BENCANA DI INDONESIA DAN PERGESERAN PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA: CATATAN RINGKASAN 1 Oleh: Dr. Rahmawati Husein 2

dokumen-dokumen yang mirip
Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

Empowerment in disaster risk reduction

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

Bencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

MITIGASI BENCANA BENCANA :

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATIPANDEGLANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Powered by TCPDF (

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

Definisi dan Jenis Bencana

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BAB III LANDASAN TEORI

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi untuk menggunakan teknologi semaksimal mungkin agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Definisi dan Jenis Bencana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BANDUNG BARAT

Transkripsi:

BENCANA DI INDONESIA DAN PERGESERAN PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA: CATATAN RINGKASAN 1 Oleh: Dr. Rahmawati Husein 2 Pendahuluan: bencana dan potensi bencanadi Indonesia Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehinggamengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana sering dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu (1) bencana alam yaitu bencana yang disebabkan oleh faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung, meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (2) bencana nonalam yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit, serta (3) bencana sosial yaitu yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.(uu No. 24 tahun 2007) Indonesia sebagai negara kepulauan berada pada posisi secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis menyebabkan Indonesia sangat rawan terhadap berbagai bencana alam, sehingga sering disebut sebagai supermarket bencana. Posisi geografis Indonesia masuk dalam pertemuan tiga lempengan bumi, yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia menyebabkan posisi negara labil, mudah bergeser, dan tentu saja rawan bencana gempa bumi, tsunami dan longsor. Secara geografis, Indonesia juga terletak di daerah sabuk api atau yang dikenal dengan ring of fire dimana 187 gunung api berderet dari barat ke timur. Disamping itu, posisi geografis Indonesia berada pada daerah yang ditandai dengan gejolak cuaca dan fluktuasi iklim dinamis yang menyebabkan Indonesia rawan bencana alam kebumian seperti badai, topan, siklon tropis, banjir. Di samping faktor alam yang dapat menyebabkan bencana, kompleksitas kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografis seperti kepadatan penduduk dan segi ekonomi seperti kemiskinan yang masih tinggi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana alam. Saat ini Indonesia menempati rangking pertama dari 265 negara di dunia terhadap risiko tsunami dan rangking pertama dari 162 untuk tanah longsor, serta rangking ke-3 dari 153 negara terhadap risiko gempa bumi, dan ranking ke-6 dari 162 untuk risiko bencana banjir. (vivanews, 2011). Sepanjang kurun waktu 1980-2009 Indonesia mengalami 312 kasus bencana alam. Kerugian akibat berbagai bencana tersebut tidak sedikit, baik itu kerugian jiwa, harta benda dan rusaknya infrastruktur serta terhentinya produksi ekonomi dan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan data Bappenas kerugian akibat bencana alam di Indonesia sejak tsunami Aceh, Desember 2004 hingga gempa Sumatera Barat, September 2009 mencapai Rp. 150 triliun. Sementara korban 1 Catatan diskusi disampaikan dalam Workshop Fiqh Kebencanaan oleh Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, di UMY, 25 Juni 2014. 2 Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, UMY dan Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhamamdiyah 1

