BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk orang-orang yang sibuk dan suka berperilaku konsumtif. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KUESIONER HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI FAST FOOD, AKTIVITAS FISIK DAN FAKTOR LAIN DENGAN GIZI LEBIH PADA REMAJA SMU SUDIRMAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan golongan yang paling mudah terkena pengaruh budaya

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KUESIONER GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan giziyang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Dewasa ini tingkat kesibukan masyarakat membuat masyarakat menyukai segala sesuatu yang instan dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan tingkat kesehatan dan fungsi kognitif. Manusia dapat memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. rendah, terlalu banyak lemak, tinggi kolesterol, terlalu banyak gula, terlalu

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan yang menimbulkan perubahan perilaku kehidupan modern, antara lain konsumsi makanan tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam, rendah serat, merokok, minum alkohol dan lain sebagainya. Ditinjau dari pandangan ilmu gizi, perubahan perilaku tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya masalah gizi lebih, obesitas dan penyakit degeneratif (Baliwati dkk, 2004). Sumberdaya manusia sangat penting bagi pembangunan suatu bangsa. Remaja merupakan salah satu sumberdaya manusia yang harus diperhatikan karena remaja sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting di masa yang akan datang. Dengan demikian, kualitas manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas remaja masa kini. Kualitas sumberdaya manusia sangat dipengaruhi oleh pola makan. Dengan pola makan yang baik, akan tercipta status gizi yang baik. Status gizi yang baik merupakan modal penting bagi daya pikir yang cemerlang dan tanggap dalam menghadapi permasalahan. Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan dan industri pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat, terutama di perkotaan (Khomsan, 2004). Hal ini 1

2 ditunjukkan dengan diberlakukannya perdagangan bebas dalam rangka AFTA 2003 dan APEC 2020, produk-produk pangan dari berbagai Negara dapat diperoleh di mana saja dengan rasa dan merek yang sama. Seperti yang terjadi di Indonesia, industri waralaba di bidang pangan yang berasal dari luar negeri berkembang sangat pesat seperti KFC, CFC dan sebagainya. Makanan tersebut tersedia dengan berbagai rasa, variasi harga dan kenyamanan serta telah dengan mudah dijumpai tidak hanya di ibukota propinsi tetapi juga di berbagai kota. Dampak dari keterbukaan ekonomi dan komunikasi di era globalisasi ini juga yang berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat (Martianto dan Ariani, 2004). Makanan olahan mengandung tinggi kalori, dan lemak, sehingga mengakibatkan gizi lebih dan bisa mengarah ke obesitas (Arisman, 2004). Hal ini diperkuat pada survei telepon yang dilakukan Jeffery,et al (2006) pada penduduk Minnesota (Amerika) dengan melibatkan 1033 dewasa diatas 18 tahun, yang menunjukkan bahwa seberapa sering orang yang makan makanan siap saji (fast food) di restoran dihubungkan dengan kenaikan berat badan dan kurangnya mengkonsumsi makanan sehat sehingga mengalami gizi lebih. Selain itu studi ini juga menunjukkan bahwa orang tua yang bekerja diluar rumah, mempunyai anakanak dengan tingkat frekuensi konsumsi fast food yang lebih tinggi. Studi yang dilakukan oleh Hanley,et al (2000) pada penduduk asli Amerika dengan melibatkan 687 anak dan remaja ditentukan bahwa 61,4% mengalami gizi lebih. Survey lain yang dilakukan oleh Damasceno (2003) dengan 2316 responden berusia 6-18 tahun di Mozambique didapatkan bahwa prevalensi gizi lebih sebanyak 12,5%. Dalam penelitian Inoue sebuah lembaga yang aktif meneliti tentang obesitas pada tahun 2000, bahwa di Korea Selatan dari 20,5% penduduk yang mengalami

