JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 STUDI PERBANDINGAN PELAT KONVENTIONAL, RIBSLAB DAN FLATSLAB BERDASARKAN BIAYA KONSTRUKSI Denny Ervianto, Retno Indryani, Endah Wahyuni Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: endah@ce.its.ac.id Beton merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di Indonesia, hampir 60% meterial yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada umumnya dipadu dengan baja (composite) atau jenis lainnya. Di sisi lain, penggunaan material beton sebagai salah satu unsur penting dalam sebuah proyek ternyata berpengaruh signifikan terhadap total biaya proyek. Hal ini menyebabkan efisiensi material sangat diperlukan untuk menurunkan total biaya konstruksi. Dengan efisiensi biaya material, maka penghematan terbesar telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi. Diharapkan dengan mengetahui pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi tersebut, akan didapatkan efisiensi biaya di dalam proyek. Sistem lantai yang diteliti adalah pelat konvensional, ribslab, flatslab, dan flatslab dengan balok semu. Perhitungan terdiri dari dua bagian yaitu perhitungan struktur dan perhitungan biaya konstruksi. Perhitungan struktur dibantu oleh program SAP 2000. Masingmasing sistem lantai dicari ketebalan optimum yang akan menghasilkan biaya minimum. minimum dari masingmasing lantai inilah yang akan diperbandingkan, sehingga didapatkan sistem pelat lantai yang memiliki biaya minimum. Dari hasil penelitian, didapatkan urutan sistem pelat yang memerlukan biaya konstruksi terendah yaitu pelat konvensional, flatslab, flatslab dengan balok semu, dan ribslab. Pelat konvensional merupakan sistem pelat yang membutuhkan biaya konstruksi yang paling rendah. Kata Kunci biaya konstruksi, pelat konvensional, flatslab, ribslab, balok semu I. PENDAHULUAN Beton merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di Indonesia, hampir 60% meterial yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada umumnya dipadu dengan baja (composite) atau jenis lainnya (Mulyono, 200: 135). Di sisi lain, penggunaan material beton sebagai salah satu unsur penting dalam sebuah proyek ternyata berpengaruh signifikan terhadap total biaya proyek. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (1985), lebih dari separuh total biaya proyek diserap oleh material yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha ini juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Ritz (199) yang mengatakan bahwa material memiliki konstribusi sebesar 0-60 % dalam biaya proyek. Hal ini menyebabkan efisiensi material sangat diperlukan untuk menurunkan total biaya konstruksi. Dengan efisiensi biaya material, maka penghematan terbesar telah dilakukan (Damodara, 1999). Dalam perencanaan struktur lantai beton, dikenal beberapa sistem yang umum digunakan oleh para perencana. Sistem tersebut adalah sistem konvensional, sistem flat slab, sistem rib slab, sistem flat plate, dan sistem joist atau waffle. Selama ini, penggunaan keempat sistem ini hanyalah berdasar permintaan arsitek atau konsultan perencana. Belum ada penelitian yang mengkorelasikan hubungan antara keempat sistem ini dengan biaya konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi. Diharapkan dengan mengetahui pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi tersebut, akan didapatkan efisiensi biaya di dalam proyek. Dalam ekonomi konstruksi, pemakaian sistem struktur lantai beton bertulang yang lebih efisien disebut sebagai versi owner (Asiyanto,2003:6). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Struktur Lantai Beton Bertulang Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan dengan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03-287-2002 ps. 3.13) Sistem konvensional atau yang biasa disebut sebagai sistem struktur lantai biasa memiliki pelat, balok dan kolom sebagai komponen penyusunnya. Pada sistem ini, beban yang bekerja pada struktur pertama kali akan diterima oleh pelat. Sistem adalah sistem lantai yang diperkuat dengan mempertebal pelat di sekeliling kolom (drop panel), dan dengan penebalan kolom di bawah pelat (kepala kolom / capital). Gambar Flat slab dapat dilihat pada Gambar II-. Biasanya, perbandingan antara panjang panjang drop panel dan capital dibatasi sebagai berikut : lx < ly < 2lx (Caprani, 2007). Flat slab dengan balok semu merupakan flat slab dengan penambahan balok semu yang menghubungkan antar kolom. Balok semu yang dimaksud adalah bagian dari pelat yang memiliki tulangan lebih banyak dibandingkan bagian pelat lainnya, namun ketebalannya sama dengan bagian pelat lain. Penambahan balok semu bertujuan untuk mengurangi kebutuhan tulangan. merupakan sistem pelat beton bertulang yang memiliki rusuk satu arah yang berguna menambah kekuatan dan kekakuan pada arah pemasangannya. Bentuk rusuk
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 2 menyerupai balok anak tetapi dengan jumlah yang lebih banyak dan dimensi yang lebih kecil. B. Konstruksi Proyek Analisa konstruksi atau yang biasa disebut dengan ABK adalah suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan per-satuan pekerjaan konstruksi (Khalid, 2008). Analisa biaya konstruksi yang digunakan yakni berdasarkan SNI. Pada tahun 1987 sampai 1991, Pusat penelitian dan Pengembangan Permukiman melakukan penelitian untuk mengembangkan analisa BOW. konstruksi proyek merupakan penjumlahan antara biaya langsung dan biaya tidak langsung dalam sebuah proyek. langsung adalah biaya yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan proyek konstruksi. tidak langsung adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan pelaksanaan proyek, namun keberadaannya tetap dibutuhkan. 1) Rencana Anggaran dan (RAB) konstruksi sebuah proyek umumnya akan dirangkum dalam sebuah dokumen yang disebut dengan Rencana Anggaran dan (RAB). Rencana Anggaran dan atau yang sering disebut RAB adalah perkalian antara harga satuan pekerjaan dengan volume pekerjaan. Tahapan Perhitungan Anggaran 2) Perhitungan RAB Perhitungan RAB pada dasarnya merupakan perkalian antara harga satuan pekerjaan dengan volume pekerjaan tersebut. Harga satuan pekerjaan diperoleh dari acuan yang digunakan baik BOW, SNI, maupun Lapangan. Volume pekerjaan, didapatkan dari perhitungan volume yang berasal dari shop drawing yang umumnya didapatkan ketika pelaksanaan tender sebuah proyek. a) Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Harga satuan pekerjaan dapat dihitung berdasarkan daftar harga satuan upah pekerja, daftar harga satuan material bahan bangunan, dan daftar analisa/ index BOW. Perhitungan yang dilakukan harus sesuai dengan tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan yang telah diatur oleh Standar Nasional Indonesia. Rumus yang digunakan untuk perhitungan harga satuan pekerjaan adalah: III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dalam penelitian ini secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pembatasan kriteria desain Meliputi pembatasan kriteria desain dalam analisa kekuatan sistem struktur. 2. Preliminary desain dan pembebanan Preliminary Design disini terdiri dari perencanaan dimensi pelat, balok, drop panel, kolom, mutu beton dan baja yang dipakai, serta dimensi tulangan yang akan digunakan pada balok dan kolom. Pembebanan yang diperhitungkan pada penelitian ini merupakan kombinasi beban yang terjadi akibat gravitasi.. Analisa struktur Setiap sistem struktur lantai akan didesain menggunakan SAP 2000 untuk mendapatkan berbagai input di dalam kontrol desain seperti nilai bidang M, N, dan D. Kontrol desain dilakukan untuk mendapatkan desain yang sesuai dengan peraturan pada saat kemampuan layan. 5. Perhitungan biaya Volume pekerjaan yang dimaksud yaitu volume pekerjaan beton, bekisting, dan pembesian yang terdiri dari pelat, balok, kolom dan drop panel (khusus pada sistem flat slab). Harga satuan pekerjaan yang digunakan mengacu pada SNI DT 91-0008-2007. langsung terdiri dari biaya pekerjaan bekisting, pembesian dan beton. total adalah penjumlahan antara biaya langsung dan biaya tak langsung. 6. Analisa ketebalan optimum dan sistem pelat ekonomis Setelah didapatkan biaya untuk masing-masing tipe dengan ketebalan berbeda-beda, maka analisa akan dilakukan menggunakan grafik. Grafik ini akan nantinya yang akan membandingkan biaya konstruksi untuk masing-masing tipe sistem lantai. 