BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini membahas tentang implementasi kebijakan sertifikasi keamanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB II LANDASAN TEORI

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

Motto: SAFE FOOD FOR ALL

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

Undang-undang Pangan No. 7/1996

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DESA PANGAN AMAN

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengawasan agar produk pangan yang dihasilkan sesuai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Makanan Kemasan. Industri Rumah Tangga Tanpa Izin di Boyolalin

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR... TAHUN... TENTANG JEJARING KEAMANAN PANGAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011).

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS

NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Regulasi sanitasi Industri Pangan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN I.1.

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DALAM PEREDARAN JAJANAN ANAK (HOME INDUSTRY) YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DINAS KESEHATAN

PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber daya manusia yang memperhatikan beberapa faktor seperti faktor

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI BALI GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. Warna Makanan, peraturan tentang Penggunaan Pemanis Buatan. 2. memanfaatkan zat aditif sintesis yang dibuat dari zat-zat kimia.

Regulasi Pangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikomsumsi karena

PERTANGGUNGJAWABAN PRODUSEN INDUSTRI RUMAH TANGGA TANPA IZIN DINAS KESEHATAN (STUDI KASUS DI BPOM MEDAN)

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulisan ini membahas tentang implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering). Hal ini dilatarbelakangi oleh argumentasi bahwa mayoritas produk olahan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah produk dari Industri Rumah Tangga (IRT) yang notabene-nya memiliki keterbatasan sumber daya untuk menjamin keamanan pangan hasil produksinya sebagaimana diatur dalam kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah tentang kemanan pangan agar hak-hak konsumen tetap terjamin seperti yang diatur dalam Pasal 4 Huruf (a) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen di antaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Adapun, makna Pangan itu sendiri secara yuridis telah didefinisikan pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pangan: Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan, maksud Keamanan Pangan sebagaiamana disebutkan pada pasal 1 ayat 5 dalam Undang-Undang Pangan tersebut: kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan 1

membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Untuk menjamin keberadaan keamanan pangan yang sesuai dengan penjelasan di atas, khususnya pangan yang diproduksi oleh Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering), maka pemerintah memiliki kebijakan yang bertujuan untuk menjamin keamanan pangan yang diproduksi oleh mereka melalui kebijakan sertifikasi keamanan pangan agar pangan yang diproduksi dapat memenuhi standar keamanan pangan. Produksi pangan tanpa memperhatikan aspek kemanan pangan akan menimbulkan resiko kesehatan bagi konsumen akibat adanya cemaran biologis, kimia atau benda lain. Sebagai contoh adalah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang terjadi di Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember tahun 2015. Dalam kasus tersebut terdapat 28 mahasiswa yang terserang virus Hepatitis A dalam waktu yang bersamaan akibat pangan (air minum) yang dikonsumsi terkena cemaran biologis (Susanto, 2015). Selain itu, pangan yang diolah dengan dicampuri bahan-bahan tambahan yang tidak sesuai peruntukannya juga tidak akan menghasilkan olahan pangan yang aman, seperti dicampuri methanil yellow (pewarna sistetis untuk tekstil) sebagaiamana puding yang dijual di suatu kantin Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta (Romadoni, 2015). Menyikapi contoh masih adanya pangan yang tidak aman seperti yang disebutkan di atas, penelitian ini ditujukan untuk melakukan pengkajian lebih dalam tentang kebijakan sertifikasi keamanan pangan dari aspek implementasinya karena sudah perangkat terdapat kebijakan, namun hingga kini masih beredar 2

pangan yang tidak aman khususnya yang diproduksi oleh Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering). Adapun instrumen-instrumen kebijakan yang berhubungan dengan sertifikasi keamanan pangan produk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) yang berlaku di Indonesia saat ini, di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pangan), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 1096/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT), dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT). Masih beredarnya pangan yang tidak aman merupakan suatu permasalahan publik sehingga perlu dibuat suatu kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, keberadaan pangan yang aman tidak akan dapat diwujudkan apabila kebijakan yang dibuat tidak diimplementasikan karena secara teoritis kebijakan publik memiliki tiga tahapan, yaitu tahap formulasi, implementasi, dan evaluasi. Kebijakan publik itu sendiri menurut Thomas R. Dye (dalam Soenarko, 2000:41) adalah apa saja yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dilakukan atau 3