3 kelebihan berat badan, 1,5% mengalami obesitas sedangkan di Thailand dari 16% penduduknya yang kelebihan berat badan, 6% mengalami obesitas (Adisasmito, 2007). Hasil penelitian longitudinal di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun kecenderungan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan pada usia remaja akan cukup tinggi, bila mereka dibiarkan tanpa upaya pencegahan sejak masa kanak-kanak. Dari 10,9% remaja 13 19 tahun yang menderita obesitas pada tahun 1996 (n=9795), setelah diamati 5 tahun kemudian yakni pada tahun 2001, ketika mereka berusia dewasa (19 26 tahun) prevalensi obesitas meningkat 21% (n=9795). Dari yang tidak overweight (normal) menjadi obes (BMI > 30) ditemukan 11,7%. Dari yang overweight (BMI 25-29) menjadi obes sebanyak 10,4% yang tetap obes 9,4% dan hanya 2,1% yang overweight menjadi normal (Gordon et al, 2004). Angka kejadian gizi lebih pada remaja di Indonesia belum dapat ditentukan secara pasti. Namun, penelitian yang dilakukan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI mencatat diperkirakan 210 juta penduduk di Indonesia pada tahun 2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan 76,7 juta (17,5%) dan penderita obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 di Jakarta, tingkat prevalensi obesitas pada anak remaja 12-18 tahun ditemukan 6,2% dan pada umur 17-18 tahun 11,4%. Kasus obesitas banyak ditemukan pada wanita (10,2%) dibandingkan pria (3,1%) (Sjarif, 2000 dalam Siregar, 2006). Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 prevalensi gizi lebih di Indonesia untuk daerah perkotaan pada golongan umur 5 17 tahun sebesar 9,4%.

4 Selain itu, beberapa penelitian mengenai status gizi remaja yang dilakukan di kota Depok juga menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Penelitian Sari (2005) terhadap 176 siswa sekolah menengah atas didapatkan prevalensi obesitas sebesar 34,7% dan overweight sebesar 23,82%. Sedangkan penelitian Karnaeni (2005) terhadap 104 siswa di Sekolah Menegah Atas Cakra Buana Depok menunjukkan bahwa terdapat 31,7% siswa yang mengalami overweight dan 14,4% siswa lainnya mengalami obesitas. Remaja merupakan generasi penerus bangsa, dimana terjadi peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Pada masa itu remaja merasa bertanggung jawab dan bebas dalam menentukan makanannya sendiri, tidak lagi ditentukan oleh orang tua. Status gizi remaja saat ini akan berdampak pada status gizinya di kemudian hari. Oleh sebab itu, pola konsumsi remaja saat ini akan menentukan status gizinya di kemudian hari. Namun, sayangnya pola makan remaja saat ini cenderung mengikuti tren gaya hidup modern yang merugikan kesehatan. Remaja lebih menyukai makanan cepat saji (fast food) dibandingkan makanan tradisional. Makanan cepat saji (fast food) seperti fried chicken dan french fries, sudah menjadi jenis makanan yang biasa di konsumsi pada waktu makan siang atau makan malam remaja di enam kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar) yaitu 15-20% dari 471 remaja di Jakarta mengkonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan siang dan 1-6% mengkonsumsi hotdog, pizza dan spaghetti, jika makanan tersebut sering dikonsumsi secara berkesinambungan dan berlebihan dapat mengakibatkan gizi lebih (Mudjianto, dkk, 1994). Kecenderungan konsumsi makanan modern juga terlihat pada kalangan anak prasekolah di TK khususnya Jakarta seperti yang diungkapkan pada Hermina

5 dkk (1997) bahwa sebagaian besar anak di TK favorit (> 60%) sudah biasa mengkonsumsi makanan modern seperti fried chicken, donat,roti bakery, ice cream, burger, pizza, steak, spaghetti dengan frekuensi bervariasi dan frekuensi terbanyak adalah fried chicken yaitu 1-6 kali perminggu. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat pula kecenderungan peningkatan prevalensi gizi lebih pada anak, sebagai akibat mengkonsumsi makanan yang tidak seimbang, yaitu kelebihan karbohitrat, lemak atau protein (Samsudin, 1993). Dampak gizi lebih pada remaja merupakan faktor resiko terhadap penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit hati, stroke dan beberapa jenis kanker (Khomsan, 2004). Pada penelitian wanita berumur 30-35 tahun penderita gizi lebih di Amerika Serikat memiliki risiko antara 1,0-3,3 kali untuk menderita penyakit jantung koroner (Suyono, 1994). Selain itu juga menurut Thiana (2000) menegaskan bahwa dengan mengkonsumsi makanan modern (fast food) secara berlebihan tanpa diimbangi dengan kegiatan yang seimbang dapat mengakibatkan gizi lebih yang dapat menurunkan produktivitas, Menurut data yang didapatkan oleh Gortmaker et al (1987) seperti dikutip oleh Soekirman (2000) di negara maju seperti Amerika Serikat sekitar 15-25% anakanak dan 15% dewasa mengalami kegemukan. Sedangkan 40% anak-anak dan 70% remaja yang gemuk akan gemuk terus sampai usia dewasa akibat pertambahan sel-sel lemak pada tingkat-tingkat awal kehidupan. Gizi lebih yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia (Arisman, 2004). Menurut McCaffre (2003) dengan adanya perbedaan aspek aktivitas fisik tentunya akan menyebabkan efek yang berbeda pula terhadap kesehatan. Walaupun aktifitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan

6 berat badan normal, tetapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan, aktivitas memiliki peran yang sangat penting. Misalnya pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Penelitian Hanley et al (2000) pada masyarakat asli Kanada menemukan bahwa remaja usia 10-19 tahun yang menonton televisi > 5 jam perhari, dinyatakan secara signifikan lebih berpeluang gizi lebih dibandingkan dengan remaja yang menonton 2 jam per hari (OR 2,25;95%). Hasil penelitian Meilinasari (2002) menambahkan adanya hubungan bermakna antara lama tidur dengan gizi lebih, dimana anak yang berstatus gizi lebih memiliki keterpaparan tidur >10 jam sehari. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, khususnya di perkotaan menyebabkan perubahan gaya hidup, terutama pola makan. Pola makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang lebih rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi lemak. Hal tersebut menggeser mutu makanan kearah tidak seimbang. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing sebagai akibat kemajuan teknologi informasi (Almatsier, 2003). Penyebab masalah gizi lebih, menurut Satoto (1993) adalah karena (1) keseimbangan energi positif, (2) adanya aspek prilaku seperti salah memilih makanan yang sehat dan seimbang, salah menilai makanan enak sebagai makanan yang baik, (3) kelemahan menolak jika ditawari makanan yang berenergi tinggi, (4) gencarnya pemasaran makanan tidak sehat melalui iklan, dan (5) adanya faktor biologis yaitu seseorang mempunyai kecenderungan memiliki status gizi lebih karena faktor genetik.

7 Berdasarkan latar belakang dan permasalahan dimana dampak negatif yang ditimbulkan dari kebiasaan konsumsi fast food dan kurangnya aktifitas fisik mulai tampak pada remaja di Jakarta, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik (waktu tidur malam, waktu menonton televisi/main komputer/video games aktivitas olah raga), karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, uang saku dan pengetahuan gizi) dan karakteristik orang tua (pendapatan orang tua dan pendidikan ibu) berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada remaja siswa-siswi SMA Islam PB. Sudirman Jakarta Timur. 1.2. Perumusan Masalah Peningkatan status sosial ekonomi khususnya masyarakat perkotaan menyebabkan perubahan gaya hidup dalam mengkonsumsi makanan. Makanan yang dikonsumsi keluarga khususnya remaja mengandung tinggi karbohidrat, tinggi lemak, dan rendah serat. Selain itu porsi yang dikonsumsi pun cenderung berlebihan. Sehingga asupan energi menjadi lebih dari kebutuhan yang seharusnya, keadaan ini dapat menyebabkan masalah gizi lebih pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Simanjutak (2002) terhadap mahasiswa program S1 FKM UI menemukan mahasiswa dengan kelebihan berat badan 16,7% dan gizi normal 72,5%. Karnaeni (2005) dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap siswa SMA Cakra Buana Depok menemukan siswa dengan gizi lebih 31,7%. Prevalensi gizi lebih pada remaja yang cenderung meningkat dapat menimbulkan dampak yang cukup berarti. Gizi lebih yang sudah terjadi sejak remaja dapat meningkatkan Irisiko penyakit degeneratif dimasa yang akan datang.

