BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

Jurnal GEA Jurusan Pendidikan Geografi Vol. 6, No.2, Oktoner 2006

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengurangi kemiskinan. Namun pertumbuhan ekonomi yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mulyaningsih, 2013

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik,

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Baik buruknya suatu

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja.

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

Oleh : Amin Budiamin

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. kelesuan ekonomi yang berpengaruh pula pada emosi masyarakat dan. kepada pengangguran yang meluas. Disamping itu harga-harga kebutuhan

BAB II. Organisasi Buruh Internasional. publik. Dimana masih sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. di kota-kota maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai Pembantu Rumah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2004 T E N T A N G ZONA BEBAS PEKERJA ANAK DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian yang bermakna sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Zahroh Nur Sofiani Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM)

Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 DISIPLIN ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

Situasi Global dan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

RESUME. Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak. ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia

Gilang Wiryanu Murti. DO NOT COPY.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Itan Tanjilurohmah,2013

R121. Rekomendasi Jaminan Kecelakaan Kerja, 1964 (No. 121)

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, terutama

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ketenagakerjaan, yakni pengangguran merupakan salah satu

dimilikinya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan skill yang handal serta produktif untuk membantu menunjang bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu program pendidikan non formal dan dalam rangka ikut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Semakin hari penduduk dunia bertambah jumlahnya. Ini dikarenakan angka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pembelajaran yang efektif bagi siswa. Karena dalam metode ceramah

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian M.Anas Hendrawan, 2014 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kesiapan Kerja Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. masalah, kendala, dan keterbatasan yang menyebabkan gagal, kurang berhasil atau

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peneliti tertarik membahas pekerja anak karena ketika tahun 2008-2009 peneliti pernah diundang oleh Pemkot kota Bandung sebagai wakil anak untuk memberikan masukan kepada Pemkot kota Bandung untuk membangun kota yang ramah bagi anak. Perumusan hasil dari pertemuan tersebut ialah membuat kota menjadi nyaman bagi anak-anak salah satunya dengan membuat ruang publik atau taman bagi anak, membangun fasilitas yang ramah bagi anak yang berketerbatasan, dan menghilangkan pekerja anak. Anak adalah bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan orang dewasa pada umumnya, untuk mencapai kesiapan tersebut maka pemerintah membuat aturan dengan mewajibkan setiap warga negara di Indonesia mengikuti pendidikan atau biasa disebut Wajar Dikdas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) selama 9 tahun. Wajar Dikdas memiliki fungsi yaitu :1) mencerdaskan kehidupan bangsa yang diperuntukan bagi semua warga negara tanpa membedakan golongan, agama, suku, dan status sosial-ekonomi; 2) menyiapkan tenaga kerja industri melalui pengembangan kemampuan dan keterampilan dasar belajar, serta dapat menunjang terciptanya pemerataan kesempatan pendidikan kejuruan dan profesional lanjut; 3) membina penguasaan IPTEK untuk dapat memperluas mekanisme seleksi bagi seluruh siswa yang memiliki kemampuan biasa (Djojonegoro, 1995). Tjandraningsih (1995) mengatakan ketika anak-anak tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah maka pilihan hidupnya hanya dua yaitu masuk

2 bekerja atau tidak. Akan tetapi perlu diingat bahwa anak-anak justru putus sekolah lantaran bekerja. Bahkan, di lingkungan yang kondusif untuk bekerja konsekuensi yang muncul adalah gejala putus sekolah yang sering diawali dengan menggabungkan sekolah sambil bekerja. Masih banyak anak-anak yang tidak dapat menikmati hak tumbuh dan berkembang karena berbagai faktor yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga atau miskin. Keluarga miskin terpaksa mengarahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum mencapai usia untuk bekerja terpaksa harus bekerja (Nandi, 2006). Sektor-sektor pekerjaan pada anak umumnya merupakan bidang marginal serta tidak memerlukan keterampilan khusus, seperti menjadi buruh pabrik atau industri, pembantu rumah tangga, penjual koran, kuli angkut, pedagang kaki lima, portitusi, dan pekerjaan seadanya (serabutan) lainya. Namun, hampir semua pekerja anak bermotif ekonomi (Kuniati, R. 2012). Padahal pada awalnya pekerja anak menurut Amirudin dan Achdian (Suyanto, 2010) kehadiran pekerja anak di berbagai daerah dan kegiatan usaha sesunguhnya bukanlah hal yang baru. Di Indonesia kehadiran pekerja anak ini terlihat menonjol menjelang abad 20, yakni sektor perkebunan dan industri gula modern mulai dikembangkan oleh kolonialisme Belanda ke pelosok desa. Pada era sebelumnya anak-anak banyak terlibat disektor pertanian yang tidak dibayar karena cuma sebatas membantu pekerjaan orang tuanya, maka era industrialisasi keterlibatan anak-anak itu telah bergeser ke sektor industri, perdagangan, dan jasa sebagai kerja upah (Tjandranigsih dan White, 1998).

