BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

BUPATI KEPULAUAN YAPEN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN BADUNG

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BEASISWA SISWA DAN MAHASISWA BERPRESTASI DARI KELUARGA TIDAK MAMPU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2009 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010).

RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 ( DUA BELAS ) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dari

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PENDIDIKAN GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONE,

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya masing-masing. Pendidikan di Indonesia di mulai dari pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

Pendidikan berperan menciptakan kehidupan manusia yang berkualitas dari berbagai aspek baik pendidikan formal maupun non formal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu sarana untuk membentuk sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

Guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan belajar mengajar, dimana tugas guru tidak hanya merencanakan, melaksanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BUPATI JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu

dasar hal itulah maka sudah sepantasnya mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diwajibkan dalam pendidikan jalur sekolah,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian atau kedewasaan manusia seutuhnya baik secara mental,

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. dari kebodohan dan kemiskinan. Hal ini Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

PEMERINTAH KABUPATEN TAKALAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 08 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pengembangan di Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar Negara. sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah pilar kehidupan suatu bangsa. Masa depan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

Transkripsi:

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang unggul hanya tercipta melalui suatu proses pendidikan. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada pasal 3 dalam UU tersebut menyebutkan tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa hanya melalui pendidikan seseorang dibentuk menjadi pribadi yang mandiri dan cerdas dalam segala aspek, yaitu psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Sementara itu, dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 10 menyatakan, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hal yang sama juga disinggung dalam UU Sistem Pendidikan Nasional 1

No.20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Kedua pernyataan tersebut bermakna pendidikan yang dilaksanakan haruslah pendidikan yang bermutu dan merata bagi setiap anak usia sekolah di berbagai daerah di Indonesia. Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan equity (Marzuki, 2011). Dalam aspek equality atau persamaan, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Sedangkan aspek yang kedua yaitu equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama di antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok masyarakat bisa menikmati pendidikan secara sama. Dari pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah pelaksanaan program pendidikan yang menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Akan tetapi pada kenyataannya, pendidikan belum secara merata dapat dinikmati oleh setiap warga masyarakat. Salah satu kendala dalam akses memperoleh pendidikan ialah karena masalah biaya pendidikan. Menurut Harsono (2007), biaya pendidikan adalah sejumlah pengeluaran yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Tingginya biaya 2

pendidikan yang tidak sebanding dengan pendapatan sebagian warga masyarakat berlatarbelakang ekonomi lemah berakibat pada ketidakmampuan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab anak-anak putus sekolah. Di Indonesia, meskipun sudah dicanangkan wajib belajar sembilan tahun, masih ada sekitar 465.000 siswa SD yang putus sekolah pada tahun 2011. Sementara siswa SD yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP adalah sekitar 229.000 orang (www.edukasi.kompas.com). Sedangkan data BPS tahun 2013 menyebutkan rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7 12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13 15 tahun sebanyak 2,21 persen, atau 209.976 anak; dan usia 16 18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223.676 anak (www.edukasi.kompas.com). Pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi salah satu tanggung jawab pemerintah. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mewujudkan pemerataan pendidikan, diantaranya seperti bantuan siswa miskin (BSM), beasiswa, maupun program bantuan operasional sekolah (BOS). Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk membantu siswa miskin agar dapat menikmati pendidikan yang merupakan bagian dari hak hidupnya sebagai warga negara. Dengan adanya bantuan pemerintah semacam itu, diharapkan tidak ada lagi alasan faktor ekonomi menjadi penghalang anak mendapatkan layanan pendidikan. 3

Terselenggaranya pemerataan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Papua adalah salah satu daerah yang diberi Otonomi Khusus. Dalam kaitannya dengan pendidikan, kewenangan khusus pemerintah daerah Papua di bidang pendidikan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, pasal 56 ayat 1 dan 3 yang menjelaskan bahwa (1) Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Provinsi Papua; (3) Setiap penduduk Provinsi Papua berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 sampai dengan tingkat sekolah menengah dengan beban masyarakat serendah-rendahnya. Hal ini berarti bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Papua juga memiliki tanggung jawab dalam menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu dan merata bagi setiap anak usia sekolah di daerah setempat dengan beban pembiayaan pendidikan yang serendahrendahnya. Walaupun pendidikan merupakan hak setiap warga negara dan pemerintah provinsi Papua juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata seperti dijelaskan dalam UU di atas, namun ternyata masih banyak anak usia sekolah di daerah setempat yang belum menikmati pendidikan. Terkhusus untuk 4

