Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di propinsi jawa timur berdasarkan Potensi daerahnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BOKS 1. Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

Semarang, 14 Mei 2008 ISBN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

Arahan Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten Kediri

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB VIII PENUTUP. Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Tipologi Kecamatan Tertinggal di Kabupaten Lombok Tengah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN PROBOLINGGO- PASURUAN-LUMAJANG MELALUI PENDEKATAN PENINGKATAN EFISIENSI

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

DAFTAR PUSTAKA. Ascani, dkk New Economic Geography and Economic Integration: A Review. London: SEARCH.

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah, tetapi kedua lembaga tersebut menggunakan variabel yang hampir sama

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. nasionalnya memiliki satu tujuan yaitu memajukan kesejahteraan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

s Indek p verty Ga Po

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

Pembangunan Kota Berkelanjutan

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengembangan Daerah Tertinggal di Kabupaten Sampang

EFISIENSI INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Transkripsi:

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Eko Budi Santoso 1 * Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, * Email : eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Kota-kota besar di Indonesia mempunyai peran strategis dalam pembangunan wilayah sebagai simpul jasa, koleksi dan distribusi, yang mempunyai hubungan ke belakang dengan kota-kota kecil dan hinterlandnya dan juga hubungan ke depan dengan kota-kota besar lainnya. Salah satu kinerja perkotaan diukur dari kemampuan daya saing kota yang dibentuk oleh faktor-faktor utama (input) dan kinerja perekonomian (output). Faktor-faktor utama pembentuk daya saing terdiri dari 5 indikator utama, yaitu (1) lingkungan usaha produktif, (2) perekonomian daerah, (3) ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia, (4) infrastruktur, sumberdaya alam dan lingkungan, (5) perbankan dan lembaga keuangan. Sedangkan kinerja perekonomian (output) mencakup produktivitas tenaga kerja, tingkat kesempatan kerja, dan PDRB per kapita. Dalam pembahasan ini akan dilakukan pemetaan terhadap 24 kota besar di Indonesia diluar DKI Jakarta, yang mempunyai jumlah penduduk kurang lebih 500.000 jiwa ke atas. Daya saing kota dilakukan dengan penentuan peringkat berdasarkan faktor-faktor utama tersebut. Pemetaan daya saing kota dilakukan dengan mengelompokkan kota-kota besar berdasarkan kinerja indikator input dan indikator output. Hasil pengelompokkan tersebut diperoleh tingkat efisiensi kota dalam mencapai daya saing kota yang tinggi. Kota besar yang mempunyai daya saing dan tingkat efisiensi tinggi dalam hubungannya kinerja indikator input dan indikator output adalah Kota dan Kota. Kata Kunci: Daya Saing Kota, Indikator Kinerja Perkotaan 1. Pendahuluan Kota-kota besar di Indonesia mempunyai peran strategis dalam pembangunan wilayah sebagai simpul jasa, koleksi dan distribusi, yang mempunyai hubungan ke belakang dengan kota-kota kecil dan hinterlandnya dan juga hubungan ke depan dengan kota-kota besar lainnya. Meskipun sumber daya alam yang tersedia di perkotaan terbatas, namun kota sebagai pusat produksi barang dan jasa mampu memberikan layanan yang kompetitif. Kota juga sebagai pasar yang potensial untuk melayani kebutuhan penduduknya dengan daya beli yang cukup tinggi, disamping kemampuannya mendistribusikan barang dan jasa ke wilayah lain. Kota-kota dengan status sebagai daerah otonom mempunyai tuntutan yang lebih besar dalam membangun daerahnya. Agar kota dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan maka kota harus mampu bersaing dalam penyediaan layanan yang lebih baik dibandingkan dengan kota atau daerah lainnya. Kota-kota yang tidak berdaya saing lambat laun akan mengalami penurunan pertumbuhan daerahnya. Menurut Begg (1999), kapasitas kota untuk bersaing dibentuk oleh hubungan yang saling mempengaruhi antara atribut kota, seperti lokasi, kekuatan dan kelemahan perusahaan serta pelaku ekonomi aktif didalamnya. Sehingga banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengukur daya saing kota agar mampu memberikan penilaian yang obyektif dan berimbang. 2. Konsep Teoritis Daya Saing Daerah Daya saing daerah menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan daerah. Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu perusahaan, kota, daerah, wilayah atau Negara dalam mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (Porter, 2000). Salah satu pendekatan yang digunakan untuk memperjelas konsep daya saing daerah adalah berdasarkan definisi European Commision (1999), yang mendefinisikan sebagai berikut: Kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi oleh kemampuan mempertahankan

pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan wilayah untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi yang terlihat pada daya saing eksternal (European Commision, 1999 dalam Gardiner, 2003). Gardiner, Martin, Tyler (2004) membuat model piramida daya saing regional dengan mencari hubungan beberapa faktor utama yang dapat membangun daya saing regional, yaitu mencakup faktor-faktor input, output dan outcome. Konsep ini diaplikasikan PPSK Bank Indonesia LP3E dalam Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah pada 434 Kabupaten/Kota. kemampuan daya saing kota yang dibentuk oleh faktor-faktor utama (input) dan kinerja perekonomian (output). Faktor-faktor utama pembentuk daya saing terdiri dari 5 indikator utama, yaitu (1) lingkungan usaha produktif, (2) perekonomian daerah, (3) ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia, (4) infrastruktur, sumberdaya alam dan lingkungan, (5) perbankan dan lembaga keuangan. Kinerja perekonomian (output) mencakup produktivitas tenaga kerja, tingkat kesempatan kerja, dan PDRB per kapita. Sedangkan target outcome dari daya saing daerah adalah pertumbuhan yang berkelanjutan, sebagaimana terlihat dalam gambar 1. penyelidikan perkembangan wilayah (Yunus, 2005). Menurut Situmorang, tipologi kota ditentukan berdasarkan besaran penduduk kota, dan fungsi kota dalam wilayah dengan keberadaan prasarana wilayah dan ekonomi wilayah (Soegijoko, et al, 2005). Ukuran kota besar dalam hal ini ditentukan berdasarkan status otonomi, jumlah penduduk minimal 500.000 jiwa atau mendekati jumlah ini, dan juga dilihat peranannya dalam pengembangan wilayah, seperti fungsinya sebagai pusat kegiatan dalam skala provinsi. Berdasarkan data kependudukan tahun 2007 terdapat 24 kota besar yang mempunyai jumlah penduduk minimal mendekati 500.000 jiwa, dan dengan perkecualian DKI Jakarta tidak dimasukkan dalam pembahasan ini. Dari jumlah tersebut, ada 9 kota yang termasuk dalam kategori kota metropolitan karena jumlah penduduknya lebih dari 1 juta jiwa. Kota-kota besar yang terdapat dalam gambar 2, terdapat 16 kota yang fungsinya sebagai pusat pelayanan skala provinsi (ibukota provinsi), dan 8 kota bukan sebagai ibukota provinsi. Berdasarkan sebaran kotakota besar, terdapat 10 kota besar berada di Pulau Jawa dan 14 kota besar berada di luar Pulau Jawa. Wilayah Jabodetabek di luar DKI Jakarta, mempunyai 4 kota besar yaitu Kota, Kota, Kota dan Kota. Jumlah Penduduk Kota-Kota Besar di Indonesia Tahun 2007 Sumber: PPSK Bank Indonesia LP3E FE Unpad (2008) Gambar 1. Piramida Daya Saing Daerah 3. Ukuran Kota Besar Berdasarkan Penduduk Klasifikasi kota berdasarkan jumlah penduduk menjadi hal yang jamak dalam penentuan hirarki kota di Indonesia untuk Kota Jambi Banjarmasin 451,172 458,465 476,365 492,990 521,499 542,263 577,674 588,135 627,245 750,250 779,899 782,110 790,895 819,740 899,944 1,179,023 1,369,239 1,374,522 1,419,478 1,508,414 1,845,005 2,083,156 2,510,982 2,884,455-500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 Jumlah Penduduk (Jiwa) Sumber: diolah dari data BPS masing-masing kota Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Besar Tahun 2007

