BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi),

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Pihak-pihak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasar modal adalah pasar dengan berbagai instrumen keuangan jangka panjang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut M.Hanafi (2008:42) pengertian ROA adalah mengukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

BAB 2. Tinjauan Teoritis dan Perumusan Hipotesis

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. pendanaan bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat meningkatkan pendapatan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Sharpe et al (dalam, Setiyono 2016) pengumuman informasi

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha di Indonesia yang semakin ketat saat ini mendorong banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. finansial (financial assets) dan investasi pada aset riil (real assets). Investasi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Manajemen Keuangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagi keuntungan masa depan, dengan demikian maka pengertian investasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal Indonesia berkembang sangat pesat dari tahun ke tahun, hal tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun (Tandelilin, 2010:26). Pasar

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

BAB I PENDAHULUAN. yang melakukan investasi disebut sebagai investor (Salim, 2010: 223). Investasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain Taufik (2006) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satu cara dalam memudahkan perusahaan maupun investor untuk mendapatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

I. PENDAHULUAN. Investasi di pasar modal merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULAN. Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar modal (capital market)

PENGARUH CURRENT RATIO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah kinerja seringkali dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Kinerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan dimana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investor untuk menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada dasarnya pasar keuangan ( financial market) merupakan. pendek, dapat melakukan pada pasar uang ( money market), karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Karakteristik Laba. dengan pendapatan tersebut. Pengertian laba menurut Harahap (2008:113)

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembangnya perekonomian Indonesia. Pengerahan dana dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan selalu membutuhkan dana untuk menunjang kelancaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS

II. LANDASAN TEORI. lainnya. Laporan neraca dapat menggambarkan posisi keuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi perusahaan yang lebih kompetitif dan untuk meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Persaingan perusahaan bisa

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia atau go public pasti menerbitkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TIN JAUAN PUSTAKA. Laporan keuangan dapat dengan jelas memperlihatkan gambaran kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian, memacu perusahaan untuk terus

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu cara bagi perusahaan untuk mendapatkan tambahan modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendorong peneliti untuk melakukan penelitian kembali:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. akan datang (Tandelilin, 2010:2). Menurut Hartono (2013:7) tipe-tipe investasi

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi setiap perusahaan, karena baik buruknya struktur modal akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham juga berarti sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memaksimalkan laba atau sering disebut perusahaan nirlaba. Tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan tambahan modal ialah dengan menawarankan kepemilikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung informasi. Hal ini disebabkan karena adanya asymetric

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pedoman agar dapat digunakan didalam penelitian ini. Sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan posisi keuangan mempunyai arti yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Modal merupakan salah satu unsur yang penting dalam suatu kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. nilai investasi pada masa yang akan datang. Tujuan utama kegiatan investasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam portofolio sering disebut dengan return. Return merupakan hasil yang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan property dan real estate semakin marak diberbagai penjuru

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. aktiva, baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebanyak 25 perusahaan baru di tahun 2011, 23 perusahaan baru di

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Efek Indonesia (Kristiana dan Sriwidodo, 2012). Pasar modal merupakan sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan memberikan kontribusinya pada perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar Modal

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam Undang-undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995: Pasar Modal

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang berdiri dan berkembang sesuai dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan. ROA merupakan salah satu indikator untuk mengukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Menurut Rusdin (2005:68-74),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Rasio Harga Laba (Price Earning Ratio (PER))

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan

sejarah perusahaan. untuk melanjutkan operasi Teknik-Teknik Analisis Laporan Keuangan teknik yang lazim dipakai yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan tahunan (annual report) adalah suatu laporan resmi mengenai keadaaan

BABl PENDAHULUAN. Berdirinya sebuah perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas. Ada

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara

BAB I PENDAHULUAN. penjualan saham kepada publik dengan tujuan untuk mempertahankan kelancaran

BAB I PENDAHULUAN. alternatif investasi bagi investor. Hal ini mendorong perusahaan untuk terus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Akan tetapi usaha-usaha tersebut belum menunjukan hasil

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuitas (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain seperti pemerintah dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi dengan demikian, pasar modal menfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya (Tandelilin, 2010:26). Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai Kegiatan yang bersangkutan dengan umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang yaitu jangka waktu yang lebih dari 1 tahun seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures dan lain-lain. (www.idx.co.id). Menurut Samsul (2006:43), tujuan dan manfaat pasar modal dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu: 14

