Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA PERTENGAHAN DI DESA BELANG MALUM KECAMATAN SIDIKALANG KABUPETEN DAIRI TAHUN 2014

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA PERTENGAHAN DI DESA BELANG MALUM KECAMATAN SIDIKALANG KABUPETEN DAIRI TAHUN 2014

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Kata Kunci: Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok, Riwayat Keluarga, Kejadian Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

Stikes Muhammadiyah Gombong

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BEBERAPA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA SUPIR TRUK

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

ABSTRAK. Kata Kunci: Obesitas, Natrium, Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

Kata kunci: Hipertensi, Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh, Konsumsi Minuman Beralkohol

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PENDERITA RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DOKTER PIRNGADI MEDAN

INTISARI. M. Fauzi Santoso 1 ; Yugo Susanto, S.Si., M.Pd., Apt 2 ; dr. Hotmar Syuhada 3

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

Rini Anggraeny 1, Wahiduddin 1, Rismayanti 1.

FAKTOR RESIKO KEJADIAN PENYAKIT HIPERTENSI DI PUSKESMAS BASUKI RAHMAT PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

HUBUNGAN FAKTOR KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI PUSKESMAS PATTINGALLOANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) di dunia masih

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU SENJA CERIA SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI BESI PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PARSOBURAN KEC

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT HIPERTENSI PADA LANSIA DI PUSKESMAS PATTINGALLOANG KOTA MAKASSAR

MEROKOK, MENGKONSUMI ALKOHOL, DAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

ABSTRAK. Kata Kunci: Kebiasaan Merokok, Konsumsi Alkohol, Hipertensi


BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

DAFTAR ISI. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat...7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Keywords: hormonal contraceptive pills, hypertension, women in reproductive age.

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pada Lansia Di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013 Martati Siringoringo 1, Hiswani 2, Jemadi 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2 Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Abstract Hypertension is one of the degenerative disease a public health problem in the world because hypertension often appears without symptoms. Health Research Association (Riskesdas) Balitbangkes in 2007 showed the prevalence of hypertension nationally reached 31,7%. According to the Ministry of Health of the Republic of Indonesia (2010) suggested that hypertension is the third cause of death is by PMR 6,7% of the population deaths in all age groups in Indonesia. To determine factors associated with hypertension in Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir in 2013, conducted research using cross sectional design. The sample was 179 people were taken by non random with purposive sampling. Univariate data were analyzed descriptively and bivariate data were analyzed using the chi square test with 95 % CI. Based on the results obtained proportion prevalance of hypertension 62,01 %, the highest proportion of respondents with hypertension in this age group is the age group 60-74 years (74,57%), female (63,16%), elementary education/equivalent (66,67%), employment status work (68,75%), family history (84,00%), nutritiona status obesity (72,73%), and insufficient physical activity (70,97%), have the habit of smoking (63,64%), saturated fat >3 times/week (71,05%), eating salt 3 times/week (67,65%). Results of the bivariate analizes, in general there is a significant association between age (p=0,041), family history (p=0,000,), and the habit of eating saturated fat (p=0,032) and the incidence of hypertension. And there was no significant relationship between gender, level of education, employment, nutritional status, physical activity, smoking habit, and the habit of eating natrium with incident hypetension. In Posyandu elderly should be done counseling about the risk factors and the prevention of hypertension. Elderly should set the pattern of consumption of saturated fats and checking the blood pressure regularly. Keywords: Hypertension, Elderly, Risk Factors Pendahuluan Pentingnya pengetahuan tentang penyakit tidak menular dilatarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular dalam masyarakat, termasuk kalangan masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia yang sementara membangun dirinya dari suatu negara agraris yang sedang berkembang menuju masyarakat industri membawa kecenderungan baru dalam pola penyakit dalam masyarakat. Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, dan sosial ekonomi yang dapat memicu peningkatan penyakit tidak menular. Perubahan pola dari penyakit tidak menular ke penyakit tidak menular disebut transisi epidemiologi. 1 Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. 2 Salah satu penyakit degeneratif yang perlu diwaspadai adalah hipertensi. masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit the silent killer karena tidak terdapat tandatanda atau gejala yang dapat dilihat dari

