J.Tek.Ling Edisi Khusus Hal. 171-176 Jakarta, Juli 2006 ISSN 1441 318X PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH MASYARAKAT DESA IE RHOB DAN ALUE MANGKI DI KABUPATEN BIREUN P. Nugro Rahardjo Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract After Disaster Tsunami in Desember 2004, a lot of villages located at the beach and coastal area in Province Nanggroe Aceh Darussalam have been being in a very difficult condition. Many problems, especially the lack of clean and drinking water, have not been overcome yet. Ie Rhob and Alue Mangki are the 2 villages which have to be helped in order to get clean water supply for all of the residences living in the villages. Because of sea water intrusion, almost all of the shallow ground water can not be used as the good raw water for a simple water treatment installation. River Krueng Mane is the only one water resource which has a water quality suitable for the simple water treatment. The recommended water treatment processes are sedimentation, mixing, flocculation, coagulation, filtration and disinfection as the final process. Kata Kunci : clean water supply, raw water quality, water treatment 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setelah terjadinya bencana Tsunami 2 tahun yang lalu, yaitu pada akhir Desember 2004, banyak daerah pesisir di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam hingga saat ini masih dirundung berbagai masalah. Bencana tersebut telah menghancurkan tidak saja rumah-rumah tinggal penduduk, tetapi juga semua sarana-sarana umum dan infrastruktur yang sebelumnya merupakan fasilitas utama sebagai penunjang kehidupan masyarakat di sana. Karena itu Pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan program untuk melakukan rekonstruksi di semua daerah yang menjadi korban bencana tersebut. Tentu saja pelaksanaan program ini dilakukan secara bertahap dan sesuai kemampuan keuangan negara dan bantuan dari negara-negara donor. Salah satu kebutuhan dasar yang dipandang paling penting adalah terpenuhinya kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Karena itu secara bertahap pula dilakukan pembangunan IPA (Instalasi Pengolahan Air) di desa-desa pesisir yang terkena bencana alam tersebut. Di Kabupaten Bireun, Kecamatan Gandaria terdapat dua desa kecil, yaitu Desa Ie Rhob dan Alue Mangki, yang hingga saat ini masih belum memperoleh IPA. Secara ekonomis daerah ini sudah dapat dikatakan mulai pulih kondisinya, namun karena belum adanya pemenuhan kebutuhan air bersih, maka kesannya dua desa ini masih tertinggal. Di desa Ie Rhob terdapat 28 Kepala Keluarga, sementara itu di Desa Alue Mangki Pemenuhan Kebutuhan Air J.Tek Ling. PTL-BPPT Edisi Khusus 171-176 171
terdapat 124 Kepala Keluarga. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat di dua desa ini diperlukan survei langsung terhadap kondisi daerah, terutama sumber air yang ada dan rancangan proses pengolahan air dalam IPA yang sesuai dengan kondisi daerah tersebut. 1.2. Tujuan dan Sasaran Kegiatan ini mempunyai dua tujuan, yang pertama adalah melakukan survei kualitas sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku bagi sistem pengolahan air yang akan dibangun, dan yang kedua adalah memberikan rekomendasi teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kualitas air baku yang digunakan. Adapun sasaran kegiatan ini adalah diperolehnya sumber air baku yang paling baik untuk IPA dan satu rekomendasi sistem teknologi pengolahan air dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat di dua desa tersebut. 1.3. Lingkup Pekerjaan Lingkup kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan survei lokasi untuk mendapatkan data-data awal, seperti kondisi daerah secara umum dan peta dua desa (Ie Rhob dan Alue Mangki). 