1) Sudut Pandang Negara Pasar modal dibangun dengan tujuan untuk menggerakkan perekonomian suatu negara melalui kekuatan swasta dan mengurangi beban negara. Negara memiliki kekuatan swasta dan kekuasaan untuk mengatur bidang perekonomian tetapi tidak harus memiliki perusahaan sendiri. Di negara maju, pasar modal merupakan sarana utama dalam pembangunan perekonomiannya, negara maju tidak membutuhkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi butuh usaha swasta yang profesional yang tercermin dalam pasar modal. Perusahaan perkebunan, telekomunikasi, transportasi, dan sebagainya yang dianggap vital serta menyangkut kepentingan publik juga dimiliki dan dikelola oleh pihak swasta, tetapi persyaratan penjualan diatur oleh perundangan yang sangat ketat. Negara tidak perlu membiayai pembangunan ekonominya dengan cara meminjam dana dari pihak asing, sepanjang pasar modal dapat difungsikan dengan baik. 2) Sudut Pandang Emiten Pasar modal merupakan sarana untuk mencari tambahan modal. Perusahaan berkepentingan untuk mendapatkan dana dengan biaya yang lebih murah dan hal itu hanya bisa diperoleh di pasar modal. Modal pinjaman dalam bentuk obligasi jauh lebih murah daripada kredit jangka panjang perbankan. Meningkatkan modal sendiri jauh lebih baik daripada meningkatkan modal pinjaman, khususnya untuk menghadapi persaingan yang semakin tajam di era globalisasi. Perusahaan yang pada awalnya memiliki utang lebih tinggi 15

daripada modal sendiri dapat berbalik memiliki modal sendiri yang lebih tinggi daripada utang apabila memasuki pasar modal, sehingga dapat dikatakan pasar modal adalah sarana untuk memperbaiki struktur modal perusahaan. 3) Sudut Pandang Masyarakat Masyarakat memiliki sarana baru untuk menginvestasikan uangnya. Investasi yang semula dilakukan dalam bentuk deposito, tanah, emas, atau rumah sekarang dapat dilakukan dalam bentuk saham dan obligasi. Pada saat investor melakukan investasi dalam bentuk rumah atau tanah butuh ratusan juta rupiah, maka investasi dalam bentuk efek dapat dilakukan dengan dana di bawah lima juta rupiah. Jadi, pasar modal merupakan sarana yang baik untuk melakukan investasi dalam jumlah yang tidak terlalu besar bagi kebanyakan masyarakat. Jika pasar modal itu berjalan dengan baik, jujur, pertumbuhannya stabil dan harganya tidak terlalu bergejolak, maka sarana itu akan mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. 2.1.2 Pengertian Saham Salah satu instrumen pasar modal di Indonesia adalah Saham. Saham merupakan sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan dalam memutuskan pendanaan perusahaannya (Tandelilin, 2010:31). Terdapat dua jenis saham yang diperdagangkan di pasar modal yaitu sebagai berikut. 16

1) Saham preferen Hartono (2014:111) menyatakan saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa. Seperti bond yang membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi (bond). Dibandingkan dengan saham biasa, saham preferen mempunyai beberapa hak, yaitu hak atas dividen tetap dan hal pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi, oleh karena itu saham preferen dianggap mempunyai karakteristik ditengah-tengah antara bond dan saham biasa. 2) Saham biasa Hartono (2014:116) menyatakan apabila perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham tersebut biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock). Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. sebagai pemilik perusahaan pemegang saham biasa memiliki beberapa hak diantaranya yaitu sebagai berikut. (1) Hak kontrol Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memilih dewan direksi. Ini berarti bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol siapa yang akan memimpin perusahaannya. Pemegang saham dapat melakukan hak kontrolnya dalam bentuk memveto dalam pemilihan direksi di rapat 17

tahunan pemegang saham atau memveto pada tindakan-tindakan yang membutuhkan persetujuan pemegang saham. (2) Hak menerima pembagian keuntungan Pemilik perusahaan pemegang saham biasa berhak mendapat bagian dari keuntungan perusahaan. Tidak semua laba dibagikan, sebagian laba akan ditanamkan kembali ke dalam perusahaan. Laba yang ditahan ini merupakan sumber dana internal perusahaan. Laba yang tidak ditahan dibagikan dalam bentuk dividen. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam bentuk dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayarkan dividen untuk saham preferen. (3) Hak preemtif Hak preemtif merupakan hak untuk mendapatkan persentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham, maka jumlah saham beredar akan lebih banyak dan akibatnya persentase kepemilikan pemegang saham yang lama akan turun. Hak preemtif memberi prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham yang baru sehingga persentase kepemilikannya tidak berubah. 18

