Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas permasalahan yang bersifat krusial seringkali dihadapi para

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras. membantu peserta didik agar nantinya mampu

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Aufa Mulqi, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN PROVINSI JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYELENGGAARAN PROGRAM DESA VOKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi jembatan untuk mengarungi abad millenium ini.

BAB I PENDAHULUAN. mencetak peserta didik yang mempunyai intelektual yang tinggi, mempunyai. sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia yang dapat diandalkan sebagai pencetak

BAB I PENDAHULUAN. individu yang dipersiapkan untuk mampu mengikuti laju perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah saja tetapi merupakan tanggung jawab seluruh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini manusia dihadapkan pada suatu kehidupan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pola kehidupan masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhankebutuhan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang secara merata dan menyeluruh, dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. elemen pembangunan adalah orang yang sangat berkompeten dalam bidangnya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mega Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MENYEDIAKAN LAYANAN ROOM SERVICE PADA KESIAPAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI SMK ICB CINTA WISATA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi serta mau bersaing dalam tantangan hidup. Akan tetapi sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian I (dari 5 bagian) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd. Sudah kita maklumi bersama bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama dalam pembangunan bangsa; di samping Sumber Daya Alam (SDA) baik hayati, non hayati maupun buatan; serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Apalagi masyarakat dan bangsa Indonesia kini sedang memasuki gerbang abad ke-21, era globalisasi yang penuh dengan tantangan, kompetitif serta membutuhkan manusia yang berkualitas tinggi. Namun krisis moneter yang berkepanjangan di negeri ini telah menjadi hambatan global yang tidak mudah untuk dihadapi. Sehingga begitu banyak anak negeri yang tidak dapat mengenyam pendidikan sebagaimana yang dibutuhkannya. Sementara itu dewasa ini lebih tegas lagi diperlukannya pengembangan SDM Indonesia yang tangguh, berwawasan luas, terampil serta unggul, tapi dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai budaya, religi dan konteks lokal, atau dalam istilah Kindervatter disebutnya indigenous. Karena diharapkan SDM Indonesia yang berkualitas pada era reformasi mampu menghadapi persaingan global di abad ke-21 dengan ciri-ciri khas yang otentik sebagai nilai jualnya. Serta sebagai bukti dari produk Sistem Pembangunan Pendidikan Nasional yang mantap dan tangguh. Pembangunan itu sendiri merupakan proses perubahan dan pertumbuhan yang dilakukan secara sadar, berencana, berkelanjutan, bersifat multidimensional mengarah pada modernitas hidup, yakni mampu swasembada di semua bidang dan mengurangi ketergantungan kepada pihak lain serta merupakan upaya membina bangsa untuk mencapai kesejahteraan yang dilaksanakan secara serasi, selaras, dan seimbang.

Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh yaitu sebagai berikut: pertama peningkatan kualitas SDM secara fisik yang meliputi peningkatan kualitas kesehatan dan kesegaran jasmani, serta usaha meningkatkan kualitas perbaikan gizi masyarakat. Kedua peningkatan kualitas sumber daya manusia non fisik ditujukan bagi peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan, pengembangan mental dan spiritual, peningkatan etos kerja dan yang tak kalah pentingnya adalah peningkatan kadar produktifitas kerja (Emil Salim 1994: 49). Dari ungkapan tersebut arah pemikiran tertuju pada upaya peningkatan kualitas SDM yang seimbang antara peningkatan kualitas material dan kualitas spiritual. Pada akhirnya tujuan yang hendak dicapai adalah bagaimana mengupayakan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas kesejahteraan sehingga mereka terbebas dari belenggu kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan untuk dapat hidup layak dan mandiri di lingkungan masyarakat sendiri. Upaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat difokuskan pada lima agenda utama, yaitu pertama peningkatan kualitas dan produktifitas SDM Jabar, kedua pengembangan struktur perekonomian regional yang tangguh, ketiga pemantapan kinerja pemerintah daerah, keempat peningkatan penerapan pembangunan berkelanjutan dan kelima peningkatan kualitas kehidupan sosial berlandaskan agama dan kebudayaan daerah.

