BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Henny Natalya Sari, 2014

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian berdasarkan kehadiran variabel adalah penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-17 dan TNF- α dan yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 12 No. 2 Desember 2008

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Kefir dan Uji Kualitas Susu Sapi. Pasteurisasi susu sapi. Pendinginan susu pasteurisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

HORMON REPRODUKSI JANTAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis deskripsi dalam penelitian ini membahas mengenai deskripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

KUALITAS SPERMATOZOA DARI TANAMAN Polyscias guilfoylei

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. pendekatan Post Test Only Control Group Design dan metode Rancangan


BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). bulan November sampai dengan Desember 2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Setelah penyebaran kuesioner kepada siswa kelas X SMA Negeri 11 Kota

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

I. PENDAHULUAN. antara tinggi dan berat badan. Hal ini diakibatkan jaringan lemak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

Lampiran 1: Pengukuran kadar SOD dan kadar MDA Mencit a. Pengukuran kadar SOD mencit HEPAR. Dicuci dalam 1 ml PBS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. analgesik dari senyawa AEW1 terhadap mencit. Metode yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

LAMPIRAN 1 PERBANDINGAN LUAS PERMUKAAN TUBUH BERBAGAI HEWAN PERCOBAAN DAN MANUSIA

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang

Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

BAB V HASIL. masing kelompok dilakukan inokulasi tumor dan ditunggu 3 minggu. Kelompok 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Konsentrasi, Motilitas, dan Abnormalitas Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang Dosis Jus biji pinang (µg/ml) Rata-rata Konsentrasi Sperma (x10 5 /ml semen) Rata-rata Motilitas Sperma (%) Bergerak Maju (Kriteria A) Bergerak di Tempat (Kriteria B) Rata-rata Abnormalitas Sperma (%) 0,0 (kontrol) 15,24 ± 2,38 16,04 ± 6,21 c 17,70 ± 14,78 bc 15,59 ± 08,09 bc 0,1 17,07 ± 12,41 8,13 ± 6,21 ab 13,87 ± 10,17 abc 30,71 ± 21,51 abc 0,3 24,07 ± 10,08 9,88 ± 4,72 bc 23,57 ± 2,29 c 41,32 ± 13,50 c 0,5 17,94 ± 7,38 5,19 ± 1,08 ab 9,30 ± 6,28 ab 45,79 ± 16,55 ab 0,7 17,44 ± 6,98 3,03 ± 3,33 ab 1,20 ± 2,39 a 36,63 ± 10,87 a 1,0 16,60 ± 5,24 2,24 ± 2,56 a 10,81 ± 4,91 abc 57,34 ± 3,99 abc Keterangan: Nilai mean ± SD dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan bahwa nilai mean tersebut berbeda signifikan pada selang kepercayaan 95% (Uji Duncan p > 0,05). Hasil penelitian lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut: 1. Konsentrasi Sperma Mencit Konsentrasi sperma mencit diamati pada hari ke 15 setelah 14 hari sebelumnya diberi perlakuan jus biji pinang. Hasil pengamatan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan menunjukkan bahwa data rata-rata konsentrasi sperma mencit pada keenam perlakuan memiliki nilai signifikansi 46

47 hitung 0.200 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0.05 (Lampiran 7), dengan demikian Ho diterima, sehingga data rata-rata konsentrasi sperma mencit berdistribusi normal. Uji homogenitas Levene dilakukan terhadap data rata-rata konsentrasi sperma mencit, hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,149 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0.05 (Lampiran 7), dengan demikian Ho diterima, sehingga data rata-rata konsentrasi sperma mencit memiliki varians yang homogen dan berasal dari populasi yang homogen. Gambar 4.1 memperlihatkan histogram rata-rata konsentrasi sperma mencit setelah pemberian jus biji pinang. Konsentrasi (x 10 5 sperma/ml suspensi semen) 25 20 15 10 5 0 24.07 17.94 17.07 17.44 16.60 15.24 0 0,1 0,3 0,5 0,7 1,0 Dosis jus biji pinang (µg/ml) Gambar 4.1 Histogram Rata-rata Konsentrasi Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang Uji analisis varians (One Way Anova) dari data rata-rata konsentrasi sperma menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai derajat