luar, yang akan menyebabkan komplikasi pada organ target. 2 merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal sehingga memiliki resiko penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal sehingga memiliki resiko penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. 3 Perubahan gaya hidup secara global berperan besar dalam meningkatkan angka kejadian hipertensi. Semakin mudahnya mendapatkan makanan siap saji membuat konsumsi sayuran segar dan serat sangat berkurang, konsumsi garam, lemak, gula, dan kalori meningkat. Terlebih lagi penurunan aktivitas fisik sehingga menyebabkan peningkatan jumlah populasi orang yang kelebihan berat badan dan beresiko menyandang diabetes. 4 Komisi Pakar Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian mengadakan pertemuan di Jenewa, E. Barmes, mengemukakan bahwa hipertensi adalah gangguan pembuluh darah jantung (kardiovaskular) paling umum yang merupakan tantangan kesehatan utama bagi masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosioekonomi dan epidemiologi. 5 Pada tahun 2011, WHO mencatat satu miliar orang di dunia menderita hipertensi. penyebab kematian hampir 8 juta orang setiap tahun di seluruh dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahun di Asia Tenggara. Sekitar sepertiga dari populasi orang dewasa di daerah Asia Tenggara memiliki tekanan darah tinggi. 6 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Prevalensi ini jauh lebih tinggi dibanding Singapura (27,3%), Thailand (22,7%), dan Malaysia (20%). 7 merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,7 % dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. 8 Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 yang merujuk hasil Riskesdas 2007 di Sumatera Utara, dari 10 jenis penyakit tidak menular diketahui bahwa prevalensi hipertensi menduduki peringkat tertinggi keempat dengan proporsi 5,8% setelah persendian, jantung, dan gangguan mental. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kabupaten Nias Selatan 9,6% dan terendah di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,4%. 9 Menurut hasil penelitian Manik di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Marihat Siantar (2012) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi Lansia sebesar 30,50 %. 10 Berdasarkan laporan bulanan Posyandu Lansia bulan Februari 2013 di Puskesmas Mogang Kabupaten Samosir diketahui bahwa proporsi penderita hipertensi yang berkunjung di Posyandu Lansia pada bulan Februari adalah 20,1% ( 40 orang dari 199 orang). 11 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Simbolon. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013. Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui proporsi prevalens Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013

b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor intrinsik (umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga) c. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor ekstrinsik (pendidikan, pekerjaan, status gizi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh, dan kebiasaan mengonsumsi garam) d. Untuk mengetahui Ratio Prevalence (RP) umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh, dan kebiasaan mengonsumsi garam. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: a. Masukan bagi Puskesmas Mogang Kabupaten Samosir dalam program penanggulangan penyakit hipertensi di Desa Sigaol Simbolon. b. Masukan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan dan dapat dijadikan referensi c. Bagi penulis adalah sebagai pengalaman langsung dalam menambah wawasan dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Metode Penelitian Penelitian ini bersifat survei analitik, dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir tahun. Penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober 2013. Populasi dalam penelitian adalah seluruh Lansia 45 tahun yang ada di desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013 yang berjumlah 333 orang. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan metode non random dengan purposive sampling. Perhitungan sampel dengan menggunakan rumus besar sampel dengan jumlah populasi yang diketahui. 12 n = Z 2 [p (1-p)] N Z 2 [p (1-p)] + (N-1) E 2 Dengan menggunakan rumus tersebut diketahui sampel sebanyak 179 orang. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari Lansia dengan metode wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner tertutup, pengukuran tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan Lansia. Dalam hal ini peneliti mengunjungi rumah Lansia yang menjadi sampel dalam penelitian. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Desa Sigaol Simbolon berupa gambaran wilayah desa. Data univariat dianalisis secara deskriptif sedangkan data bivariat dengan chi-square 95% CI. Hasil dan Pembahasan Analisis Univariat Proporsi prevalens kejadian Simbolon. Tabel 1. Proporsi Prevalens Kejadian di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013 Kejadian f % 111 62,01 68 37,99 Total 179 100,00 Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa proporsi prevalens kejadian Simbolon adalah 62,01 %. merupakan salah satu penyakit degeneratif sehingga sering ditemukan pada Lansia. merupakan gangguan sistem peredaran

darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal sehingga memiliki resiko penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. 2 Menurut hasil penelitian Kusugiharjo (2003) di Posyandu Lansia Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Provinsi DIY dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalensi hipertensi yaitu 34,4%. 13 Hubungan umur dengan hipertensi pada. Tabel 2. Hubungan Umur Tahun dengan Kabupaten Samosir Tahun 2013 Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi pada kelompok umur 45-59 tahun adalah 54,72%, pada kelompok umur 60-74 tahun 74,57%, dan pada kelompok umur 75-90 tahun adalah 64,29%. Hasil uji secara statistik dengan nilai p=0,041 yang berarti secara umum terdapat umur dengan kejadian hipertensi. Sedangkan jika dibandingkan menurut kelompok umur 45-59 tahun dengan kelompok umur 60-74 tahun, hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,012 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi. Rasio prevalens kejadian hipertensi pada kelompok umur 45-59 tahun dibandingkan dengan kelompok umur 60-74 tahun adalah 0,734 (p=0,012). Artinya Lansia pada kelompok umur 60-74 tahun memiliki kemungkinan resiko yang lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan dengan Lansia pada kelompok umur 45-59 tahun. p RP (95 % 0,734 60-74 44 74,57 15 25,43 59 100 (0,584-0,922) 0,041 75-90 9 64,29 5 35,21 14 100 1,160 (0,764-1,762) Untuk kelompok umur 60-74 tahun jika dibandingkan dengan kelompok umur 75-90 tahun dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,438 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi. Tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. 14 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar (2009) dengan menggunakan desain penelitian case control, ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok umur 36 45 tahun sebesar 84%, umur 46 55 tahun sebesar 93,1%, dan umur 56 65 tahun sebesar 95%. 15 Hubungan jenis kelamin dengan Simbolon Tabel 3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian pada Umur Jumlah (tahun) 45-59 58 54,72 48 45,28 106 100 Jenis Kelam in Lakilaki Perem puan Jumlah p RP (95 % 60,71 33 39,29 84 100 63,16 35 36,84 95 100 51 60 0,737 Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa proporsi hipertensi pada kelompok lakilaki adalah 60,71% dan pada kelompok perempuan adalah 63,16%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chisquare, diperoleh nilai p=0,737 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalance hipertensi pada kelompok laki-laki dan perempuan adalah 0,961 (p=0,737), artinya jenis kelamin bukan sebagai faktor resiko untuk kejadian hipertensi. Hasil uji statistik dengan nilai p=0,737 artinya tidak terdapat jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalance hipertensi pada kelompok lakilaki dan perempuan adalah 0,961 (p=0,737), artinya jenis kelamin bukan 0,961 (0.763 1,211)