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 2/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian II (dari 5 bagian) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd. Menurut Ginanjar Kartasasmita (1996 : 293) bahwa upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dilakukan melalui empat jalur kebijaksanaan yaitu : (1) Peningkatan kualitas hidup yang meliputi baik kualitas manusianya seperti jasmani, rohani dan kejuangan, maupun kualitas kehidupannya, (2) Peningkatan kualitas sumber daya yang produktif dan upaya penyebarannya, (3) Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai iptek, serta (4) Pengembangan pranata yang meliputi kelembagaan dan perangkat yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia. Usaha pencapaian kualitas SDM seperti yang diharapkan di atas tidak terlepas dari peranan pendidikan. Rusli Lutan (1994) mengemukakan bahwa Pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai proses pembangkitan kekuatan dan harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekurangan. Dipertegas lagi oleh Djudju Sudjana (1996: 131) tentang modal itu ada dalam dirinya sendiri yang tersirat dalam Human Capital Theory, bahwa manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai subjek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut teori ini konsep-konsep pendidikan harus dirasakan atas anggapan bahwa modal yang dimiliki manusia itu sendiri meliputi: sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi. Dengan perkataan, Modal utama bagi kemajuan manusia tidak berada di luar dirinya melainkan ada dalam dirinya, dan modal itu sendiri adalah pendidikan. Tujuan pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab II pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kapada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggungjawab. Lebih lanjut dijelaskan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas jalur pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya (2004: 23).

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 3/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian III (dari 5 bagian) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd. Selanjutnya definisi dan fungsi dari Pendidikan Non Formal sebagaimana yang tercantum di dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 yaitu : Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan yang diselenggarakan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstrukur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (UU. Sisdiknas, 2004 : 23-2). Dari penjelasan di atas Pendidikan Luar Sekolah (PLS) memiliki peran yang urgen di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlangsung semakin cepat, sehingga menimbulkan kebutuhan yang beraneka ragam dalam hal peralihan informasi, pengetahuan serta keterampilan guna pengembangan potensi peserta didik, dengan menyeimbangkan antara pengetahuan dan keterampilan fungsional. Satuan PLS atau Pendidikan Nonformal terdiri atas : lembaga kursus atau pelatihan; Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM); Majelis Taklim; serta satuan pendidikan yang sejenis berupaya menjembatani pemenuhan kebutuhan yang beraneka ragam tersebut. Peserta didik atau warga belajar yang merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) tidak hanya menjadi konsumen Sumber Daya Alam (SDA) melainkan juga menjadi sumber daya bagi manusia itu sendiri. Sumber daya yang ada pada dirinya dapat dimanfaatkan yang meliputi

tenaga fisiknya, pikirannya dan pengaruhnya (kepemimpinannya). Tentang kemampuan SDM serta peningkatan taraf hidup masyarakatnya, Philip H. Coombs dan Manzoor Ahmed (1973 : 15) mengemukakan bahwa : Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat perlu diimbangi pemenuhan kebutuhan makan dan sandang setaraf dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk mewujudkan itu masyarakat perlu didorong untuk belajar meningkatkan produktifitasnya. Dengan demikian peningkatan kualitas SDM dalam bidang pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antar keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sementara dalam PLS sendiri pelaksanaan programnya selalu berdasarkan kebutuhan yang ada di masyarakat dan berorientasi pada relevansi dengan arah dan tujuan pembangunan nasional. Tujuan dan program PLS berorientasi pada waktu pendidikan yang singkat, isi program berpusat pada lulusan dan kepentingan perorangan, menekankan pada pelatihan dan praktek, persyaratan masuk ditentukan bersama peserta didik, serta penyajiannya dilakukan dalam lingkungan peserta didik, berpusat pada peserta didik, pengawasan diatur sendiri, dan demokratis (Djudju Sudjana, 1993 : 13).