48 kebebasan α 0,05 yaitu 0,713, selain itu nilai F hitung data rata-rata konsentrasi sperma mencit adalah sebesar 0,583 lebih kecil dari nilai F tabel yaitu 2,770 (Lampiran 7), maka Ho diterima, jadi keenam kelompok perlakuan memiliki nilai rata-rata yang sama dan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara semua kelompok perlakuan. Keenam dosis jus biji pinang tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap konsentrasi sperma. Hasil analisis varian atau sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi sperma mencit yang nyata pada keenam kelompok perlakuan, sehingga uji lanjutan Duncan tidak dilakukan. 2. Motilitas Sperma Mencit Motilitas sperma merupakan daya gerak sperma pada bagian ekor/flagellum untuk dapat bergerak, sehingga memudahkan sperma menuju kepada sel telur (ovum) ketika proses pembuahan. Motilitas sperma mencit diamati pada lima bidang pandang improved nebauer (haemocytometer). Data motilitas sperma yang didapatkan adalah persentase rata-rata konsentrasi sperma mencit yang motil/bergerak dengan kriteria A (bergerak maju) dan kriteria B (bergerak di tempat) pada masing-masing kelompok perlakuan. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan pada data rata-rata motilitas sperma kriteria A menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,200 yang lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 sehingga Ho diterima dan data berdistribusi normal (Lampiran 8). Hasil uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,429 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0,05 maka data bervarians homogen dan berasal dari populasi yang homogen

49 (Lampiran 8). Uji sidik ragam/analisis varians (One Way Anova) yang dilakukan terhadap data rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A menunjukkan nilai signifikansi 0,03 yang lebih rendah dari derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho ditolak dan H 1 diterima yang berarti data memiliki rata-rata yang berbeda, nilai F hitung yang didapatkan adalah 5,349 (Lampiran 8), nilai ini lebih besar dari F tabel 2,770 maka terdapat perbedaan yang nyata pada rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A antara keenam kelompok perlakuan, keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh terhadap motilitas sperma mencit kriteria A (motilitas bergerak maju). Uji lanjutan perbandingan berganda Duncan yang dilakukan terhadap data rata-rata motilitas sperma kriteria A menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar keenam kelompok perlakuan (Lampiran 8), hasil menunjukkan terdapat perbedaan motilitas sperma mencit kriteria A antara kelima kelompok dosis perlakuan jus biji dengan kontrol. Rata-rata kecepatan sperma motil telah diuji normalitas dan homogenitasnya (Lampiran 10), pada analisis varians (One Way Anova) nilai signifikansi 0,920 lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 dan nilai F hitung (0.276) lebih kecil dari nilai F table (2.770) (Lampiran 10), maka Ho diterima, sehingga keenam kelompok perlakuan tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap kecepatan motilitas bergerak maju sperma mencit. Data rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A dan kecepatannya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

