PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04P/40/M.PE/1991 TAHUN 1991 TENTANG PENYIDIK KETENAGALISTRIKAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan ditetapkan bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen Pertambangan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum_Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Ketenagalistrikan; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu ditetapkan ketentuan tentang Penyidik Ketenagalistrikan di lingkungan Departemen Pertambangan dan Energi. Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3394); 5. Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988 tanggal 21 Maret 1988; 6. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M04-PW.07.03 Tahun 1984 tanggal 27 Mei 1984. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI TENTANG PENYIDIK KETENAGALISTRIKAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan: a. Penyidik Ketenagalistrikan adalah pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen Pertambangan 1 / 6
dan Energi yang mempunyai wewenang melakukan penyidikan tindak pidana dalam bidang ketenagalistrikan; b. Penyidik Pusat adalah Penyidik Ketenagalistrikan yang mempunyai wilayah kerja di seluruh Indonesia dan berkedudukan di Jakarta; c. Penyidik Wilayah adalah Penyidik Ketenagalistrikan yang mempunyai wilayah kerja sesuai dengan Wilayah Kewenangan Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi; d. Tindak pidana dalam bidang ketenagalistrikan selanjutnya disebut tindak pidana adalah setiap perbuatan yang melanggar Undang-undang Ketenagalistrikan dan peraturan pelaksanaannya; e. Pemegang Kuasa Usaha, Ketenagalistrikan selanjutnya disingkat PKUK adalah Badan Usaha. Milik Negara yang diserahi tugas penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik; f. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum selanjutnya disingkat PIUKU adalah Koperasi atau swasta yang diberikan izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; g. Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk segala macam keperluan dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat; h. Alat Pengukur adalah alat milik Pengusaha yang merupakan bagian saluran Tenaga Listrik Tegangan Rendah atau Tegangan Menengah atau Tegangan Tinggi atau Tegangan Ekstra Tinggi untuk pengukuran daya atau Tegangan Listrik dan energi yang dipakai oleh Pelanggan; i. Alat Pembatas adalah alat milik Pengusaha yang merupakan pembatas daya atau Tenaga Listrik yang dipakai Pelanggan; j. Undang-undang Ketenagalistrikan adalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan; k. Menteri adalah Menteri Pertambangan dan Energi; l. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Listrik dan Energi Baru; m. Direktur adalah Direktur yang diserahi tugas dan tanggung jawab penyidikan ketenagalistrikan di Jakarta dan seluruh Pulau Jawa; n. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi; o. Kepala Sub Direktorat adalah Kepala sub Direktorat yang diserahi tugas dan tanggung jawab penyidikan ketenagalistrikan di Jakarta dan seluruh Jawa; p. Kepala Bidang adalah Kepala Bidang yang diserahi tugas dan tanggung jawab penyidikan ketenagalistrikan di wilayahnya. BAB II PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PENYIDIK KETENAGALISTRIKAN Pasal 2 (1) Penyidik Ketenagalistrikan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman atas usul Menteri. (2) Pengangkatan dan pemberhentian Penyidik Ketenagalistrikan sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. 2 / 6
BAB III WEWENANG PENYIDIK KETENAGALISTRIKAN Pasal 3 (1) Penyidik Ketenagalistrikan mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Ketenagalistrikan. (2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, Penyidik Ketenagalistrikan berhak melakukan hal-hal sebagai berikut: a. memerintahkan untuk menghentikan sementara waktu pengoprasian Pembangkit Tenaga Listrik; b. menghentikan untuk sementara waktu aliran listrik kepada pelanggan; c. memerintahkan kepada PKUK atau PIUKU untuk menghentikan sementara waktu aliran listrik kepada pelanggan dan menyusun laporan pelaksanaannya; d. memutuskan aliran listrik kepada non pelanggan PKUK atau PIUKU; e. memerintahkan kepada PKUK dan PIUKU untuk menghentikan. sementara waktu pelaksanaan pekerjaan pada instalasi ketenagalistrikan sampai selesainya ganti rugi tanah bangunan dan tanam tumbuh milik Masyarakat. BAB IV JENIS TINDAK PIDANA Pasal 4 (1) Tindak pidana di bidang ketenagalistrikan terdiri dari: a. Kejahatan; b. Pelanggaran; (2) Kesehatan adalah: a. Pencurian tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Ketenagalistrikan; b. Penyediaan tenaga listrik tanpa Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Ketenagalistrikan: c. Penyediaan Tenaga Listrik oleh PKUK atau PIUKU yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap pihak yang berhak atas tanah bangunan, dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) Undang-undang Ketenagalistrikan; d. Kelalaian yang mengakibatkan matinya orang karena tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Ketenagalistrikan; (3) Pelanggaran adalah tindakan yang dilakukan PKUK atau PIUKU apabila tidak Memenuhi kewajiban untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: a. tidak menyediakan tenaga listrik; b. tidak memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat; c. tidak memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan umum. 3 / 6