4. Daya Saing Kota-Kota Besar Penentuan daya saing kota-kota besar di Indonesia menggunakan data sekunder yang merupakan data cross section tahun 2007, yang diperoleh dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E. Kinerja perkotaan dilihat dari peringkat daya saing keseluruhan, dan secara parsial dari indikator input maupun outputnya. 4.1 Peringkat Daya Saing Kota-Kota Berdasarkan hasil pemetaan daya saing daerah di Indonesia, menempatkan Kota, Kota, dan Kota sebagai tiga kota besar yang mempunyai peringkat teratas. Sedangkan tiga kota besar yang berada pada peringkat bawah adalah Kota, Kota Jambi, dan Kota. Kota sebagai kota metropolitan mampu menempatkan posisinya pada peringkat 13 dari 434 kabupaten/kota yang dipetakan kemampuan daya saingnya. Kota-Kota, 13, 14, 16, 20, 22, 23 Peringkat Daya Saing Kota-Kota, 27, 34, 35, 38, 46 AVERAGE, 55.3, 49, 50, 52, 54, 55, 69, 75, 78 Banjarmasin, 89, 107, 109 Jambi, 114, 139 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Peringkat Daya Saing Gambar 3. Peringkat Daya Saing Kota Besar Dilihat dari rata-rata peringkat daya saing kota besar berada pada posisi peringkat ke-55. Ada 16 kota besar yang mempunyai peringkat daya saing kota lebih tinggi dibanding rata-rata peringkat kota besar, atau 67 persen kota-kota besar menunjukkan peringkat daya saing yang baik. Sedangkan 8 kota besar lainnya mempunyai daya saing yang peringkatnya lebih rendah. Tabel 1: Peringkat Daya Saing Kota Menurut Besaran Kota Kategori Kota Besar Ranking < rata2 Ranking > rata2 Jumlah Penduduk > 1 juta 8 1 9 Penduduk < 1 juta 8 7 15 Jumlah 16 8 24 4.2 Daya Saing Kota Berdasarkan Indikator Input dan Output Pembentukan daya saing kota ditentukan berdasarkan faktor utama input dan output. Hasil pemetaan daya saing kota menunjukkan bahwa sebagian besar kotakota besar mempunyai peringkat daya saing indikator input lebih baik dibandingkan peringkat indikator output. Hanya ada 6 kota besar yang mempunyai peringkat indikator output lebih baik dibandingkan indikator input, seperti terlihat pada gambar 4 di bawah ini. AVERAGE Banjarmasin Jambi PERINGKAT DAYA SAING KOTA-KOTA TAHUN 2007 6 13 18 14 16 12 20 26 26 22 16 23 21 27 23 35 33 34 34 27 35 33 37 38 29 32 31 41 55.3 48.8 45 46 39 55 49 46 42 50 57 43 42 52 54 55 52 60 56 61 62 63 71 69 75 78 72 78 85.6 84 89 90 86 94 102 118 113 107 109 114 137 142 143 139 148 0 50 100 150 200 250 300 350 Daya Saing Indikator Input Daya Saing Indikator Output Daya Saing Daerah Gambar 4. Daya Saing Kota Berdasarkan Indikator Input dan Output Kota berada pada peringkat atas dalam daya saing kota, namun mempunyai peringkat daya saing indikator input yang lebih baik dibanding indikator outputnya. Salah satu indikator output yang mempengaruhi peringkat daya saing Kota 254 291

AVERAGE 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS,,29 Oktober 2009 adalah tingkat kesempatan kerja yang berada pada peringkat 176, artinya kemampuan daerah dalam menciptakan kesempatan kerja ternyata tidak sebanding dengan tingginya pencari kerja. Kota yang berada pada peringkat bawah dalam daya saing kota, terlihat terbebani oleh daya saing indikator output yang peringkatnya rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator output, yaitu produktivitas tenaga kerja peringkat 268, PDRB per kapita peringkat 304, dan tingkat kesempatan kerja 349. Peran Kota sebagai penyangga DKI Jakarta dan kawasan hunian, menunjukkan orientasi aktivitas ekonomi masih kepada DKI Jakarta. Kota yang bersama Kota berada pada Wilayah Jabodetabek yang mempunyai produktivitas ekonomi tinggi, ternyata berada pada peringkat bawah dalam daya saing kota. Rendahnya daya saing kota diakibatkan rendahnya indikator output, yang terlihat dari produktivitas tenaga kerja diperingkat 203, PDRB per kapita peringkat 266, dan tingkat kesempatan kerja peringkat 424. Jumlah penciptaan lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. 4.3 Pemetaan Daya Saing Kota Besar Menurut Indikator Input-Output Pemetaan daya saing kota besar dilakukan dengan menentukan klasifikasi kota berdasarkan kinerja indikator input dan indikator output. Semakin baik kinerja indikator-indikator tersebut, maka semakin tinggi pula daya saing kota. Daya saing kota dapat diklasifikasikan menjadi 4 kuadran dengan pembagian sebagai berikut: - Kuadran I: merupakan kota besar yang mempunyai daya saing tinggi dengan didukung karakteristik unggul dari kinerja indikator input dan outputnya. Kota-kota yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah,,,, dan. - Kuadran II: merupakan kota besar yang mempunyai daya saing dengan karakteristik kinerja indikator inputnya lebih baik dibandingkan kinerja rata-rata, namun kinerja indikator outputnya masih dibawah kinerja rata-rata. Kota besar yang masuk dalam klasifikasi ini adalah,,, dan. - Kuadran III: merupakan kota besar yang mempunyai karakteristik kinerja indikator input dan outputnya lebih rendah dibandingkan kinerja rata-rata input dan output. Ada sebelas kota besar yang masuk dalam klasifikasi ini, yaitu,,,,,, Banjarmasin,, Jambi, dan. - Kuadran IV: merupakan kelompok kota besar yang mempunyai kinerja indikator outputnya unggul diatas kinerja rata-rata output kota besar, namun kinerja indikator inputnya masih rendah. Kota besar yang masuk dalam kelompok ini adalah dan. Indikator Output Pemetaan Daya Saing Kota Menurut Indikator Input dan Output Jambi Banjarmasin 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 Indikator Input Gambar 5. Pemetaan Daya Saing Kota Menurut Indikator Input dan Output 4.4 Tingkat Efisiensi Untuk mencapai daya saing kota pada tingkatan tertentu diperlukan dukungan dan kombinasi dari indikator input dan selanjutnya menghasilkan besaran output tertentu. Tingkat efisiensi dalam pengukuran daya saing kota ditentukan berdasarkan besaran indikator output dibagi dengan besaran indikator inputnya. Tingkat efisiensi rata-rata pada kota-kota besar yang diteliti masih menunjukkan hasil dibawah angka 1, dan hanya ada 6 kota besar yang mempunyai angka lebih tinggi, yaitu,,, Menado, dan. Sedangkan Kota,, dan meskipun