2. Melakukan survei kualitas sumber air yang ada di kedua desa tersebut.. 3. Merancang diagram sistem proses pengolahan air yang sesuai dengan keperluan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat di kedua desa tersebut. 1.4. Metodologi Tahap Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder, seperti kondisi daerah dan peta dasar lokasi penelitian, diperoleh melalui koordinasi dengan instansi terkait, yaitu kantor kepada desa dan kecamatan. Untuk peta lokasi dapat diperoleh dari data citra satelit. Tahap Pengumpulan Data Primer Data primer, seperti kualitas sumber air yang ada, dilakukan dengan sampling air dan pengukuran langsung di lapangan. Kemudian air contoh tersebut dianalisa di laboratorium untuk beberapa parameter penting saja. Tahap Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh, terutama terhadap data primer, selanjutnya dianalisa. Untuk data kualitas dari sumber-sumber air yang disurvei dilakukan perbandingan dengan standar baku mutu air yang berlaku, yaitu kesesuaian dengan penggolongan untuk digunakan sebagai sumber air baku bagi pengolahan air bersih atau air minum. Tahap Perancangan Proses Dalam perancangan proses pengolahan air untuk sistem IPA, dipergunakan data-data dasar berupa kualitas sumber air baku dan kualitas air hasil olahan yang sesuai dengan baku mutu air minum yang berlaku. 2. KONDISI DAERAH DAN SUMBER AIR TANAH Desa Ie Rhob dan Desa Alue Mangki adalah dua desa yang terletak di daerah pesisir pantai. Desa Ie Rhob dihuni oleh 28 kepala keluarga dan Desa Alue Mangki dihuni oleh 124 kepala keluarga. Topografi wilayah pesisir pantai di dua desa tersebut relatif datar atau hanya mempunyai perbedaan tinggi yang sangat kecil sampai ke jarak sekitar 10 km dari garis pantai. Daerah yang seperti ini umumnya mempunyai sumber air tanah dangkal yang buruk atau terpengaruh oleh intrusi air laut dan peristiwa pasang surut air laut, sehingga Rahardjo, PN. 2006 172
air tanah dangkal yang berupa sumursumur gali mempunyai air yang berasa payau. Walaupun tinggi muka air tanah relatif sangat dangkal (sekitar 2 meter lebih) dan jumlahnya melimpah, namun kualitasnya sangat buruk karena tercemar oleh garam-garam laut. Berdasarkan pengukuran langsung di lapangan diperoleh data, bahwa beberapa sumur air tanah dangkal yang dimiliki penduduk yang berlokasi sekitar 1 sampai 2 Km dari garis pantai, menunjukkan kandungan TDS (Total Dissolved Solid) antara 1000 ppm sampai dengan 2300 ppm. Memang untuk sumur air tanah dangkal yang berada pada jarak lebih dari 2 km dari garis pantai, umumnya diperoleh hasil analisa air yang lebih baik (TDS < 1500 ppm). Untuk mengolah air payau yang berasa asin dan mengandung padatan terlarut lebih dari 1.500 mg/liter dibutuhkan proses yang lebih rumit dan biaya yang cukup besar. Karena itu air tanah dangkal tidak mungkin digunakan sebagai sumber air baku untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat. Untuk melihat potensi sumber air tanah dalam dibutuhkan survei dan uji pengeboran (data logging) air tanah dalam (> 60 meter atau lebih). Inipun bergantung dari data-data hidrogeologi-litologi di kawasan tersebut. Survei dan uji pengeboran tersebut tentu membutuhkan biaya yang cukup besar. Melihat kondisi ini, maka disimpulkan bahwa pemanfaatan air tanah dalam untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat di dua desa tersebut juga masih menghadapi berbagai kendala. 