BAB I PENDAHULUAN. tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), hal ini terbukti didalam

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukannya pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat. dirumuskan kesimpulan berupa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

PEMBEKALAN HUKUM CALON PESERTA PEMILUKADA. Dr. Humphrey R Djemat, S.H., L.LM., FCB. Arb

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB III. A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

2015, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan atau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

I. UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-04.AH TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), hal ini terbukti didalam pratek ketatanegaraaan maupun dalam peradilan di Indonesia, salah satu hal yang penting bahwa kepentingan warga Negara baik secara individu maupun kelompok tetap dilindungi dengan hukum yang berlaku terutama bagi mereka yang mencari keadilan. Perjalanan demokrasi di Indonesia sudah cukup panjang dan dalam perkembangannya telah melewati demokrasi konstitusional, demokrasi liberal, demokrasi terpimpin dan demokrasi pancasila, namun belum pernah menemukan bentuk serta sistemnya yang sejati. 1 begitu juga dengan perkembangan politik di Indonesia yang pasang surut perkembangan kontribusinya dalam demokrasi hal ini ditandai dengan ada banyak partai politik yang ada di Indonesia akibat dari system banyak partai (multy party system) yang dianut. Keberadaan partai politik dalam kehidupan ketatanegaraan pertama kali dijumpai di Eropa Barat, yakni sejak adanya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang patut diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses politik, dengan adanya gagasan untuk melibatkan rakyat dalam proses politik (kehidupan dan aktivitas ketatanegaraan), maka secara spontan partai politik itu 1 Soehino.H, 2011, Hukum Tata Negara, BPFE, Yogyakarta, hlm 08 1

2 berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di pihak lain. 2 Perkembangan partai politik ini jika dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia banyak sekali partai politik yang tidak akan terlepas dari berbagai konflik hingga sampai saat ini. salah satu gejala yang terjadi dapat terlihat tatkala suatu organisasi atau partai politik mengalami kesulitan dalam melakukan suksesi atau pergantian kepengurusan atau kepemimpinan. Konflik yang dimaksud adalah konflik yang lebih banyak terjadi dalam pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) atau sebutan lain dalam hal perubahan AD/ART partai dan juga pemilihan kepengurusan baru. Konflik ini terjadi akibat ketidaksepahaman para anggota internal partai dalam mengadakan munas sehingga terjadi dualisme kepengurusan yang saling menguasai partai. Sesuai dengan Pasal 23 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik yaitu : 1) Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD/ART. 2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan partai politik tingkat pusat didaftarkan ke kementerian paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya kepengurusan yang baru. 3) Susunan kepengurusan baru partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan menteri paling lama 7 hari terhitung sejak diterimannya persyaratan. 2 B.Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm 259.

3 Sebagian besar penetapan kepengurusan dari Menteri dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terjadi dilema ketika dalam partai politik terjadi dualisme kepengurusan yang saling mengakui bahwa pembentukan kepengurusan tersebut sah, namun semua keputusan ada pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menetukan kepengurusan yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketika dualisme atau konflik kepengurusan ini terjadi diharapkan untuk terlebih dahulu diselesaikan dalam internal partai sebelum masing-masing pihak menggugat ke pengadilan. Hal ini bertujuan agar segala konflik internal partai diselesaikan terlebih dahulu baru masuk ke pengadilan. Sebagaimana dalam Pasal 32 UU No. 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah mengatur jika terjadinya perselisihan kepengurusan Partai Politik yaitu : 1) Perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur di dalam AD/ART. 2) Penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik. 3) Susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada kementerian. 4) Penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari.

4 5) Putusan mahkamah partai politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan. Dengan adanya penyelesaian secara internal melalui Mahkamah Partai dan sudah ada putusan, maka Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sudah bisa mengeluarkan surat keputusan untuk menetapkan kepengurusan partai politik yang telah diputuskah sah menjadi pengurus, namun jika tidak ada putusan atau belum tercapai penyelesaian, maka konflik internal tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri seperti yang ditentukan dalam Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Perkembangannya masalah partai politik seringkali ketika Mahkamah Partai mengambil keputusan terhadap perselisihan partai terjadi multitafsir atas putusan yang dibuatnya yang berakibat Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang telah menetapkan kepengurusan partai politik dinilai telah salah mengutip atau telah mengambil keputusan yang salah. Akhir dari semua ini bukan tidak mungkin terjadi masalah baru bahwa Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kasus tersebut di atas juga telah terjadi di Indonesia yaitu salah satunya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golongan Karya (Golkar) yang mengalami masalah dualisme kepengurusan partai dan telah diselesaikan melalui Mahkamah Partai Politik dan telah dikeluarkanya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M.HH-01.AH.II.01 Tahun

