TINJAUAN PUSTAKA. ini tercatat melakukan erupsi terakhir pada tahun muda. Perkembangan tanah masih terbatas dan tekstur tanah kasar beralih ke

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk

TINJAUAN PUSTAKA. yang dipergunakan sebagai kriteria pengklasifikasian tidak di

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum kemiringan lereng menurut Hardjowigeno (1993) sendiri, reaksi tanah, serta sifat dari bahan induk.

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

BAB III PERANCANGAN. Tabel 3.1. Ciri-ciri Horison Generik pada klasifikasi tanah. Nilai Indikator Horison O A E B. Indikator

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01

TINJAUAN PUSTAKA. meter, warna hitam atau kelabu sampai dengan cokelat tua, tekstur pasir, debu,

Survey Tanah & Klasifikasi Tanah

KLASIFIKASI TANAH DESA SIHIONG, SINAR SABUNGAN, DAN LUMBAN LOBU KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN TAKSONOMI TANAH 2010

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanah adalah pemilahan yang didasarkan pada sifat-sifat tanah

KLASIFIKASI TANAH DI KECAMATAN BARUS JAHE KABUPATEN KARO MENURUT KEYS TO SOIL TAXONOMY 2006

Bahan diskusi minggu ke-1

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Taksonomi Tanah 2014 di Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit

Bab II Dasar Teori. 2.1 Klasifikasi Tanah Pengertian Klasifikasi Tanah

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

Lampiran 1. Deskripsi Profil

HASIL DAN PEMBAHASAN

MORFOLOGIDAN KLASIFIKASITANAH

2

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

ANGGOTA KELOMPOK 6: KELAS : F TUGAS STELA MO-1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

Soal UTS Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan Dikumpul Pada hari Jum at 26 Afril 2013 Batas pengumpulan Pukul Wib

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Andisol. sebesar 60% atau lebih bila : 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral

MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH LERENG UTARA GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

Klasifikasi tanah : Usaha utk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat-sifatnya.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar belakang. Horison penimbunan liat merupakan horison dengan kandungan liat

II. PEMBENTUKAN TANAH

PEDOGENESIS DAN MORFOLOGI TANAH. Ida Ayu Suty Adnyani, dkk

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Horison Penimbunan Liat. horison yang terbentuk dari hasil iluviasi liat horizon di atasnya.

MENGENAL JENIS-JENIS TANAH

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH

KLASIFIKASI TANAH DAN KESESUAIAN LAHAN I MADE MEGA, DKK

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

Klasifikasi Tanah Di Lereng Selatan Gunung Burni Telong Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh

Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan

Kelas F Agroekoteknologi Kelompok 7: 1. Endah Lisna Budariarsa Elsa Gamaria

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Wilayah Kota Ternate

II. TINJAUAN PUSTAKA

PADA SABUAN TANAH DYSTWOPEPT DARl KECAMATAH BAHUGA, KOTWBAWU, LAMPURG UTARA

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

Tanah bermacam-macam

PADA SABUAN TANAH DYSTWOPEPT DARl KECAMATAH BAHUGA, KOTWBAWU, LAMPURG UTARA

DASAR ILMU TANAH. Materi 04: Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

SEBARAN JENIS TANAH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KARANG MUMUS MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (14): Klasifikasi Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

Gambar 1 Diagram segitiga tekstur tanah.

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisol merupakan tanah awal yang berada di wilayah humida yang

Bab IV. Hasil Pengujian dan Analisis

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Andisol

TINJAUAN PUSTAKA. silika, alumina atau hodroxida-besi. Tanah yang terbentuk dari abu vulkanik ini

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN BAHAN DISKUSI MINGGU KE-1 KELAS A AGROEKOTEKNOLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana

01/04/2011 AL A F L ISO IS L L DAN DA ULT UL ISO IS L P L A P DA A DA VUL V K UL A K NIK A 3

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup

TINJAUAN PUSTAKA. Andisol. Definisi Andisol dalam Soil Survey Staff (2006)

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

M.Luthfi Rayes/Sudarto Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, Malang,

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta. Secara astronomis Dusun Ngampon terletak pada 7 o 50 LS - a) Sebelah utara : Dusun Padangan

TINJAUAN PUSTAKA. Incetisol merupakan tanah muda dan mulai berkembang. Profilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