3. KONDISI SUMBER AIR PERMUKAAN Sumber air baku selain air tanah adalah air permukaan. Wilayah ini dilalui oleh Sungai Krueng Mane. Berdasarkan informasi dari penduduk setempat diperoleh keterangan bahwa air sungai tersebut mempunyai debit yang sangat besar dan pada musim kemarau sekalipun debitnya tidak berkurang banyak. Jadi secara kuantitas air sungai tersebut menjamin untuk digunakan sebagai air baku untuk pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat di dua desa itu. Namun karena topografi yang relatif datar di wilayah tersebut, maka sungai tersebut juga sangat terpengaruh oleh pasang surut air laut. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan informasi dari penduduk setempat, diketahui bahwa pengaruh pasang surut air laut hanya mencapai daerah tambak di Dusun Bangka, Desa Ie Rhob (lihat Gambar 1). Dengan kata lain pengaruh pasang surut air laut hanya mencapai jarak sekitar 4 atau 5 km dari titik muara sungai. Karena itu titik lokasi pengambilan contoh air sungai yang layak untuk dijadikan sumber air baku bagi pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat desa tersebut adalah yang berjarak lebih besar dari adanya pengaruh pasang surut air laut. Hasil analisa laboratorium untuk mengetahui kualitas air sungai tersebut, khususnya pada titik lokasi yang tidak terkena pengaruh pasang surut air laut, menunjukkan bahwa secara fisika, kimia dan biologis, kualitas air Sungai Krueng Mane tersebut memenuhi syarat untuk dijadikan sumber air baku bagi sistem pengolahan air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk setempat (lihat tabel hasil analisa kualitas air Sungai Krueng Mane pada lampiran). Data kualitas air sungai di dua titik lokasi pengambilan contoh air, yaitu Air Permukaan I dan II (Hulu Sungai), menunjukkan bahwa kelima parameter kimia (ph, kandungan Besi, Timbal/Timah Hitam, Nitrat dan Sulfat) sudah memenuhi standar atau baku mutu untuk air minum. Keempat parameter kimia, yaitu kandungan Besi, Timbal/Timah Hitam, Nitrat dan Sulfat sudah sangat aman atau masih jauh di bawah batas maksimum yang diperbolehkan untuk baku mutu air minum. Bahkan pada titik Pemenuhan Kebutuhan Air J.Tek Ling. PTL-BPPT Edisi Khusus 171-176 173
sampling kedua (Air Permukaan II), diperoleh hasil yang sangat baik, yaitu kandungan Timbal atau Timah Hitamnya tidak terdeteksi sama sekali. Gambar 1 : Peta Lokasi Penelitian (Desa Ie Rhob dan Desa Alue Mangki) Untuk parameter Fisika, yaitu Kekeruhan, memang menunjukkan jauh di atas baku mutu (masing-masing 164 dan 152 NTU). Namun nilai tersebut tetap memenuhi syarat kualitas air untuk digunakan sebagai sumber air baku untuk sistem pengolahan yang menghasilkan air bersih atau air minum. Untuk parameter biologis atau bakteriologist, hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa baik jumlah bakteri E. Coli maupun Coliform total melampaui baku mutu, artinya tidak memenuhi syarat baku mutu air bersih. Bahkan pada titik Air Permukaan II diperoleh jumlah Coliform total mencapai 2400 sel per 100 ml air sungai. Data biologis ini menunjukkan bahwa air sungai tersebut tercemar oleh limbah domestik, khususnya yang berasal dari tinja manusia. Namun kualitas air sungai secara biologis ini tidak mengkhawatirkan untuk menjadikan air sungai tersebut sebagai sumber air baku utama bagi sistem pengolahan air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat di dua desa itu. 4. TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR 4.1. Proses Pengolahan Air Berdasarkan hasil analisa kualitas air Sungai Krueng Mane dari laboratorium dapat ditentukan urutan proses-proses pengolahan air untuk memperoleh atau menghasilkan air bersih atau air minum bagi masyarakat Desa Ie Rhob dan Desa Alue Mangki. Dua permasalahan kualitas air adalah kualitas fisika dan biologis. Untuk meningkatkan kualitas fisika dibutuhkan proses yang dapat menurunkan kekeruhan dari sekitar 164 NTU sampai di bawah 5 NTU. Berbagai macam proses Rahardjo, PN. 2006 174