meninggal di Aceh saja mencapai 227, 898 orang dan lebih 6,000 orang di Yogya dan lebih seribu orang di Padang. Jumlah tersebut belum termasuk korban cacat, sakit akibat gempa, tsunami dan gunung meletus serta ratusan ribu pengungsi seperti saat Gunung Merapi meletus tahun 2010 (BNPB, 2010, vivanews, 2011). Di samping memiliki potensi, kerentanan dan kerugian yang besar dari bencana alam, Indonegian juga rentan terhadap bencana non-alam dan bencana sosial. Bencana akibat lumpur Lapindo dan banjir badang akibat jebolnya dam di Jakarta dan Way Ela merupakan bentuk bencana non-alam akibat kegagalan teknologi serta interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Sementara potensi bencana nonalam lainnya seperti epidemi dan wabah penyakit seperti demam berdarah, malaria, dan flu burung juga terus meningkat. Sedangkan potensi bencana sosial di Indonesia juga sangat tinggi karena dipengaruhi berbagai macam suku bangsa, ras, agama dan golongan serta meningkatnya konflik akibat perebutan sumber daya alam dan perubahan politik dan kepemimpinan di tingkat lokal. Memahami bencana dan pengelolaannya: tanggap darurat ke pengurangan resiko bencana Selama ini masih banyak masyarakat yang melihat bencana alam sebagai sesuatu yang datang di luar kemampuan manusia atau suatu peristiwa yang begitu saja terjadi tanpa pemberitahuan sehingga kecenderungannya adalah menunggu kejadian tersebut dialami atau menimpa diri mereka. Hal ini dipengaruhi oleh pandangan konvensional yang menganggap bencana merupakan sifat alam dan terjadinya bencana adalah karena kecelakaan. Bencana alam juga tidak dapat diprediksi, tidak menentu, dan suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan atau terhindarkan serta tidak terkendali (Triutomo, 2007). Di samping itu adanya keyakinan bahwa bencana adalah kehendak Tuhan (the Acts of God) di mana kejadian bencana alam itu di luar kemampuan manusia ataupun kehendak Tuhan (Lindell at al., 2006), sebagai bentuk peringatan, cobaan bahkan kutukan, sehingga manusia tidak berhak dan tidak dapat mempersiapkan diri menghadapi bencana. Berdasarkan pada pandangan ini, masyarakat terdampak dipandang sebagai korban dan penerima bantuan dari pihak luar atau harus segera mendapat pertolongan, sehingga fokus dari penanggulangan bencana lebih pada bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Oleh karena itu pada umumnya tindakan yang dilakukan adalah upaya reaktif yang sifatnya kedaruratan, yang menekankan pada penanganan dan pemberian bantuan bukan penanggulangan. Bentuk penanganan biasanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan darurat seperti pangan, penampungan darurat, kesehatan dan mengatasi krisis yang dialami oleh masyarakat. Sementara tujuan dari penanganan bencananya adalah untuk menekan tingkat kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan (Bakornas BP, 2007; Pujiono, 2007). Di dunia termasuk di Indonesia hampir mayoritas sumber daya manusia, dana, maupun program-program penanggulangan bencana diarahkan pada saat tanggap darurat. Di organisasi Muhammadiyah sendiri 80 persen kegiatan penanggulangan bencana maupun sumber daya dan sumber dana masih diperuntukkan untuk kegiatan kedaruratan seperti pemberian bantuan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang terdampak bencana alam di seluruh Indonesia, serta pendampingan sosial, bantuan medis dan pemulihan kehidupan dan penghidupan. Dari pandangan konvesional paradigma penanggulangan bencana berkembang ke pandangan yang lebih progressif yang melihat bahwa bencana sebagai bagian dari pembangunan dan bencana adalah masalah yang tidak berhenti. Oleh karena itu penanggulangan bencana tidak 2

dapat dilepaskan dari masalah pembangungan sehingga upaya yang dilakukan adalah mengintegrasikan program pembangunan dengan penanggulangan bencana. Pandangan yang lebih progresif yang berkembang juga dipengaruhi ilmu pengetahuan alam dan sosial. Berkembangnya pengetahuan mendorong timbulnya pandangan bahwa bencana adalah merupakan proses geofisik, geologi dan hidrometeorologi yang dapat mempengaruhi lingkungan fisik dan membahayakan kehidupan manusia. Berdasarkan pandangan ini paradigma yang berkembang adalah mitigasi dimana fokus penanggulangan bencana diarahkan pada kesiapan masyarakat dalam menghadapi bahaya dan meningkatkan kekuatan fisik struktur bangunan untuk memperkecil kerusakan yang terjadi akibat adanya kejadian alam. Paradigma ini memandang bahwa upaya penanggulangan bencana lebih diarahkan kepada identifikasi daerah rawan bencana, mengenali pola yang menimbulkan kerawanan serta melakukan kegiatan mitigasi yang bersifat struktural seperti membangun konstruksi (rumah, bangunan, dam, tanggul dll) maupun non struktural seperti penataan ruang termasuk tata guna lahan, standar bangunan dll (Bakornas PB, 2007; Godschalk et.al 1999). Sementara itu pandangan holistik melihat bahwa kejadian alam dapat menjadi ancaman bencana jika bertemu dengan kerentanan serta ketidakmampuan masyarakat menghadapi risiko. Pandangan ini dikenal dengan paradigm pengurangn risiko. Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik dalam pengurangan bencana. Oleh karena itu, berdasarkan pandangan ini upaya penanggulangan bencana ditujukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola dan menekan risiko terjadinya bencana. Daur Penanggulangan Bencana Pendekatan Pengurangan Risiko Cara pandang baru terhadap pengelolaan bencana ini juga kemudian dijadikan kesepakatan international melalui Kerangka Aksi Hygo 2005-2015 yang diadopsi oleh Konferensi Dunia untuk Pengurangan Bencana atau yang dikenal dengan World Conference on Disaster Reduction (WCDR). WCDR ini ditandatangani oleh 168 negara dan badan-badan multilateral. Lima prioritas yang ditegaskan dalam kerangka tersebut meliputi: 1. Meletakkan pengurangan resiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat 2. Mengidentifikasikan, mengkaji dan memantau resiko bencana serta menerapkan system peringatan dini 3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkatan masyarakat 3