50 Tabel 4.2 Rata-rata Motilitas Sperma Bergerak Maju (Kriteria A) Sperma Mencit dan Rata-rata Kecepatannya setelah Pemberian Jus Biji Pinang Dosis Jus Biji Pinang (µg/ml) Motilitas Sperma Mencit Kriteria A (%) Rata-rata Kecepatan Motilitas Kriteria A (µm/detik) 0,0 (kontrol) 16,04 ± 6,21 c 24,55 ± 6.53 0,1 8,13 ± 6,21 ab 21,24 ± 16,46 0,3 9,88 ± 4,72 bc 22,68 ± 2,67 0,5 5,19 ± 1,08 ab 18,40 ± 0,43 0,7 3,03 ± 3,33 ab 17,67 ± 12,84 1,0 2,24 ± 2,56 a 17,80 ± 15,25 Keterangan: Nilai mean ± SD dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan bahwa nilai mean tersebut berbeda signifikan pada selang kepercayaan 95% (Uji Duncan p > 0,05). Motilitas sperma mencit kriteria B (bergerak di tempat) telah diamati, hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data persentase rata-rata motilitas mencit kriteria B berdistribusi normal karena nilai sigifikansi 0,200 lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 sehingga Ho diterima (Lampiran 8). Uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi 0,324 yang lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho diterima dan data memiliki varians yang homogen yang berarti data berasal dari populasi yang homogen. Uji analisis varians (One Way Anova) menunjukkan nilai signifikansi 0,023 yang lebih kecil dari nilai derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho ditolak dan H 1 diterima, maka tiap kelompok perlakuan memiliki rata-rata yang berbeda, selain itu nilai F hitung 3,474 lebih besar dari F tabel 2,770, maka

51 terdapat perbedaan yang nyata pada rata-rata motilitas sperma mencit kriteria B antar kelompok perlakuan. Keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh terhadap motilitas sperma mencit kriteria B. Uji perbandingan berganda Duncan dilakukan sebagai uji lanjutan, hasilnya memperlihatkan perbedaan motilitas sperma mencit kriteria B yang nyata antara kelima dosis perlakuan dengan kontrol (Lampiran 8). Gambar 4.2 memperlihatkan grafik rata-rata motilitas sperma mencit baik kriteria A maupun kriteria B setelah pemberian jus biji pinang, dari grafik diketahui penurunan persentase motilitas mencit yang signifikan. Jumlah sperma motil dalam persen (%) 25 20 15 10 5 0 0 0,1 0,3 0,5 0,7 1,0 Dosis jus biji pinang (µg/ml) Keterangan: Motilitas Sperma Kriteria A Motilitas Sperma Kriteria B Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Motilitas Sperma Mencit Kriteria A (bergerak maju) dan Motilitas Sperma Mencit Kriteria B (Bergerak di Tempat) setelah Pemberian Jus Biji Pinang.

52 3. Abnormalitas Sperma Mencit Hasil persentase rata-rata sperma mencit abnormal menunjukkan bahwa sperma mencit mengalami abormalitas sekunder. Morfologi sperma mencit pada keenam kelompok perlakuan yang diamati tidak mengalami abnormalitas primer (Gambar 4.3). Sperma normal Kepala sperma a. Sperma normal dan hanya kepala saja b. Sperma normal, hanya kepala, dan hanya ekor saja kepala sperma Ekor sperma c. Sperma normal. d. Sperma normal, hanya ekor, dan hanya kepala saja. Gambar 4.3 Sperma Normal dan Sperma Abnormal (Sekunder) pada Mencit Pembesaran 400X (Sumber: dokumentasi pribadi) Abnormalitas sekunder sperma berupa persentase sperma mencit yang terpisah antara bagian kepala dengan ekornya. Uji normalitas Kolmogorov-

53 Smirnov memperlihatkan nilai signifikansi 0,200 yang lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho diterima, sehingga data berdistribusi normal. Uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi 0,273 yang lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho diterima, sehingga keenam kelompok perlakuan berasal dari populasi yang homogen. Analisis varian (One Way Anova) menunjukkan nilai signifikansi 0,009 yang lebih kecil dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho ditolak dan H 1 diterima, nilai F hitung 4,305 lebih besar dari nilai F tabel 2,770 sehingga keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap abnormalitas sekunder sperma mencit. Uji lanjutan Duncan menunjukkan bahwa abnormalitas sekunder pada lima kelompok perlakuan dosis jus biji pinang memiliki perbedaan yang nyata terhadap kontrol (Lampiran 9). Gambar 4.4 memperlihatkan diagram pie abnormalitas sperma mencit. 57.34% 36.63% 45.79% 15.59% 30.71% 41.32% dosis 0 dosis 0,1 dosis 0,3 dosis 0,5 dosis 0,7 dosis 1,0 Gambar 4.4 Diagram Pie Rata-rata Persentase Abnormalitas Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang

54 B. Pembahasan Hasil konsentrasi sperma mencit setelah diberi jus biji pinang diketahui tidak berbeda nyata (Tabel 4.1) antara kelompok perlakuan dengan kontrol (p < 0,05) (Lampiran 7), konsentrasi sperma mencit yang diamati termasuk dalam kategori sub fertile karena kurang dari 80 juta spermatozoa motil/volume ejakulat (Adil, 1987), atau dapat dikategorikan sebagai oligozoospermia karena jumlahnya < 40 juta/ml (Yatim, 1994). Meskipun demikian dari histogram pada Gambar 4.1 diketahui terjadi kenaikan konsentrasi sperma mencit dari dosis perlakuan 0,0 0,3 µg/ml lalu mengalami penurunan kembali pada konsentrasi 0,5 1,0 µg/ml. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh adanya pengaruh alkaloid arekolin dalam jus biji pinang muda terhadap sekresi hormon testosteron mencit. Hormon testosteron merupakan hormon yang diproduksi oleh sel-sel Leydig dan berperan penting dalam proses spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2008) menyebutkan bahwa pemberian arekolin secara in-vitro pada tikus jantan dapat meningkatkan sekresi testosteron dari sel Leydig tikus, sekresi hormon testosteron meningkat pada pemberian arekolin 10-8 10-6 M pada tikus jantan. Berdasarkan penelitian tersebut sekresi hormon testosteron oleh sel Leydig pada tikus jantan meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi arekolin yang diberikan. Hormon testosteron termasuk ke dalam hormon steroid yang disintesis dari kolesterol, proses sintesis steroid dan turunannya ini dinamakan steroidogenesis (Norris, 1980). Tahapan sintesis hormon testosteron dimulai dari pengangkutan kolesterol ke membran dalam mitokondria yang difasilitasi oleh protein StAR

55 (Stocco & Clark, 1996; Miller & Strauss, 1999). Di membran dalam mitokondria terdapat protein P450scc yang merubah kolesterol menjadi pregnenolon (Miller, 1995 & Hadley, 2000), pregnenolon ini akan melewati serangkaian tahapan enzimatis, sehingga berubah menjadi androstenedion yang merupakan prekursor dari testosteron (Norris, 1980). Androstenedion akan diubah oleh enzim 17β-HSD (17β-hydroxysteroid dehydrogenase) menjadi testosteron (Wang et al., 2008). Arekolin meningkatkan ekspresi protein StAR (Steroidogenic Acute Regulatory Protein), aktivitas enzim P450scc, dan aktivitas enzim 17β-HSD (17β-hydroxysteroid dehydrogenase) pada proses steroidogenesis (khususnya pembentukan testosteron) (Wang et al., 2008), hal inilah yang memungkinkan meningkatnya jumlah sekresi testosteron oleh sel Leydig mencit pada dosis perlakuan 0,3 µg/ml (Gambar 4.1) yang berujung pada peningkatan proses spermatogenesis, sehingga spermatozoa yang dihasilkan meningkat. Spermatogenesis tidak terlepas dari peran mekanisme hypothalamushypofisis yang mengendalikan gonadotropin berupa FSH dan LH yang sangat penting bagi spermatogenesis. LH merangsang produksi testosteron oleh sel-sel Leydig, tetapi bila kadar testosteron tubuh melampaui batas tertentu, testosteron akan melakukan feedback negative terhadap hypothalamus untuk mengurangi sekresi GnRF, maka kadar LH akan menurun, hal ini akan menurunkan kadar testosteron (Norris, 1980; Adyana, 2008). Hal tersebut yang memungkinkan terjadinya penurunan konsentrasi sperma mencit pada dosis perlakuan 0,5 1,0 µg/ml (Gambar 4.1). Pada konsentrasi 0,5 µg/ml hingga 1,0 µg/ml kemungkinan