fisika dapat ditempuh untuk maksud tersebut, namun tentu saja setiap proses mempunyai keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Melihat situasi dan kondisi di pedesaan tersebut, maka dipertimbangkan bahwa lebih baik digunakan sistem perpaduan dari proses pengolahan yang sederhana, yang lebih mudah dalam pengoperasian proses tersebut dan yang tidak membutuhkan biaya mahal untuk pengoperasian sistem proses pengolahan air tersebut. Untuk mengurangi kekeruhan air baku tersebut sampai tingkat yang memenuhi baku mutu air bersih atau air minum, dibutuhkan beberapa tahapan. Setelah air baku diambil dari sungai, kemudian dialirkan menuju ke sistem pemroses yang pertama, yaitu proses pengendapan awal. Proses ini berjalan secara alamiah dan berfungsi untuk mengendapkan sebanyak mungkin pengotor-pengotor berat yang terdapat dalam air baku yang sangat keruh tersebut. Tahap kedua adalah pengendapan partikel-partikel atau butirbutir padatan yang jauh lebih halus dan ringan. Untuk membuat pengendapan berjalan lebih cepat dan efektif, dibutuhkan bahan kimia yang berfungsi untuk mengikat partikel-partikel padatan tersebut menjadi gumpalan yang lebih besar dan berat, sehingga dengan sendirinya lebih mudah mengendap pada dasar unit pengendapan kedua ini. Bahan kimia yang digunakan untuk mengikat dan menggumpalkan partikel-partikel padatan disebut sebagai koagulan. Agar koagulan dapat bercampur sempurna atau homogen dalam unit pengendapan dibutuhkan suatu proses tambahan, yaitu proses pencampuran. Setelah proses pengendapan kedua, kemudian dilakukan proses penyaringan. Proses penyaringan pun dilakukan dua tahap, yaitu penyaringan ultra dan penyaringan mikro. Hasil dari proses penyaringan mikro ini sudah dapat memenuhi baku mutu untuk kekeruhan, yaitu dengan nilai di bawah 5 NTU. Setelah air menjadi jernih (kekeruhan < 5 NTU), baru kemudian dilakukan proses untuk meningkatkan kualitas biologis. Untuk meningkatkan kualitas biologis dibutuhkan proses yang dapat membunuh semua bakteri dan mikroorganisme pathogen atau yang berbahaya bagi manusia. Proses tersebut dikenal dengan nama Desinfeksi. Untuk mengeliminasi bakteri dan mikroorganisme pathogen ini juga diketahui ada berbagai macam cara. Tiga cara yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat oksidator kuat (seperti Kaporit atau Khlorin), dengan sinar Ultra Violet dan dengan menggunakan Ozon. 4.2. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Seperti yang telah diuraikan di atas, maka secara lengkap urut-urutan proses pengolahan air dapat dilihat pada gambar diagram alir proses pengolahan air berikut ini. Gambar 2 : Diagram alir proses pengolahan air. Pemenuhan Kebutuhan Air J.Tek Ling. PTL-BPPT Edisi Khusus 171-176 175
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelum ini dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Secara kuantitas, baik Desa Ie Rhob maupun Desa Alue Mangki mempunyai sumber air yang melimpah untuk dijadikan sebagai sumber air baku bagi sistem pengolahan air bersihnya. Dua sumber air yang potensial dari segi jumlahnya adalah air tanah dangkal dan air permukaan atau air sungai. Potensi air tanah dalam hingga kini belum ada data yang dapat menunjukkan besar potensinya. 2. Secara kualitas, dua sumber air yang ada, yaitu air tanah dangkal dan air permukaan, tidak menunjukkan potensi yang baik untuk dijadikan sebagai sumber air baku bagi sistem pengolahan air bersih. Air tanah dangkal yang ada, kualitasnya masih terpengaruh oleh pasang surut air laut. Sedangkan air permukaannya, yaitu air sungai Krueng Mane, kualitasnya dapat dikatakan baik untuk dijadikan sebagai sumber air baku bagi sistem pengolahan air bersih. Tetapi titik lokasi pengambilan air sungai tersebut juga harus melebihi jarak 5 km dari titik muara Sungai Krueng Mane. 3. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, air Sungai Krueng Mane mempunyai kualitas kimia yang baik. Namun untuk parameter Fisika, yaitu kekeruhan dan parameter bakteriologisnya masih belum memenuhi syarat untuk air bersih, sehingga masih dibutuhkan pengolahan lagi. 4. Sistem teknologi pengolahan air yang direkomendasikan sebenarnya merupakan teknologi yang konvensional. Hal ini mengingat bahwa situasi dan kondisi masyarakat di kedua desa tersebut dinilai belum memungkinkan untuk menerima sistem teknologi yang lebih maju, karena daya beli yang masih sangat rendah dari masyarakat desa pada umumnya. 5. Urut-urutan proses utama dalam pengolahan air yang direkomendasikan adalah sedimentasi, pencampuran, flokulasi, koagulasi, filtrasi dan diakhiri dengan desinfeksi. 5.2. Saran 1. Untuk menjamin sumber air baku bagi sistem pengolahan air bersih di dua desa tersebut, dibutuhkan suatu program jangka panjang yang direncanakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya saja dengan penerapan pembuatan bendungan di titik lokasi yang merupakan batas pengaruh pasang tertinggi dari air laut. Dengan cara ini, maka pengaruh pasang air laut dapat dikendalikan dengan mudah. Dengan sistem pintu air, pada saat air laut surut, maka pintu air dapat dibuka secara bertahap. Bila bendungan dibuat lebih besar kapasitasnya, maka dapat juga berpengaruh untuk menekan intrusi atau pengaruh pasang surut air laut di daerah daratan pesisir tersebut terhadap air tanah dangkalnya. 2. Selain itu adanya bendungan jelas akan memiliki berbagai keuntungan, seperti dapat menjamin pasokan air baku untuk IPA walaupun pada musim kemarau panjang sekalipun. Bendungan dapat berfungsi sebagai tandon air atau tabungan air, karena menampung air yang mengalir dari daerah hulu. Sejalan dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan (Sustainable Development), maka program yang harus dilaksanakan adalah adanya sistem pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai). Dengan pengelolaan DAS yang baik, maka baik daerah hulu maupun hilir akan terus terjaga Rahardjo, PN. 2006 176
keseimbangan lingkungannya, khususnya keseimbangan hidrologinya. 3. Melihat jumlah kepala keluarga yang terdapat di kedua desa tersebut, yaitu sebanyak 152 KK, dan dengan asumsi terdapat 5 jiwa dalam satu KK, maka jumlah penduduknya adalah sekitar 760 jiwa. Bila kebutuhan air bersih sebesar 200 liter per orang per hari, maka jumlah air bersih yang dibutuhkan bagi masyarakat di kedua desa tersebut adalah sebanyak 152.000 liter/hari atau 152 m 3 /hari. Dengan dasar itu, sebaiknya dibangun IPA dengan kapasitas sebesar 200 m 3 /hari. Perhitungan yang berlebih itu deimaksudkan untuk mengantisipasi bila ada kebocoran-kebocoran dalam pipa jaringan distribusi dan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penduduk di kedua tersebut. 4. Berkaitan dengan butir 2 di atas, disarankan pula dalam pembangunan IPA sebaiknya juga dilanjutkan dengan pembuatan jaringan distribusinya. Dengan demikian, setiap rumah penduduk dapat terjangkau dan dapat menikmati pelayanan air bersih atau air minum. DAFTAR PUSTAKA 1. NN., Buku Data Monografi Kecamatan Gandaria Tahun 2006, Terbitan Kecamatan Bireun, Kabupaten Bireun, Desember 2006. 2. Nugro R., dkk., Kumpulan Bahan Pelatihan Teknologi Pengolahan Air, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT, Jakarta, 2002. Pemenuhan Kebutuhan Air J.Tek Ling. PTL-BPPT Edisi Khusus 171-176 177