2.1.3 Return Saham Menurut Tandelilin (2010:102), return adalah keuntungan yang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko terkait dengan investasi yang dilakukan. Return dibedakan menjadi dua, yaitu pengembalian yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis dan pengembalian yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor di masa depan. Komponen return tersebut meliputi: 1) Untung/rugi modal (capital gain/loss) merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder. 2) Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dalam persentase dari modal yang ditanamkan. Capital gain merupakan selisih antara harga saham saat ini (Closing price bulanan pada periode t) dengan harga saham periode sebelumnya (Closing price bulanan pada periode t-1) dibagi dengan harga saham periode sebelumnya (Closing price bulanan pada periode t-1). Closing price adalah harga penutup atau harga perdagangan terakhir untuk suatu periode. Karena ketersediaanya, closing price adalah harga yang paling sering digunakan untuk analisis (Nugroho, 2012). 2.1.4 Analisis Fundamental Melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham (kondisi pasar) dengan mengamati 19

perubahan harga saham tersebut di waktu lalu. Analisis fundamental merupakan analisis yang memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham (Husnan, 2009:307). Banyak faktor yang mempengaruhi harga saham, maka untuk melakukan analisis fundamental diperlukan beberapa tahapan analisis yang diawali dengan analisis ekonomi atau pasar, kemudian dilanjutkan analisis industri dan terakhir dilakukan analisis terhadap perusahaan (Husnan, 2009:309). Analisis ekonomi dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada kondisi ekonomi di suatu negara. Analisis kondisi ekonomi adalah dasar dari analisis sekuritas, dimana jika kondisi ekonomi buruk maka kemungkinan besar tingkat kembalian saham-saham yang beredar akan merefleksikan penurunan yang sebanding. Namun jika kondisi ekonomi baik, maka refleksi harga saham akan baik juga (Husnan, 2009:313). Analisis Industri merupakan tahap selanjutnya dalam analisis fundamental. Dalam analisis industri, investor mencoba membandingkan kinerja dari berbagai industri untuk mengetahui jenis industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun sebaliknya. Industri dianalisis melalui penelaahan berbagai data yang menyangkut tentang penjualan, laba, dividen, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan, regulasi, inovasi dan sebagainya. Terdapat beberapa langkah dalam melakukan analisis industri. Langkah pertama, yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Langkah 20

berikutnya adalah menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga adalah analisis kualitatif terhadap industri tersebut, yang dimaksudkan untuk membantu pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang (Husnan, 2009:321-322). Analisis perusahaan dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap kinerja perusahaan dengan melihat laporan keuangan perusahaan. Analisis laporan keuangan mencangkup apakah suatu aktiva dan pasiva perusahaan dikelola secara benar, termasuk juga aktivitas pendanaannya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Analisis kinerja keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan analisis terhadap rasio-rasio dari laporan keuangan perusahaan (Wiagustini, 2010:37). 2.1.5 Analisis Kinerja Keuangan Kinerja keuangan menjadi salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai kondisi yang dimiliki perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan terdiri dari hasil perhitungan rasio - rasio keuangan yang berdasar pada laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dan telah diaudit oleh akuntan publik. Rasio rasio keuangan dirancang untuk membantu para analis dalam mengevaluasi suatu perusahaan berdasarkan atas laporan keuangannya (Wiagustini, 2010:37). Berdasarkan laporan keuangan tersebut, investor dapat memberikan penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan terutama dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi. Bagi para pemilik atau pemegang saham, laporan keuangan berfungsi untuk melihat tingkat pengembalian yang tercermin dalam laporan rugi laba dan besarnya dividen yang menjadi hak para pemegang saham. 21