sebagai faktor resiko untuk kejadian hipertensi. Hubungan pendidikan dengan Simbolon Tabel 4. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian pada Pendidikan Hiperten si Jumlah tamat 13 65,00 7 35,00 20 100 SD SD/ Sederajat SLTP/ Sederajat SLTA/ Sederajat Akademi/ Sarjana Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi pada kelompok tidak tamat SD/ tidak sekolah adalah 65,00%, pada SD adalah 66,67%, pada SLTP adalah 60,00%, pada SLTA adalah 59,10%, dan pada Akademi/ PT adalah 53,33%. Hasil uji statistik dengan nilai p=0,855 artinya tidak terdapat pendidikan dengan kejadian hipertensi. Sedangkan jika Lansia yang memiliki pendidikan terakhir SD/Sederajat dibandingkan dengan Lansia yang tidak tamat SD, hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,891 yang berarti tidak terdapat pendidikan dengan kejadian hipertensi. Pada kelompok lansia yang memiliki pendidikan terakhir SLTA/Sederajat dibandingkan dengan Lansia yang tidak tamat SD, hasil uji statistik dengan menggunakan uji chisquare diperoleh nilai p=0,653 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian hipertensi. Sedangkan pada kelompok Lansia yang memiliki pendidikan terakhir p RP (95% 40 66,67 20 33,33 60 100 0,975 (0,675-1,409) 24 60,00 16 40,00 40 100 1,083(0,7 0,855 20-1,631) 26 59,10 18 40,90 44 100 1,100(0,7 34-1,649) 8 53,33 7 46,67 15 100, 1,219( 0,688-2,160) Akademi/Sarjana dibandingkan dengan Lansia yang tidak tamat SD, hasil uji statistik dengan menggunakan uji chisquare diperoleh nilai p=0,486 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian hipertensi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tembung (2011) dengan menggunakan desain penelitian crosssectional, menunjukkan bahwa tidak terdapat pendidikan dengan hipertensi (p=0,688). 16 Hubungan pekerjaan dengan Simbolon Tabel 5. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pada Lansia di desa Sigaol Simbolon Dari tabel 5 diketahui bahwa Pekerjaan Jumlah p RP (95 % Bekerja 22 68,75 10 31,25 32 100 0,386 1,136 Bekerja 89 60,54 58 39,46 147 100 (0,869-1,484) proporsi hipertensi pada kelompok yang bekerja adalah 68,75% dan pada kelompok yang pensiunan/tidak bekerja adalah 60,54%. nilai p=0,386 artinya tidak terdapat pekerjaan dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok bekerja dan pensiunan/ tidak bekerja adalah 1,136 (95% CI=0,869-1,484). Hubungan riwayat keluarga dengan hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013

Tabel 6. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian pada Riwayat Keluarga Ada ada Hiperten si 84,00 8 16,00 50 100 53,49 60 46,51 129 100 42 69 Jumlah p RP (95 % 0,000 1,570 (1,284-1,921) Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki riwayat keluarga adalah 84,00% dan pada kelompok yang tidak memiliki riwayat keluarga adalah 53,49%. nilai p=0,000 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok ada riwayat keluarga dan tidak ada riwayat keluarga adalah 1,570 (p=0,000), artinya kemungkinan resiko kejadian hipertensi yang memiliki riwayat keluarga lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki riwayat keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orang tuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibandingkan dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan atau status sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah. 4 juga banyak dijumpai pada penderita yang kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi. 17 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Irza di Sumatera Barat (2009) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki riwayat keluarga 35,98% dan yang tidak memiliki riwayat keluarga 8,77%. Berdasarkan hasil penelitian yang sama, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi (p=0,000). 18 Hubungan status gizi dengan Simbolon dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian pada Kabupaten Samosir Tahun 2013 Status Gizi Obesitas Obesitas Jumlah 24 72,73 9 27,27 33 100 87 59,59 59 40,41 146 100 p 0,160 Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa proporsi hipertensi pada kelompok yang obesitas adalah 72,73% dan pada kelompok yang tidak obesitas adalah 59,59%. nilai p=0,160 artinya tidak terdapat status gizi dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok yang obesitas dan tidak obesitas adalah 1,220 (p=0,160), artinya status gizi bukan sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi. Hubungan aktivitas fisik dengan Simbolon Tabel 8. Aktivitas Fisik Cukup Cukup Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian pada Juml ah 89 60,14 59 39,86 148 100 22 70,97 9 29,03 31 100 Dari table 8 dapat diketahui bahwa proporsi hipertensi pada kelompok yang aktivitas fisiknya cukup adalah 60,14% dan pada kelompok yang aktivitas fisiknya tidak cukup adalah 70,97%. nilai p=0,259 artinya tidak terdapat aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi. Ratio p RP (95 % 0,259 0,847 (0,653-1,100) RP (95% 1,220 (0,952-1,564)

