(Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Gigi Impaksi Molar Ketiga terhadap Ketebalan Angulus Mandibula Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga

EVALUASI RADIOGRAFI PERIAPIKAL TEKNIK TUBE SHIFT DALAM MENENTUKAN POSISI KANALIS MANDIBULARIS TERHADAP APIKAL MOLAR TIGA IMPAKSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Perbandingan Otsu Dan Iterative Adaptive Thresholding Dalam Binerisasi Gigi Kaninus Foto Panoramik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

POSISI FORAMEN MENTAL PADA PASIEN EDENTULUS DI RSGM FKG USU DITINJAU SECARA RADIOGRAFI PANORAMIK

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER MARET 2017

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA

PERBEDAAN PANJANG DAN LEBAR LENGKUNG RAHANG BAWAH ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA ANAK KEMBAR DIZIGOTIK

BERBAGAI TEKNIK PERAWATAN ORTODONTI PADA KANINUS IMPAKSI

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Kegunaan Sub-Sub yang ada Di Corel Draw X7

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

Analisa Ruang Metode Moyers

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

DAMPAK TRAUMA YANG BERLEBIHAN PADA JARINGAN SEKITAR AKIBAT EKSTRAKSI GIGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN MORFOLOGI MANDIBULA PADA PASIEN EDENTULUS DAN BERGIGI MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK DI RSGM FKG USU

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

PERBANDINGAN KEAKURATAN DIMENSI PANJANG GIGI KANINUS RAHANG ATAS PADA RADIOGRAF PERIAPIKAL TEKNIK BISEKTING ANTARA TIPE KEPALA BRACHYCEPHALIC,

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN DERAJAT KECEMBUNGAN JARINGAN KERAS DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH PADA POPULASI JAWA DAN TIONGHOA DI FKG UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI

PANJANG KERJA GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN RAHANG BAWAH SUKU JAWA DAN MADURA DI BAGIAN KONSERVASI GIGI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS JEMBER

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindakan bedah di kedokteran gigi merupakan suatu prosedur perawatan

PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA. LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU

PREVALENSI TINDAKAN ALVEOLEKTOMI BERDASARKAN JENIS KELAMIN, UMUR, DAN REGIO YANG DILAKUKAN DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN TRAUMA MAKSILOFASIAL

NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN JUMLAH LEBAR MESIODISTAL KEEMPAT INSISIVUS PERMANEN RAHANG ATAS PADA PASANGAN KEMBAR (GEMELLI) SKRIPSI

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

HUBUNGAN MATURITAS GIGI DENGAN USIA KRONOLOGIS PADA PASIEN KLINIK ORTODONTI FKG USU

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANIFESTASI KLEIDOKRANIAL DISPLASIA PADA RONGGA MULUT DAN PERAWATANNYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

POSISI FORAMEN MENTALE REGIO KANAN MANDIBULA DITINJAU SECARA RADIOGRAFI PANORAMIK PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis

PERBEDAAN KETEBALAN KORTEKS MANDIBULA DITINJAU MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK ANTARA PRIA DAN WANITA SUKU BATAK DI FKG USU

Transkripsi:

PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA BERDASARKAN JENIS KELAMIN (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober 2013) Made Ayu Dani Paramaputri NPM : 09.8.03.81.41.1.5.018 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR DENPASAR 2014 i

PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA BERDASARKAN JENIS KELAMIN (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober 2013) Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Oleh : Made Ayu Dani Paramaputri NPM : 09.8.03.81.41.1.5.018 Menyetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Hendri Poernomo, drg., M.Biotech Drg, Durra Mufida NPK. 827 003 222 NPK. 827 808 302 ii

Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan judul : PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA BERDASARKAN JENIS KELAMIN (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober 2013) yang telah dipertanggung jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 25 Februari 2014. Maka atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan. Denpasar, 25 Februari 2014 Tim Penguji Skripsi FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar K e t u a, Hendri Poernomo, drg., M.Biotech NPK. 827 003 222 Anggota : Tanda Tangan 1. Drg, Durra Mufida 1.. NPK. 827 808 302 2. Putu Sulistiawati Dewi, drg. 2... NPK. 827 408 303 Mengesahkan, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Putu Ayu Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes., FISID NIP. 19590512 198903 2 001 iii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA BERDASARKAN JENIS KELAMIN (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober 2013). Penulis menyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada yang terhormat : 1. drg. Hendri Poernomo, M.Biotech, selaku pembimbing I dan selaku penguji atas bimbingan, pengarahan, masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. drg, Durra Mufida, selaku pembimbing II dan selaku penguji atas segala bimbingan, petunjuk dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. drg. Putu Sulistiawati Dewi, selaku penguji atas segala masukan dan saran yang diberikan pada skripsi ini. 4. drg. Putu Ayu Mahendri Kusumawati, M.Kes., FISID, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. 5. Kepala Laboratorium Radiologi yang telah mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian dan menggunakan data di Laboratorium Radiologi untuk menyelesaikan skripsi ini. iv