Analisis rasio adalah cara yang umum dipakai dalam analisis laporan keuangan. Rasio keuangan merupakan analisis kinerja keuangan yang menghubungkan antara satu pos dengan pos lainnya baik dalam neraca atau rugi laba maupun kombinasi dari kedua laporan keuangan (Wiagustini, 2010:75). Rasio rasio yang bermanfaat dapat menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau kinerja operasi dan membantu menggambarkan kecenderungan serta pola perubahan tersebut, yang pada waktunya dapat menunjukkan kepada investor tentang peluang untuk berinvestasi dan dapat memberikan informasi atas hasil interpretasi mengenai kinerja yang dicapai perusahaan. Rasio keuangan perusahaan dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) bagian yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas/leverage, rasio profitabilitas/rentabilitas, rasio aktivitas usaha dan rasio penilaian pasar (Wiagustini, 2010:75). Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Debt to Equity Ratio (DER) yang merupakan proksi dari rasio solvabilitas, Return on Assets (ROA) yang merupakan proksi dari rasio profitabilitas dan Price Earning Ratio (PER) yang merupakan proksi dari rasio penilaian pasar. Pengukuran kinerja keuangan yang umumnya dilakukan dengan menganalisa laporan keuangan seperti pengukuran dengan rasio keuangan, jarang menggunakan perhitungan nilai tambah terhadap biaya modal yang ditanamkan. Dalam mengatasi hal tersebut, maka digunakan konsep Economic Value Added (EVA) yang mencerminkan kinerja suatu perusahaan dan sebagai indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu investasi. 22

2.1.6 Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio solvabilitas yang digunakan untuk mengukur seberapa besar operasi perusahaan dibiayai oleh hutang bila dibandingkan dengan operasi yang dibiayai oleh ekuitas (Kasmir, 2010:158). Debt to Equity Ratio dapat memberikan informasi mengenai seberapa besar ekuitas dari pemegang saham yang digunakan untuk menutupi keseluruhan hutang perusahaan sehingga para investor pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat menyepakati jumlah dana perusahaan yang dibiayai dengan hutang sehingga return yang sesuai tetap dapat diperoleh. Debt to Equity Ratio menunjukkan tentang imbangan antara beban hutang dibandingkan modal sendiri. Menurut Brigham dan Houston (2009:101), seberapa jauh sebuah perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang atau pengungkit keuangan (financial leverage), memiliki implikasi penting yaitu: 1) Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan. 2) Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi oleh kreditor. 3) Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar. 23

Bagi bank (kreditor), semakin besar rasio ini, maka perusahaan dianggap kurang menguntungkan akibat besarnya beban hutang risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semakin besar rasio akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan (Kasmir, 2012:158). Pernyataan tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Arista dan Astohar (2012), bahwa semakin besar DER menandakan struktur permodalan lebih banyak memanfaatkan hutanghutang terhadap ekuitas sehingga mencerminkan risiko perusahaan yang relatif tinggi. Debt to equity ratio dipandang sebagai besarnya tanggung jawab perusahaan terhadap pihak ketiga yaitu kreditor yang memberikan pinjaman kepada perusahaan. Sehingga semakin besar nilai DER akan memperbesar tanggungan perusahaan. Debt to equity ratio yang terlalu tinggi mempunyai dampak buruk terhadap kinerja perusahaan, karena dengan tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar dan akan mengurangi keuntungan. Dengan tingkat utang yang tinggi dan dibebankan kepada pemegang saham, tentu akan meningkatkan risiko investasi kepada para pemegang saham (Malintan, 2012) dan hal tersebut akan berpengaruh pula dalam memperkecil tingkat pengembalian yang diharapkan, sehingga potensial mengurangi return saham. 24

2.1.7 Return On Assets (ROA) Analisis kinerja keuangan salah satunya dapat diukur melalui rasio profitabilitasnya. Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal tersebut ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan (Kasmir, 2012:196). Return on assets (ROA) adalah salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya dan digunakan untuk mengetahui kinerja perusahaan berdasarkan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan jumlah aset yang dimiliki (Arista dan Astohar, 2012). Farkhan dan Ika (2013) menjelaskan bahwa ROA memiliki pengaruh terhadap return saham. Hasil penelitiannya mengidentifikasikan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aktiva perusahaan. Semakin tinggi earning power maka akan semakin tinggi pula tingkat efisiensi perputaran aktiva dan semakin tinggi pula profit margin yang diperoleh oleh perusahaan, yang akan berdampak pada peningkatan nilai perusahaan dan peningkatan terhadap return saham. Para investor masih menggunakan ROA sebagai tolak ukur kinerja perusahaan yang digunakan untuk memprediksi total return saham, dengan demikian ROA yang semakin besar akan menunjukkan kinerja perusahaan yang baik sehingga return saham juga akan meningkat. 25

