1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al. (2005), selain community-acquired pneumonia (CAP) yang disebabkan oleh patogen umum seperti Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Haemophillus influenza, dan lain lain, terdapat kategori Health-care associated pneumonia (HCAP) dan Hospital-acquired pneumonia (HAP). Health-care associated pneumonia (HCAP) adalah infeksi yang dimana pada pasien ditemukan kultur positif bakteri pernafasan selama 2 hari setelah perawatan di pelayanan kesehatan, hemodialisis jangka panjang, atau perawatan di rumah sakit 30 hari sebelumnya tanpa penggunaan ventilator. Sedangkan Hospital-acquired pneumonia (HAP) dapat dibagi lagi menjadi dua subtipe, yaitu Ventilator-associated pneumonia (VAP) dan Non-ventilator associated pneumonia (NVHAP). VAP adalah kasus infeksi pneumonia yang berhubungan langsung dengan intubasi endotrakeal yang dihubungkan dengan ventilator mekanik untuk membantu proses pernapasan pasien, dan ditemukan positif bakteri
2 lebih dari 48-72 jam setelah pemasangan ventilator (ATS, 2005). Kasus NVHAP terjadi pada instalasi rawat inap dan terjadi pada pasien yang tidak menggunakan ventilator, ataupun ditemukan positif bakteri pada pasien dengan ventilator selama kurang dari 48 jam setelah pemasangan (Connelly, 2009). Patogen yang menyebabkan HAP berbeda dengan patogen yang menyebabkan infeksi CAP. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan antibotik berlebih dan tidak rasional, serta penggunaan terapi immunomodulator yang mulai berkembang (Lynch, 2001). ATS (2005) menyebutkan bahwa onset infeksi HAP adalah variabel epidemiologis penting dan merupakan faktor risiko untuk patogen spesifik, serta berpengaruh pada prognosis pasien. Early-onset HAP merupakan infeksi yang terjadi pada 4 hari pertama perawatan, biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dan kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik. Late-onset HAP adalah infeksi yang terjadi pada hari ke-5 perawatan dan seterusnya, kebanyakan disebabkan oleh bakteri multi-drug resistant (MDR) yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien.
3 HAP merupakan infeksi nosokomial dengan jumlah tertinggi kedua di Amerika Serikat, dan berhubungan langsung dengan peningkatan angka mortalitas, morbiditas, serta kenaikan biaya perawatan. Insidensi cukup tinggi, antara lain antara 5 sampai dengan 15 kasus per 1.000 pasien, ditambah jumlah yang meningkat 6-20 kali pada pasien yang dirawat di layanan Intensive Care Unit (ICU) dan menggunakan ventilator. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa HAP menyebabkan lama perawatan pasien di rumah sakit bertambah rata-rata 7-9 hari (ATS, 2005) Namun, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) menyebutkan, angka kejadian infeksi HAP yang sebenarnya terjadi di Indonesia tidak diketahui, karena balum ada studi komprehensif secara nasional, dan hanya terdapat studi-studi yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit pemerintah dan swasta. Tingkat mortalitas infeksi HAP adalah sekitar 30-70%, namun pada pasien kritis, kebanyakan kematian disebabkan oleh penyakit dasar kronis daripada infeksi tersebut. Penyakit dasar tersebut merupakan faktor komorbiditas HAP, seperti chronic heart disease, cerebrovascular disease, neoplastic disease, serta keadaan umum yang lemah (Miyashita, 2012). Menurut Fortaleza et.al. (2009) terdapat beberapa faktor
4 komorbiditas terjadinya HAP yang bermakna, antara lain adalah penyakit pada sistem saraf pusat dan ginjal. Sedangkan menurut Kollef et.al. (2005), penyakit kardiovaskular dan immunocompromized juga menjadi faktor komorbiditas yang signifikan. Infeksi nosokomial, dalam hal ini HAP, berpengaruh pada length of stay atau masa rawat inap pasien dan pada akhirnya berhubungan dengan biaya perawatan pasien. Penelitian Glance et.al. (2011) menyebutkan bahwa infeksi nosokomial, termasuk HAP, berpengaruh secara signifikan dengan masa rawat inap dan biaya yang dikeluarkan pasien untuk perawatan. Selain itu, tingginya prevalensi HAP dan dampak signifikan pada masa rawat inap dan terapi menjadikan HAP salah satu kunci dalam penentuan total biaya perawatan (Baker et.al, 2000). B. Perumusan Masalah Dari uraian mengenai latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana hubungan faktor prediktor mortalitas dan masa rawat inap pada pasien Hospital- Acquired Pneumonia (HAP) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?
5 C. Tujuan Penelitian I. Tujuan umum adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor prediktor mortalitas dengan masa rawat inap pada pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2012. II. Tujuan khusus adalah sebagai berikut: a. Mengevaluasi prevalensi HAP di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2012. b. Mengevaluasi masa rawat inap pada pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2012. c. Menilai hubungan antara faktor prediktor mortalitas dengan masa rawat inap pada pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2012. D. Manfaat Penelitian I. Bagi pasien, dapat meningkatkan awareness terhadap faktor risiko HAP dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, seperti masa perawatan di rumah sakit serta hubungannya dengan biaya perawatan. II. Bagi rumah sakit, dapat menjadi bahan evaluasi mengenai masa rawat inap kasus HAP yang dalam hal ini akan berpengaruh pada tingkat perputaran tempat tidur (bed turn over) rumah sakit dan kapasitas perawatan.
6 III. Bagi peneliti, dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai hubungan faktor prediktor mortalitas dan masa rawat inap pada pasien HAP, dan juga dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut.
7 No. Penulis, Tahun 1. Graves et.al.,2007 Desain, Besar Sampel prospective cohort, 4.488 pasien 37 HAP 27 pasien termasuk inklusi masa rawat inap <40 hari E. Keaslian Penelitian Variabel Bebas Any adverse event during hospital stay Cara Pengukuran Variabel Tergantung Masa rawat inap Cara Pengukuran Hasil 2,90 hari (2,43-3,48 hari ) Deep vein thrombosis 2,81 hari (1,78-4,42 hari ) Gastrointestinal bleeding 1,36 hari (1,09-1,70 hari) NSAID therapy 1,98 hari (1,72-2,29 hari) Anti-coagulant therapy 2,45 hari (2,08-2,89 hari) History of stroke 2,24 hari (1,82-2,75 hari) Malignancy 2,03 hari (1,72-2,39 hari) Coronary artery disease Obesity Diabetes Dyspnea during hospital stay Admitted with fracture/dislocation 1,49 hari (1,27-1,75 hari) 1,74 hari(1,50-2,02 hari) 1,98 hari(1,68-2,34 hari) 2,06 hari (1,78-2,38 hari) 2,66 hari (2,10-3,38 hari)
8 2. Berba, et.al. prospective cohort, 635 pasien 179 HAP 456 non-hap 3. Rosenthal, et.al. prospective cohort, 614 pasien 307 HAP 307 non-hap Anemic during hospital stay 2,63 hari (2,25-3,06) Emergency admission 2,23 hari (1,90-2,61 hari) Interhospital transfer Admitted to geriatric unit Diagnosis HAP Diagnosis HAP Masa rawat inap Masa rawat inap 2,57 hari (2,13-3,10 hari) 0,97 hari (0,78-1,22 hari) Pasien dengan HAP mean masa rawat inap 29,7 hari Pasien tanpa HAP mean masa rawat inap 15,1 hari p value <0,001 Pasien dengan HAP mean masa rawat inap 19,68 hari Pasien tanpa HAP mean masa rawat inap 10,73 hari p value <0.000