BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ke arah yang lebih baik yaitu arah yang menunjukkan kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. martabat serta hak-hak asasi yang harus dijunjung tinggi. 1 Hak-hak asasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Fungsi kepolisian adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan wanita juga dituntut untuk mendapat tempat yang sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. seorang perempuan untuk waktu yang lama 1. Perkawinan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya anak dilindungi harkat, martabat serta hak haknya sebagai. pemenuhan hak haknya tanpa perlakuan diskriminatif.

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material 1. Maka jika dua

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB III METODE PENELITIAN

PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan. mencapai umur 16 (enam belas) tahun. izin orang tua untuk mrlakukan perkawinan.

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional negara Indonesia dilaksanakan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. maupun dewasa bahkan orangtua sekalipun masih memandang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. secara utuh dilindungi hak asasinya termasuk yang masih dalam kandungan. Setiap anak

PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

berlandaskan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang Indonesia harus taat dan patuh terhadap hukum yang ada di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHLUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah buah hati setiap keluarga, penerus keturunan, merupakan harta

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak ditentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, memiliki harkat, martabat serta hak-hak sebagai manusia yang harus dihormati. Anak merupakan tunas, potensi serta generasi penerus cita-cita bangsa. Anak merupakan potensi dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional, sehingga memerlukan pembinaan dan perlindungan.. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Bab I, Pasal 1 menentukan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kehidupan seorang anak tidak lepas dari permasalahan, baik itu masalah ekonomi, sosial, pendidikan yang semuanya tidak dapat diselesaikan oleh anak itu sendiri. Untuk mengatasi meluasnya permasalahan serta untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka sudah seharusnya setiap anak mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang dewasa mengingat seringkali anak-anak juga mendapatkan ancaman, kekerasan, diskriminasi, pelecehan maupun pengeksploitasian. Kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang masih dipengaruhi oleh sistem hukum adat yang kuat dan kesadaran hukum pada masyarakat yang masih rendah mempengaruhi pergaulan kehidupan pada 1

2 masyarakat. Banyak permasalahan mengenai anak yang terjadi di dalam masyarakat, antara lain adalah perkawinan usia anak, pada masyarakat Indonesia hal ini dianggap hal yang biasa,. Selain menimbulkan masalah sosial, perkawinan usia anak bisa menimbulkan masalah hukum Masalah perkawinan pada usia anak ini sudah lama terjadi di Indonesia dengan faktor penyebabnya bermacam-macam, antara lain dikarenakan oleh masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya, nilai-nilai agama, karena hamil terlebih dulu. 1 Batasan usia minimal perempuan dan laki-laki untuk diperbolehkan melakukan perkawinan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, akan tetapi ketentuan tersebut masih bisa berubah-ubah dan tidak terlalu mengikat, karena perkawinan dibawah batas usia minimal tersebut dapat disahkan oleh undang-undang dengan memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu. Di Indonesia, masalah tentang perkawinan diatur dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Bab I, Pasal 1, menguraikan pengertian perkawinan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab II, Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. 1 http://skripsi.unila.ac.id/2009/07/23/implikasi-perkawinan-anak-dibawah-umur-dengan-orangdewasa-ditinjau-dari-aspek-hukum-pidana/, Richa Dinatizer, Implikasi Perkawinan Anak Dibawah Umur Dengan Orang Dewasa Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, (Studi Kasus Syekh Puji).

3 Ada pembedaan usia minimal untuk melakukun perkawinan bagi anak lakilaki dan perempuan, perbedaan ini menyebabkan anak perempuan boleh melakukan perkawinan pada usia 16 (enam belas) tahun. Ketika anak perempuan sudah melakukan perkawinan sebelum usia 18 (delapan belas) tahun, maka anak perempuan tersebut sudah dianggap dewasa dan ketika anak tersebut telah melakukan perkawinan, maka anak tersebut sudah tidak mendapatkan perlindungan sebagai seorang anak. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 selain bertentangan dengan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi ke dalam Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1990 Nomor 57, juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Bab I, Pasal 1, angka 1 menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terkait dengan masalah perlindungan anak, termasuk perlindungan anak untuk tidak melakukan perkawinan pada usia anak yaitu : 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen, Pasal 28 huruf B ayat (2), tentang Hak Asasi Manusia untuk melanjutkan keturunan. 2. Undang-undng Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana

4 Untuk Seluruh Wilayah Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lembaran, Pasal 288. 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Pasal 7, tentang batas usia minimal melakukan perkawinan 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Pasal 1 ayat (2) dan (3) huruf a, tentang pengertian anak dan orang tua 5. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 57, menentukan bahwa pelaksanaan pembinaan kesejahteraan anak termasuk pemberian kesempatan untuk mengembangkan haknya adalah tanggung jawab orang tua, keluarga, bangsa, negara dan perlu adanya kerjasama internsional. 6. Kompilasi Hukum Islam yang disebarluaskan melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, Pasal 15 ayat (1) dan (2), tentang batas usia minimal melakukan perkawinan. 7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Bab 1, Pasal 1 ayat (5), tentang pengertian anak. 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Bab I, Pasal 1 ayat (1), Bab II, Pasal 2, Bab III Pasal 13 ayat (1), tentang

5 pengertian anak dan hak anak mendapat perlindungan. Faktanya banyak terjadi perkawinan usia anak yang dapat dibuktikan dengan adanya penelitian dari beberapa sumber, yaitu sebagai berikut : Dalam kutipan artikel KOMPAS, di Magelang, sebanyak 34,5 % dari sekitar 120.000 perkawinan di Indonesia dilakukan oleh remaja usia anak. Mayoritas dari mereka berada dalam rentang usia 12-18 tahun. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno mengatakan, sekitar 40 % dari perkawinan usia anak tersebut terjadi di Jawa Timur. Selain karena perintah agama, perkawinan usia anak ini juga seringkali dilatarbelakangi oleh masalah tradisi lingkungan sekitar, yaitu kawin muda. Faktor penyebab lainnya yang sering muncul adalah masalah ekonomi. Hal ini banyak melatarbelakangi perkawinan usia anak di 5 (lima) kabupaten di Jawa Barat, di antaranya di Kabupaten Cirebon, Karawang, dan Indramayu. Biasanya, anak perempuan dari sebuah keluarga dikawinkan dengan keluarga kaya sebagai upaya untuk membayar utang atau menperbaiki perekonomian keluarga. 2 Di Kabupaten Semarang, seorang laki-laki bernama Pujiono Cahyo Widianto, warga Desa Bedono, Kecamatan Jambu, yang berusia 43 tahun mengawini Lutfiana Ulfa berusia 12 tahun, anak perempuan yang baru lulus dari Sekolah Dasar (SD) pada 8 Agustus 2008 secara agama sebagai isteri keduanya. Perkawinan Syekh Puji dengan isteri keduanya yang masih anak itu memunculkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Sebagian pihak menilai 2 www. ceria.bkkbn.go.id/referensi/substansi/detail/467, KOMPAS, Wah... Banyak Remaja Menikah di Usia Dini!

6 bahwa perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah baligh (dewasa) dan memenuhi syarat-syarat perkawinan, sah menurut hukum Islam. Sikap kontra terhadap perkawinan tersebut disampaikan oleh banyak pihak mulai dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Menteri Agama, Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah. 3 Di kota Malang menurut catatan kantor Pengadilan Agama (PA) Kota Malang jumlah perkawinan di bawah usia 15 tahun meningkat 500 persen dibanding 2007, hingga September 2008 tercatat 10 pernikahan yang usia pengantin perempuannya masih di bawah 15 tahun. (sumber : BCZ Online/Kamis, 30 Oktober 2008). Perkawinan anak di daerah lain tidak jauh berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan seks pra-nikah sering berujung pada pernikahan anak serta budaya masyarakat Indonesia yang masih memposisikan anak perempuan sebagai warga kelas ke dua dan ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial, anggapan pendidikan tinggi tidak terlalu penting bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap status perawan tua. 4 Dari uraian di atas, maka penulis merasa termotivasi untuk melakukan penelitian dalam tulisan skripsi dengan judul : Kewajiban Orang Tua Untuk Mencegah Terjadinya Perkawinan Pada Usia Anak. 3 www.antaranews.com/print/1229912611, Nur Istibsaroh,Belajar dari Kasus Syekh Puji. 4 http://www.mail-archive.com/zamanku@yahoogroups.com/msg04470.html, Ahmad Sofian, MA dan Misran Lubis, Pernikahan dini dan tuntutan Revisi UU perkawinan, Friday, 21 November 2008 06:01 WIB

7 B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konsep hukum perkawinan pada usia anak? 2. Bagaimanakah Sanksi terhadap orang tua yang terbukti tidak mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis mencakup : 1. Untuk mengetahui konsep hukum perkawinan pada usia anak di Indonesia. 2. Untuk mengetahui sanksi terhadap orang tua yang terbukti tidak mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan praktis di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum supaya ditemukan cara penegakan hukum perlindungan anak yang lebih efektif, khususnya terhadap konsep hukum perkawinan pada usia anak. 2. Manfaat praktis