Mendukung pernyataan sebelumnya, Daljono (2013) juga menyatakan semakin tinggi nilai ROA, menunjukkan semakin tinggi pula kinerja dan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, investor akan lebih tertarik untuk memiliki saham perusahaan yang mampu menghasilkan keuntungan lebih besar dan jika banyak investor yang tertarik untuk membeli saham perusahaan yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan yang tinggi, maka harga saham dari perusahaan tersebut akan meningkat dan return sahamnya juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila ROA semakin kecil menunjukkan bahwa dari total aktiva yang digunakan perusahaan mendapatkan kerugian, maka investor kurang tertarik untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut dan harga sahamnya akan rendah (Susilowati dan Turyanto, 2011). 2.1.8 Price Earning Ratio (PER) Menurut Tandelilin (2010:320), price earning ratio adalah rasio atau perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan. Investor akan menghitung berapa kali nilai earning yang tercermin dalam harga suatu saham. Farkhan dan Ika (2013) menjelaskan PER dapat memberikan petunjuk mengenai pandangan investor atas kinerja perusahaan di masa lalu dan prospek di masa yang akan datang, karena PER menggambarkan kesediaan investor membayar per lembar saham dalam jumlah tertentu untuk setiap rupiah perolehan laba perusahaan. Semakin tinggi PER menunjukkan prospektus harga saham dinilai tinggi oleh investor terhadap pendapatan per lembar sahamnya, sehingga PER yang semakin tinggi juga menunjukkan semakin mahal saham tersebut terhadap pendapatannya. Jika harga saham semakin tinggi maka selisih harga 26

saham periode sekarang dengan periode sebelumnya semakin besar, sehingga capital gain yang dihitung dari selisih antara harga saham periode sekarang dengan harga saham periode sebelumnya juga akan meningkat. berdasarkan konsep tersebut menunjukkan bahwa semkain tinggi PER maka return saham juga semakin meningkat. 2.1.9 Economic Value Added (EVA) 2.1.9.1 Pengertian Economic Value Added Penggunaan alat ukur terhadap laba akuntansi memiliki kelemahan yaitu tidak memperhatikan risiko yang dihadapi perusahaan dengan mengabaikan biaya modal dan hanya terfokus pada laba perusahaan sehingga sulit untuk mengetahui keberhasilan suatu perusahaan dalam menciptakan nilai perusahaan atau tidak. Nilai perusahaan adalah salah satu acuan bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, konsep baru yang dikembangkan oleh Stewart dan Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993 sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah Economic Value Added (EVA) (Wiagustini, 2010:95). Economic value added ditentukan oleh dua hal yaitu keuntungan bersih operasional setelah pajak dan tingkat biaya modal. Laba operasi setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan nilai didalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan sebagai suatu pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan nilai tersebut. Laba yang dimaksud adalah Net Operating Profit After Tax (NOPAT) yaitu laba operasi bersih setelah pajak. Sedangkan biaya kapital adalah biaya bunga pinjaman dari biaya ekuitas yang digunakan untuk 27

menghasilkan NOPAT yang dihitung secara rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital = WACC). Economic value added yang positif menandakan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal, konsisten dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan. Sebaliknya, EVA yang negatif menandakan nilai perusahaan berkurang sebagai akibat tingkat pengembalian yang dituntut investor (Brigham dan Houston, 2009:69-70). 2.1.9.2 Keunggulan dan Kelemahan Economic Value Added EVA sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang relatif baru, memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari EVA menurut Govindarajan dalam Wiagustini (2010:99), antara lain: 1) Melalui pengukuran EVA, seluruh unit usaha memiliki sasaran laba untuk perbandingan investasi yang sama. Meningkatnya EVA, maka investasiinvestasi akan menghasilkan laba diatas biaya modal sehingga akan lebih menarik para manajernya untuk berinvestasi dalam perusahaan tersebut 2) Adanya tingkat suku bunga yang berbeda dapat digunakan untuk jenis asset yang berbeda pula 3) Perhitungan EVA memiliki korelasi positif yang kuat terhadap perubahanperubahan nilai pasar perusahaan. Wiagustini (2010:100) menjelaskan bahwa konsep EVA juga memiliki kelemahan yaitu EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tahun tertentu. Padahal nilai perusahaan merupakan akumulasi EVA selama umur perusahaan. Sehingga suatu perusahaan mempunyai nilai EVA yang positif pada 28

