Pendahulua n PENDAHULUAN. segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar

dokumen-dokumen yang mirip
Pendahulua n PENDAHULUAN. segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar

Pendahulua n PENDAHULUAN. segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar

Pendahulua n PENDAHULUAN. segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar

Pendahulua n PENDAHULUAN. segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar

Pendahulua n PENDAHULUAN. segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar

LAPORAN KEGIATAN TAHUN 2013 CCDP-IFAD KABUPATEN GORONTALO UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

LAPORAN SINGKAT IMPLEMENTASI KEGIATAN PROYEK CCD-IFAD KAB. GORONTALO UTARA NOVEMBER 2013

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun dokumen ini disampaikan terima kasih. Pangkalan Balai, November 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

Transkripsi:

Pendahulua n A. Latar Belakang PENDAHULUAN Potensi sumberdaya pesisir dan laut di Indonesia begitu beragam baik dari segi kuantitas maupun kualitas, seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan Negara Indonesia. Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial untuk dikembangkan. Untuk mengoptimalkan upaya pengembangan atau eksplorasi sumberdaya tersebuat, perlu dilakukan inventarisasi, yang berguna untuk mengetahui jenis, letak dan nilai ekonomis sumberdaya serta untuk mengetahui kesesuaian ekologis setempat terhadap upaya eksploitasi. Inventarisasi sumberdaya pesisir dan pantai diharapkan dapat memberikan sejumlah informasi dasar yang berguna untuk proses penataan dan pengelolaan kawasan pantai dan pesisir sebagai bagian dari pengelolaan kawasan pantai secara terpadu (Integrated Coastal Management/ICZM. Upaya pengelolaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tepat memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang kompleks, tentang interaksi bio-fisik antara perairan, daratan dan bahkan atmosfir sebagai suatu komponen lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Multidisiplin ilmu pengetahuan yang digabungkan dengan pengetahuan praktis di lapangan, melalui proses partisipasi aktif pengguna sumberdaya alam dan jasa pesisir dan pulau-pulau kecil, sangat diperlukan untuk perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kondisi obyektif wilayah serta sesuai dengan tuntutan masyarakat. Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai potensi dampak kerusakan habitat, perubahan pada proses alami ekosistem, dan pencemaran. Disisi lain, juga terjadi berbagai permasalahan seperti konflik kepentingan pembangunan, kelembagaan, dan tingkatan pemerintahan. Pembangunan yang tidak terintegrasi dengan baik, tanpa pedoman dan mitigasi lingkungan yang tepat, akan menghasilkan permasalahan dan konflik. Oleh karena itu keterpaduan perlu dilakukan untuk mengompromikan 1

Pendahulua n kepentingan antar sektor, tingkatan pemerintahan, ruang darat dan laut, ilmu dan pengelolaan, serta internasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka dipandang perlu adanya upaya mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, yang diawali dengan melakukan penyusunan dokumen identifikasi desa pesisir sebagai basis data dan informasi dalam merumuskan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara holistic. Pada dasarnya yang dimaksud dengan identifikasi potensi desa pesisir adalah gambaran menyeluruh tentang karakter desa pesisir yang meliputi data dasar desa, potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana, kelembagaan, kebencanaan, serta issu dan permasalahannya. Profil desa pesisir ini akan mendorong perkembangan desa pesisir secara lebih cepat, komprehensif dan terpadu. Namun demikian, mengingat jumlah desa di Indonesia yang banyak yakni sekitar 8.090 desa, maka dipandang perlu dilakukan pengelompokan desa agar perkembangan kegiatan desa dapat lebih efektif dan efisien. Untuk itu, maka dilakukan pengelompokan desa pesisir dengan konsep desa pesisir. Dalam hal ini yang dimaksud dengan desa pesisir adalah desa-desa pesisir yang berdekatan secara geografis memiliki karakter fisik ekologi, sosial dan ekonomi yang relatif sama saling berinteraksi dan tumbuh bersama sebagai sebuah pesisir. Desa pesisir ini berkisar antara 3 desa atau lebih, dan ditetapkan secara nasional oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Wilayah Kabupaten merupakan bagian integral dari koridor Pantai Utara Pulau Sulawesi, dan perairan lautnya tidak dapat dipisahkan dengan wilayah perairan laut Provinsi Sulawesi Utara. Luas perairan lautnya mencapai 43.100 km 2 di Laut Sulawesi yang merupakan wilayah koridor Pantai Utara Pulau Sulawesi. Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara ini, memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomis penting, diantaranya ikan pelagis, ikan demersal, rumput laut dan berbagai binatang laut 2