56 testosteron telah mencapai batas tertentu untuk spermatogenesis, sehingga terjadilah feedback negative yang berujung pada dikuranginya pengeluaran testosteron dan dikuranginya spermatogenesis (Adyana, 2008), namun meskipun demikian pemberian jus biji pinang terhadap konsentrasi sperma mencit ini tidak berpengaruh signifikan. Rata-rata persentase motilitas sperma mencit kriteria A (bergerak maju) dan B (bergerak di tempat) setelah diberi perlakuan jus biji pinang muda memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antara kelompok perlakuan dengan kontrol (Tabel 4.2). Motilitas sperma mencit dengan kriteria A yaitu motilitas bergerak maju mengalami penurunan pada kelima kelompok perlakuan dosis jus biji pinang (Gambar 4.2), persentase sperma motil (bergerak maju) pada dosis 0,1 µg/ml hingga 1,0 µg/ml mengalami penurunan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Gambar 4.2). Kelompok kontrol (0 µg/ml) memiliki persentase motilitas sperma bergerak maju paling besar yaitu 16,04 % dibandingkan dengan kelima kelompok perlakuan lainnya (Tabel 4.2). Dosis 1,0 µg/ml merupakan dosis yang persentase motilitasnya paling rendah yaitu 2,24 % dengan signifikansi 0,101 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kelompok kontrol berbeda nyata dengan kelompok dosis jus biji pinang 0,1 1,0 µg/ml, dengan signifikansi 0,066 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kelompok dosis 0,1 µg/ml berbeda nyata dengan kelompok kontrol, kelompok perlakuan dosis 0,3 dan 1,0 µg/ml, sedangkan dengan kelompok perlakuan dosis 0,5 dan 0,7 tidak memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 4.2). Motilitas sperma dengan kriteria motilitas bergerak maju merupakan sperma-sperma yang bergerak

57 aktif lurus melewati kotak hitung improved nebauer (haemocytometer) berukuran 200 µm. Kecepatan motilitas diketahui tidak memiliki perbedaan yang nyata antara kontrol dengan kelompok perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 4.2. Rata-rata persentase motilitas sperma mencit kriteria B (bergerak di tempat) mengalami kenaikan pada 0,3 µg/ml (Tabel 4.1) dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini berhubungan dengan besarnya konsentrasi sperma pada kelompok perlakuan dosis 0,3 µg/ml (Tabel 4.1) yang berpengaruh terhadap persentase motilitas sperma. Persentase motilitas kriteria B kemudian mengalami penurunan kembali dari konsentrasi 0,5 hingga 1,0 µg/ml (Gambar 4.2). Persentase motilitas sperma dengan kriteria bergerak di tempat mengalami penurunan yang nyata pada konsentrasi 0,7 µg/ml dibanding kelompok kontrol, persentasenya sebesar 1,20 % dengan signifikansi 0,058 (p > 0,05) (Lampiran 8). Persentase motilitas sperma kriteria B pada konsentrasi 0,3 merupakan yang terbesar yaitu 23,57 % dengan signifikansi 0,057 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kedua data tentang motilitas sperma baik motilitas bergerak maju dan motilitas di tempat, keduanya menunjukkan adanya penurunan rata-rata persentase sperma mencit setelah diberikan jus biji pinang muda seperti yang terlihat pada grafik rata-rata persentase motilitas sperma mencit setelah diberi perlakuan jus biji pinang (Gambar 4.2). Penurunan motilitas sperma dapat terjadi akibat adanya pengaruh arekolin terhadap ekspresi cyclooxygenase-2 pada sel sperma. Alkaloid terbesar dalam biji A. catechu L. adalah arekolin. Arekolin dapat menginduksi ekspresi cyclooxygenase-2 sel sperma, pada dosis bebas menghasilkan respon inflamasi