5 2015 Tanggal 23 Maret tentang Pengesahan Perubahan AD/ART serta Komposisi dan Personalia DPP Partai Golkar. Dengan dikeluarkanya surat keputusan tersebut sesuai dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kewenangan hakim Peradilan Tata Usaha Negara yang sangat sentral dalam memutus perkara gugatan terhadap surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melihat apakah surat keputusan tersebut oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas dasar keputusan mahkamah partai telah menjadi obyek gugatan atau tidak, sebab hakim tidak menilai putusan dari mahkamah partainya tetapi hanya Surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia itulah yang dinilai, sehingga hakim benar-benar memutuskan dan menilai perkara tersebut sesuai aturan yang berlaku. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji secara konkrit dan komprehensif tentang putusan hakim dalam menilai surat keputusan atas dasar putusan mahkamah partai politik dengan judul Konsekuensi Yuridis atas Putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap SK Menkumham tentang Penetapan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai (Studi SK Menkumham No. M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2015 Tanggal 23 Maret tentang Pengesahan Perubahan AD/ART serta Komposisi dan Personalia DPP Partai Golkar).

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pertimbangan putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam mengadili SK Menkumham No. M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2015? 2. Bagaimanakah konsekuensi yuridis dari Putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Penetapan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai bagi Partai Politik? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah untuk: 1. Mengetahui pertimbangan hukum atas putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam mengadili SK Menkumham No. M.HH- 01.AH.11.01 Tahun 2015. 2. Mengetahui konsekuensi yuridis yang terjadi atas putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang penetapan kepengurusan partai politik dari hasil putusan Mahkamah Partai bagi Partai Politik yang mengalami hal tersebut.

7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Manfaat penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara, khusunya mengenai konsekuensi yuridis atas putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan penulis dan serta hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan dalam penyusunan skripsi. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi sumber bacaan bagi Civitas Akademi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan tentunya diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait khususnya Hakim Peradilan Tata Usaha Negara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahkamah Partai dan Partai Politik. E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul Konsekuensi Yuridis atas Putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai Merupakan hasil penelitian sendiri bukan hasil plagiasi dari

8 skripsi sebelumnya dari program kekhususan Hukum Kenegaraan dan Pemerintahan. Penulis sangat yakin bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya karna persoalan Hukum Tata Negara yang penulis angkat merupakan persoalan Hukum Tata Negara yang baru muncul dalam praktik ketatanegaraan. Apabila ada penelitian yang sama sebelum penulis menulis judul dan substansi penelitian ini maka penelitian ini merupakan pelengkap atau pembaharuan dari sebelumnya. Jika penulisan hukum/skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. Memang ada beberapa hasil penelitian lain yang sedikit berkaitan dengan penulisan hukum ini, namun secara garis besar substansi penelitian berbeda. Berikut beberapa penelitian lain: 1. Candra Kristiantoro, NPM 090510043, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Judul Penerapan Asas Ultra Petita Sebagai Konsekuensi Asas Keaktifan Hakim (dominus litis) Pada Peradilan Tata Usaha Negara, rumusan masalah pertama, Bagaimana penerapan asas ultra petita sebagai konsekuensi asas keaktifan hakim (dominus litis) pada Peradilan Tata Usaha Negara. Kedua, Apa kendalakendala penerapan asas ultra petita sebagai konsekuensi asas keaktifan hakim (dominus litis) pada Peradilan Tata Usaha Negara. Ketiga, Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala-kendala penerapan asas ultra

9 petita sebagai konsekuensi asas keaktifan hakim (dominus litis) pada Peradilan Tata Usaha Negara. hasil penelitian, sampai saat ini dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak terdapat pasal yang secara tegas mengatur tentang larangan ataupun kebolehan hakim untuk memutus ultra petita. Hal ini menjadikan penerapan asas ultra petita menjadi tidak optimal karena masih terdapat multi interpretasi mengenai boleh tidaknya diterapkan asas ultra petita dalam Peradilan Tata Usaha Negara, terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala penerapan asas ultra petita dalam Peradilan Tata Usaha Negara yang meliputi 1. Kendala yang bersifat teoritis yaitu doktrin larangan hakim memutus ultra petita masih begitu melekat pada sebagian besar ahli dan praktis hukum 2. Kendala yang bersifat yuridis yaitu dianutnya pandangan positivistik, sedangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak terdapat pasal yang secara tegas mengatur tentang larangan ataupun kebolehan hakim untuk memutus ultra petita. 3. kendala yang bersifat pelaksana/ teknis yaitu masih sangat minim yurisprudensi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang akan digunakan hakim dalam menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara terkait penerapan asas ultra petita. Langkah- langkah yang dapat diupayakan untuk dapat menerapkan asas ultra petita sebagai konsekuensi dianutnya asas keaktifan hakim (dominus litis) dalam Peradilan Tata Usaha Negara meliputi: adanya pemahaman secara menyeluruh tentang asas ultra petita sebagai konsekuensi dianutnya asas

