BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB 3 METODE PENELITIAN. Usman beralamat di GG. Nusantara 1-3 Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Benih ikan patin siam di

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan darat

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

Pengemasan benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) pada sarana angkutan udara

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2014 di Laboratarium Budidaya. Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

II. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

BAB III BAHAN DAN METODE

Morfologi ikan jambal siam mempunyai badan memanjang dan pipih, punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat garis lengkung mulai

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

II. BAHAN DAN METODE

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER KUALITAS AIR

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2014 bertempat

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

SIDANG TUGAS AKHIR SB

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

II. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT PENEBARAN YANG BERBEDA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

BAB III BAHAN DAN METODE

M.Faiz Fuady, Mustofa Niti Supardjo, Haeruddin 1

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tangga 24 Agustus 5 Oktober 2014.

Tingkat Kelangsungan Hidup

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

MODUL: PENEBARAN NENER

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang)

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian adalah perubahan cuaca yang signifikan, periode musim kemarau yang

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

II. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan Benur udang vannamei yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai Benih Air Payau (BBAP) Situbondo menggunakan transportasi udara. Benur udang vannamei tiba di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo dengan menggunakan transportasi darat dari Bandar Udara pada hari Minggu tanggal 23 Juni 2013 pukul 17.00 WITA. Benur udang vannamei yang tiba di Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP), berjumlah 150.000 ekor dengan kondisi udang vannamei sehat dan tidak terjadi kematian selama transportasi dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, menuju Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Setelah benur tiba di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo, benur udang vannamei diaklimatisasi untuk penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Aklimatisasi dilakukan untuk menghindari stress yang mengakibatkan kematian terhadap benur udang vannamei. Aklimatisasi terhadap udang vannamei di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) dilakukan selama 3 hari dalam bak fiber. Selanjutnya benur udang vannamei diambil dengan menggunakan skop net dengan kapasitas 2250 ekor/skop net. Benur udang vannamei yang terambil oleh skop net, kemudian dimasukkan ke dalam loyang plastik dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan handcounter sesuai perlakuan yang dilakukan. Setelah dihitung benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dan dimasukan ke dalam kantong plastik, setelah itu ditambahkan oksigen. Perbandingan oksigen dan air adalah 2 : 1. Bagian terbuka dari kantong plastik diikat dengan 24

menggunakan karet gelang dan dimasukan ke dalam kotak Styrofoam, yang terlebih dahulu kantong plastik diberi label sebagai tanda perbedaan perlakuan yang dilakukan. Kantong plastik yang berisi benur diletakan dalam posisi berdiri dalam kotak Styrofoam yang diacak dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada bagaian sudut sudut kotak Styrofoam diletakkan potongan es batu yang telah dibungkus dengan kertas koran agar tidak cepat mencair. Setelah kantong plastik tersusun dengan rapi selanjutnya kotak Styrofoam ditutup dan diikat dengan menggunakan lakban, sehingga kantong plastik aman selama pengangkutan. Masing masing kotak diberi label sebagai penanda pengambilan data. Selanjutnya kotak Styrofoam diletakkan di mobil pick up dan siap diangkut menuju ke lokasi tambak di Desa Lemito Pantai, Kecamatan Lemito, Kabuaten Pohuwato. Pengangkutan dilakukan pada pukul 01.00 WITA. Gerbhards (1965) menyatakan bahwa pengemasan memegang peran penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian dan perikanan. Pengemasan dapat mencegah atau megurangi kerusakan bahan yang dikemas. Selain itu, pengemasan juga berfungsi untuk mempermudah penyimpanan, pengangkutan dan distribusi bahan baku hasil pertanian dan perikanan. Penggunaan wadah plastik yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan kelangsungan hidup sebesar 99,99%. Kotak styrofoam yang digunakan sebagai kemasan primer dalam pengangkutan komoditas perikanan hidup untuk menghindari penetrasi panas yang dapat merubah suhu di dalam kotak pengemas. 25