8 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan hukum perkawinan bagi penulis dan sekaligus memberikan masukan terhadap masyarakat pada umumnya, khususnya orang tua dan anak mengenai perkawinan pada usia anak. 3. Manfaat bagi praktisi penegak hukum Hasil penelitian ini mempunyai manfaat untuk kepentingan penegakan hukum di Indonesia, sehingga dapat dijadikan referensi dalam cara berpikir dan bertindak bagi penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, maupun lembaga-lembaga sosial lainnya. E. Keaslian Penelitian Dalam penulisan hukum atau skripsi ini benar-benar disusun oleh penulis sendiri untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Pembahasan tentang Kewajiban Orang Tua Untuk Mencegah Terjadinya Perkawinan Pada Usia Anak ini memiliki letak kekhususan yang membedakan dengan penulisan hukum lainnya yaitu mengenai konsep hukum perkawinan anak dan kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak tersebut. Skripsi di bidang hukum perkawinan dan hukum adat mengenai peran aparat pemerintah menyikapi hak anak dalam perkawinan adat kawin ukur yang terjadi di Kecamatan Waropen Atas kabupaten Waropen Propinsi Papua, pernah di tulis oleh Samuel Sera Chadi Erari, Nomor Pokok Mahasiswa 02 05 08015, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, skripsi tahun

9 2007 dengan judul Peran Aparat Pemerintah Menyikapi Hak Anak Dalam Perkawinan Adat Kawin Ukur Di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui peran aparat pemerintah menyikapi hak anak dalam perkawinan adat Kawin Ukur yang terjadi di Kecamatan Waropen Atas kabupaten Waropen Propinsi Papua. Hasil dari penelitian tersebut adalah Perkawinan Adat Kawin Ukur atau perkawinan anak merupakan suatu penyimpangan dalam proses perkawinan yang terjadi pada masyarakat Baudi karena populasi jumlah penduduk perempuan yang sedikit, mengakibatkan pihak laki-laki harus mengambil isteri yang masih berusia di bawah umur 16 (enam belas) tahun atau rata-rata berusia sekitar 4 (empat) tahun sampai 8 (delapan) tahun untuk dikawini. Kebiasaan tersebut dilakukan karena mereka mengutamakan bahwa seorang gadis haruslah sudah menikah pada saat ia pertama kali menstruasi. Menurut mereka bila seorang gadis mengalami menstruasi di luar ikatan perkawinan maka ia akan benar-benar mempertimbangkan untuk memilihmilih pasangan atau suaminya serta mereka percaya bahwa pertama kali menstruasi merupakan akibat dari pertama kali melakukan hubungan seks. Bentuk dari perlakuan salah orang tua terhadap anak dengan alasan mendidik anak dan juga mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan kepada orang tua kandung yang melakukan perlakuan salah dengan alasan mendidik anak memang pernah diteliti oleh Ella Susana Wenehenubun, Nomor Pokok Mahasiswa 03 05 08325, fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, skripsi tahun 2007 dengan judul Perlakuan Salah Oleh Orang Tua

10 Kandung Dengan Alasan Mendidik Anak. Tujuan penelitiannya yaitu untuk mengetahui bentuk-bentuk perlakuan salah yang dialami anak-anak oleh orang tua kandung mereka dengan alasan mendidik anak, kemudian untuk mengetahui sanksi yang dapat dijatuhkan kepada orang tua kandung yang melakukan perlakuan salah terhadap anak mereka dengan alasan mendidik anak. Hasil dari penelitian tersebut adalah mengenai mewujudkan kesejahteraan anak melalui penegakkan hak-hak anak yang misinya yaitu mendorong terwujudnya perlindungan anak. F. Batasan Konsep Batasan konsep dari penulisan hukum mengenai Kewajiban Orang Tua Untuk Mencegah Terjadinya Perkawinan Pada Usia Anak meliputi : 1. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. 5 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Bab I, Pasal 1 angka 4, menentukan bahwa orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.. 3. Mencegah adalah menahan agar sesuatu tidak terjadi 6 4. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Bab I, Pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk 5 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 1266. 6 ibid., hlm.199.