periode tertentu, namun nilai perusahaan tersebut rendah karena nilai EVA di masa lalunya negatif. Economic Value Added sebagai ukuran kinerja memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1) Ukuran kinerja masa lampau EVA tidak mampu memprediksi dampak strategi yang kini diterapkan untuk masa depan perusahaan 2) Sifat pengukurannya merupakan potret jangka pendek, sehingga manajemen cenderung enggan berinvestasi jangka panjang, karena bisa mengakibatkan penurunan nilai EVA dalam periode yang bersangkutan. Hal ini dapat mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan di masa depan 3) Konsep EVA mengabaikan kinerja non keuangan yang sebenarnya bisa meningkatkan kinerja keuangan 4) Tidak tepat diterapkan pada industri tertentu. Penggunaan EVA untuk mengevaluasi kinerja keuangan, misalkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi seperti pada sektor teknologi. 2.1.9.3 Langkah-Langkah Menentukan Economic Value Added Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan EVA dijelaskan dalam Zahara dan Haryanti (2011) sebagai berikut: 1) Menghitung biaya utang (Cost of Debt) Cost of debt merupakan rate yang harus dibayar oleh perusahaan di dalam pasar sekarang untuk mendapatkan hutang jangka panjang yang baru 2) Menghitung biaya modal saham (Cost of Equity) 29

Cost of equity adalah perhitungan untuk menaksir biaya modal saham perusahaan 3) Menghitung struktur permodalan dari neraca Menghitung struktur permodalan dari neraca adalah menghitung jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai perusahaannya. Struktur modal biasanya terdiri dari utang dan ekuitas, sehingga dicari: Komposisi utang = rasio utang terhadap jumlah modal Komposisi utang = rasio modal saham terhadap jumlah modal 4) Menghitung NOPAT, yakni laba bersih yang telah disesuaikan sehingga laba tersebut tidak memperhitungkan biaya bunga lagi, tujuan menghilangkan komponen biaya bunga tersebut agar biaya bunga yang tergolong biaya modal dapat diperhitungkan secara rata-rata tertimbang dengan biaya modal yang lain, yaitu ekuitas 5) Menghitung tingkat pengembalian, tingkat pengembalian yang dimaksud adalah pengembalian dalam bentuk bunga 6) Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital), merupakan rata-rata tertimbang biaya hutang dan modal sendiri, menggambarkan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor 7) Menghitung EVA, yaitu laba operasi bersih sesudah pajak (NOPAT) dikurangi biaya modal. 30

2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Return Saham Salah satu alat ukur kinerja keuangan perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio solvabilitas. Rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pada penelitian ini rasio solvabilitas diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini digunakan karena dapat memberikan informasi mengenai seberapa besar ekuitas dari para pemegang saham yang digunakan untuk menutupi keseluruhan hutang perusahaan sehingga para investor pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat menyepakati jumlah dana perusahaan yang dibiayai dengan hutang sehingga return yang sesuai dapat diperoleh. Investor cenderung menghindari saham yang memiliki nilai DER yang tinggi karena nilai DER yang tinggi mencerminkan risiko perusahaan yang relatif tinggi (Kasmir, 2012:158). Mendukung pernyataan tersebut, Sakti (2010) juga menjelaskan bahwa keberanian manajer menggunakan hutang dalam struktur modal membawa dampak yang kurang baik bagi investor yang berkeinginan menanamkan modal (dana). Manajer dapat menggunakan hutang pada kondisi yang optimal sebagai sinyal yang lebih kredible, namun pada posisi yang berlebihan akan memberikan signal yang buruk bagi investor. Perusahaan yang menggunakan hutang secara berlebihan dapat diketahui dengan melihat tingginya nilai DER perusahaan tersebut. 31