tidak dilakukan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Riant Nugroho (dalam Yuwono, 2008:4) yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah sebagai tokoh sentral kebijakan publik. Tujuan kebijakan publik adalah untuk menyelesaikan permasalahan publik seperti masalah keamanan pangan. Sedangkan, agar kebijakan publik menjadi nyata, diperlukan adanya proses penting dalam kebijakan publik, yaitu proses implementasi kebijakan publik, yang menurut Wahab (2005:59) merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Bahkan Udoji (dalam Wahab, 2005:59) mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan menjadi sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Untuk itu, penelitian ini difokuskan pada proses implementasi kebijakan publik yaitu kebijakan tentang sertifikasi keamanan pangan. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Jepara. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara, Industri Kecil Menengah (IKM) yang beroperasi pada bidang makanan merupakan sektor unggulan penggerak perekonomian masyarakat karena merupakan nomor 2 terbanyak setelah Industri Kecil Menengah (IKM) di bidang Furniture kayu. Berdasar data tersebut juga, 4

diketahui bahwa IKM di sektor makanan menjadi urutan ke-2 dalam hal penyerapan tenaga kerja seperti yang tersaji pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Banyaknya Unit Usaha (unit) dan Tenaga Kerja (orang) Dirinci Menurut Jenis Industri Kecil Menengah (IKM) Tahun 2013 Jenis Industri Kecil Menengah (IKM) Unit Usaha Tenaga Kerja Furniture Kayu 5.312 70.412 Kerajinan Rotan 615 3.391 Tenun Ikat 517 7.918 Monel 582 1.220 Gerabah 57 221 Genteng 812 4.393 Rokok Kretek 13 389 Kerajinan Kayu 871 5.714 Makanan 2.405 11.362 Konveksi 1.587 8.976 Bordir 311 1.968 Mainan Anak 181 1.279 Sumber: BPS Jepara (2013) Dari 2.405 IKM yang bergerak di bidang makanan pada tahun 2013, tidak seluruhnya memiliki sertifikat atau dokumen dari BPOM maupun Dinas Kesehatan yang menyatakan bahwa produk yang dihasilkan sudah memenuhi unsur-unsur ketentuan pangan yang aman, karena hingga bulan desember 2015, hanya terdapat 398 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) yang memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) dan 216 jasa boga (Catering) yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasa Boga (SLHS Jasa Boga), (DKK Jepara. 2015). Berdasar data di atas, diketahui bahwa IKM yang memproduksi pangan banyak yang tidak memiliki sertifikat penunjang atau penjamin kemanan pangan yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara sehingga keamanan pangan akan sulit terjamin. 5

Untuk menjamin keamanan pangan produk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) yang ada di Kabupaten Jepara, kebijakan tentang sertifikasi keamanan pangan yang sudah ada tentu harus diimplementasikan. Implementor yang berkepentingan di antaranya adalah Pemerintah Kabupaten Jepara, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara 1, dan tentu juga para pelaku usaha Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) 2. Meski instrumen kebijakan keamanan pangan sudah diterbitkan, masih terdapat pangan olahan tidak aman yang beredar luas, hal ini diungkapkan oleh staf Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, yang menyatakan bahwa saat melakukan inspeksi kepada penjual Pangan dan Jajan Anak Sekolah (PJAS) di kantin sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP), diperoleh pangan yang mengandung Rodhamine B (Pewarna Tekstil), dan saat melakukan pembinaan di pasar, menjumpai ikan teri yang mengandung formalin (wawancara pada tanggal 12 desember 2015 di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang fakta-fakta implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada 1 2 Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 20014 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, peran Bupati/Walikota, dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Kabupaten yaitu melakukan pembinaan kepada pelaku Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 4 yang menyatakan Pembinaan terhadap produsen pangan siap saji dan Industri Rumah Tangga Pangan dilaksanakan oleh Bupati/Walikota. Pelaku Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) diwajibkan menjalankan standar yang diatur oleh BPOM, yaitu standar tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012, begitu pula bagi pelaku usaha jasa boga (Catering) wajib menjalankan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 1096/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. 6

Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) di Kabupaten Jepara dalam penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Sertifikasi Keamanan Pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan Jasa Boga (Catering), (Studi di Kabupaten Jepara). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) di Kabupaten Jepara berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 1096/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT) 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) di Kabupaten Jepara. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah berusaha untuk menjawab perumusan masalah yang telah dikemukakan. Sesuai dengan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) 7

dan jasa boga (Catering) di Kabupaten Jepara berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 1096/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT) 2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) di Kabupaten Jepara. D. Kontribusi Penelitian Adapun manfaat yang dapat diberikan maupun diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Akademis a. Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai kebijakan sertifikasi keamanan pangan b. Sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian serupa, baik yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan kajian bagi seluruh stakeholder yang terkait dengan implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan. 8

E. Sistematika Penulisan Dalam tulisan ini, penulis membaginya ke dalam 5 (lima) bab, yaitu: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan: 1) latar belakang permasalahan, yaitu tentang masih adanya produk pangan yang tidak aman disertai masih banyaknnya Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) yang tidak memiliki sertifikat penjamin keamanan pangan, 2) pokok permasalahan yang menjadi pertanyaan penelitian, yaitu mengenai bagaimana kebijakan sertifikasi keamanan pangan diimplementasikan dan faktor apa saja yang mendukung serta menghambat implementasinya, 3) tujuan dan manfaat penelitian yang ditinjau dari sudut pandang praktis maupun sudut pandang akademis, dan 4) sistematika penulisan laporan penelitian yang membahas mengenai bagaiamana susunan penulisan dalam penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang menyajikan konsep-konsep dasar yang berkaitan dengan permasalahan pada penelitian sebagai landasan atau arahan yang digunakan dalam penelitian: 1) kebijakan publik, dengan menggunakan teori serta pendapat dari Bidyut Chakrabarty (2012), Solichin Abdul Wahab (2005) dan beberapa ilmuwan lainnya, 2) implementasi kebijakan publik, dengan mendasarkan pada teori dan pendapat AnnO M Bowman (2005), Wayne Parson (2006), M Irfan Islami (2001), Leo Agustino (2006) dan juga teori yang dikemukakan 9

oleh para ilmuwan lainnya, dan 3) kebijakan sertifikasi keamanan pangan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 1096/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT) BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini dibahas mengenai metode penelitian yang meliputi metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan (analisis) data, situs penelitian dan proses penelitian. BAB IV PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai; 1. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga (Catering) di Kabupaten Jepara dari sudut pandang pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan yang didalamnya dibahas tentang proses kegiatan sertifikasi keamanan pangan dengan melihat aspek penyuluhan, pemeriksaan, penerbitan sertifikat, dan monitoring dalam rangka mengimplementasikan kebijakan sertifikasi keamanan pangan, dan juga dari sudut pandang pelaku usaha IRTP serta jasa boga, yang didalamnya dibahas mengenai aspek-aspek pemenuhan standar sertifikasi keamanan pangan yang sudah diatur dalam kebijakan 10

sertifikasi keamanan pangan, baik yang bersifat administratif maupun teknis. 2. Faktor-faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada IRTP dan jasa boga di Kabupaten Jepara. Faktor-faktor yang dijadikan indikator pada pembahasan ini: a) faktor kebijakan, b) dinamika organisasi, c) sumber daya, dan d) partisipasi. Bab ini juga disertai dengan analisis yang mendalam berdasarkan teori-teori yang berkaitan, serta diperkuat dengan informasi yang didapat melalui wawancara dan observasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, pelaku usaha IRTP dan jasa boga serta institusi lain yang terlibat. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan terhadap pembahasan permasalahan disertai rekomendasi-rekomendasi yang mungkin dijalankan untuk perbaikan di masa yang akan datang. 11