10 keaktifan hakim (dominus litis), penyempurnaan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan menuangkan kedalam sebuah norma yang diatur dalam sebuah pasal dalam Undang- Undang tersebut yang mengatur tentang penerapan asas ultra petita, adanya penyamaan konsep tentang ultra petita itu sendiri. 2. Fatiatulo Lazira, NPM 100510291, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, judul eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan keadilan administrasif terhadap pencari keadilan, Rumusan Masalah pertama, Bagaimana eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan keadilan administrasif terhadap pencari keadilan. Kedua, Apa kendala-kendala Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan keadilan administratif terhadap pencari keadilan. Ketiga, Bagaimana upaya mengatasi kendala-kendala Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan keadilan administratif terhadap pencari keadilan. Hasil penelitian eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan masih belum tercapai hal ini disebabkan karna paradigma sebagai payung berpikir masih mewarnai cara-cara berhukum di indonesia yang disebut positivisme hukum. ada beberapa hal yang menjadi kendala-kendala yaitu kendala yang bersifat teoritis, bersifat yuridis dan bersifat pelaksanaan atau teknis. Dalam hal mengatasi kendala tersebut hukum seharusnya dipahami sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai atau netral, melainkan sarat dengan muatan idiologi.

11 3. Sion Tarigan, NPM 060509524, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, judul koalisi partai politik dalam system pemerintahan presidensiil, Rumusan Masalah pertama, Bagaimanakah implikasi koalisi partai politik dalam pemerintahan terhadap efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Kedua, Bagaimanakah implikasi koalisi partai politik dalam pemerintahan terhadap mekanisme chek and balance antara lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) dengan lembaga eksekutif (Pemerintah). Hasil penelitian dengan adanya koalis partai politik dalam pemerintahan salah satunya masa pemerintahan SBY telah berimplikasi pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dimana tidak terlaksananya hak konstitusional presiden untuk menentukan kabinetnya serta berimplikasi pada tidak bekerjanya mekanisme chek and balance secara maksimal antara kedua lembaga tersebut. F. Batasan Konsep Sesuai dengan judul Konsekuensi Yuridis atas Putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai Maka untuk memberikan pemahaman dan penafsiran yang sama serta batasan terhadap beberapa istilah yang dipergunakan dalam penulisan ini, berikut akan diuraikan batasan konsep atau istilah yang berkaitan dengan obyek penelitian sebagai berikut : 1. Konsekuensi adalah akibat (dari suatu perbuatan). 3 3 Kamus bahasa Indonesia pusat bahasa, 2012, departemen pendidikan nasional, hlm 725.

12 2. Yuridis adalah menurut hukum;secara hokum. 4 3. Atas adalah sehubungan dengan; berdasarkan menurut; dari; tentang; terhadap. 5 4. Putusan adalah hasil memutuskan. 6 5. Peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. 7 6. Tata usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan utusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. 8 7. Terhadap adalah kata depan untuk menandai arah; kepada. 9 8. Surat adalah kertas yang tertulis. 10 9. Keputusan adalah memutuskan; menentukan. 11 10. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan Hukum dan Hak Asasi Manusia. 12 11. Tentang adalah hal; perihal. 13 12. Penetapan adalah proses, cara, perbuatan menetapkan; penentuan. 14 13. Kepengurusan adalah seluk- beluk yang berhubungan dengan tugas pengurus.15 4 ibid. hlm 1567. 5 ibid. hlm 97. 6 ibid. hlm 1124. 7 http://kbbi.web.id/adil 8 ibid. pasal 1 huruf c. 9 http://kbbi.web.id/hadap 10 http://kbbi.web.id/surat 11 http://kbbi.web.id/ambil 12 undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik, pasal 1 angka 6 13 Kamus bahasa Indonesia pusat bahasa, departemen pendidikan nasional, hlm 1442 14 http://kbbi.web.id/tetap 15 http://kbbi.web.id/urus