6. Seluruh civitas akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, staf, dosen dan karyawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung. 7. Terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda atas doa dan dukungannya. 8. Ninik tercinta yang sudah memberikan doa. 9. Suami tercinta dan anak tersayang terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran serta semangat yang tak henti-hentinya diberikan. 10. Kakak dan adik tersayang atas dukungan, doa dan semangat 11. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman: Prita, Ari, Alyn, Desiyana, Helmyn, Eka, dan teman-teman angkatan Carabelli 2009 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Denpasar, 25 Februari 2014 Penulis v

PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA BERDASARKAN JENIS KELAMIN (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober 2013) Abstrak Fraktur pada mandibula sering terjadi pada praktek kedokteran gigi. Fraktur biasanya terjadi di daerah angulus mandibula tepat di daerah yang terdapat gigi impaksi. Dampak yang ditimbulkan dari fraktur mandibula, yaitu hilangnya keseimbangan, terputusnya komponen neurovascular dan cedera pada jaringan disekitar fraktur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara kelompok yang memiliki gigi impaksi dengan kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi dan jenis kelamin berdasarkan radiografis. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik menggunakan 40 sampel foto rontgen panoramik. Dari hasil penelitian terdapat perbedaan rata-rata antara pasien yang memiliki gigi impaksi dan tanpa gigi impaksi yaitu 1,4418. Pada pasien impaksi gigi molar ketiga menurut jenis kelamin menunjukkan perbedaan rerata ketebalan angulus mandibula sebesar 1,1935 pada laki-laki dan 1,1620 pada perempuan serta pada pasien tanpa impaksi menunjukkan nilai rerata ketebalan angulus mandibula sebesar 1,4805 pada laki-laki dan 1,4030 pada perempuan. Berdasarkan perhitungan T-test ditemukan bahwa perbedaan ketebalan angulus pada pasien impaksi dan tanpa impakai terdapat perbedaan yang bermakna (ρ<0,05) begitu juga antara jenis kelamin terdapat perbedaan yang bermakna (ρ<0,05). Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya perbedaan signifikan ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok pasien gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dan kelompok pasien tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah, serta jenis kelamin. Kata kunci : Angulus mandibula, kelompok impaksi, kelompok tanpa impaksi, jenis kelamin, radiografis vi

DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Hipotesis... 5 E. Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6 A. Anatomi Mandibula... 6 1. Corpus Mandibula... 6 2. Ramus Mandibula... 7 B. Fraktur Angulus Mandibula... 8 C. Pencabutan Gigi Impaksi Molar Ketiga Bawah... 11 D. Radiografi Panoramic... 16 E. Coreldraw X6... 18 BAB III METODE PENELITIAN... 22 A. Rancangan Penelitian... 22 B. Populasi Dan Sampel... 22 1. Populasi... 22 2. Sampel... 22 C. Identifikasi Variabel... 23 D. Definisi Operasional... 23 E. Instrument Penelitian... 24 vii

F. Jalannya Penelitian... 24 G. Analisis Data... 25 H. Alur Penelitian... 26 BAB IV HASIL PENELITIAN... 27 A. Karakteristik Sampel... 27 B. Analisis Data Statistic... 27 BAB V PEMBAHASAN... 30 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 35 A. Simpulan... 35 B. Saran... 35 DAFTAR PUSTAKA... 37 LAMPIRAN... 40 viii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi mandibula... 7 Gambar 2.2 Regio mandibula dan frekuensi fraktur mandibula... 10 Gambar 2.3 Klasifikasi dari molar tiga bawah impaksi... 12 Gambar 2.4 Setelah dilakukan penjahitan... 15 Gambar 2.5 Radiografis Panoramik... 17 Gambar 3.1 Cara mengukur ketebalan angulus... 25 Gambar 3.2 Alur penelitian... 26 ix