3 Saat ini jumlah pekerja anak semakin tahun semakin bertambah. Yang menarik, hal ini tidak saja terjadi di Indonesia melainkan juga hampir diseluruh belahan dunia. Menurut data yang diperoleh dari International Laboir Organization (ILO), saat ini terdapat sekitar 8,4 juta anak diseluruh dunia terjebak perbudakan, perdagangan, pelacuran, pornografi, serta pekerjaan terlarang. Menurut data dari kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, di Indonesia diperkirakan jumlah anak yang menjadi pekerja anak mencapai 165.000 orang(kurniati, 2012). Dan, hal ini, terus berkembang dari tahun ke tahun. Organisasi Perburuhan Internasional juga memperkirakan bertambahnya pekerja anak menjadi sekitar 215 juta anak di seluruh dunia. Sementara, Badan Pusat Statistik mencatat sekitar 2,5 juta pekerja anak usia 5-17 tahun pada tahun 2009 di Indonesia. Sebagai besar dari mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang dan seringkali dalam kondisi berbahaya yang dapat menghambat tumbuh-kembang mereka. Mereka pun tidak mendapatkan peluang pendidikan yang akan memberikan mereka masa depan yang lebih baik atau harus menyeimbangkan bekerja dengan bersekolah (ILO.org). Tabel 1.1 Estiminasi Jumlah anak yang bekerja di Indonesia tahun 2009 Karateristik Laki-laki Perempuan Jumlah Anak bekerja umur 10-12 180,6 39,5 320,1 Anak bekerja umur 13-14 dengan jam kerja > 15 198,7 43,2 341,9 jam per minggu Anak bekerja umur 15-17 dengan jam kerja >40 jam 570,2 447,0 1017,2 per minggu Total 949,5 727,6 1679,1 Sumber : Badan Statistik, 2009

4 Jumlah anak-anak yang menjadi buruh (pekerja) di kota Bandung kian meningkat. Berdasarkan data yang dimiliki Yayasan Bahtera, LSM yang bergerak di bidang perlindungan anak, pada 2004 jumlah pekerja anak berjumlah 25 ribu orang, atau sekitar 2,7 persen dari 900 ribu anak-anak di Kota Bandung (republika online). Saat ini, ada dua undang-undang yang mengatur tentang buruh anak. Namun, kedua peraturan itu satu sama lain saling melemahkan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, batasan usia bagi buruh anak adalah 15 tahun sedangkan pada bagian lain, anak-anak berusia 13 tahun boleh bekerja asal tidak dieksploitasi oleh pihak perusahaan pada UU Nomor 20 Tahun 1999 hasil konvensi ILO 1998. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari. Keputusan Menteri dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tentang penanggulangan pekerja anak pasal 1, menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak yang melakukan semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembang. Ayat selanjutnya menyatakan bahwa penanggulangan pekerja anak atau disebut PPA adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menghapus, mengurangi dan melindungi pekerja anak berusia 15 tahun ke bawah agar terhindar dari pengaruh buuk pekerjaan berat dan berbahaya (Nandi, 2006). Menurut Bell dan Naugle teori learned helplessness menyatakan bahwa individu yang teraniaya umumnya berpendapat bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan perbuatan penyiksanya, dan akhirnya, cenderung untuk menghentikan segala usaha untuk meninggalkan atau merubah kondisi kekerasan tersebut. Para peneliti setuju bahwa karakteristik yang paling jelas tampak pada invidu yang mengalami learned helplessness adalah hilangnya kesediaan untuk bertahan menghadapi hal

5 yang secara realistis dapat dikuasai. Selain itu, individu juga memiliki kebiasaan untuk tidak mau mencoba, sebagai efek dari kegagalan beruntun yang dialami sebelumnya. Perilaku mencoba dianggap sebagai membuang waktu karena mereka meyakini bahwa mereka tidak akan berhasil juga (Hall & Lindzy, 1985). Persoalan bekerja untuk anak tidak selalu memberikan dampak yang buruk, sepanjang pekerjaan dilakukan tidak merugikan perkembangan anak. Pekerjaan merupakan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan rasa ingin tahu, mengembangkan kemampuan ekplorasi, dan kreativitas serta menumbuhkan sikap gemar bekerja, disiplin, dan kemandirian. Dengan kata lain, sepanjang pekerjaan dilakukan dengan professional dan secara psikologis melatih anak dalam rangka membantu orang tua, maka akan memiliki efek mendidik yang positif. Namun, yang dikhawatirkanadalah di lingkungan keluarga miskin sering kali beban pekerjaan anak terlalu berlebihan (Endrawati, 2012). Penelitian Barber (1985) menemukan bahwa hal yang terutama untuk terjadinya learned helplessnessadalah kondisi bahwa individu merasa tidak mampu mengontrol (not in control) atas hasil (outcome) dari efek perilakunya. Selain itu, Barber juga menemukan bahwa arti subjektif dari kegagalan akan mempengaruhi apakah seorang individu akan mengalami learned helplessness atau tidak. Apabila kegagalan tersebut dianggap sebagai hal yang penting bagi individu, learned helplessness dapat dialami individu. Bila kegagalan tersebut secara subjektif tidak dianggap sebagai hal yang penting bagi individu, maka individu tidak akan mengalami learned helplessness yang mengganggu. Penelitian Peterson dan Seligman (dalam Hall & Lindzy, 1985) menemukan bahwa bagaimana individu menginterpretasikan suatu kejadian akan mendorong terjadi atau tidaknya learned helplessness. Individu yang memiliki gaya eksplanatori negatif akan cenderung melihat kejadian negatif

6 sebagai hal yang permanen (misalnya, kondisi ini terjadi untuk selamalamanya), personal (misalnya, aku memang bodoh); dan bersifat pervasive (misalnya, dalam segala bidang aku memang tak bisa apa-apa), akan cenderung mengalami learned helplessness. Beranjak dari hal tersebut, melihat fenomena yang ada sekarang, peneliti merasa perlu untuk meneliti hal tersebut karena dilapangan masih terlihat adanya pekerja anak, sehingga dirasa tidak ada perubahan yang signifikan yang dirasakan oleh masyarakat dan bagaimana kota Bandung merubah dirinya menjadi kota ramah anak. Maka, peneliti tertarik untuk mengangkat learned helplessness pekerja anak terhadap beban kerja sebagai judul dari penelitian. B. Fokus Penelitian Fokus pada penelitian ini adalah menggambarkan situasi anak yang mendapatkan laerned helplessness dalam bekerja, adapun dimensi yang dapat menunjukan bahwa seseorang mengalami laerned helplessness ialah 1. Mengurangnya Motivasi, 2. Menurunnya kognisi, dan 3. Gangguan emosional. C. Rumusan Masalah Bila melihat pada paparan diatas, maka dapat terlihat bagaimana pekerja dibawah umur atau bisa disebut pekerja anak bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga mereka terpaksa untuk bekerja di tempat yang bermacam-macam dengan kesukaran dan masalah yang bermacam-macam pula. Dengan bekerja banyak anak menjadi putus sekolah, anak yang putus sekolah memiliki kemungkinan kecil untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, sehingga tentu saja bekerja memiliki dampak pada anak.

7 Learned helplessness ini dapat terjadi ketika seseorang mendapatkan kejadian yang berat dalam kehidupannya, sehingga mempengaruhi motivasinya, memiliki pemikiran negatif, dan memiliki gangguan emosi yang cenderung tidak memiliki agresi. D. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran learned helplessnesspada pekerja anak? 2. Bagaimana dampak learned helplessness terhadap pekerja anak? E. Tujuan Penelitian 1. Dapat mengetahui gambaran anak yang mengalami learned helplessness 2. Mengetahui dampak dari learned helplessness pada pekerjaan yang dilakukan F. ManfaatPenelitian 1. Manfaat teoritis Melalui penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan ilmu bagi para pembaca sehingga dapat mengetahui gambaran learned helplessness dan beban kerja bagi pekerja anak. 2. Manfaat praktis Melalui penelitian ini diharapkan perusahan memiliki manfaat teoritis mengenai anak yang bekerja, sehingga ketika akan mempekerjakan anak dalam kegiatan produksi ataupun yang dalam hal lainnya, sebuah perusahaan dapat lebih mengetahui bagaimana anak yang bekerja yang merasakan learned helplessness.

8 G. Struktur Organisasi Skripsi Bab I merupakan pendahuluan yang berisiskan latar belakang penelitian learned helplessnesspada pekerja anak, fokus, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian skripsi. Bab II merupakan kajian pustaka, dan kerangka pemikiran tentang learned helplessness pekerja anak yang berisikan konsep-konsep learned helplessness, pekera anak, serta berisikan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan konsep learned helplessness Bab III menyajikan motode penelitian yang berisis penjabaran secara rinci mengenai lokasi dan subjek peneliti, jenis dan desain penelitian, instrumen penelitian, teknik keabsahan data, dan analisis data. Bab IV menguraikan hasil dari penelitian dan pembahasan yang terdiri dari masalah penelitian, pertanyaan penelititan, dan tujuan penelitian serta mengurai pembahasan atau analisis temuan. Bab V merupakan kesimpulan dan saran atau rekomendasi penelitian.