7. Kesimpulan Kesimpulan berisi ketebalan ekonomis dari masingmasing sistem pelat dan juga sistem struktur pelat yang paling ekonomis dari keempat sistem pelat yang dianalisa. Alur tahapan penelitian seperti yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat pada 1. AHS = Index BOW x Harga Satuan* Keterangan: *) harga satuan pekerja berdasarkan UMR *) harga satuan material berdasarkan ketetapan pemerintah daerah setempat b) Perhitungan Volume Pekerjaan Perhitungan volume pekerjaan dilakukan atas semua item item pekerjaan dimulai dari pembersihan lahan, pekerjaan galian, timbunan, pondasi, dst. Perhitungan ini didasarkan pada gambar perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 3 Perhitungan penulangan tumpuan dan lapangan Dari perhitungan sebelumnya telah didapat: rmax = 0.75r Karena rmin > rperlu maka perhitungan Luas tulangan menggunakan rmin. As perlu = rbd Smax = 2 x tebal pelat Gambar 1 Alur tahapan penelitian IV. ANALISA STRUKTUR A. Data Perencanaan Struktur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sistem struktur berbahan beton bertulang dengan data perencanaan sebagai berikut: Tipe bangunan : Perpustakaan (6 lantai) Panjang bangunan : 12 m Lebar bangunan : 12 m Tinggi plafond : m Zona gempa :(tidak diperhitungkan) Mutu beton (f c) : 31.2 Mpa Mutu tulangan (fy) : 00 Mpa Mutu sengkang (fy) : 300 Mpa B. Analisa Struktur Perhitungan pelat Secara umum, perhitungan pelat terdiri dari dua tahapan. Tahapan pertama adalah perhitungan tebal pelat. Tahapan kedua adalah perhitungan kebutuhan penulangan pelat. Perhitungan penulangan pelat Perhitungan nilai b 1 : Menentukan batasan tulangan : V. ANALISA BIAYA langsung terdiri dari biaya pekerjaan bekisting, pembesian dan beton. total adalah penjumlahan antara biaya langsung dan biaya tak langsung. Tabel 1 beton keempat tipe pelat Perbandingan Beton Struktur No. Jenis Pelat Jenis komponen 1 1 cm Rp 276,016,200.22 15 cm Rp 286,557,261.32 16 cm Rp 297,098,322.2 2 17 cm Rp 280,27,71.22 20 cm Rp 315,879,227.05 23 cm Rp 351,510,982.88 26 cm Rp 387,12,738.70 10 cm Rp 292,908,807.37 11 cm Rp 300,30,113.3 12 cm Rp 307,738,113.17 1 cm Rp 2,615,715.39 17 cm Rp 280,27,71.22 Rp50,000,000.00 Rp00,000,000.00 Rp350,000,000.00 Rp300,000,000.00 Rp250,000,000.00 Rp150,000,000.00 Rp100,000,000.00 Rp50,000,000.00 20 cm Rp 315,879,227.05 23 cm Rp 351,510,982.88 Perbandingan Beton 1 2 3 Grafik 1 Perbandingan beton keempat tipe pelat sistem pelat flatslab membutuhkan biaya beton yang paling besar karena ketebalan pelat dari kedua sistem pelat ini adalah yang paling tebal.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 Tabel 2 bekisting keempat tipe pelat Perbandingan Bekisting No. Jenis Pelat Jenis komponen 1 1 cm Rp 330,21,980.96 2 Rp500,000,000.00 Rp00,000,000.00 Rp300,000,000.00 Rp100,000,000.00 15 cm Rp 329,03,71.80 16 cm Rp 328,565,8.6 17 cm Rp 266,688,75.08 20 cm Rp 268,563,882.00 23 cm Rp 270,39,009.92 26 cm Rp 272,31,137.8 10 cm Rp 53,95,787.60 11 cm Rp 8,91,929.76 12 cm Rp 3,88,071.92 1 cm Rp 26,813,626.16 17 cm Rp 266,688,75.08 20 cm Rp 268,563,882.00 23 cm Rp 270,39,009.92 Perbandingan Bekisting 1 2 3 Grafik 2 Perbandingan bekisting keempat tipe pelat ribslab membutuhkan biaya bekisting yang paling besar. Hal ini karena ribslab memiliki sangat banyak balok anak, sehingga luas bekisting yang diperlukan semakin banyak. Flatslab membutuhkan biaya paling redah karena memiliki sistem pelat yang sederhana yaitu tanpa mmerlukan balok. Tabel 3 pembesian keempat tipe pelat Perbandingan Pembesian No. Jenis Pelat Jenis komponen 1 1 cm Rp 376,799,881.11 15 cm Rp 311,138,191.07 16 cm Rp 311,138,191.07 2 17 cm Rp 5,8,015.83 20 cm Rp 522,930,625.3 23 cm Rp 90,668,59.85 26 cm Rp 50,082,033.02 10 cm Rp 638,65,009.75 11 cm Rp 653,315,957.7 12 cm Rp 653,315,957.7 1 cm Rp 867,381,298.17 17 cm Rp 739,673,5.06 20 cm Rp 700,37,59.51 23 cm Rp 700,68,127.13 Perbandingan Pembesian Rp1,000,000,000.00 Rp800,000,000.00 Rp600,000,000.00 Rp00,000,000.00 1 2 3 Grafik 3 Perbandingan pembesian keempat