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hasil uji rerata ketebalan angulus mandibula berdasarkan keadaan gigi molar ketiga... 27 Tabel 4.2 Hasil uji rerata ketebalan angulus mandibula berdasarkan jenis kelamin... 28 Tabel 4.3 Hasil uji normalitas terhadap ketebalan angulus mandibula... 28 Tabel 4.4 Hasil uji homogenitas terhadap ketebalan angulus mandibula... 29 Tabel 4.5 Hasil uji Independent T-Test terhadap ketebalan angulus mandibula... 29 x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil penelitian pada kelompok pasien gigi impaksi molar ketiga rahang bawah... 40 Lampiran 2 Hasil penelitian pada kelompok pasien tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah... 41 Lampiran 3 Rontgen foto panoramik gigi impaksi molar ketiga bawah... 42 Lampiran 4 Rontgen foto panoramik tanpa impaksi molar ketiga bawah... 43 Lampiran 5 Hasil uji normalitas terhadap keadaan gigi molar ketiga rahang bawah... 44 Lampiran 6 hasil uji T-Test terhadap keadaan gigi molar ketiga rahang bawah... 45 xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur pada mandibula sering terjadi di kedokteran gigi. Fraktur biasanya terjadi di daerah angulus mandibula tepat di daerah yang terjadi gigi impaksi. Fraktur terjadi secara tiba-tiba ataupun terjadi pada saat dilakukannya pembedahan di daerah tersebut, oleh karena itu dokter gigi dituntut untuk mengurangi resiko terjadinya fraktur mandibula yang lebih parah. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan dengan basis cranial dengan adanya temporo-mandibular joint dan di sangga oleh otot-otot pengunyah (Pearce 2009). Fraktur mandibula yaitu terjadi suatu tekanan yang cukup besar yang mengakibatkan tulang mandibula menjadi fraktur, biasanya pada daerah yang secara anatomis relatif lemah. Akibat langsungnya adalah hilangnya keseimbangan, terputusnya komponen neurovascular dan cedera pada jaringan disekitar fraktur (Pederson 1996). Pencabutan gigi molar ketiga membutuhkan perencanaan yang akurat dan ketrampilan bedah. Dari prosedur pembedahan secara umum, kita mengetahui bahwa komplikasi mungkin saja terjadi. Dalam literatur, diungkapkan frekuensi komplikasi setelah pencabutan gigi molar tiga berkisar antara 2,6% sampai 1

30,9%. Spektrum komplikasi berkisar antara efek samping yang tidak berbahaya seperti nyeri dan pembengkakan sampai kerusakan saraf, fraktur mandibula dan infeksi yang membahayakan (Hapsari 2009). Daerah mandibula yang sering terjadi fraktur adalah daerah subkondilus, mentalis dan angulus mandibula. Menurut beberapa penelitian, fraktur mandibula sering terjadi pada daerah angulus mandibula, karena posisi angulus mandibula tersebut yang secara anatomis gigi molar ketiga bawah terletak dekat dengan anguslus mandibula, yaitu sudut mandibula yang menghubungkan ramus dan korpus mandibula (Pederson 1996). Fraktur disebabkan juga karena kondisi tulang angulus mandibula lebih tipis dibandingkan dengan daerah mandibula lainnya. Hal tersebut memperkuat dugaan adanya hubungan dari impaksi molar ketiga rahang bawah terhadap komplikasi terjadinya fraktur mandibula, dalam hal ini fraktur angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009). Menurut penelitian Tevepaugh dkk. (1995) yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa dari 73 pasien dengan gigi impaksi molar ketiga bawah apabila mengalami trauma, 30 pasien terjadi fraktur pada angulus mandibula. Dari 28 pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga bawah, apabila terjadi trauma hanya 3 pasien yang terjadi fraktur angulus mandibula. Peneliti ini menyimpulkan bahwa, pasien yang memiliki gigi impaksi molar ketiga bawah memiliki kemungkinan sekitar 3,8 kali lebih besar terjadi fraktur angulus mandibula dari pada pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga bawah. 2

Penelitian biomekanis dan epidemologi mendukung hipotesis bahwa keberadaan molar ketiga berhubungan dengan peningkatan resiko fraktur pada angulus mandibula karena terjadi kehilangan kualitas dan kekuatan tulang pada daerah ini. Gejala ini paling nyata ketika molar ketiga mengalami impaksi, sedangkan keparahan impaksi dan letak gigi tersebut memiliki sedikit pengaruh terhadap fraktur angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009). Radiografi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendiagnosis dan menentukan letak anatomi jaringan rongga mulut (Afsar dkk. 1998). Perkembangan mutakhir dalam ilmu pencitraan diagnostik (Imaging diagnostic radiography sciences) di bidang kedokteran, memungkinkan peneliti mengenal perubahan struktur dan biofisik secara lebih efektif. Ketepatan pengukuran radiografi yang objektif merupakan faktor penting untuk memperoleh diagnosis serta penentuan rencana perawatan dengan tepat (Hanna Bachtiar 2009). Radiografi panoramik menghasilkan foto rontgen yang dapat memperlihatkan gambaran struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto rontgen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma. Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam satu rontgen foto untuk menentukan urutan erupsi gigi dan fraktur rahang baik mandibula maupun maksila. Kata lain radiografi panoramik merupakan pemeriksaaan yang 3

