1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam memasuki era informasi dan globalisasi, khususnya dalam pembangunan ekonomi, globalisasi ini berdampak kepada pembentukan aliansi ekonomi atau lebih dikenal dengan istilah regionalisasi yang pada pokoknya mengarah pada perdagangan bebas. Sedangkan teknologi informasi telah mendorong terjadinya persaingan yang semakin ketat bagi setiap entitas organisasi, baik organisasi privat maupun organisasi publik. Transparansi sektor publik merupakan suatu fenomena bagi setiap entitas organisasi dalam mempertanggungjawabkan setiap pekerjaan yang dilakukan, baik pada lingkup organisasi privat maupun organisasi publik. Pemerintah seyogyanya memberlakukan berbagai ketentuan yang mendorong keterbukaan informasi secara penuh dan kerangka kerja manajemen yang berorientasi pada implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) yang berbasis pada aspek akuntabilitas, value for money, kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity), transparansi, dan pengendalian. Pemerintah daerah adalah suatu entitas pelaporan keuangan publik yang harus mempertanggunjawabkan tata kelola keuangan daerah kepada para stakeholder sebagaimana telah diatur dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara dan undang-undang nomor 1 tahun 2004
2 tentang perbendaharaan negara. Tercapainya tujuan negara salah satunya adalah ditunjang oleh sistem pengelolaan dan sistem akuntansi pemerintahan yang akuntabel, cermat dan terbuka. Pengelolaan keuangan negara merupakan cerminan dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Laporan keuangan pemerintah daerah adalah suatu bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada para stakeholder yang di dalamnya mencakup berbagai macam pekerjaan yang membutuhkan keuangan, termasuk komponen aset yang tercermin dalam neraca daerah di mana setiap tahun dibuatkan laporannya setelah pelaksanaan anggaran. Hal ini menjadi fenomena baru bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan agar menjadi lebih baik. Dalam konteks pelaporan keuangan pemerintah daerah, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) merupakan opini atau pendapat yang diharapkan oleh setiap instansi. Sampai saat ini banyak pemerintah daerah yang belum
3 mampu melakukan pelaporan keuangan sesuai dengan peraturan undangundang yang ada. Hal ini tercermin melalui jumlah pemerintah daerah yang mendapatkan opini atau pendapat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan predikat wajar tanpa pengecualian masih sangat minim. Hingga tahun 2010 bahwa persentase laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan wajar dengan pengecualian (WDP) selama periode 2006-20010 semakin meningkat. Ikhtisar hasil pemeriksaan BPK per september 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Ikhtisar hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan untuk Indonesia Periode tahun 2006 sampai tahun 2010 Tahun Opini WTP % WDP % TW % TMP % Jumlah 2006 7 9% 36 46% 0 0% 36 46% 79 2007 14 18% 32 40% 1 1% 33 41% 80 2008 34 41% 31 37% 0 0% 18 22% 83 2009 44 56% 26 33% 0 0% 8 10% 78 2010 52 63% 29 35% 0 0% 2 2% 83 Sumber : Ikhtisar hasil pemeriksaan BPK, 2011 Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat dijelaskan bahwa; BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 52 KL, opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 29 KL, dan tidak memberikan pendapat (TMP) 2 KL. Secara persentase menunjukkan adanya kenaikan proporsi opini WTP dan WDP serta penurunan opini TMP dibandingkan opini tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan proporsi opini WTP dan WDP, serta penurunan TMP menggambarkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah KL yang menyajikan laporan keuangannya yang material dan informasi keuangan dalam laporan keuangan tersebut dapat diandalkan oleh pengguna laporan keuangan. Kondisi
4 ini juga menggambarkan usaha KL menuju arah perbaikan dalam menyusun laporan keuangannya. (Ikhtisar hasil pemeriksaan BPK, 2011) Adapun Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) bertujuan memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan berdasarkan pada, (a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan dan atau prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan; b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure). Berikut hasil atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) periode 2005 sampai tahun 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 1.2 Perkembangan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) periode 2005 sampai tahun 2010 Tahun Opini WTP % WDP % TW % TMP % Jumlah 2005 18 5% 307 85% 13 3% 24 7% 362 2006 3 1% 327 70% 28 6% 105 23% 463 2007 4 1% 283 60% 59 13% 123 26% 469 2008 13 3% 323 67% 31 6% 118 24% 485 2009 15 3% 330 65% 48 10% 111 22% 504 2010 31 9% 271 76% 12 3% 43 12% 358 Sumber : Ikhtisar hasil pemeriksaan BPK, 2011 Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat dijelaskan bahwa; opini LKPD Tahun 2005 telah diberikan kepada 362 LKPD, Tahun 2006 kepada 463 LKPD, Tahun 2007 kepada 469 LKPD, Tahun 2008 kepada 485 LKPD, dan Tahun 2009 kepada 504 LKPD. Adapun Tahun 2010 belum seluruh pemerintah daerah dapat diberikan opini atas LKPDnya. Dalam Semester I Tahun 2011, opini baru diberikan kepada 358 LKPD Tahun 2010.