Pasal 5 Perbuatan yang digolongkan pencurian tenaga listrik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a adalah sebagai berikut: a. menggunakan tenaga listrik tanpa melalui alat pengukur dan pembatas; b. memasang kabel pada jaringan yang bukan haknya untuk mendapatkan tenaga listrik secara tidak sah; c. merusak segel alat pengukur dan atau pembatas atau perlengkapan instalasi listrik lainnya untuk mendapatkan tenaga listrik secara tidak sah; d. mempengaruhi bekerjanya alat pengukur dan atau pembatas antara lain dengan cara: - membalik phasa; - memperlambat putaran; - mengubah angka penunjuk meter; - mengubah pembatas secara tidak sah. BAB V PENUGASAN DAN PELAPORAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA Pasal 6 (1) Penyidikan tindak pidana berpedoman kepada Petunjuk Lapangan yang ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor Pol.Juklap/05/XII/1988 tanggal 15 Desember 1988. (2) Kepala Penyidik menunjuk sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Penyidik Ketenagalistrikan untuk menangani penyidikan tindak pidana. (3) Setiap melakukan penyidikan tindak pidana. Penyidik Ketenagalistrikan dilengkapi dengan surat perintah tugas yang ditandatangani oleh Kepala Penyidik. (4) Dalam hal Kepala Penyidik bukan Penyidik Ketenagalistrikan, maka surat tugas ditandatangani oleh salah seorang Penyidik Ketenagalistrikan yang ditunjuk dan diketahui oleh Kepala Penyidik atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 7 (1) Berdasarkan surat perintah sebagaimana termaksud dalam Pasar 6 ayat (3), Penyidik Ketenagalistrikan berwenang melaksanakan tugasnya di dalam daerah hukum sesuai surat pengangkatan yang bersangkutan. (2) Dalam hal Penyidik Pusat menangani tindak pidana dalam suatu wilayah tertentu, maka penyidikan harus dilakukan bersama dengan Penyidik Wilayah setempat. Pasal 8 (1) Penyidik Ketenagalistrikan menyampaikan laporan tertulis kepada Kepala Penyidik, bahwa penyidikan telah selesai dilaksanakan dan berkas penyidikan siap dilimpahkan kepada Penuntut Umum. (2) Setiap 3 (tiga) bulan sekali Kepala Penyidik menyampaikan laporan tertulis mengenai kegiatan Penyidik Ketenagalistrikan kepada Koordinator Penyidik. 4 / 6
(3) Setiap 6 (enam) bulan sekali Koordinator Penyidik menyampaikan laporan tertulis mengenai kegiatan Penyidik Ketenagalistrikan kepada Pembina Penyidik Ketenagalistrikan. (4) Pembina Penyidik menyampaikan laporan tahunan secara tertulis mengenai kegiatan Penyidik Ketenagalistrikan kepada Menteri. BAB VI KOORDINASI PENYIDIK KETENAGALISTRIKAN DENGAN PENYIDIK INSTANSI PEMERINTAH YANG LAIN Pasal 9 (1) Penyidik Ketenagalistrikan mengadakan koordinasi dengan Penyidik pada instansi Pemerintah yang lain di bawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian Republik Indonesia. (2) Koordinasi sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan oleh Kepala Penyidik yang merangkap sebagai Pejabat Penghubung/Liaison Officer (LO). BAB VII PENGAWASAN DAN PEMBINAAN Pasal 10 (1) Direktur Jenderal mempunyai kewenangan mengadakan pengawasan dan pembinaan terhadap Penyidik Ketenagalistrikan. (2) Direktur atau Kepala Kantor Wilayah melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Penyidik Ketenagalistrikan sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing. Pasal 11 Koordinasi pengawasan dan pembinaan fungsi Penyidik Ketenagalistrikan dilaksanakan bersama dengan Kepolisian Republik Indonesia sesuai tingkat kesatuannya. Pasal 12 Penyidik Ketenagalistrikan sepenuhnya bertanggung jawab atas penyidikan yang dilakukannya berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang atau petunjuk teknis atau petunjuk lapangan yang berlaku. BAB VIII ORGANISASI Pasal 13 Organisasi Penyidik Ketenagalistrikan adalah sesuai organigram terlampir dalam Peraturan Menteri ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. Direktur Jenderal bertindak sebagai Pembina Penyidik Ketenagalistrikan; b. Direktur bertindak sebagai Koordinator Penyidik Pusat; 5 / 6
c. Kepala Kantor Wilayah bertindak sebagai Koordinator Penyidik Wilayah; d. Kepala Sub Direktorat bertindak sebagai Kepala Penyidik Pusat; e. Kepala Bidang bertindak sebagai Kepala Penyidik Wilayah. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 29 Juni 1991 MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Ttd. GINANDJAR KARTASASMITA 6 / 6