13 14. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik angggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 16 15. Dasar adalah alas; fondasi; pokok atau pangkal suatu pendapat; asas. 17 16. Putusan adalah ada kepastian (ketentuan, ketetapan, penyelesaian) mendapat kepastian. 18 17. Mahkamah adalah badan tempat memutuskan hukum atas suatu perkara atau pelanggaran. 19 18. Partai adalah perkumpulan (segolongan orang) yang seasas, sehaluan, dan setujuan (terutama di bidang politik). 20 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan cara berpikir secara deduktif untuk menelusuri norma hukum positif. norma hukum positif adalah 16 undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik, pasal 1 angka 1 17 http://kbbi.web.id/dasar 18 http://kbbi.web.id/putus 19 http://kbbi.web.id/mahkamah 20 http://kbbi.web.id/partai

14 Peraturan Perundang-Undangan ditelusuri secara sistematisasi hukum. sistematisasi hukum adalah menganalisis dan mendeskripsikan struktur aturan hukum serta melakukan sinkronisasi dengan cara interpretasi aturan hukum secara vertikal. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif analisis yaitu dengan mencari data persoalan hukum yang sesuai dengan obyek kajian peneliti, kemudian data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yakni menyesuaikan antara obyek kajian penelitian dengan hukum positif, sehingga akan memberikan penjelasan mengenai Konsekuensi Yuridis atas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai. 3. Sumber Data Data Skunder : Data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier dan sebagian diperoleh dari hasil wawancara dari beberapa narasumber. Adapun data sekunder terdiri dari : a. Bahan hukum primer: Norma hukum positif yang berkaitan: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

15 2) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344. 3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380. 4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076. 5) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079. 6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189. 7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lembaran Negara Republik

16 Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234. 8) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246. 9) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 84 10) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pemilhan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 7201 11) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pemilhan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1057. 12) Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor : 62/G/2015/PTUN- JKT 13) Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Nomor: 162/B/2015/PT.TUN.JKT. 14) Putusan Mahkamah Agung Nomor : 490 K/TUN/2015

17 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan berkaitan dengan bahan-bahan hukum primer seperti artikel-artikel ilmiah, hasil penelitian, pendapat hukum yang diambil dari buku-buku yang berkaitan dengan tema, dalam hal ini adalah ketatanegaraan, pemerintahan dan lembaga perwakilan. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier meliputi bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Cara Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari pendapat hukum dan pendapat non hukum yang diperoleh dari buku-buku, kamus besar bahasa Indonesia dan dari internet yang berhubungan dengan Konsekuensi Yuridis atas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai. b. Wawancara Wawancara dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada narasumber. Wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu menggunakan daftar pertanyaan sebagai

18 pedoman dan memungkinkan timbulnya pertanyaan lain yang berkaitan dengan Konsekuensi Yuridis atas Putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Kepengurusan Partai Politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai. Wawancara telah dilakukan kepada narasumber : 1) Nama : Yasonna Hamonangan Laoly, SH.,M.Sc.,Ph.D Jabatan Instansi : Menteri Hukum dan HAM RI : Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 2) Nama : Sarjoko.,SH.,MH Jabatan Instansi : Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta : Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta 3) Nama : Siti Ghoniyatun, SH Jabatan Instansi : Komisioner KPU DIY : KPU DIY 5. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai atau mengkaji data yang dikumpulkan secara sistematis. Dalam penelitian ini, peneliti akan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu berawal dari preposisi yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

19 H. Sistematika Skripsi Penulisan hukum hukum ini ditulis secara sistematis dalam sub-sub bab yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Pembagian bab-bab tersebut dimaksudkan agar dihasilkan keterangan yang jelas dan sistematis. Adapun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II : PEMBAHASAN Bab ini merupakan pembahasan dengan judul Konsekueksi Yuridis atas Putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadapa SK Menkumham tentang penetapan kepengurusan partai politik atas dasar Putusan Mahkamah Partai, Uraian bab ini terdiri dari : A. Tinjauan umum tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Menkumham, Mahkamah Partai yang terdiri dari Pengertian, Tugas dan Kewenangan. B. Dasar Hukum Pertimbangan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam dalam menangani kasus SK Menkumham atas dasar Putusan Mahkamah Partai yang terdiri dari tinjauan terhadap kasus Surat Keputusan

20 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas dasar Putusan Mahkamah Partai dan Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan. C. Perbandingan Putusan Hakim terhadap kasus SK Menkumham atas dasar Putusan Mahkamah Partai yang terdiri dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, Putusan Mahkamah Agung. D. Konsekuensi Yuridis atas Putusan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Partai Politik, yang terdiri dari Konsekuensi Putusan Sela, Konsekuensi Putusan Hukum Berkekuatan Tetap, dan analisis penulis tentang putusan dan konsekuensi. BAB III : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan jawaban singkat atas permasalahan hukum yang sudah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, dan juga saran yang menguraikan hal-hal yang harus dilaksanakan terkait dengan adanya kesimpulan yang dikemukakan.