5 Opini LKPD Tahun 2010 yang dalam persentase, menunjukkan kenaikan proporsi opini WTP dan WDP dibandingkan opini LKPD tahuntahun sebelumnya, kecuali untuk LKPD Tahun 2005. Kenaikan proporsi opini WTP dan WDP yang diikuti penurunan opini TW dan TMP menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintahan daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan secara wajar. Penyajian suatu laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari pertanggungjawaban keuangan yang lebih baik. (Sumber : Ikhtisar hasil pemeriksaan BPK, 2011) Permasalahan tersebut di atas bisa dikarenakan para pejabat yang berwenang belum menyusun dan menetapkan kebijakan yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur. Selain itu, para pejabat/pelaksana yang bertanggung jawab kurang cermat dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pengendalian dalam tugas serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait belum berjalan optimal. Sesuai amanat Undang-Undang RI Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Berdasarkan data-data tersebut ada kecenderungan optimisme pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah semakin tidak baik. Sehingga muncul asumsi-asumsi dari masyarakat, apakah penurunan tersebut
6 akibat terjadinya penyimpangan-penyimpangan di daerah, karena ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan, atau adanya peraturan-peraturan tentang tata cara pengelolaan keuangan yang belum dapat memberikan pemahaman yang sama dengan pembuat aturan tersebut. Fenomena-fenomena tersebut juga terjadi pada laporan keuangan pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan dari hasil pra penelitiaan yang penulis lakukan di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat didapatkan bahwa kualitas pelaporan keuangan belum baik. Dalam pelaporan keuangan dinas memiliki banyak hal yang perlu diungkapkan baik dalam catatan atas laporan keuangan, realisasi anggaran, maupun neraca. Adapun permasalahan lainnya adalah; laporan keuangan dinas belum pernah mendapatkan peringkat 10 besar berdasarkan dari penilaian Kantor Pelayanan Kas Negara (KPKN), ketepatan waktu pelaporan yakni 7 hari kerja pada bulan yang bersangkutan, serta banyaknya penyerapan realisasi keuangan atau terbitnya surat perintah pembayaran dana (SP2D). Permasalahan kualitas laporan keuangan seperti tersebut di atas salah satunya disebabkan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) yang belum berjalan dengan baik. Hal ini sesuai sebagaimana dijelaskan dalam peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah bahwa setiap instansi harus menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sistem
7 Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Dalam pengelolaan keuangan daerah saat ini menggunakan atau mengacu pada Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Indikator permasalahan yang terjadi terkait dengan SIPKD adalah; perangkat keras (hardware) yang belum optimal, perangkat lunak (software) yang belum familiar, pengguna (brainware) yang belum kompeten, data belum valid dan komplit, serta prosedur yang masih rumit, serta kompetensi pengguna yang belum memadai. Penelitian ini untuk menyempurnakan dan meperkuat penelitian dari Nurfalah dengan hasil penelitian bahwa Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) sangat berperan terhadap User Usability di Dinas Pemerintah Wilayah Bandung Tengah Provinsi Jawa Barat, dengan indikator SIPKD; perangkat keras, perangkat lunak, pengguna, data, dan prosedur. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut dan menuangkan dalam sebuah penelitian yang berjudul Pengaruh Kualitas Pengelola Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) Terhadap Kualitas Pelaporan Keuangan (Studi Empiris Pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat).
8 1.2 Batasan Masalah Penelitian Pada penelitian ini dibatasi pada kajian sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD), pelaporan keuangan, serta pengaruh kualitas pengelola sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) terhadap kualitas pelaporan keuangan. 1.3 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kualitas pengelola sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2. Bagaimana kualitas laporan keuangan pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 3. Bagaimana pengaruh kualitas pengelola sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Kualitas pengelola sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2. Kualitas laporan keuangan pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat,
9 3. Pengaruh kualitas pengelola sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) terhadap kualitas pelaporan keuangan pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait, diantaranya sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan keilmuan dalam bidang Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dan pelaporan keuangan daerah yang meliputi; catatan atas laporan keuangan, laporan aliran kas, realisasi anggaran, dan neraca. 2. Manfaat Praktis - Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terkait dengan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) dan kualitas pelaporan keuangan. - Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pemerintah daerah agar menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakkan strategis.