tipe pelat flatslab dengan balok semu membutuhkan biaya bekisting yang paling besar. Hal ini karena sistem pelat tersebut tidak memiliki balok, sehingga, tulangan yang dibutuhkan pada bagian pelat semakin banyak. Pelat konvensional membutuhkan tulangan yang paling sedikit karena sistem pelat ini sangat sederhana, yang terdiri dari pelat dan balok induk saja. Tabel total keempat tipe pelat Perbandingan Total No. Jenis Pelat Ketebalan Pelat Total 1 1 cm Rp 983,058,062.29 15 cm Rp 927,099,167.19 16 cm Rp 936,801,962.13 2 17 cm Rp 1,091,38,21.13 20 cm Rp 1,107,373,73.8 23 cm Rp 1,112,618,587.65 26 cm Rp 1,163,538,909.56 10 cm Rp 1,385,99,60.72 11 cm Rp 1,02,535,000.85 12 cm Rp 1,0,938,12.83 1 cm Rp 1,376,810,639.73 Rp1,600,000,000.00 Rp1,00,000,000.00 Rp1,200,000,000.00 Rp1,000,000,000.00 Rp800,000,000.00 Rp600,000,000.00 Rp00,000,000.00 17 cm Rp 1,286,609,679.36 20 cm Rp 1,28,817,658.56 23 cm Rp 1,322,63,119.93 Perbandingan Total 1 2 3 Grafik Perbandingan total keempat tipe pelat Ketebalan pelat optimum, yaitu ketebalan yang membutuhkan biaya terendah pada bentang 6m yaitu: 15 cm untuk pelat konvensional, 17 cm untuk flatslab, 10 cm untuk ribslab, dan 20 cm untuk flatslab dengan balok semu.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 5 ribslab membutuhkan biaya yang paling besar, dan pelat konvensional membutuhkan biaya yang paling kecil. Hal ini karena ribslab memiliki bentuk yang sangat rumit dengan sangat banyak balok anak. Hal ini menyebabkan ribslab membutuhkan biaya bekisting dan pembesian yang sengat besar. Di sisi lain, beton yang dibutuhkan relatif sedikit karena ketebalan pelat yang dibutuhkan sangat sedikit yaitu antara 10 hingga 12 cm untuk bentang 6m. Tetapi jika dibandingkan secara keseluruhan, ribslab tetap merupakan sistem pelat yang paling mahal. Sistem pelat konvensional membutuhkan biaya konstruksi yang paling murah karena sistem pelatnya cukup sederhana, sehingga memerlukan biaya bekisting yang cukup murah. Disamping itu, ketebalan pelat yang digunakan relatif tipis untuk bentang 6m, sehingga beton yang dibutuhkanpun relatif sedikit jika dibandingkan flatslab. Pembesian sistem pelat konvesional pun cukup sederhana yaitu hanya menggunakan pelat dan balok induk, sehingga biaya pembesian pun sangat rendah. Oleh karena itu, sistem pelat ini membutuhkan biaya konstruksi yang paling rendah. Sistem flatslab membutuhkan biaya bekisting yang paling rendah karena bentuk flatslab sangat sederhana, yaitu hanya terdiri dari pelat dan drop panel yang menyerupai pelat, sehingga membutuhkan luasan bekisting yang relatif kecil. Di sisi lain, biaya beton flatslab adalah yang termahal, karena memiliki ketebalan pelat yang paling besar, yaitu 17 hingga 26 cm. pembesian flatslab berada diantara ribslab dan pelat konvensional. Karena biaya pembesian adalah biaya yang paling berpegaruh, maka biaya total flatslab berada diantara kedua jenis pelat tersebut. VI. KESIMPULAN Dari keseluruhan studi perbandingan sistem pelat ini, maka dapat ditarik kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah : 1. Ketebalan pelat optimum, yaitu ketebalan yang membutuhkan biaya terendah pada bentang 6m yaitu: 15 cm untuk pelat konvensional, 17 cm untuk flatslab, 10 cm untuk ribslab, dan 21 cm untuk flatslab dengan balok semu. 2. Dari hasil penelitian, didapatkan urutan sistem pelat yang memerlukan biaya konstruksi terendah yaitu pelat konvensional, flatslab, flatslab dengan balok semu, dan ribslab. DAFTAR PUSTAKA [1] Allen JD. 1998. Reengineering the design and construction process. Struct Eng 1998;76(9):175 9. [2] Asiyanto. 2003. Construction Project Cost management. Jakarta : PT Pradnya Jakarta. [3] Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2007. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung dan Perumahan SNI DT-91-0008-2007. [] Brata, Yudo. 2010. Analisis dan Perencanaan Berdasarkan Peraturan ACI 318-2005. Medan : Universitas Sumatera Utara. [5] Caprani, Collin. 2007. RC. Dublin : Third Year Civil Technician Diploma, University College Dublin. [6] Charif, A. 2010. One Way Joist/ Ribbed Slab. Saudi Arabia : Univesity of King Saud.