BAB I PENDAHULUAN. mengarungi suka duka hidup di dunia bersama sama. Setelah akad nikah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. sering mendengar kasus-kasus penganiyaan suami atau istri karena berselingkuh

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan salah satu jalan yang diberikan oleh Allah SWT untuk setiap. insan didunia mendapatkan keturunan.

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. mental dan fisik. Persiapan mental seseorang dilihat dari faktor usia dan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB V PENUTUP. pra nikah khusus calon pengantin di BP4 kota pekalongan dan dampak. mengambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang peranan Peradilan Agama dalam

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Tuhan, khususnya manusia. Dalam prosesnya manusia membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam

Qawwãm Volume 9 Nomor 2, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah sebuah episode penting dalam hidup dua anak manusia yang berlainan jenis untuk mengikat diri dalam suatu akad dan janji demi mengarungi suka duka hidup di dunia bersama sama. Setelah akad nikah dilangsungkan sesuai dengan tuntunan syarak dan aturan perundang undangan yang berlaku, maka resmilah menjadi suami istri dengan mengemban sebuah amanah dari Allah SWT. Untuk membangun sebuah mahligai rumah tangga yang diwujudkan dalam suatu lembaga keluarga dan tolok ukur kesuksesannya dinilai dari kualitas sakinah, mawaddah, dan warahmah. Adanya ikatan perkawinan mengindikasikan leburnya kepribadian suami dan istri. Kedua belah pihak harus merasa saling memiliki dan saling menyatu sehingga kekurangan masing masing sedapat mungkin ditutupi dengan melihat sisi positif atau kelebihan kelebihan yang ada pada diri masing masing. Dengan demikian hubungan kerja sama antara suami dan istri sebagai mitra sejajar dapat diwujudkan dengan jalinan pola sikap dan prilaku sehari hari, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat kita masih banyak terjadi perkawinan di bawah umur sekalipun dilarang oleh undang undang perkawinan. Perkawinan dalam usia muda ini menimbulkan masalah sosial, yaitu perceraian yang meningkat dan segala permasalahan dalam kehidupan berumah tangga yang diakibatkan

2 kurangnya kesiapan pasangan suami istri untuk membina sebuah keluarga. Perceraian di kalangan remaja yang sebenarnya belum siap membina rumah tangga secara fisik dan mental mengakibatkan anak anak dilahirkan terlantar, tingkat kehidupan ekonomi merosot, dan yang lebih menyedihkan lagi masyarakat di daerah pedesaan menerima ini sebagai suatu kenyataan hidup yang harus diterima dengan pasrah. Kegagalan dan keretakan yang terjadi di tengah tengah keluarga sering kali disebabkan masalah sederhana tetapi sangat mendasar, seperti masalah seks. Mereka pikir, bahwa dengan adanya pernikahan segala sesuatu akan berjalan secara alamiah, kebahagiaan akan turun dengan sendirinya sekalipun mereka tidak memiliki pengetahuan untuk mengatur kehidupan rumah tangganya. Kenyataannya, kebahagiaan perkawinan perlu di usahakan secara terus menerus antara suami istri, karena permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga sering diakibatkan tidak adanya persiapan diantara kedua belah pihak (Wilson Nadaek, 1998). Para tokoh masyarakat dari kalangan ulama pada dasarnya tidak melarang perkawinan yang dilaksanakan di bawah usia minimal menurut undang undang, tetapi juga tidak menganjurkan. Dalam wawanacara yang dilakukan oleh Zainal Abidin dan Sri Hidayati (Balitbang KAI, 2013) terhadap H. Walid Sya roni dimana beliau merupakan Penyuluh Agama KUA kecamatan Galis. Menurutnya usia minimal perkawinan dalam undang undang perkawinan 16 19 tahun belum cukup matang dalam membina rumah tangga. Pemuda dan pemudi pada usia tersebut adalah usia anak anak yang baru tamat SMP atau SMA yang pikirannya masih suka bermain dan belum matang. Adanya budaya tersebut pada

3 kondisi zaman sekarang dan kedepan, peran orang tua sangat mempengaruhi generasi selanjutnya. Menurutnya usia yang matang untuk suatu perkawinan bagi perempuan 21 tahun, dan bagi laki laki 25 tahun. Pasangan di wilayah kabupaten Malang Jawa Timur yang tercatat menikah di usia muda mencapai lebih dari 26.500 pasangan setiap tahunnya. Wilayah di kabupaten Malang yang terdapat banyak pasangan menikah di usia muda yakni kecamatan Tumpang, Tirtoyudo, Pujon, Wajak, dan Kecamatan Jabung. Pemkab sendiri berharap mampu menekan pernikahan di bawah usia 20 tahun. Pasalanya pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang muda dalam segi usia sudah selayaknya memiliki tubuh dan pemikiran yang sehat. Karena semakin dewasa usia perkawinan maka seorang wanita mempunyai masa reproduksi yang semakin pendek antara usia 20 34 tahun dan merupakan usia ideal produktif sehingga dapat menekan angka kelahiran dan bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Malang, mengingat jumlah penduduk di Kabupaten Malang berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mencapai 3.046.000 dengan komposisi 1.524.00 laki laki dan 1.518.000 perempuan. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi potensi bagi mereka yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang unggul, mumpuni, dan berkualitas. Namun jika mereka tidak memilik keahlian maka akan menjadi beban pembangunan (Kompas,2013). Untuk membina suatu hubungan rumah tangga yang harmonis diperlukan kematangan emosi yang baik, dimana kematangan emosi seorang suami maupun istri merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan di usia muda. Mereka yang memiliki kematangan emosi ketika

4 memasuki kehidupan berumah tangga cenderung lebih mampu mengelola perbedaan diantara mereka. Seseorang yang memiliki kematangan emosi yang baik siap menghadapai perbedaan yang ada dalam kehidupan rumah tangganya. Kematangan emosi juga amat diperlukan menumbuhkan kemesraan pernikahan maupun kelak dalam mendidik anak. Kematangan emosi juga mempengaruhi bagaimana cara pasangan mengekspresikan emosinya melalui tingkah laku yang tepat sehingga tidak mengganggu kebahagiaan. Jadi dapat dikatakan bahwa emosi mempengaruhi pembentukan suatu tingkah laku atau respon dalam diri. Sebagai suatu pola respon afektif terhadap stimulus, dapatlah dikatakan bahwa emosi juga merupakan suatu hal yang bersifat situasional, yaitu sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan individu saat itu. Smitson dan Garlow (Dalam Auliya,2010) mengatakan bahwa individu memiliki pengalaman yang berfluktuasi dalam bidang emosional. Pada situasi tertentu mereka dapat bereaksi secara matang sedang pada situasi lainnya mereka bereaksi dengan cara kurang matang. Meskipun demikian reaksi emosional seseorang tetap memiliki kecenderungan tertentu, dalam hal ini, menurut Smitson didasari oleh suatu hal yang disebut sebagai tingkat reaksi emosi. Emosi yang matang dapat menjadikan individu tersebut lebih dapat menempatkan dirinya sesuai dengan keadaan. Kematangan emosi sangat diperlukan untuk pendewasaan diri. Individu yang dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak anak atau orang yang tidak matang (Hurlock, 1980).

5 Penelitian ini dilatar belakangi banyak masyarakat di pedesaaan yang lebih memilih menikah diusia muda dimana kematangan emosinya masih belum siap untuk membina sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat: Disini memang rata rata penduduknya menikahnya usia muda semua mbak, ada yang yang 14 tahun udah menikah. Banyak yang habis lulus MI langsung dinikahkan, mau gimana lagi mau nerusin sekolah juga nggak ada biaya, karena kehidupan ekonomi disini pas pasan. Jadi dari pada melihat anaknya salah pergaulan,yaah dinikahkan saja. Untuk membangun sebuah keluarga haruslah memiliki kesiapan yang matang, baik dari segi emosi, fisik, psikis, ekonomi. Sehingga dapat meminimalisir permasalahan permasalahan yang dapat menyebabkan ketidak harmonisan keluarga tersebut. Dalam penelitian ini beberapa informan pelaku perkawinan usia muda di dusun Jangkung memiliki berbagai masalah yang tersebut diatas. Masalah psikologis dalam rumah tangga misalnya istri menjadi sasaran penganiayaan (KDRT), suami meninggalkan istri tanpa memberitahu ke mana tujuannya, anak anak terlantar karena perceraian kedua orang tuanya, ada juga perempuan yang mengalami trauma dalam berhubungan suami istri karena merasa belum siap melakukannya. Masalah ekonomi,mereka kurang bijaksana dalam menyelesaikannya, bahkan ada suami yang merapat pada orang tuanya dan mengabaikan tanggung jawab sebagai suami sehingga semakin mempersulit kehidupan rumah tangga mereka. Begitu juga bagi orang tua yang anaknya melakukan pernikahan usia muda di dusun ini, mulai dari pra nikah sampai setelah pernikahan ada yang semua kebutuhan hidup pernikahan anaknya

6 ditanggung oleh kedua orang tuanya. Bahkan keadaan ini berlanjut bertahun tahun di mana orang tua harus menanggung beban kehidupan pasangan tersebut, karena beberapa dari mereka belum mandiri. Dari segi fisik, akan berdampak buruk bagi wanita karena dirasa belum cukup matang khusunya untuk kondisi kesehatanya. Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim, dan pada usia remaja, sel sel leher rahim belum matang. Di dusun Jangkung ada beberapa kasus perempuan yang menikah di usia muda mengalami kanker leher rahim, dan menurut beberapa informan banyak yang mengalami keguguran di kehamilan pertama. Hal ini dikarenakan kondisi rahim yang masih terlalu muda dan belum cukup matang untuk hamil. Ketidakharmonisan dalam pernikahan ini dipicu oleh banyaknya kasus perceraian, perselingkuhan, dan pihak suami yang kurang mampu memberikan nafkah lahir dan batin. Dari rangkaian kasus tersebut, muaranya bisa jadi rendahnya pendidikan dan sumber daya manusia yang dimiliki pasangan suami istri. Mengingat, rata rata pasutri yang menginginkan adanya perceraian, saat menikah baik kedua pasangan atau salah satu pasangan masih dibawah usia 20 tahun. Tahun 2014, Pengadilan Agama Kabupaten Malang sudah memutus gugat cerai sebanyak 753 kasus dari 964 kasus yang masuk. Dan rata rata, terbanyak pemohon gugatan cerai berasal dari wilayah malang selatan. Adapun dalam sebuah lembaga keluarga tentu harus memiliki sebuah hubungan yang harmonis dan hangat, agar tercipta tujuan utama dari pada perkawinan tersebut. Keharmonisan bertujuan untuk mencapai keselarasan dan

7 keserasian, dalam kehidupan. Keluarga harmonis akan tercipta jika kebahagiaan salah satu anggota berkaitan dengan kebahagiaan anggota anggota keluarga lainnya. Secara psikologis dapat berarti dual hal : a. Tercapainya keinginan keinginan, cita cita dan harapan harapan dari pada semua anggota keluarga b. Sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing masing maupun antar pribadi (Sarwono, 1982 ) Keluarga harmonis merupakan keluarga yang penuh dengan ketenangan, ketentraman, kasih sayang, keturunan dan kelangsungan generasi masyarakat, belas kasih dan pengorbanan, saling melengkapi dan menyempurnakan, serta saling membantu dan bekerja sama (Qaimi,2002). Adapun untuk mewujudkan kelanggengan dan keharmonisan suatu pernikahan diperlukan beberapa syarat di antaranya: dari segi pendidikan, untuk mengarungi kehidupan bahtera rumah tangga hendaknya mereka mempunyai atau membekali diri mereka dengan pendidikan yang memadai. Karena tidak jarang terjadi perselisihan dalam rumah tangga dikarenakan minimnya pengetahuan mereka tentang pernikahan, khususnya pada orang orang yang menikah dalam usia muda, sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan persoalan dengan hati yang jernih, kebanyakan dari mereka lebih mengedepankan emosi ketimbang akal. Dari segi ekonomi, maraknya perceraian yang terjadi pada pasangan usia muda dan ketidakmampuan untuk mengelola kehidupan rumah tangga mereka diantaranya adalah disebabkan oleh kemampun ekonomi yang lemah.