58 (peradangan). Situasi ini bertanggung jawab terhadap gerakan flagel spermatozoa dan menyebabkan reduksi motilitas sperma, fakta tentang adanya pengaruh arekolin terhadap motilitas sperma merupakan yang pertama kali dilaporkan (Er et al., 2006). Berdasarkan hasil pengamatan motilitas sperma maka terdapat pemberian jus biji pinang muda memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan motilitas sperma mencit. Hasil pengamatan terhadap abnormalitas sperma mencit setelah diberi perlakuan jus biji pinang muda memperlihatkan bahwa perlakuan jus biji pinang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap abnormalitas sekunder sperma mencit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (Tabel 4.1), terjadi kenaikan abnormalitas sekunder terhadap sperma Mus musuculus L. setelah pemberian jus biji pinang (Gambar 4.4). Secara berturut-turut persentase abnormalitas sekunder yang berupa terpisahnya kepala dan ekor sperma dari konsentrasi 0,1 µg/ml hingga 1 µg/ml mengalami kenaikan dibandingkan dengan kontrol (Gambar 4.4). Walaupun pada konsentrasi 0,7 µg/ml terjadi penurunan persentase abnormalitas namun nilainya tetap lebih besar dari kelompok kontrol (Gambar 4.4). Kelompok kontrol memiliki rata-rata persentase abnormalitas sebesar 15,59 %, sedangkan kelompok perlakuan dosis 0,7 µg/ml memiliki persentase 36,63 % serta terlihat perbedaan yang nyata (Tabel 4.1 dan lampiran 9). Rata-rata persentase abnormalitas sperma terbesar terdapat pada kelompok perlakuan dosis jus biji pinang 1,0 µg/ml, yaitu 57,34 % (Tabel 4.1).

59 Penelitian yang dilakukan Sinha & Rao (1985 dalam Er et al., 2006) menyebutkan bahwa arekolin memiliki kemampuan untuk mengubah morfofungsi gonad pada mencit jantan yang meliputi abnormalitas primer pada bentuk sperma serta ketidakteraturan sintesis DNA pada sel germinal dan sel-sel lainnya pada tubuh manusia. Meskipun abnormalitas yang diamati adalah abnormalitas sekunder yang terdiri dari kepala seperma yang terpisah dari badannya dan ekor yang patah, namun hasil yang didapatkan sangat berbeda nyata, sehingga diperkirakan jus biji pinang turut berperan menyebabkan terjadinya kerapuhan sperma mencit, sehingga mudah sekali rusak ketika dilakukan proses pengamatan. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa konsentrasi sperma mengalami peningkatan yang tidak signifikan pada kelima dosis perlakuan jus biji pinang dibandingkan dengan kontrol. Motilitas masing-masing data menunjukkan penurunan rata-rata persentase yang signifikan pada motilitas bergerak maju maupun bergerak di tempat, untuk kelima dosis perlakuan jus biji pinang terhadap kontrol. Data rata-rata persentase abnormalitas sperma menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelima dosis perlakuan jus biji pinang terhadap kontrol. Walaupun ada peningkatan konsentrasi sperma pada dosis jus biji pinang 0,3 µg/ml sebesar 24,07 (x 10 5 sperma/ml suspensi semen) (Tabel 4.1) namun menjadi tidak berarti jika tidak didukung dengan keadaan motilitas sperma yang baik terlebih abnormalitas sperma sekunder yang tinggi. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan bahwa pemberian jus biji pinang dapat menurunkan kualitas sperma. Data tersebut memperlihatkan bahwa pemberian jus biji pinang muda tidak signifikan dalam meningkatkan konsentrasi sperma serta menurunkan

60 motilitas sperma dan meningkatkan abnormalitas sperma sekunder secara signifikan pada konsentrasi 0,7 µg/ml dan 1,0 µg/ml.