4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup Benur Udang Vannamei Jumlah rata rata benur udang vannamei sebelum dan sesudah penelitian dengan 5 perlakuan yakni perlakuan A dengan kepadatan 2000 ekor, perlakuan B kepadatan 2500 ekor, perlakuan C kepadatan 3000 ekor, perlakuan D dengan kepadatan 3500 ekor dan perlakuan E dengan kepadatan 4000 ekor dengan tiga kali ulangan dengan lama pengangkutan selama 4 jam terhitung dari Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo pada pukul 01.00 WITA sampai pada tujuan transportasi pada pukul 05.00 wita di Kabuaten Pohuwato dapat di lihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Jumlah Rata Rata Udang Vannamei Sebelum dan Sesudah Pengangkutan Sistem Tertutup Perlakuan Jumlah Rata Rata (ekor) Sebelum Pengangkutan Sesudah Pengangkutan A 2000 ekor 1994.98 B 2500 ekor 2489.11 C 3000 ekor 2985.22 D 3500 ekor 3476.45 E 4000 ekor 3967 Sumber: Data Olahan, 2013 Hasil perhitungan tingkat kelangsungan hidup benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei,) selama pengangkutan dengan 5 perlakuan yakni perlakuan A dengan kepadatan 2000 ekor, perlakuan B kepadatan 2500 ekor, perlakuan C kepadatan 3000 ekor, perlakuan D dngan kepadatan 3500 ekor dan perlakuan E dengan kepadatan 4000 ekor dengan tiga kali ulangan dan tiga kali pengambilan data dengan lama pengakutan 4 jam dapat di lihat pada Tabel 5 berikut. 26

Tabel 5. Tingkat Kelangsungan Hidup Benur Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)selama Pengangkutan Perlakuan Rata - Rata Tingkat Kelangsungan hidup (%) 2000 ekor 99,74 2500 ekor 99,56 3000 ekor 99,51 3500 ekor 99,33 4000 ekor 99,17 Sumber: Data Olahan, 2013 Berdasarkan Tabel 5, tingkat kelangsungan hidup Benur Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) selama pengangkutan untuk semua perlakuan ditabulasikan dalam bentuk grafik batang yang dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini. 99.74 99.56 99.51 99.33 99.17 Gambar 4. Grafik tingkat kelangsungan hidup Benur Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 4 di atas, bahwa kelangsungan hidup benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei), masih dalam batas toleransi dalam sistem transportasi benur, semakin tinggi tingkat kepadatan benur semakin 27

menurun nilai tingkat kelangsungan hidupnya. Namun dalam penelitian ini nilai tingkat kelangsungann hidup untuk semua perlakuan cukup tinggi (99,17 % - 99,74 %). Hasil Analisa one-way analysis of variance (ANOVA) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hasil penghitungan nilai F Hitung 1,97 lebih kecill dari pada F Tabel (3,48) pada taraf 0,05. Jika F Hitung < F Tabel 0,05, maka H 1 di tolak Ho di terima, yang artinya tidak ada perbedaan pengaruh perlakuan terhadap tingkat kelangsungan hidup udang vannamei yang di transportasikan secara tertutup. Rosyida, (2004) menyatakan bahwa pengaruh kepadatan dalam proses transportasi pada benur udang telah dilakukan pada komoditas udang windu (Penaeus monodon), dengan menggunakan kepadatan benur 1000 ekor/liter, 1500 ekor/liter, 2000 ekor/liter dan kepadatan benur 2500 ekor/liter. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan yang dilakukan. Karena mortalitas benur cukup tinggi terjadi pada saat penghitungan dan setelah proses transportasi itu sendiri berlangsung. Kelangsungan hidup benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dapat dipengaruhi tingkat kepadatan karena terjadi persaingan ruang gerak dan oksigen terlarut dalam wadah pengangkutan. Hal ini sesuai pernyataan Susanto, (2009), bahwa kepadatan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup selama pengangkutan karena semakin padat ikan/udang yang diangkut akan semakin ketat pula persaingan penggunaan ruang dan oksigen terlarut. Namun dalam penelitian ini perlakuan tingkat kepadatan tidak berpengaruh terhadap tingkat 28

kelangsungan hidup benur selama pengangkutan. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup yang ditransportasikan selama 4 jam dengan sistem tertutup dan tingkat kepadatan berbeda memberikan nilai yang tinggi. Tingginya tingkat kelangsungan hidup benur udang vannamei selama pengangkutan dipengaruhi oleh kualitas benur udang vannnamei yang digunakan. Kondisi udang vannamei yang berasal dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, sesuai pengamatan secara visual kondisi benurnya terlihat sehat dengan ciri-ciri warna tubuh transparan, bergerak dengan aktif saat berenang di wadah penampungan dan pergerakannya cepat melawan arus air. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugianto dan Mujiman (2002) yang menyatakan bahwa benur yang baik berwarna tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Selain itu benur yang baik dan sehat akan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak. Dilihat dari kelangsungan hidupnya semua perlakuan yang dilakukan bagus terbukti dengan hasil penelitian, semua perlakuan menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang cukup tinggi (99,17 % - 99,74 %). Dari segi efisiensi waktu dan biaya maka lebih menguntungkan dengan menggunakan kepadatan 4.000 ekor dalam transportasi dengan system tertutup dengan waktu ± 4 jam. 4.3. Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air dalam kantong plastik yang berisi benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dilakukan di Balai Benur Ikan Pantai (BBIP), Kabupaten Boalemo, yakni sebelum benur dimasukkan ke dalam 29

kantong plastik dan pada saat benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tiba di lokasi tujuan Kabupaten Pohuwato sebelum benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) diaklimatisasi. Pengukuran parameter kualitas air meliputi pengukuran suhu, salinitas dan ph. Data pengukuran parameter kualitas air sebelum dan sesudah pengangkutan dapat di lihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Parameter Kualitas Air Pengangkutan Benur Udang Vannamei Parameter Kualitas Air Perlakuan Suhu ( 0 C) ph Salinitas Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah A 21 29 8 7,5 26 24 B 21 29 8 7,5 26 24 C 21 29 8 7,5 26 24 D 21 29 8 7,5 26 24 E 21 29 8 7,5 26 24 Sumber: Data Olahan, 2013 4.2.1. Suhu Suhu optimal pertumbuhan udang antara 26-32 0 C. Udang vannamei juga memiliki toleransi suhu yang luas yaitu berada pada kisaran 15 33 0 C. Jika suhu lebih lebih tinggi dari kisaran suhu optimal akan meningkatkan toksisitas dari zat zat terlarut yang kemudian meningkatkan kebutuhan oksigen dari peningkatan suhu tubuh, serta meningkatkan laju metabolisme.. Imbasnya pada pada kebutuhan oksigen terlarut menigkat (Briggs, et. al. 2004). Kisaran suhu air sebelum pengangkutan benur udang vannamei, masingmasing perlakukan A, B, C, D dan E kisarannya adalah 21 0 C, sedangkan suhu air dalam kantong plastik setelah di lokasi Kabupaten Pohuwato pada masing-masing perlakuan mengalami perubahan menjadi 29 0 C. Terjadinya kenaikan suhu pada pengangkutan disebabkan oleh konsumsi oksigen untuk respirasi oleh benur yang ada dalam kantong plastik. Hal ini sesuai dengan pendapat Haslam (1995) dalam 30

Effendi (2003), bahwa peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi orgenisme air yang mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu air sebesar 10 O C, menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme air sebesar 2-3 kali lipat. Dalam penelitian ini peningkatan suhu hanya 8 0 C sehingga keberadaan oksigen masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi benur air untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Menurut Haslan (1995) dalam Effendi (2003), peningkatan suhu 10 0 C, akan disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut, sehingga keberadaan oksigen sering tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme air untuk melakukan metabolisme dan respirasi. Berka (1986), menyatakan bahwa suhu merupakan faktor yang penting dalam transportasi. Jika suhu air rendah, maka ph air akan tinggi dan metabolisme menjadi rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa jika suhu berfluktuasi secara drastis, dapat berakibat buruk bagi pertumbuhan. Suhu air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi. Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga suhunya relatif konstan dibandingan dengan suhu udara, perbedaan suhu air antara pagi hari dan siang hari hanya 20 0 C. Tidak berbedannya suhu antar perlakuan mungkin disebabkan oleh waktu pengangkutan yang dilakukan pada malam hari sehingga tidak ada pengaruh cahaya matahari. Penggunaan wadah Styrofoam juga turut berpengaruh. Hal ini sesuai dengan pendapat Gerbhards (1965), bahwa kotak styrofoam yang digunakan sebagai kemasan primer dalam pengangkutan komoditas perikanan 31

hidup untuk menghindari penetrasi panas yang dapat merubah suhu di dalam kotak pengemas. Untuk mempertahankan suhu kemasan, maka digunakan satu atau dua bongkah es 0.5 1.0 kg yang dibungkus dengan kertas koran. Bongkahan es diletakan dibagian atas atau bawah kemasan. Selain itu bongkahan es juga dapat diletakkan dibagian sudut sudut kemasan. Pembungkusan bongkahan es dengan menggunakan koran berfungsi untuk meminimalkan perembesan air (Rosyida, 2004). 4.2.2. Salinitas Risaldi (2011) menyatakan bahwa salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang yang berumur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhan dapat optimal. Setelah umur lebih dari 2 bulan pertumbuhan relatif baik dan kisaran salinitas yang dibutuhkan 5-30 ppt. Pada musim kemarau kadar garam bisa mencapai 40 ppt. Pada benih udang vaname (PL12) yang biasa disebut benur sampai dengan PL 28 ataupun PL 32 mampu hidup pada kisaran salinitas 5 45 ppt dengan salinitas optimal 10 30 ppt; Kisaran salinitas sebelum pengangkutan benur udang vannamei masih berada di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo, masingmasing perlakukan A, B, C, D dan E kisarannya adalah 26 ppt, sedangkan kisaran salinitas air setelah di lokasi Desa Lemito Pantai, Kecamatan Lemito, Kabupaten Pohuwato pada masing-masing perlakuan mengalami perubahan menjadi 24 ppt. 32

Penurunan salinitas pada transportasi benur udang vannamei masih dalam batas toleransi untuk pengangkutan benur udang vannamei. Hal ini sesuai dengan pendapat Briggs et., al. (2004), bahwa udang putih vanamei dapat hidup pada kisaran salinitas 0 45 ppt, namun tumbuh baik pada 15 25 ppt. Sedangkan menurut Wyban dan Sweeney (1991) bahwa udang vanamei memiliki toleransi salinitas optimal yang luas yaitu 15 35 ppt. 4.2.3. ph Kisaran ph sebelum pengangkutan benur udang vannamei masih berada di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Provinsi Gorontalo untuk semua perlakuan adalah 8, sedangkan kisaran ph air setelah di lokasi Kabupaten Pohuwato pada semua perlakuan mengalami perubahan menjadi 7,5. Perubahan ph selama pengangkutan benur udang vannamei masih dalam batas toleransi pada kegiatan pengakutan benur. Hal ini sesuai dengan pendapat Haliman dan Adijaya, (2005) bahwa derajat keasaman (ph) air tambak yang baik untuk budidaya udang vanamei adalah 7,5 8,5. Selanjutnya Effendi (1985) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai ph sekitar 7-8,5. Nilai ph sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misal proses nitrifikasi akan berakhir jika ph rendah Berdasarkan hasil penelitian perbedaan parameter kualitas air sebelum dan setelah pengangkutan dipengaruhi oleh kepadatan sampel pada masing-masing perlakuan yang berbeda. Akan tetapi parameter kualitas air selama penelitian dilakukan masih dalam batas toleransi untuk pengangkutan benur udang 33

vannamei. Hasil pengukuran ketiga parameter tersebut untuk lima perlakuan masih berada dalam kisaran yang disyaratkan untuk pengangkutan benur. 34