ANDHIKA NUGRAHENI A

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Gunung Api Burni Telong Gunung api Burni Telong merupakan gunung berapi aktif di dataran tinggi Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Secara geografis puncak gunung Burni Telong adalah 4 38'47" - 4 88'32" LU dan 96 44'42" - 96 55'03" BT. Gunung api ini tercatat melakukan erupsi terakhir pada tahun 1924. Deposit bahan vulkanik gunung Burni Telong merupakan bahan volkanik muda. Perkembangan tanah masih terbatas dan tekstur tanah kasar beralih ke tekstur halus/halus sedang pada lereng bawah dan yang paling jauh dari pusatnya (Sukma, dkk., 1990). Lereng bawah bertekstur halus sangat intensif dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk perkebunan kopi, bercocok tanam padi dan hortikultura. Di lereng atas dan tengah deposit Burni Telong didominasi oleh kerikil dan bongkah-bongkah batu. Lahar muda ini ditutupi oleh hutan primer yang sedang ditebang dan ditanami kembali. Pada kawasan ini masyarakat mulai memanfaatkan kawasan tersebut untuk bercocok tanam kopi. Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan selama 10 tahun pengamatan dari tahun 2002 2012 yang tertera pada Lampiran 1. Data ini diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Penyuluhan Pertanian Arul Gading (UP-TD BPP), Kabupaten Bener Meriah. Menurut Schmidt dan Ferguson dalam Guslim (2009), bulan basah terjadi jika curah hujan > 100 mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan < 60 mm. Berdasarkan data iklim (Lampiran 1) diketahui bahwa lokasi penelitian memiliki

rata-rata bulan kering 1,36 dan bulan basah 9,86 sehingga dapat diperoleh nilai Q sebagai batas dari golongan iklim dengan rumus : Q = (Rata-rata Bulan Kering / Rata-rata Bulan Basah) X 100% Dari rumus diatas maka diperoleh nilai Q sebesar 13,79% yang terletak pada range Q < 14,3%, sehingga iklim pada wilayah ini tergolong iklim A yaitu beriklim sangat basah. Pada umumnya relief gunung Burni Telong adalah landau sampai curam. Pada lereng atas reliefnya adalah curam sampai sangat curam dengan kemiringan lereng >25%. Pada lereng tengah reliefnya adalah cukup curam sampai curam dengan kemiringan lereng 16-25%. Sedangkan pada lereng bawah / kaki gunung Burni Telong reliefnya datar sampai melandai dengan kemiringan lereng <16%. Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah ditemukan sekitar tahun 1880 oleh ilmuwan Rusia yang bernama Dokuchaev. Kemudian dikembangkan oleh peneliti-peneliti Eropa dan Amerika. Sistem ini didasarkan teori bahwa setiap tanah mempunyai morfologi yang pasti (bentuk dan struktur) dan berkaitan dengan kombinasi faktor pembentuk tanah tertentu. Sistem ini mencapai perkembangan pesat pada tahun 1949 dan dalam penggunaan utama (terutama di Amerika Serikat) sampai tahun 1960. Pada tahun 1960, Departemen Pertanian Amerika Serikat menerbitkan Soil Classification, a Comprehensive System. Sistem klasifikasi ini lebih menekankan pada morfologi tanah dan memberi sedikit tekanan pada genesis atau faktor-faktor pembentuk tanah dibandingkan dengan sistem sebelumnya (Foth, 1994). Klasifikasi tanah adalah pemilahan tanah yang didasarkan pada sifat-sifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkannya dengan tujuan penggunaan

tanah tersebut. Klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat-sifat fisik, kimia, mineral tanah yang dimiliki masing-masing kelas yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi penggunaan tanah (Hardjowigeno, 2003). Tujuan klasifikasi tanah adalah : - Mengorganisasi (menata) pengetahuan kita tentang tanah, - Untuk mengetahui hubungan masing-masing individu tanah satu sama lain, - Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah, - Mengelompokkan tanah untuk tujuan-tujuan yang lebih praktis dalam hal : menaksir sifat-sifatnya, menentukan lahan-lahan terbaik (prime land), menaksir produktivitasnya, dan menentukan areal-areal untuk penelitian, atau kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di suatu tempat, dan - Mempelajari hubungan-hubungan dan sifat-sifat tanah yang baru. (Hardjowigeno, 2003). Suatu sistem klasifikasi tanah harus memiliki dasar pemikiran sebagai berikut : - Dasar klasifikasi harus jelas untuk setiap kategori/setiap tingkat. Misalnya, pembeda yang dipergunakan diuraikan dengan jelas, - Pembagian akan menjadi lengkap pada setiap tingkat. Misalnya, semua klas terbagi lagi menjadi subklas-subklas, dan - Suatu klas akan selalu dibagi menjadi subklas-subklas yang non- overlapping. (Abdulah, 1991).

Kegiatan penelitian tanah di Indonesia mulai meningkat semenjak berdirinya Pusat Penelitian Tanah pada tahun 1905. Sistem klasifikasi tanah yang digunakan oleh Mohr (1910) berdasar atas prinsip genesis, dan tanah-tanah diberi nama atas dasar warna. Kemudian semenjak tahun 1955, Pusat Penelitian Tanah Bogor menggunakan sistem klasifikasi tanah yang kemudian dikenal dengan sistem Dudal Supraptohardjo (1957). Di samping sistem Pusat Penelitian Tanah, pada saat ini di Indonesia banyak digunakan sistem FAO/UNESCO (1974) ataupun Soil Taxonomy (USDA, 1975) untuk survai tanah di berbagai tempat. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) dalam Kongres yang ke-5 di Medan (1989) telah memutuskan untuk menggunakan Taksonomi Tanah secara nasional di Indonesia (Hardjowigeno, 2003). Taksonomi Tanah Taksonomi tanah adalah bagian dari klasifikasi tanah baru yang dikembangkan oleh Amerika Serikat dengan nama Soil Taxonomy (USDA, 1975) menggunakan 6 kategori yaitu ordo, sub ordo, great group, sub group, family dan seri. Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru baik mengenai cara-cara penamaan (tata nama) maupun definisi mengenai horizon penciri ataupun sifat penciri lain yang dugunakan untuk menentukan jenis tanah. Dari kategori tertinggi (ordo) ke kategori terendah (seri) uraian mengenai sifat-sifat tanah semakin detail (Rayes, 2007). Sifat umum dari taksonomi tanah adalah : 1. Taksonomi tanah merupakan sistem multikategori, 2. Taksonomi tanah harus memungkinkan modifikasi karena adanya penemuan-penemuan baru dengan tidak merusak sistemnya sendiri,

3. Taksonomi tanah harus mampu mengklasifikasikan semua tanah dalam suatu landscape dimanapun ditemukan, 4. Taksonomi tanah harus dapat digunakan untuk berbagai jenis survai tanah. Kemampuan penggunaan Taksonomi Tanah untuk survai tanah harus dibuktikan dari kemampuannya untuk interpretasi berbagai jenis penggunaan tanah. (Hardjowigeno, 2003). Taksonomi tanah terdiri dari 6 kategori dengan sifat-sifat faktor pembeda mulai dari kategori tertinggi ke kategori terendah, sebagai berikut : 1. Ordo Terdiri dari 12 taksa. Faktor pembeda adalah ada tidaknya horison penciri serta jenis (sifat) dari horison penciri tersebut. 2. Sub Ordo Faktor pembeda adalah keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan pengaruh air, regim kelembaban, bahan induk utama, pengaruh vegetasi yang ditunjukkan oleh adanya sifat-sifat tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik (untuk tanah-tanah organik). 3. Great Group Faktor pembeda adalah kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan horison, kejenuhan basa, regim suhu dan kelembaban, ada tidaknya lapisanlapisan penciri lain seperti plinthite, fragipan dan duripan. 4. Sub Group Jumlah taksa masih terus bertambah. Faktor pembeda terdiri dari sifat-sifat inti dari (1) sifat-sifat inti dari great group (sub-group Typic); (2) sifat-sifat

tanah peralihan ke great group peralihan ke great group lain, subordo atau ordo; (3) sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah. 5. Famili Jumlah taksa dalam famili juga masih terus bertambah. Faktor pembedanya adalah sifat-sifat tanah yang penting untuk pertanian atau engineering. Sifatsifat tanah yang sering digunakan sebagai faktor pembeda untuk famili antara lain adalah : sebaran besar butir, susunan mineral (liat), regim temperatur pada kedalaman 50 cm. 6. Seri Faktor pembedanya adalah : jenis dan susunan horison, warna, tekstur, struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing horison, sifat-sifat kimia dan mineral masing-masing horison. Kategori ordo sampai subgroup disebut kategori tinggi, sedangkan kategori famili dan seri disebut kategori rendah. Jenis dan jumlah faktor pembeda meningkat dari kategori tinggi ke kategori rendah (Hardjowigeno, 2003). Kunci Taksonomi Tanah 2014 Berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014) terdapat 8 epipedon penciri yaitu : Mollik, Antropik, Umbrik, Folistik, Histik, Melanik, Okrik dan Plagen. A. Epipedon Mollik Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna 3 atau kurang (lembab) dan 5 atau kurang (kering), dan kroma warna 3 atau kurang (lembab),

