented with Aspergillus niger NRRL 337 at different enzymatic incubation temperatures. Proceedings Second Conference on Agriculture Biotechnology. Jakarta, 13-15 June 1995. Indonesia. Hal. 532-542. SATIAWIHARJA, B. 1984. Fermentasi Media Padat dan Manfaatnya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Indonesia. SUDARMADJI, S., R. KASMIDJO, SARDJONO, D. WIBOWO, S. MARGINO, dan S.R. ENDANG. 1989. Mikrobiologi Pangan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 169

SUPRIYATI et al. : Fermentasi Bungkil Inti Sawit Secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger STEEL, R.G.D. and J. H. TORRIE. 1991. Principles and Procedure of Statistic a Biometrical Approach. 2nd Edition McGraw-Hill. International Book Co., London. WINARNO, F.G. dan S. FARDIAZ. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung. ZAENUDIN, D., SUPRIYATI, dan I P. KOMPIANG. 1996. Fermentasi Limbah Kopi dengan Menggunakan Aspergillus niger. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak. 1995/1996. Bogor. 170