8 Dalam penelitian Aulia Nurpurwati (2010) yang berjudul perngaruh kematangan emosi dan usia saat menikah terhadap kepuasan pernikahan pada dewasa awal menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan mengenai kematangan emosi dan usia saat menikah secara bersama terhadap kepuasan pernikahan pada dewasa awal wilayah RT. 012/04 susukan ciracas Jakarta Timur. Hal ini berarti kepuasan pernikahan pada dewasa awal dapat ditingkatkan melalui emosi dan usia saat menikah. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Anshori (2007) dengan judul pernikahan pada usia muda dan pengaruhnya terhadap kehidupan berumah tangga menyimpulkan bahwa pernikahan di usia muda dapat bersifat positif dan negatif tergantung bagaimana pelaku pernikahan menyikapi hal tersebut apalagi di zaman sekarang ini banyak sekali terjadi pernikahan di bawah umur disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya karena sudah hamil di luar nikah dan bukan hanya itu ada faktor lain yang menyebabkan mereka menikah di usia muda seperti karena tingkat pendidikan yang begitu rendah, keadaan ekonomi yang serba pas pasan, sehingga untuk membantu meringankan keluarga maka anaknya cepat dinikahkan, meskipun anak yang bersangkutan tetap mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolahnya, latar belakang keluarga yang belum mengerti resiko menikahkan anak pada usia muda, dan kebiasaan lingkungan masyarakat di Rw ini merasa malu bila anaknya belum dinikahkan dan takut jadi perawan tua. Penelitian lain yang berhubungan dengan pernikahan dini dan kematangan emosi oleh Khairani dan Putri (2009) mengenai perbedaan kematangan emosi pada pria dan wanita yang menikah muda. Hasil penelitiannya menunjukkan

9 terdapat perbedaan kematangan emosi yang sangat signifikan pada pria dan wanita yang menikah muda, dimana ditemukan bahwa pria memiliki kematangan emosi lebih tinggi dibandingkan wanita. Dari uraian diatas, keberhasilan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga yang harmonis dan memperoleh kebahagiaan antar anggota keluarga ditentukan oleh kematangan emosi dan usia memasuki pernikahan yang matang, baik suami maupun istri. Penekanan pada segi usia dan kematangan emosi saat menikah menimbulkan suatu pertanyaan seberapa jauh perannya terhadap menjalani kehidupan berumah tangga yang harmonis, adalah merupakan hal yang menjadi fokus pada penelitian ini. Seseorang yang terbiasa berhadapan dengan banyak orang cenderung memiliki kematangan emosi yang lebih tinggi. Dengan demikian juga mereka yang bertanggung jawab penuh atas dirinya sendiri dan lebih lebih jika sekaligus memikul tanggung jawab atas keluarganya. Usia yang sangat muda menimbulkan kurang matangnya emosi sehingga banyak pasangan suami istri yang mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah masalah yang timbul dalam pernikahannya. Berdasarkan kenyataan dan fenomena yang terjadi diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji masalah masalah tersebut di Dusun Jangkung Desa Dadapan Wajak Malang, dalam bentuk skripsi yang berjudul : Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Keharmonisan Keluarga Pada Pernikahan Usia Muda Di Dusun Jangkung Desa Dadapan Wajak Malang

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh kematangan emosi terhadap keharmonisan keluarga pada pernikahan usia muda di dusun Jangkung? 2. Seberapa besar kontribusi kematangan emosi terhadap keharmonisan keluarga pada pernikahan usia muda di dusun Jangkung? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang telah diuraikan yaitu: 1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan kematangan emosi terhadap keharmonisan keluarga pada pernikahan usia muda di dusun Jangkung. 2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kematangan emosi terhadap keharmonisan keluarga pada pernikahan usia muda di dusun Jangkung. D. Manfaat Penelitian 1. Dari sisi teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah pada bidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan, mengenai pernikahan di usia muda dan kematangan emosi pasangan suami istri dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

11 2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada para wanita yang merencanakan pernikahan, dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum melangsungkan pernikahan, serta memberikan masukan bagaimana cara mengurus rumah tangga yang baik, sehingga menyadari perihal membangun keluarga yang harmonis.