prevalence hipertensi pada kelompok yang aktivitas fisiknya cukup dan tidak cukup adalah 0,847 (p=0,259), artinya aktivitas fisik bukan sebagai faktor resiko kejadian hipertensi. Hubungan kebiasaan merokok dengan hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013 Tabel 9. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian pada Kebiasaan Merokok Ada ada 42 63,64 24 39,36 66 100 69 61,06 44 38,94 Jumlah p RP (95 % 113 100 0,732 Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan merokok adalah 63,64% dan pada kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 61,06%. nilai p=0,732 artinya tidak terdapat kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 1,042 (p=0,732), artinya kebiasaan merokok bukan sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sarasaty di Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2012 ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan merokok adalah 68,3% dan pada kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 64,1%. Berdasarkan hasil penelitian yang sama, menunjukkan bahwa terdapat tidak ada kebiasaaan merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,656). 19 1,042 (0,824-1,317) Hubungan kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh dengan hipertensi pada Tabel 10. Konsumsi Lemak Jenuh 3 kali/minggu >3 kali/minggu Hubungan Kebiasaan Mengonsumsi Lemak Jenuh dengan Kejadian pada Kabupaten Samosir Tahun 2013 57 54 55,34 46 44,66 103 100 71,05 22 28,95 76 100 Jumlah p RP (95 % 0,032 0,779(0, 622-0,976) Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh 3 kali dalam seminggu adalah 55,34% dan pada kelompok memiliki kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh > 3 kali dalam seminggu adalah 71,05%. nilai p=0,032 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh 3 kali dalam seminggu dan > 3 kali dalam seminggu adalah 0,779 (p=0,032), artinya kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh > 3 kali dalam seminggu memiliki kemungkinan resiko kejadian hipertensi yang lebih besar dibandingkan dengan memiliki kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh 3 kali dalam seminggu. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan resiko atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. 20 Hasil analisis statistik pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar (2007) dengan menggunakan desain penelitian case control kebiasaan sering mengkonsumsi lemak jenuh (> 3 kali per minggu) terbukti merupakan faktor resiko hipertensi (p=0,022). 15 Lemak jenuh (ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging, dan krim) telah terbukti dapat

meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mempersempit arteri, bahkan dapat menyumbat peredaran darah. 4 Lemak jenuh (ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging, dan krim) telah terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mempersempit arteri, bahkan dapat menyumbat peredaran darah. 4 Hasil analisis statistik pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar (2007) dengan menggunakan desain penelitian case control kebiasaan sering mengkonsumsi lemak jenuh (> 3 kali per minggu) terbukti merupakan faktor resiko hipertensi (p=0,022). 15 Hubungan kebiasaan mengonsumsi garam dengan hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013 Tabel 11. Konsumsi Garam 3kali/minggu > 3kali/minggu Hubungan Kebiasaan Mengonsumsi Garam dengan Kejadian pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013 Jumlah 69 67,65 33 32,35 102 100 42 54,55 3 5 45, 45 Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan mengonsumsi garam 3 kali dalam seminggu adalah 67,65% dan pada kelompok yang memiliki kebiasaan mengonsumsi garam > 3 kali dalam seminggu adalah 54,55%. nilai p=0,074 artinya tidak terdapat kebiasaan mengonsumsi garam dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan mengonsumsi garam 3 kali 77 100 p RP (95 % 0,074 1,240 (0,972-1,583) dalam seminggu dan > 3 kali dalam seminggu adalah 1,240 (p=0,074), artinya kebiasaan mengonsumsi garam bukan sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah. 20 Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Proporsi prevalens kejadian hipertensi di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013 adalah 62,01%. b. Proporsi Lansia yang mengalami hipertensi di Desa Sigaol Simbolon yang tertinggi pada kelompok umur 60-74 tahun (74,57%), jenis kelamin perempuan (63,16%), pendidikan SD/sederajat (66,67%), status pekerjaan bekerja (68,75%), memiliki riwayat keluarga (84,00%), status gizi obesitas (72,73%), dan aktivitas fisik tidak cukup (70,97%), memiliki kebiasaan merokok (63,64%), mengonsumsi lemak jenuh > 3 kali/minggu (71,05%), mengonsumsi garam 3 kali/minggu (67,65%). c. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013(p=0,041 ) d. terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin lansia di Desa Sigaol Simbolon (p=0,737). e. terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan

(p=0,855) f. terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian kejadian hipertensi pada (p=0,386) g. Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013 (p=0,000) h. terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013 (p=0,160). i. terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik (p=0,259) j. terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok (p=0,732) k. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh (p=0,032). l. terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengonsumsi garam dengan kejadian Simbolon Kabupaten Samosir tahun 2013 (p=0,074) 2. Saran a. Di Posyandu Lansia sebaiknya dilakukan penyuluhan tentang faktor risiko dan upaya pencegahan hipertensi b. Lansia sebaiknya mengatur pola konsumsi lemak jenuh dan rutin memeriksa tekanan darah setiap minggu. Daftar Pustaka 1. Bustan, M., 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta 2. World Health Organization, 2011. Global Status Report On Noncommunicable Diseases 2010. Geneva 3. Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV.Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta 4. Palmer, A., 2007. Simple Guide Tekanan Darah Tinggi. Erlangga. Jakarta 5. Laporan Komisi Pakar WHO, 2001. Pengendalian. Penerbit ITB. Bandung 6. WHO, 2011. Hypertension Fact Sheet. Department of Sustainable Development and Healthy Environments 2011. http://www.searo.who.int/linkfiles/ non_communicable_diseases_hype rtension fs.pdf 7. Hartono, B., 2011. The Silent Killer Perhimpunan Indonesia. http://www.inash.or.id/upload/new spdf/news- Dr. Drs. Bambang Hartono.SE26.pdf 8. Depkes RI, 2011. Penyakit Menular Penyebab Kematian Terbanyak Di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. http://www.depkes.go.id/index.php /berita/press-release/810-hipertensi penyebab-kematian-nomortiga.html 9. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2009. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2008. Medan 10. Manik, M., 2012. Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematang Siantar Tahun 2011. Skripsi Mahasiswa FKM USU 11. Laporan Bulanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Mogang Kabupaten Samosir Bulan Februari Tahun 2013 12. Eriyanto, 2007. Teknik Sampling Analisis Opini Publik. PT Pelangi Aksara : Yogyakarta 13. Kusugiharjo, W. 2003. Studi Prevalensi dan Karakteristik Demografi Serta Faktor Risiko Pada Usia Lanjut di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Propinsi DIY. FKM UNDIP. Semarang 14. Davey, P., 2003. At a Glance Medicine. Erlangga. Jakarta 15. Sugiharto, A., 2007. Faktor-Faktor Risiko Grade II Pada Masyarakat. Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana UNDIP. Semarang 16. Yulia. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tembung Tahun 2010. FKM USU. Medan 17. Dalimartha, dkk. 2008. Care Your Self,. Penebar Plus. Jakarta 18. Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat. FKM USU. Medan 19. Sarasaty, R. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pada Kelompok Lanjut Usia Di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. FKM UINSYAH.Jakarta 20. Hull, A. 1996. Penyakit Jantung,, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara