BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kegiatan budidaya perikanan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Tentunya hal ini ditunjang dengan menerapkan sistem budidaya ikan yang baik pada berbagai aspek kegiatan. Di dalam sistem budidaya intensif, pakan merupakan faktor utama dalam keberhasilan produksi. Pakan harus selalu tersedia agar organisme yang dibudidayakan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Pakan alami merupakan pakan yang sangat dibutuhkan oleh larva ikan untuk menunjang keberhasilan dalam menghasilkan benih ikan yang berkualitas pada suatu kegiatan budidaya. Pakan alami memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dan sangat dibutuhkan oleh larva ikan, maka pemanfaatan pakan alami ini harus lebih efektif dan efisien. Artemia memiliki kandungan gizi yang lengkap dan tinggi, protein 40-60%, karbohidrat 15-20% dan lemak 15-20% (Salsabila et al 2007), selain itu ukurannya sangat kecil dan sesuai bukaan mulut ikan. Artemia masih tetap merupakan bagian yang essensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Sorgeloos (1983) dalam Hasyim (2002), mengemukakan bahwa nauplius Artemia merupakan salah satu sumber pakan hidup yang paling baik bagi larva ikan dan udang. Kista Artemia banyak digunakan dalam kegiatan-kegiatan pembenihan ikan dan udang terutama sebagai sumber pakan hidup ( Manoppo 1983 dalam Hasyim 2002). Menurut data Subdit Pengawasan Benih Ditjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), angka impor Artemia terus memperlihatkan kecenderungan naik sebesar 272,3%, pada tahun 2002 hanya 35.304 ton sedangkan pada tahun 2003 mencapai 96.126 ton. Oleh sebab itu dalam pengunaannya harus efektif dan efisien yakni dengan peningkatan derajat tetas kista Artemia menggunakan metode dekapsulasi dan pengkayaan nutrisi, karena nauplii Artemia dapat digunakan sebagai media yang dapat membawa 1
2 bahan peningkat nutrisi, immunostimulan, probiotik ataupun bahan obat (Lim.et.al. 2005 dalam Hasyim 2002). Susu bubuk memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap mulai dari protein, lemak, karbohidrat maupun vitaminnya akan tetapi untuk mendapatkan bahan baku ini dengan kualitas yang sangat baik dibutuhkan biaya yang cukup tinggi, maka dari itu pengunaan susu bubuk afkir akan sangat bermanfaat karena susu bubuk afkir memiliki kandungan gizi yang sangat komplit, mudah didapatkan, harga relatif terjangkau, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan komposisi gizinya memadai. Susu afkir merupakan sisa-sisa susu bubuk yang menempel pada alat produksi, kemasan atau juga bisa susu bubuk yang sudah kadaluarsa sehingga kadar nutrientnya tidak jauh berbeda dengan susu yang tidak diafkir (Irianto, 2011). (Wahidin 1981) pemberian pakan susu bubuk pada burayak ikan Mas menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 4,3 % dan kandungan amoniak mencapai 0,541 ppm, cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup larva ikan. Maka dari itu pemanfaatan susu afkir dalam pengkayaan nutrisi dari nauplii Artemia akan sangat berguna dalam pengaplikasiannya sebagai media yang dapat membawa bahan peningkat nutrisi yang terkandung dari susu bubuk afkir, yang nantinya akan diberikan sebagai pakan alami untuk larva ikan ataupun udang. Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti) merupakan salah satu komoditi yang masuk ke dalam golongan ikan konsumsi dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi untuk dibudidayakan. Berbagai produk olahan dari ikan Nilem banyak digemari oleh masyarakat, bahkan tingkat produksi ikan Nilem ini cukup tinggi dari tahun ke tahun, namun hal ini belum ditunjang dengan stabilitas dalam mencapai tingkat produksi yang tinggi. Menurut data Statistik Perikanan Budidaya pada tahun 2012, produksi ikan Nilem Nasional dari tahun 2008 sampai tahun 2011 ialah sebagai berikut ; 157.441.676 kg pada tahun 2008, 167.461.235 kg pada 2009, 385.701.378 kg pada 2010, dan 308.763.779 kg pada 2011. Salah satu upaya untuk mencapai keberhasilan dalam budidaya ikan Nilem ialah dengan penerapan cara budidaya ikan yang intensif terutama pada fase benihnya dan pemeliharaan larvanya. Keberhasilan panen larva masih rendah
3 yakni kurang dari 55% (Hardjamulia, 1980). Maka jika pengelolaannya tidak baik akan berpengaruh langsung terhadap tingkat produksi serta kualitas yang dihasilkan dalam suatu kegiatan budidaya perikanan. Tersedianya pakan yang berkesinambungan akan sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ikan. Ikan Nilem pada fase larva bersifat omnivora, oleh sebab itu penggunaan Artemia yang telah diperkaya akan lebih efektif jika diterapkan pada larva Nilem sebagai hewan ujinya, sehingga kelangsungan hidup dari larva Nilem meningkat. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut adalah : 1. Berapa besar pengaruh pemberian Artemia yang diperkaya susu bubuk afkir terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan larva Nilem. 2. Berapa konsentrasi susu bubuk afkir pada proses pengkayaan nauplii Artemia yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva Nilem.. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Efektifitas Artemia yang diperkaya susu bubuk afkir dalam meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva Nilem. 2. Pengaruh pemberian nauplii Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir sebagai pakan terhadap kelangsungan hidup larva Nilem. 3. Jumlah susu bubuk afkir yang optimum dalam pengkayaan nauplii Artemia. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembudidaya ikan Nilem dalam meningkatkan produksi benih dengan cara pengkayaan nutrisi pada pakan alami.
4 1.5 Kerangka Penelitian Artemia memiliki kandungan gizi yang lengkap dan tinggi, protein 40-60%, karbohidrat 15-20% dan lemak 15-20% (Salsabila,et al 2007). Sampai saat ini Artemia masih tetap merupakan bagian yang essensial sebagai pakan larva ikan dan udang diunit pembenihan. Kista Artemia banyak digunakan dalam kegiatan-kegiatan pembenihan ikan dan udang terutama sebagai sumber pakan hidup ( Manoppo 1983 dalam Hasyim 2002), namun pakan alami ini memiliki kandungan gizi yang bervariasi disebabkan karena Artemia bersifat non selektif filter fedder sehingga kualitas nutrisinya bergantung dari kualitas media hidupnya (Sorgeloos 1986 dalam Hasyim 2002). Kandungan asam lemak essensialnya Artemia masih rendah seperti EPA berkisar 0,27%-0,39% dan DHA tidak dapat diketahui, selain itu Artemia memiliki kandungan vitamin yang relatif rendah disebabkan karena artemia tidak dapat mensintesa atau memproduksi vitamin dari dalam tubuhnya sendiri (Suprayudi 2002 dalam Mursitorini 2006). Vitamin dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit oleh ikan, namun sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan tersebut (Watanabe 1988 dalam Isriansyah 2011). Salah satu jenis vitamin yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup larva ikan, akan tetapi vitamin tersebut tidak dapat disintesa oleh larva ikan itu sendiri adalah vitamin C (Masumoto et al. 1991 dalam Isriansyah 2011). Salah satu upaya agar kandungan gizi Artemia seragam dan sesuai dengan kebutuhan larva ikan ialah dengan melakukan pengkayaan pada nauplii Artemia melalui pakannya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kontara (2001) dalam Hasyim (2002) bahwa nilai nutrisi Artemia dapat ditingkatkan melalui manipulasi pakannya. Pengkayaan artemia menggunakan vitamin C dengan konsentrasi 0,3 g/l, 0,6 g/l, 0,9 g/l, 1,2 g/l menghasilkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan tertinggi pada udang windu pada konsentrasi 0,9 g/l dan kandungan vitamin C tertinggi pada konsentrasi 1,2 g/l (Irmasari, 2002).
5 Pengkayaan artemia dengan menggunakan asam lemak omega-3 ICES emulsion pada konsentrasi 0,9 g/l menghasilkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan tertinggi pada larva kepiting bakau (Karim, 1998). Komponen-komponen susu afkir adalah zat nutrisi makro dan zat nutrisi mikro. Zat nutrisi makro meliputi protein, lemak dan laktosa. Kandungan zat nutrisi makro rata-rata susu afkir per 100 gram adalah protein 25,8 %, lemak 0,9 %, laktosa 4,6 %. Kadar zat nutrisi mikro pada susu bubuk afkir sangat komplit, seperti vitamin, mineral dan asam amino. Vitamin yang larut di dalam lemak susu yaitu vitamin A, D, E, K, sedangkan vitamin yang larut di dalam air susu yaitu vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin A dan vitamin D (Widodo, 2002). Susu Afkir ini seringkali digunakan untuk campuran pakan pada kegiatan budidaya perikanan, akan tetapi pengaplikasian langsung susu bubuk afkir pada kolam atau wadah pemeliharaan ikan maupun udang menyebabkan kualitas air yang digunakan menurun. Dalam hal ini cara penggunaannya harus sesuai yaitu melalui pemberian pakan pada nauplii Artemia, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi larva ikan dan tidak mencemari media pemeliharaan ikan. Upaya pengkayaan dinilai akan lebih efisien karena nauplii Artemia dapat digunakan sebagai media yang dapat membawa bahan peningkat nutrisi, immunostimulan, probiotik ataupun bahan obat (Lim.et.al. 2005 dalam Isriansyah 2011). Nauplii Artemia yang diperkaya bahan-bahan dapat diberikan kepada larva ikan sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi organisme tersebut (Fuller 1992 dalam Sutanti 2009). Efektifitas pengkayaan nauplii Artemia menggunakan susu bubuk afkir ialah dengan mengujinya secara langsung pada larva ikan. Pada fase larva, Nilem bersifat omnivora, karena pada dasarnya pakan yang diberikan disesuaikan dengan perkembangan organ dan fisiologis tubuh larva, bukaan mulut, dan tingkat kecernaan larva (Rohaniawan, 2007 dalam Isriansyah 2011). Padat tebar larva ikan Nilem yang menghasilkan pertumbuhan yang baik, yaitu sebanyak 10 ekor/l untuk kolam indoor (BRBAT, 2008).
6 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat dirumuskan hipotesis bahwa nauplii Artemia yang diperkaya menggunakan susu bubuk afkir dengan konsentrasi 0,9 g/l dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan tertinggi pada larva Nilem.