tingkat efisiensi masih di bawah angka 1, tetapi masih mempunyai tingkat efisiensi yang cukup baik karena masih berada di atas tingkat efisiensi rata-rata. Sedangkan kota-kota lainnya belum efisien dalam melakukan proses transformasi dari indikator input menjadi indikator output untuk mencapai tingkat daya saing tertentu. Sebagai contoh kota dan meskipun mempunyai tingkat daya saing yang tinggi dan masuk dalam kelompok kuadran I, tetapi output yang dihasilkan masih lebih rendah dibanding dengan input yang tersedia. Tingkat Efisiensi Kota Berdasarkan Indikator Output dan Input AVERAGE Jambi Banjarmasin 0.424 0.559 0.654 0.529 0.489 0.481 0.601 0.853 1.266 1.080 0.762 1.139 0.868 0.750 0.851 0.750 0.718 0.702 0.686 0.677 0.646 0.888 0.841 0.981 0.868 0.941 0.880 1.179 1.056 1.244 0.970 0.907 0.893 1.114 1.286 1.432 1.077 1.134 1.287 1.532 1.367 1.514 1.273 1.250 1.169 1.251 1.671 1.484 1.418 1.528 1.394 1.430 1.344 1.418 1.576 1.732 1.672 1.621 1.618 1.947 1.762 2.028 2.051 1.861 1.846 1.779 1.941 1.829 2.158 2.388 2.449 2.557 3.431 3.490 4.137 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 Tingkat Efisiensi OUTPUT INPUT EFISIENSI Gambar 6. Tingkat Efisiensi dalam Pencapaian Daya Saing Kota Bila tingkat efisiensi daya saing kota dikaitkan dengan kuadran-kuadran hasil dari pemetaan daya saing kota didapatkan hasil sebagai berikut: - Kuadran I: kota-kota yang mempunyai tingkat efisiensi daya saing tinggi adalah kota,, dan. - Kuadran II: tidak ada satupun kota-kota pada kuadran ini masuk dalam kategori tingkat efisiensi daya saing tinggi. - Kuadran III: kota-kota yang mempunyai tingkat efisiensi daya saing tinggi adalah kota,, dan. - Kuadran IV: kota-kota yang mempunyai tingkat efisiensi daya saing tinggi adalah kota dan. 5 Implikasi Daya Saing Kota Terhadap Pengembangan Kota Kompetisi antar kota besar dalam memberikan layanan terbaik dalam berbagai sektor mendorong terjadinya perubahan daya saing kota secara dinamis. Menurut Situmorang, isu kunci untuk memahami pengelolaan perkotaan saat ini adalah tidak optimalnya kota-kota berfungsi sebagai pusat pertumbuhan kegiatan di wilayah nasional, regional maupun provinsi untuk menjadi mesin pendorong pengembangan wilayah sekitarnya (Soegijoko, et al, 2005). Strategi Pembangunan Perkotaan II (NUDS- II) lebih lanjut memberikan arahan spasial bagi kebijakan nasional pembangunan perkotaan seperti: - Pengembangan ekonomi perkotaan, - Pengembangan infrastruktur perkotaan, - Pengelolaan lingkungan perkotaan, - Keterkaitan perkotaan dan perdesaan, - Kebijakan pengembangan SDM, dan - Kelembagaan pemerintah kota. Strategi tersebut sejalan dengan upaya memperkuat daya saing kota sebagaimana konsep piramida daya saing daerah. Pembangunan kota yang berdaya saing dilakukan dengan meningkatkan kinerja indikator input pembentuk daya saing kota sesuai dengan fungsi dan besaran kota. Pemetaan daya saing kota pada 24 kota metropolitan/besar terdapat 22 kota yang mempunyai fungsi sebagai PKN (pusat kegiatan nasional), dan hanya 2 kota yang berfungsi sebagai PKW (pusat kegiatan wilayah), yaitu Kota dan Kota. Beberapa upaya yang dilakukan untuk memperkuat daya saing kota dalam rangka mendukung fungsi kota sebagai PKN adalah: - Kuadran I: Peningkatan efisiensi dalam pengelolaan kota bagi Kota dan Kota, dengan tetap mempertahan kinerja daya saing kota,