8 Melihat akibat dari masalah gizi lebih yang cukup serius pada remaja dari dua hasil penelitian terdahulu, penulis tertarik untuk meneliti mengenai hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik dan faktor lain dengan kejadian gizi lebih pada remaja di salah satu sekolah swasta di Jakarta Timur, dengan asumsi bahwa sekolah swasta memiliki biaya sekolah yang lebih tinggi daripada sekolah negeri sehingga menampung siswa/ siswi yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas selain itu letak sekolah yang berdekatan dengan lokasi restoran fast food dan diperbolehkannya siswa oleh pihak sekolah pada jam istirahat untuk makan siang di luar kantin sekolah atau keluar dari area sekolah. Oleh sebab itu, penulis menetapkan untuk mengambil sampel penelitian di SMA Islam PB. Soedirman Jakarta Timur, yang merupakan salah satu sekolah swasta terkenal di Jakarta Timur dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik dan faktor lain dengan kejadian gizi lebih pada siswanya. 1.3. Pertanyaan Penelitian Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah : 1. Bagaimana gambaran kejadian gizi lebih siswa SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008? 2. Bagaimana gambaran hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), aktifitas fisik (waktu tidur, waktu nonton TV, main komputer/main video games dan faktor lainnya (pola konsumsi, jenis kelamin, pengetahuan gizi,

9 uang saku, pendidikan ibu dan pendapatan orang tua) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum : Diketahuinya hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik (waktu tidur malam,waktu menonton televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olah raga) dan faktor lainnya (pola konsumsi, jenis kelamin, pengetahuan gizi, uang saku, pendidikan ibu dan pendapatan orang tua) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008. 1.4.2. Tujuan Khusus : 1 Diketahui gambaran kejadian gizi lebih remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008 2 Diketahui gambaran kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern ( fast food ) pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008 3 Diketahui gambaran aktivitas fisik (waktu tidur malam, waktu menonton televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olah raga) pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008 4 Diketahui gambaran konsumsi makan (total konsumsi energi, konsumsi karbohidrat, konsumsi lemak dsn konsumsi protein) pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008

10 5 Diketahui gambaran karakteristik remaja (jenis kelamin, pengetahuan gizi, jumlah uang saku) pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008 6 Diketahui gambaran karakteristik orang tua (pendidikan ibu dan pendapatan orang tua) pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008 7 Diketahui hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik (waktu tidur malam,waktu menonton televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olah raga) dan faktor lainnya (pola konsumsi, jenis kelamin, pengetahuan gizi,uang saku, pendapatan orang tua dan pendidikan ibu) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Sekolah Sebagai informasi bahwa gizi lebih yang terjadi di usia sekolah akan berpengaruh bagi pertumbuhan dan kesehatan di usia dewasanya yang berkaitan dengan penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes bahkan kanker, diharapkan menjadi masukan untuk melakukan upaya-upaya pencegahan berupa edukasi yang berkaitan dengan gaya hidup seperti perilaku memilih makanan bagi para siswa SMA Islam PB Soedirman. 2. Bagi Dinas Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai hubungan kebiasaan konsumsi maknan cepat saji (fast food), aktivitas fisik, dan faktor lainya dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di

11 Jakarta Timur, sehingga dapat dijadikan masukan yang bermanfaat bagi Dinas Kesehatan DKI Jakarta dalam membuat program kesehatan termasuk program gizi untuk remaja SMU khususnya di daerah perkotaan. 3. Bagi Masyarakat Diharapkan sebagai bahan pertimbangan untuk pencegahan gizi lebih pada remaja SMU khususnya di perkotaan. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer untuk melihat hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji (fast food), aktivitas fisik (waktu tidur malam,waktu menonton televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olah raga) dan faktor lainnya (pola konsumsi, jenis kelamin dan pengetahuan gizi, pendapatan orang tua, pendidikan ibu) dengan gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2008. Penelitian ini dilakukan karena belum ada penelitian tentang hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik (waktu tidur malam,waktu menonton televisi dan kebiasaan olah raga) dan faktor lainnya (pola konsumsi, jenis kelamin dan pengetahuan gizi, pendapatan orang tua, pendidikan ibu) dengan gizi lebih pada remaja SMU Sudirman di Jakarta Timur tahun 2008. Penelitian ini menggunakan data primer meliputi berat badan, tinggi badan, data identitas responden dan orang tua, kuesioner seperti karakteristik remaja (jenis kelamin, pengetahuan gizi, uang saku), aktifitas fisik (waktu tidur malam, waktu menonton televisi dan kebiasaan olah raga), karakteristik orang tua (pendapatan orang tua dan pendidikan ibu), recall 24 jam dan FFQ.