Kabupaten Mimika, berdasarkan data BPS tahun 2013 jumlah penduduk usia sekolah untuk kategori pendidikan dasar adalah sebanyak 51.540 orang. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.1. Banyaknya Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur & Jenis Kelamin Kabupaten Mimika, 2013 Kelompok Umur Laki- Laki Penduduk Perempuan Jumlah 7-12 15.207 13.809 29.016 13-15 11.794 10.730 22.524 Total 51.540 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mimika, 2013 Data BPS tersebut dikategorikan dalam data jumlah anak usia sekolah pada tingkat pendidikan dasar dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah pertama (SMP). Sedangkan data jumlah siswa di Kabupaten Mimika untuk tingkat pendidikan dasar pada tahun 2013 adalah sebanyak 44.256 anak. Apabila dibandingkan dengan data jumlah anak usia sekolah seperti yang tertera sebelumnya, maka ada sekitar 7.284 anak di Kabupaten Mimika yang belum menikmati layanan pendidikan dasar. Sebagai wujud tanggung jawab pemerintah daerah terhadap pendidikan, pemerintah daerah Kabupaten Mimika, membuat suatu kebijakan berupa 5

pemberian bantuan dana ke sekolah-sekolah yaitu bantuan operasional pendidikan daerah (BOPDA). BOPDA diberikan kepada semua sekolah di Kabupaten Mimika dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah menengah atas/kejuruan (SMA/SMK), baik swasta maupun negeri (www.edukasi.kompas.com). Kebijakan BOPDA oleh pemkab Mimika dibuat sebagai salah satu upaya pemerintah daerah dalam membantu meringankan beban pembiayaan pendidikan yang selama ini ditanggung para orang tua dan juga mendukung terwujudnya program wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Bantuan operasional pendidikan daerah (BOPDA) Kabupaten Mimika telah diberikan sejak tahun 2008. Dengan adanya BOPDA, sekolah membebaskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) yang selama ini ditanggung para orang tua berdasarkan peraturan Bupati Kabupaten Mimika (www.edukasi.kompas.com). Peraturan Bupati Kabupaten Mimika No.3 Tahun 2012 menyebutkan tujuan pemberian bantuan operasional pendidikan daerah (BOPDA) adalah dalam rangka membebaskan biaya operasional pendidikan untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik negeri maupun swasta, yang ditanggung oleh orang tua murid/siswa untuk menjamin standar pelayanan minimal pendidikan. Adapun besaran dana BOPDA yang diberikan kepada sekolah-sekolah di daerah 6

Kabupaten Mimika berbeda-beda disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan jumlah siswa yang ada pada masing-masing sekolah. Hadirnya BOPDA diharapkan dapat mewujudkan pemerataan pendidikan terhadap layanan pendididikan dasar di Kabupaten Mimika, terutama bagi anak-anak pribumi agar dapat menikmati pendidikan yang layak dan bermutu. Akan tetapi dalam implementasinya, program bantuan operasional pendidikan daerah yang diberikan kepada sekolah-sekolah di Kabupaten Mimika belum terlaksana dengan baik. Masih ada sekolah-sekolah, dalam hal ini sekolah negeri, yang mengadakan pungutan dari para orang tua (www.suarapembaruan.com). Dalam implementasinya, alokasi waktu penyaluran dana BOPDA seringkali terlambat. Akibatnya, pembiayaan operasional sekolah menjadi sangat terganggu (www.republika.co.id). Keterlambatan distribusi dana BOPDA ke sekolah-sekolah juga sempat menimbulkan aksi demo oleh para guru di Kabupaten Mimika pada tahun 2012. Aksi demo tersebut dilakukan dalam rangka menuntut dana BOPDA tahun 2011 yang tidak diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika ke sekolahsekolah di daerah setempat (www.republika.co.id). Akibat dari adanya aksi demo tersebut, terjadi mogok kerja oleh para guru yang menimbulkan tidak terlaksananya kegiatan belajar mengajar sehingga sekolah-sekolah harus diliburkan. Sementara itu dari segi penganggaran, subsidi dana yang diberikan oleh 7

pemerintah daerah Kabupaten Mimika belum mencukupi pembiayaan operasional sekolah. Akibatnya, sekolah kewalahan dalam mengatur pembiayaan operasionalnya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Pendidikan Dasar Negeri Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana implementasi kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) di sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar negeri di Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjelaskan proses dan hasil implementasi kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) di Kabupaten Mimika, Papua? 8

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : 1. Implementasi kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) di sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar negeri di Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua. 2. Faktor-faktor yang menjelaskan proses dan hasil implementasi kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) di Kabupaten Mimika, Papua. 1.4. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian tentang Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Pendidikan Dasar Negeri, Distrik Mimika Baru Kabupaten Mimika-Papua diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam dunia pendidikan, terkhusus mengenai implementasi kebijakan bantuan operasional pendidikan dan menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. b. Manfaat Praktis Dari segi manfaat praktis, penelitian tentang Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Pendidikan Dasar Negeri di Distrik Mimika 9

Baru, Kabupaten Mimika-Papua diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai sumbangan positif terutama sebagai suatu bahan evaluasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika, Papua untuk mengetahui sejauh mana penerapan kebijakan bantuan operasional pendidikan daerah (BOPDA) di Kabupaten Mimika. 2. Sebagai suatu sumbangan pemikiran bagi para mahasiswa PPS MMP UKSW tentang implementasi kebijakan bantuan operasional pendidikan, terkhusus yang diberlakukan di daerah Kabupaten Mimika-Papua. 10