Pendahulua n lainnya selain mempunyai potensi ekonomi juga memiliki ekositem mangrove, lamun dan terumbu karang yang menyebar diwilayah pesisir maupun pulaupulau kecil yang termasuk dalam wiayahnya. Pada tahun 2013 Kabupaten mendapatkan bantuan program Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Devlopment, (CCDP-IFAD), Pinjaman dari Bank Dunia di perbantukan untuk pengembangan pertanian. Untuk desa-desa yang menjadi prioritas adalah Desa Langge, Desa Popalo Kecamatan Anggrek, Desa Katialada Kecamatan Kwandang, Desa Tihengo Kecamatan Ponelo Kepulauan, Desa Imana Kecamatan Atinggola, Desa Dunu Kecamatan Monano, Desa Buluwatu Kecamatan Sumalata Timur,, dan Desa Kikia Kecamatan Sumalata. Berdasarkan uraian di atas, maka disusun suatu laporan tentang identivikasi potensi desa-desa pesisir, dalam sebuah kesatuan, sehingga dapat dilakukan untuk pengembanganpengembangan program yang akan dilaksanakan. B. Tujuan Tujuan penyusunan identivikasi potensi desa-desa pesisir ini adalah: 1. Memberikan panduan dalam pelaksanaan kegiatan identifikasi dan potensi sumberdaya desa-desa pesisir. 2. Membangun kesamaan persepsi dan tindakan bagi para pelaksana teknis, perencanaan dalam mengidentifikasi potensi serta menyusun rekomendasi pemanfaatan desa-desa pesisir. 3. Menyediakan acuan pengelolaan sumberdaya desa pesisir secara kualitatif sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan bagi stakeholder untuk pengelolaan yang berkelanjutan. C. Sasaran Sasaran identifikasi dan pemetaan potensi desa-desa pesisir adalah: 3

Pendahulua n 1. Terdokumentasinya data potensi sumberdaya desa-desa pesisir khususnys desa yang menjadi sasaran proyek CCDP-IFAD di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. 2. Tersusunnya rekomendasi pengelolaan sumberdaya desa-desa pesisir untuk pengambil keputusan untuk mencapai pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup penyusunan dokumen potensi desa pesisir ini menggunakan data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui survei dan observasi lapangan, survei instasional, Focus Group Discussion (FGD), penelusuran data dan dokumen tentang gambaran umum wilayah administratif, kondisi sumberdaya alam (hayati, non -hayati, jasa lingkungan dan energi), kebencanaan, serta isu dan permasalahan yang disajikan dalam bentuk narasi. 4

BAB I. MUATAN DESA PESISIR 1.1. Letak Administratif merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sumalata Kabupaten pada posisi koordinat 00 0 59 873 N / 122 0 26 587. Gambar 41. Peta wilayah Desa Hutakalo Kabupaten Sumber : citra 2013 Terametric, Data Peta 2013 Google MapIT 1.2 Kependudukan Masyarakat sampai tahun 2013 dihuni oleh 713 jiwa yang tersebar dalam 176 KK. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut : 78

Jumlah 375 370 365 360 355 350 345 340 335 330 325 371 342 Laki Laki Perempuan Jenis Kelamin 1.3 Perekonomian Gambar 42. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber : Kantor, 2013 Masyarakat sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan. Di, dapat dijumpai 70 orang nelayan yang seluruhnya menggunakan motor tempel. Selain perikanan tangkap, sektor kelautan dan perikanan juga dijumpai unit pengolahan ikan asin dan keramba jaring apung. 79

BAB II. SUMBER DAYA ALAM 2.1. Terumbu Karang Sepanjang pesisir pantai desa ini memiliki tipe pantai berpasir agak kecoklatan. Dengan lebar paras pantai antara 2-5 meter (Gambar 40), desa ini juga memiliki potensi ekosistem terumbu karang. Karang tumbuh secara merataa pada tanjung yang mengapit desa. Gambar 43. Kondisi Pantai Dari hasil pengamatan dilapangan perkembangan terumbu karang di desa ini mengalami pengaruh oseanografi yang lebih kuat. Komponen biotik karang yang menutupi dasar perairan di sekitar perairan desa ini secara umum tergolong baik dengan persentase tutupan karang sebesar 60 %. Pada kedalaman satu meter jenis karang yang paling banyak ditemukan adalah jenis Acropora bercabang, karang meja, dan yang menjari serta jenis karang otak dan karang lunak (soft coral). Di desa ini umumnya rataan terumbu karang (reef flate) didominasi oleh karang keras (hard coral) dengan dominansi oleh jenis Leptoria sp yang selanjutnya diikuti oleh jenis Acropora sp (Gambar 44). 80