kejenuhan basa (ekstrak NH4Oac) sebesar 50% atau lebih, kandungan C- organik 0,6% atau lebih, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7. B. Epipedon Antropik Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya gangguan manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali P2O5 < 250 ppm. C. Epipedon Umbrik Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna 3.5 (lembab) dan kroma warna 3.5 (lembab), kejenuhan basa < 50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7. D. Epipedon Folistik Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari satu horison atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif dan tahuntahun normal (dan tidak ada didrainase). Sebagian besar epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik. E. Epipedon Histik Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama sebagian waktu dalam sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik tersusun dari bahan tanah organik. F. Epipedon Okrik Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan kering, value dan kroma (lembab) 4. Epipedon okrik juga mencakup horison-

horison bahan organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik. G. Epipedon Plagen Epipedon Plagen adalah suatu lapisan permukaan buatan manusia setebal 50 cm atau lebih, yang telah terbentuk oleh pemupukan (pupuk kandang) secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Biasanya epipedon plagen mengandung artifak seperti pecahan-pecahan bata dan keramik pada seluruh kedalamannya. Berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014), terdapat 20 horison bawah penciri yaitu : horison Agrik, Albik, Anhydritik, Argilik, Kalsik, Kambik, Duripan, Fragipan, Glosik, Gipsik, Kandik, Natrik, Orstein, Oksik, Petrokalsik, Petrogipsik, Placik, Salik, Sombrik, dan Spodik. A. Horison Agrik Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang telah tereluviasi nyata. B. Horison Albik Pada umumnya Horison Albik terdapat di bawah horison A, tetapi mungkin juga berada pada permukaan tanah mineral. Horison ini merupakan horison eluvial dengan tebal 1.0 cm dan mempunyai 85% atau lebih bahan-bahan andik. C. Horison Anhydritik Horison anhydritik merupakan horison tanpa air dengan akumulasi neoformasi atau transformasi menjadi lapisan sendiri.

D. Horison Argilik Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi. Horison tersebut mempunyai sifat adanya gejala eluviasi liat, KTK tinggi (> 6 cmol/kg). E. Horison Kalsik Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi kalsium karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah yang cukup nyata. F. Horison Kambik Horison kambik adalah horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau merupakan hasil kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut. G. Horison Duripan Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan air atau HCl. H. Horison Fragipan Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur tanah lemah. I. Horison Glosik Horison Glosik terbentuk sebagai hasil degradasi suatu horison argilik, kandik atau natrik dimana liat dan senyawa oksida besi bebasnya telah dipindahkan.

J. Horison Gipsik Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana tebalnya lebih dari 15 cm. K. Horison Kandik Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat, kandungan liat tinggi dan KTK rendah (<6 cmol/kg). L. Horison Natrik Horison Natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium, memiliki struktur prismatik atau tiang, lebih 15% KTK didominasi oleh natrium. M. Horison Orstein Horison Orstein tersusun dari bahan spodik, berada didalam suatu lapisan yang 50% atau lebih (volumenya) tersementasi dan memiliki ketebalan 25 cm atau lebih N. Horison Oksik Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki sifat-sifat tanah andik dan KTK rendah (< 6 cmol/kg) O. Horison Petrokalsik Horison Petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras.

P. Horison Petrogipsik Horison Petrogipsik merupakan suatu horison iluvial dengan ketebalan 10 cm atau lebih dimana gypsum sekundernya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras. Q. Horison Placik Horison Placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah gelap, yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik. R. Horison Salik Horison Salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak mengandung garam mudah larut. S. Horison Sombrik Horison Sombrik berwarna gelap, mempunyai sifat-sifat seperti epipedon umbrik dengan mengandung iluviasi humus yang berasosiasi dengan Al atau yang terdispersi dengan natrium. T. Horison Spodik Horison Spodik adalah suatu lapisan iluvial yang tersusun 85% atau lebih dari bahan spodik. Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014) membagi ordo tanah menjadi 12 ordo, yaitu : A. Gelisol Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan gelik yang berada didalam 100 cm dari permukaan tanah.