11 keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. 5. Anak, berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Kewajiban Orang tua Untuk Mencegah Terjadinya Perkawinan Pada Usia Anak adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh ayah dan atau ibu kandung untuk mencegah terjadinya ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa yang dilakukan oleh seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. G. Metode penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum yang berlaku di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak dan penelitian ini memerlukan bahan hukum sekunder, yaitu berasal dari buku-buku, makalah, artikel yang berhubungan dengan penulisan hukum ini. Penelitian juga dilakukan

12 melalui proses deskripsi, analisis, sistematis, interpretasi dan menilai hukum positif, yang kemudian dilanjutkan dengan abstraksi. 2. Sumber data Dalam melakukan penelitian hukum normatif, maka sumber data yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan sebagai sumber data utama. Data yang digunakan dibedakan menjadi : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang kekuatan berlakunya mengikat seperti peraturan perundang-undangan, dalam hal ini berupa : 1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 setelah amandemen, Pasal 28B 2. Undang-undng Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lembaran, Pasal 288. 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Bab II, Pasal 7 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 32, Bab I, Pasal 1 ayat (2) dan (3) huruf a

13 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Bab I, Pasal 1 ayat (2) dan (5) 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Bab I, Pasal 1 ayat (1), Bab II, Pasal 2, Bab III Pasal 13 ayat (1) 7. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Hak-hak Anak Nomor 57 8. Kompilasi Hukum Islam yang disebarluaskan melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, Pasal 15 ayat (1) dan (2) b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, hasil penelitian berupa pendapat hukum yang berhubungan dengan kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. 3. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan wawancara secara langsung dengan narasumber. Penelitian Kepustakaan yaitu penelitian yang kegiatannya

14 dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai literatur, karya ilmiah, peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. Pengumpulan data melalui wawancara kepada kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Danurejan dan kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Manisrenggo merupakan suatu cara pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dalam bentuk tanya-jawab secara tatap muka dengan subjek yang berkaitan dengan objek penelitian. Wawancara dilakukan secara bebas terpimpin untuk mendukung data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. 4. Analisis data Dari bahan hukum primer, maka selanjutnya dilakukan deskripsi. Sistematisi yang meliputi isi dan struktur hukum positif. Di dalam penelitian hukum ini, secara vertikal ada sinkronisasi peraturan perundang-undangan. Prinsip penalaran hukum yang digunakan adalah penalaran hukum subsumsi, yaitu menolak suatu aturan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Langkah selanjutnya dilakukan sistematisasi secara horizontal, yaitu dengan membandingkan antara satu undang-undang dengan undang-undang yang lainnya. Dalam sistematisasi ini terjadi suatu antinomi, yaitu konflik

15 norma yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7, tentang batas usia minimal melakukan perkawinan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab I, Pasal 1 ayat (1), Pasal 26 ayat (1). Azas hukum yang diperlukan adalah lex posteriori derogat legi priori, yaitu apabila terjadi pertentangan antara peraturan yang baru dengan yang lama dalam mengatur hal yang sama, maka peraturan yang baru mengalahkan peraturan yang lama. Dalam penelitian ini undang-undang yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) macam interpretasi, yaitu : a. Interpretasi gramatikal, yaitu mengartikan suatu istilah hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. b. Interpretasi sistematis, yaitu menggunakan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum c. Interpretasi teleologis, yaitu bahwa setiap interpretasi dasarnya adalah teleologis. Penilaian terhadap hukum positif dengan mendasarkan pada penalaran hukum yang mengatur tentang kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak, yaitu : Langkah selanjutnya dilakukan analisa bahan hukum sekunder dengan mencari persamaan maupun perbedaan pendapat dari berbagai sumber.

16 Langkah selanjutnya adalah membandingkan antara bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder guna memperoleh kesenjangan atau tidak adanya kesenjangan antara kedua bahan hukum tersebut. Bahan hukum yang ada dianalisa menggunakan metode berpikir deduktif. metode berpikir deduktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian digunakan untuk menilai suatu kejadian yang bersifat khusus. Pengetahuan yang bersifat umum adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundangundangan tentang Perkawinan dan yang bersifat khusus adalah hasil penelitian yang berhubungan dengan konsep hukum perkawinan pada usia anak dan sanksi terhadap orang tua yang terbukti tidak mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. H. Sistematika Penulisan Hukum BAB I. PENDAHULUAN Pada bagian ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematika penelitian. BAB II. PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraiakan mengenai tinjauan umum tentang definisi anak, orang tua, kewajiban orang tua, faktor-faktor terjadinya perkawinan pada usia anak, akibat perkawinan pada usia anak, serta sanksi orang tua yang tidak mencegah terjadinya perkawinan pada

17 usia anak, dan hasil penelitian berupa konsep hukum perkawinan pada usia anak di Indonesia. BAB III. PENUTUP Pada bagian penutup memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang diperoleh dari analisa secara keseluruhan dari penulisan ini, dan saran yang berhubungan dengan kesimpulan terakhir yang dicapai dari hasil penelitian hukum ini.