khususnya dalam mengantisipasi penurunan sektor industri pengolahan, - Kuadran II: Kota,,, dan sebagai PKN mempunyai faktor-faktor input utama yang berdaya saing, namun masih memerlukan proses transformasi yang lebih baik lagi agar terjadi peningkatan indikator output, khususnya bagi kota-kota yang sektor industri pengolahan kurang berdaya saing perlu didorong berkembangnya industri kreatif secara luas. - Kuadran III: kota-kota yang berfungsi sebagai PKN masih kurang berdaya saing akibat keterbatasan faktor-faktor input pembentuk daya saing kota, sehingga diperlukan upaya peningkatan faktor-faktor input dan diiringi dengan peningkatan efisiensi, meskipun kota, dan sudah mempunyai tingkat efisiensi yang cukup baik. - Kuadran IV: Kota dan sudah menunjukkan daya saing kota yang tinggi dan didukung tingkat efisiensinya yang tinggi pula. Agar daya saing kota dapat ditingkatkan lagi maka kota-kota ini perlu meningkatkan kapasitas faktor-faktor inputnya. Strategi pengembangan kota melalui pendekatan daya saing kota ini dapat menjadi pendukung pencapaian strategi yang dikembangkan oleh NUDS-II. 6. Kesimpulan Pendekatan pengembangan kota melalui penguatan daya saing kota menjadi salah satu strategi kota untuk mampu berkompetisi dengan kota-kota lainnya. Penentuan peringkat dan pemetaan daya saing kota akan membantu kota-kota besar dalam menentukan arah pembangunannya ke depan. Kota-kota dapat secara obyektif mengetahui kekuatan dan kelemahannya baik berdasarkan indikator input maupun outputnya. Karena peringkat daya saing yang disusun bersifat dinamis, maka kotakota harus senantiasa berupaya untuk meningkatkan posisinya secara terus menerus. Pendekatan daya saing kota dapat disinergikan dengan strategi pengembangan kota yang ada, seperti NUDS-II, mengingat tujuan pembangunan kota tidak hanya terbatas memperkuat faktor-faktor internal, tetapi juga dapat memainkan peran dalam konteks yang lebih luas, seperti PKN dan PKW, yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan wilayah. Kota-kota yang berdaya saing akan mampu berperan membangun keterkaitan dengan kota/ wilayah lainnya sesuai dengan besaran dan fungsi kotanya. 7. Pustaka Begg, I. (1999). Cities and Competitiveness. Urban Studies. Vol. 36, No. 5-6, hal. 795 809. Gardiner, Bend (2003). Regional Competitiveness Indicators for Europe Audit, Database Construction and Analysis. Regional Studies Association International Conference. Pisa. 12-15 April. Gardiner, B., R. Martin, and P. Tyler (2004). Competitiveness, Productivity, and Economic Growth across the European Regions. Cambridge: University of Cambridge. Porter, M.E. (2000). Location, Competition, and Economic Development: Local Clusters in Global Economy. Economic Development Quarterly. Vol. 14 No. 1, February 2000, hal. 15 34. PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad (2008). Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Soegijoko, B.T.S., G.C. Napitupulu, W. Mulyana, ed (2005). Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia: Pengalaman Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Buku II. Jakarta: YSS URDI. Yunus, H.S. (2005). Klasifikasi Kota. : Pustaka Pelajar.