B. Histosol Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm. C. Spodosol Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari setiap pedon, dan regim suhu cryik. D. Andisol Ordo tanah yang mempunyai sifat-sifat andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya. E. Oksisol Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah. F. Vertisol Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus sebesar 30% atau lebih. G. Aridisol Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih.

H. Ultisol Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm. I. Mollisol Tanah lain yang memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa sebesar 50% atau lebih pada keseluruhan horison. J. Alfisol Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik, kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm atau lebih di beberapa bagian. K. Inceptisol Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, epipedon plagen, umbrik, mollik serta regim suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat bahan sulfidik didalam 50 cm dari permukaan tanah mineral. L. Entisol Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi tidak ada horison penciri lain. Klasifikasi Tanah Abu Gunung Api Tanah abu vulkan pertama dimasukkan dengan nama Andept sebagai sub ordo dari tanah Inceptisol pada sistem klasifikasi Seven Approximation tahun 1960. Nama sub ordo Andept ini juga digunakan pada sistem klasifikasi Soil Taxonomy tahun 1975. Pada tahun 1978 Smith mengusulkan untuk reklasifikasi Andept menjadi ordo tanah baru yaitu Andisol sebagai ordo tanah ke-11 pada Keys to Soil Taxonomy 1990 (Mukhlis, 2011; Takahashi dan Shoji, 2002).

Sub ordo Andept terdiri dari 7 great group yaitu Cryandept, Durandept, Hydrandept, Placandept, Vitrandept, Entrandept, dan Dystrandept (Soil Survey Staf, 1975). Sub ordo ini dipertahankan pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1983 (edisi pertama), tahun 1985 (edisi kedua) dan tahun 1987 (edisi ketiga). Namun pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1990 (edisi keempat) sub ordo Andept diklasifikasikan menjadi ordo tanah Andisol. Ordo Andisol ini terbagi atas 7 sub ordo, berdasarkan rejim temperatur dan rejim kelembaban dan sifat retensi air yaitu Aquand, Cryand, Torrand, Xerand, Vitrand, Ustand, dan Udand. Pengklasifikasian ini tidak mengalami perubahan pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1992 (edisi ke-5), tahun 1994 (edisi ke-6), tahun 1996 (edisi ke-7), dan tahun 1998 (edisi ke-8). Pada Keys to Soil Taxonomy tahun 2003 (edisi ke-9) ordo Andisol mengalami penambahan 1 sub ordo menjadi 8 sub ordo yaitu Geland, klasifikasi ini tidak berubah hingga Keys to Soil Taxonomy tahun 2006 (edisi ke-10) dan tahun 2010 (edisi ke-11) (Mukhlis, 2011). Klasifikasi ini juga tidak berubah hingga Keys to Soil Taxonomy tahun 2014 (edisi ke-12). Menurut Soil Taxonomy, Andisol adalah tanah yang memiliki sifat tanah andik setebal 60 % dari 60 cm tanah teratas atau 60 % dari ketebalan tanah hingga kontak densik, litik atau paraliti, duripan atau horizon petroklasik (kedalaman kontak densik, litik atau paralitik, duripan atau horizon petrokalsik < 60 cm). Suatu tanah memiliki sifak Andik bila kandungan C-organiknya < 25 %, dan memenuhi satu atau kedua syarat berikut :

1. Pada fraksi tanah halus / fraksi liat (< 2,00 mm) kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium oksalat asam 2 %, bobot isi (33 kpa) 0,9 g/cc dan retensi fosfat 85 % atau, 2. Pada fraksi tanah halus mempunyai retensi fosfat 25 % dan fraksi 0,02 2,00 mm jumlahnya 30 % ; dan (a) kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium oksalat asam 4 % dengan gelas volkan (fraksi 0,02 2,00 mm) 30 %, atau (b) kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium oksalat asam 2 % dengan gelas volkan (fraksi 0,02 2,00 mm) 5 %, atau (c) bila kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium oksalat asam 0,4 2,0 % dengan gelas volkan (fraksi 0,02 2,00 mm) antara 5 30 % (Soil Survey Staff, 2014).