Semakin besar nilai DER, maka risiko gagal bayar yang dihadapi oleh perusahaan akan semakin besar. Selain itu, semakin tinggi DER perusahaan juga harus membayar biaya bunga yang tinggi. Apabila hal tersebut terjadi, maka dapat mengakibatkan penurunan pembayaran dividen karena dianggap sebagai informasi yang buruk oleh investor, sehingga permintaan terhadap saham perusahaan akan mengalami penurunan yang berakibat pada penurunan harga saham. Dalam kondisi tersebut menandakan saham perusahaan kurang diminati yang secara langsung akan menurunkan tingkat return saham perusahaan (Kasmir, 2012:158). Penjelasan tersebut didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Gill et al. (2010), Hermawan (2012), Rafique (2012), Sakti (2010) yang memperoleh hasil penelitian dimana DER memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap return saham. H 1 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham pada perusahaan food and beverage di BEI. 2.2.2 Pengaruh Return On Assets (ROA) Terhadap Return Saham Rasio Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Pada penelitian ini rasio profitabilitas diproksikan dengan Return On Assets (ROA) yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin tinggi ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik dan para pemegang saham akan mendapat peningkatan keuntungan 32

dari dividen yang diterima atau return saham dan demikian pula sebaliknya (Kasmir, 2012:202-205). Perusahaan berupaya agar ROA dapat selalu ditingkatkan karena semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak dan dengan semakin meningkatnya ROA maka profitabilitas perusahaan semakin baik. Kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva untuk menghasilkan keuntungan mempunyai daya tarik dan mampu mempengaruhi investor untuk membeli saham dan menanamkan dananya pada suatu perusahaan. Hal tersebut akan menyebabkan harga saham perusahaan akan meningkat dengan kata lain ROA akan berdampak positif terhadap return saham (Arista dan Astohar, 2012). Penjelasan tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Ghasempour dan Mehdi (2013), Haghiri (2012) serta Malintan (2012) yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. H 2 : Return On Assets (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham pada perusahaan food and beverage di BEI. 2.2.3 Pengaruh Price Earning Ratio (PER) Terhadap Return Saham Rasio pasar yang berkaitan dengan return saham adalah Price Earning Ratio (PER). Price earning ratio adalah cara mengukur seberapa besar investor menilai laba yang dihasilkan perusahaan. Rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari laba perusahaan (earnings) dan digunakan sebagai strategi untuk mengidentifikasi kewajaran harga 33

saham dimata pasar, apakah dinilai terlalu rendah (undervalued) atau terlalu tinggi (overvalued) (Hartono, 2014:204). Semakin tinggi PER menunjukkan prospek harga saham dinilai semakin tinggi oleh investor terhadap pendapatan per lembar sahamnya, sehingga PER yang semakin tinggi juga menunjukkan semakin mahal saham tersebut terhadap pendapatan per lembar sahamnya. Perusahaan yang memiliki PER yang tinggi biasanya memiliki peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga menyebabkan ketertarikan investor untuk membeli saham perusahaan yang kemudian dapat meningkatkan harga saham dan selanjutnya akan berdampak pada perolehan return saham (Husnan, 2009:75). Ketika harga saham semakin tinggi maka capital gain juga meningkat yang mengakibatkan return saham naik, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara PER terhadapa return saham. Penjelasan tersebut didukung oleh Arslan (2014), Farkhan dan Ika (2013), Karami et al. (2013) serta Usman (2013) yang menyatakan bahwa PER memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. H 3 : Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham pada perusahaan Food and Beverage di BEI. 2.2.4 Pengaruh Economic Value Added (EVA) Terhadap Return Saham Economic Value Added (EVA) adalah suatu estimasi dari laba ekonomis yang sebenarnya dari bisnis untuk tahun yang bersangkutan. Economic value added berbeda dari laba akuntansi. Alasan yang paling penting karena dikurangkannya biaya modal ekuitas ketika menghitung EVA. Economic value 34

added mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal, termasuk modal ekuitas, telah dikurangkan, sedangkan laba akuntansi ditentukan tanpa mengenakan beban untuk modal ekuitas. Dalam perhitungan EVA disajikan suatu ukuran yang baik mengenai sampai sejauh mana perusahaan telah memberikan tambahan pada nilai pemegang saham. Pada saat manajer berfokus pada EVA, hal ini akan membantu memastikan bahwa mereka telah menjalankan operasi dengan cara yang konsisten dengan tujuan memaksimalkan kekayaan pemegang saham (Brigham dan Houston, 2009:69). Meningkatnya EVA suatu perusahaan disimpulkan bahwa kinerja perusahaan tersebut semakin baik dan hal tersebut dipandang sebagai prestasi perusahaan yang selanjutnya akan meningkatkan harga saham yang kemudian berdampak pada return pemegang sahamnya. Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2011), Kristiana dan Widodo (2012) serta Sharma dan Kumar (2010) yang menyatakan bahwa EVA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham. H 4 : Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham pada perusahaan food and beverage di BEI. 35