Acropora sp Lobophyllia sp Leptoria sp Acropora gemmifera Acropora loripes Acropora hyacinthus Gambar 44. Beberapa Jenis Karang 2.2. Mangrove Luasan mangrove di ± 4 Ha, Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan jenis mangrove yang di temukan ada 8 jenis yaitu Rhizophora mucrunata, Brugeira gymnorrhiza, Soneratia Marina, Brugeira parvivlora, Rizophora apiculata, Avicena alba, Aegicerascorniculatum, Pandanus tectorius. 81

Tabel 21. Jenis Mangrove di No Nama Gambar 1 Rhizophora mucronata 2 Brugeira gymnorrhiza 3 Soneratia marina 82

4 Brugeira parvivlora 5 Rhizophora apiculata 6 Avicena alba 7 Aegicerascorniculatum 83

8 Pandanus Tectorius Sumber : Data Primer 2013 Persentase jenis mangrove di Rhizophora mucrunata 50%, Brugeira gymnorrhiza 12%, Soneratia Marina 8%, Brugeira parvivlora 5 %, Rizophora apiculata 20%, Avicena alba 12%, Aegicerascorniculatum 3%, Pandanus tectorius 2%. 2.3. Lamun Jenis Lamun di desa Hutokalo terdiri atas Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides. Gambar jenis lamun dapat dilihat dibawah ini Cymodocea serrulata Cymodocea rotundata Enhalus acoroides Gambar 45. Jenis Lamun di 84

2.4. Kualitas Perairan Kualitas lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk memberikan gambaran atau potensi desa dalam hal ini lingkungan yang akan di bicarakan adalah lingkungan kualitas perairan (fisika dan kimia). Kualitas perair an akan menentukan persyaratan ideal untuk usaha-usaha perikanan yang akan dilaksanakan kedepan dalam hubungannya dengan budidaya laut (marina aquaculture), dan kegiatan yang akan dilaksanakan kedepanya. Data kualitas perairan dapat di lihat pada Tabel berikut. Fisika Tabel 22. Parameter Kualitas Perairan No Parameter Satuan Nilai Rata-Rata 1 Kecerahan % 75.5-98 2 Suhu 0 C 33.75-34.00 3 Kecepatan Arus m/s 0.32-0.41 4 TSS mg/l 68.85 Kimia 1 ph 8.-8.32 2 Oksigen Terlarut mg/l 6-7.5 3 Salinitas 0 / oo 33.2-33 Data Primer 2013 2.4.1. Kecerahan Berdasarkan tabel 22 di atas kecerahan perairan di dengan nilai 75-98%, variasi di sebabkan terjadinya kegiatan yang ada di sekitar desa ini yaitu aktifitas masyarakat dan pertanian. 2.4.2. Suhu Berdasarkan hasil pengukuran suhu dilapangan adalah 33.75-34.00 0 C. Perbedaan tersebut diduga karena, adanya selisih waktu ngatakan bahwa, suhu perairan 85

berhubungan dengan kemampuan pemanasan oleh sinar matahari, waktu dalam hari dan lokasi. 2.4.3. Kecepatan Arus Kecepatan arus di daerah penelitian dimana di desa Hutokalo 0.32-0.41 m/s. Mariska (2007) yang mengelompokkan perairan berarus sangat cepat (>1m/dtk), cepat (0,5 1m/dtk), sedang (0,25 0,5m/dtk), lambat (0,1 0,2 m/dtk) dan sangat lambat (<0,1m/dtk). Perbedaan kecepatan arus diduga disebabkan oleh letak lokasi. Adanya Pulau Hutokalo, yang menghalang merupakan salah satu penyebab arus menjadi lemah, akibat terjadi pembelokan arus pada lokasi tersebut. Pada saat yang lain adanya turbulensi dan perairan yang cukup terbuka, merupakan pendugaan lain terjadi perbedaan kuat arus. Wibisono (2005) mengatakan bahwa setiap proses aktivitas pasang maupun surut menimbulkan arus. Untuk arus permanen secara faktual tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan penelitian yang dilakukan dalam jangka waktu yang pendek dan hanya sekali saja. Sehingga disimpulkan bahwa arus yang terjadi merupakan arus lokal akibat pasang-surut. 2.4.4. Total Suspended Solid (TSS) Berdasarkan pengukuran yang dilakukan nilai TSS di yaitu 68.85 mg/l. TSS. material dasar perairan dan pergerakan massa air termasuk aktifitas pasut. Pengadukan oleh masa air terhadap substrat dimungkinkan terjadi pada suatu perairan. Hasil dari pengadukan akan berpengaruh terhadap kolom air, jika komposisi substrat dasar mudah menyebar dan melayang. Muatan padatan tersuspensi hasil pengukuran di perairan zona pemanfaatan umum menunjukan nilai yang rendah. 86

2.4.5. ph Berdasarkan hasil pengamatan ph di 8.-8.32. Perbedaan nilai ph perairan tergantung pada kondisi perairan apakah sudah terjadi pencemaran yang ada disekitarnya sehingga mempengaruhi kondisi perairan. 2.4.6. Oksigen Terlarut. Kandungan oksigen terlarut di perairan di desa Hutokalo adalah 6-7.5 mg/l, Bervariasinnya kandungan oksigen terlarut diduga karena adanya pergerakan dan percampuran massa air serta siklus harian variabel ini. 2.4.7. Salinitas Kisaran salinitas pada daerah penelitian adalah 33.2 33 ppm. Kisaran variasi salinitas disebabkan adanya limpasan dari pulau yang berada di depannya sehingga mengakibatkan adanya perbedaan. 87

Identifikasi Potensi Desa-Desa Pesisir di Kabupaten Isu Utama ISU-ISU UTAMA 1. Masalah Ekologi Isu utama yang berhubungan dengan ekologi diwilayah pesisir adalah: a. Terumbu Karang Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan setiap desa-desa bahwa terjadinya pemboman, pembiuasan-pembiusan sehinggga ekosistem terumbu karang mengalami kematian. Gambar 51. Terumbu Karang Akibat Pemboman/Pembiusan b. Mangrove Kerusakan ekologi mangrove diwilayah pesiisr diakibatkan oleh pengambilan mangrove sebagai kayu bakar, pembuatan patok jarring tancap, bahan bangunan, dan pembungan sampah secara langsung diwilayah-wilayah tersebut, sehingga mengakibatkan hilangnya ekosisitem-ekosistem ini. 97

Identifikasi Potensi Desa-Desa Pesisir di Kabupaten Isu Utama Gambar 52. Kerusakan Mangrove 2. Masalah Topografi Hampir semua wilayah pesisir di gorontalo utara memiliki topografi yang tidak rata atau bergelombang, dan akibatnya pengelolaan yang didarat yang menghilangkan daerah penyangga menjadi lahan pertanian sehingga tingkat abrasi yang menuju kewilayah tersebut berupa sedimentasi yang bersumber dari atas akan turun di wilayah pesisir akibatnya mengganggu aktivitas yang adaa di pesisir. 98

Identifikasi Potensi Desa-Desa Pesisir di Kabupaten Isu Utama Gambar 53. Sedimentasi Wilayah Pesisir 3. Penurunan Kualitas Air Ada beberapa desa yang menjadi jalur perdagangan, transportasi, pengolahan dan pelabuhan dimana akan menurunan kualitas air hal ini mengakibatkan limbah-limbah dari kegiatan tersebut akan langsung dibuang kelaut, sehingga dapat mengganggu ekosistem yang ada di bawahnya yaitu lamun dan terumbu karang. 99

Rekomendasi REKOMENDASI Berdasarkna hasil penelitian dan analisis yang dilakukan tentang potensi-potensi daerah wilayah pesiiar maka disusun rekomendasi yang dapat disampaikan adalah 1. Desa Katialada direkomendasikan sebagai kawasan industry pengolahan ikan dan budidaya 2. Popalo sebagai kawasan budidaya 3. Langge sebagai konservasi mangrove dan kawasan budidaya 4. Dunu sebagai kawasan penangkapan, wisata dan budidaya 5. Buluwatu sebagai kawasan penangkapan 6. Kikia sebagai kawasan konservasi terumbu karang, penangkapan dan budidaya 7. Hutokalo sebagai kawasan budidaya dan penangkapan ikan 8. Imana sebagai kawasan penangkapan dan budidaya 9. Tihengo sebagai kawasan industry pengolahan ikan, penangkapan dan budidaya 100