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 4/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian IV (dari 5 bagian) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd. Pendidikan kecakapan hidup (life skills) sebagai salah satu satuan program dari pendidikan nonformal memiliki peran yang urgen dalam rangka membekali warga belajar agar dapat hidup secara mandiri. Ditjen PLS Depdiknas dalam Pedoman Program Life Skills (2007 : 2) menggambarkan bahwa program pendidikan kecakapan hidup ini secara khusus bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik agar : 1) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja secara mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, 2) Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global, 3) Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya, 4) Memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat. Program pendidikan kecakapan hidup sebagai salah satu bagian dari pembangunan berkelanjutan (sebagai strategi) menghendaki pengelolaan semua kekayaan yang berupa Sumber Daya Alam (SDA), tenaga, manusia, keuangan dan fisik digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Sehingga peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat terlihat dari kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu. Kesiapan yang dimaksud adalah merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon, dan hal inilah yang menjadi salah satu tolak ukur melihat perubahan sikap yang terjadi pada individu tersebut.

Secara kelas, kuantitas dari kalangan masyarakat ekonomi bawah di Indonesia masih sangat tinggi, hal ini bisa dilihat dari jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang menunjukkan angka 80 juta orang serta jumlah pengangguran tahun 2001 sebanyak 36,9 juta orang (8%) dan angka ini akan terus semakin bertambah setiap tahunnya (Ditjen PLSP : 2003 : 4). Hal ini diperkuat dengan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat yang telah melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan pada Juli 2005, dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 5,14 juta orang atau 13,06% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut naik menjadi 5,46 juta orang atau 13,55% dari jumlah penduduk, pada Maret 2007 (Koran Sindo, 02/08/07). Melalui kegiatan pelatihan diharapkan dapat diatasi ketimpangan antara keadaan saat ini (jumlah pengangguran) dengan keadaan yang diharapkan di masa mendatang (berkurangnya jumlah pengangguran). Bagi individu kegiatan pelatihan yang diikuti diharapkan akan dapat mengatasi kekurangan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dengan persyaratan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki baik untuk bekerja pada suatu lembaga atau perusahaan untuk mengadakan kegiatan mandiri berupa wiraswasta dan lain sebagainya

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 5/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian V (selesai) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd. Contoh Kasus : Pelatihan pendidikan kecakapan hidup (life skills) keterampilan di Desa Sukawangi Kecamatan Warungkondang bertujuan memberikan seseorang bekal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya. Apalagi mayoritas peserta pelatihan adalah mereka yang tamatan Sekolah Dasar (SD), serta termasuk dalam kategori keluarga miskin yang kurang mampu. Menurut sumber monografi Desa Sukawangi diperoleh data bahwa 25% dari total jumlah penduduk adalah tamatan SD dengan jumlah yaitu sekitar 1.697 orang dan tergolong dalam kondisi ekonomi yang lemah (kategori keluarga miskin). Pelatihan kecakapan hidup merupakan suatu langkah penting dan perlu dilakukan dalam rangka mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan terampil sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk yang dikategorikan sebagai keluarga yang miskin atau kategori masyarakat kelas bawah. Dari hasil identifikasi bahwa pelatihan kecakapan hidup ini diikuti oleh 14 orang yang merupakan kategori masyarakat ekonomi bawah. Oleh karena itu pemberdayaan dan pemberian potensi-potensi (baik SDM maupun SDA) yang ada di masyarakat perlu digali untuk menunjang program pendidikan masyarakat. Melalui program pelatihan pendidikan kecakapan hidup akan membawa konsekuensi pada keharusan melakukan penguatan manajemen baik yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan pembinaan, evaluasi dan pengembangan program.

Maka dalam hal ini modal dasar warga belajar sebelum mengikuti pelatihan ini diduga kuat merupakan bagian yang turut memberikan kelancaran dalam mengikuti program pelatihan kecakapan hidup keterampilan. Sehingga sebagus apapun program pelatihan yang disiapkan apabila tidak didukung oleh kemampuan dasar dalam aspek intelektual, emosional dan spiritual dari warga belajar, maka ada kecenderungan implementasi program pelatihan kecakapan hidup keterampilan tidak akan berpengaruh banyak terhadap perubahan sikap dan prilaku serta kemandirian berwirausaha. Kemandirian berusaha memiliki aspek sikap, mental, kecakapan dan keterampilan berusaha, diaplikasikan dalam kehidupan nyata sebagai kecakapan hidup yang bisa membawa diri ke arah lebih maju dan berkembang secara normatif.