4. Mengurangi faktor-faktor penyebab resiko bencana. 5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yg dilakukan lebih efektif. (UNISDR, 2005) Pada paradigma ini, masyarakat merupakan subyek, obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dengan mengadopsi dan memperhatikan kearifan local (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (tradisional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Perubahan paradigma tersebut membawa perubahan dalam pengelolaan bencana yaitu: 1. Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko 2. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah 3. Penanggulangan bencan bukan lagi hanya urusan pemerintah tetapi juga menjadi urusan bersama masyarakat, lembaga usaha, dimana pemerintah menjadi penanggung jawab utamanya (Bakornas PB, 2007) Dari peduli ke sensitivitas dan ikhtiar Perubahan pandangan dan paradigma tentang bencana dan pengelolaannya mendorong adanya pendekatan baru melalui manajemen risiko. Pendekatan ini mengharuskan setiap individu dalam masyarakat untuk memahami situasi dan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi ancaman serta kapasitas yang dimiliki untuk menekan risiko seminimal mungkin. Untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat dalam mengurangi risiko bencana beberapa langkah dapat dilakukan melalui peningkatan : 1. Kesadaran masyarakat dalam memahami situasi lingkungan dan ancaman bahaya 2. Pemahaman tentang kerentanan dan kemampuan untuk mengukur kapasitas yang dimiliki 3. Kemampuan untuk menilai risiko yang dihadapi baik oleh individu, keluarga, dan masyarakat dilingkungannya 4. Kemampuan untuk merencanakan dan melakukan tindakan untuk mengurangi risiko yang dimiliki baik melalui peningkatan kapasitas dan mengurangi kerentanan 4

5. Kemampuan untuk memantau, mengevaluasi dan menjamin keberlangsungan upaya pengurangan risiko sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dicegah. Pendekatan pengurangan risiko ini merupakan sebuah usaha atau ikhtiar untuk lebih sensitif dalam memahami lingkungan. Bencana tidak lagi hanya menjadi pengetahuan, peringatan dan bentuk kepedulian saat terjadinya saja, akan tetapi pengetahuan akan anacaman bencana dan kemampuan menghadapi dan mengelola bencana menjadi kegiatan yang terus menerus dilakukan. Mengutip beberapa ayat, ikhtiar dapat dianalogikan sebagai upaya mengubah nasib (QS Ar-Ra'du [13]: 11). Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib satu kaum, kecuali dari kaum itu sendiri." Serta usaha manusia untuk memahami lingkungan dan bersungguh-sungguh dalam setiap usahanya kea rah kebaikan. Berbuatlah (dan bergeraklah). Karena Allah, rasul, dan orang-orang beriman akan menjadi saksi atas perbuatan kita." (QS At-Taubah [9]: 105). Dan, Allah tidak akan menyia-nyiakan apa pun yang telah kita lakukan, kecuali selalu ada nilai di hadapan-nya (QS Ali Imran [3]: 191). "Dan, mereka yang bersungguh-sungguh berbuat di jalan Allah, maka pasti Kami akan tunjukkan jalan-jalan (kebaikan)" (QS Al-Ankabut [29]: 69). Daftar Pustaka Bakornas PB. (2007) Bab II Konsepsi Pengurangan Risiko Bencana. Bakornas PB. Diunduh pada tanggal 20 Mei 2013 dari Bappenas. (2012) Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana. Bappenas. Diunduh pada tanggal 20 November 2013 dari http://www.gitews.org/tsunami- kit/id/e6/sumber_lainnya/produk_hukum_nasional/ran-renas/ran-prb-2010-2012- BAPPENAS.pdf Godschalk, D. R., Beatley, T., Berke, P. R., Brower, D., & Kaiser, E. J. (1999). Natural hazard mitigation: Recasting disaster policy and planning. Washington, D.C.: Island Press. Husein, Rahmawati (2013). Muhamadiyah dan Penanggulangan Bencana. Suara Muhammadiyah. Lindell, M. K., Prater, C., & Perry, R. (2006). Fundamentals of emergency management. Emmetsburg, MD: Federal Emergency Management Agency Emergency Management Institute. Available at training. fema. gov/emiweb/edu/fem. asp. Triutomo, Sugeng, (2007). Prinsip Dasar Manajemen Bencana. Badan Penanggulangan Bencana Nasional. UNISDR (2005). Hyogo Framework for Action 2005-2015: Building the resilience of nations and communities to disasters. World Conference on Disaster Reduction, 18-22 Januari, 2005, Kobe, Hyogo, Jepang., Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,10 Agustus 2011. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/239527-ancaman-tsunami-- indonesia-ranking-1-dunia 5