memperlihatkan keadaan serta hubungan maksila dan mandibula secara keseluruhan dalam satu radiografi (Afsar 1998). Oleh karena itu, seorang dokter gigi harus mengerti dan memahami anatomi dalam rongga mulut agar tidak terjadi kekeliruan dalam melakukan suatu pencabutan gigi impaksi. Melalui tulisan ini penulis berharap dapat mencegah terjadinya fraktur angulus mandibula dengan cara mengatahui ketebalan tulang angulus mandibula melalui radiografis panoramik. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas didapat suatu rumusan masalah, yaitu: Apakah ada perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan kelompok yang memiliki gigi molar ketiga impaksi dengan kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga dan berdasarkan jenis kelamin dilihat secara radiografis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan radiografis dari pasien RSGM FKG UNMAS Denpasar periode Januari-Oktober 2013. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara kelompok yang memiliki gigi impaksi dengan kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi bila dilihat berdasarkan radiografi. 4

b. Untuk mengetahui adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara jenis kelamin laki laki dengan perempuan bila dilihat berdasarkan radiografi. D. Hipotesis 1. Adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara kelompok yang memiliki gigi molar impaksi dengan kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi bila dilihat berdasarkan radiografi. 2. Adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara jenis kelamin laki laki dan perempuan bila dilihat berdasarkan radiografi. E. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini penulis berharap dapat membantu mahasiswa kedokteran gigi maupun tenaga medis untuk menentukan ketebalan tulang angulus mandibula sebelum dilakukanya pencabutan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Mandibula Mandibula merupakan tulang terkuat dan terbesar pada tulang wajah berbentuk seperti tapal kuda (dengan gigi geligi rahang bawah) dan ramus. Tulang mandibula memiliki permukan anterior dan posterior dan memiliki batas superior dan inferior. Permukaan bagian luar dibatasi oleh garis tengah simfisis menti, yang merupakan garis sambungan kedua sisi bagian mandibula. Berbatas dengan garis tengah, permukaan anterior terdapat tonjolan triangular, protuberansia mentale pada tulang dagu. Bagian yang cekung kedalam dinamakan frosa mentalis, terletak sebelah lateral pada daerah mentalis, terletak pada permukaan lateral mandibula, pada bagian inferior premolar kedua, batas tengah diantara bagian bawah tulang mandibula dan ridge alveolar (Tedyasihto 2012). Terdapat dua bagian mandibula menurut Dixon (1993) yaitu: 1. Corpus madibula, melengkung seperti tapal kuda dan mempunyai tepi bawah yang merupakan subkutan. Tepi atasnya, processus alveolaris, mempunyai gigi bawah. Permukaan luar, merupakan origo dari beberapa mandibula facialis dan pada setiap sisinya terdapat celah foramen mentale yang mengarah keatas dan kebawah apeks premolar kedua. Permukaan 6

dalamnya, berhubungan dengan dasar cavum oris, lingual, submandibularis dan sublingualis dan beberapa otot termasuk diafragma cavum oris. 2. Ramus mandibula, pada kedua sisi membentuk lempengan tulang vertical dengan permukaan dalam dan luar, mempunyai dua processus pada bagian superior. Didepannya, yaitu processus coronoideus merupakan daerah perlekatan mandibula temporali. Dibelakang, yaitu processus condylaris, bersendi dengan ostemporalae pada articulation temporomandibularis. Pada permukaan dalam bagian tengahnya terdapat foramen mandibula, yang merupakan celah posterior dari canalis alveolaris inferior yang berjalan melalui tulang yang berakhir didepan foramen mentale. Dibelakang dan dibawah foramen mandibula, permukaan dalam ramus biasanya kasar karena merupakan daerah insersi mandibula pterygoideus medialis. Daerah ini dikenal sebagai angulus mandibula, seperti pada gambar 2.1 Gambar 2.1 Anatomi mandibula (Putz 2006) 7

B. Fraktur Angulus Mandibula Angulus mandibula yaitu sudut yang dibentuk antara body dan ramus dari mandibula. Pada orang dewasa angulus mendibula lebih tajam dan lebih luas pada bayi baru lahir dan orang tua (Dauber 2007). Angulus mandibula adalah permukaan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada dua sampai tiga jari dibawah lobus aurikularis (Setyo 2006). Angulus mandibula adalah wilayah segitiga yang dibatasi oleh perbatasan anterior dari otot masseter dengan lampiran posterior dan lebih tinggi dari otot masseter (biasanya didistal molar ketiga). Daerah ini dapat menjadi ratak sekunder karena kecelakaan kendaraan, serangan, jatuh, kecelakaan olah raga dan penyebab lainya (Barrera 2012). Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya ketidakseimbangan tulang yang disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat terjadi akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi perkelahian, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh maupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat terjadi karena kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas pada rahang, osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat adanya proses patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti waktu bicara, makan atau mengunyah (Okeson 1993). 8

Fraktur mandibula juga dijelaskan terdapat hubungan antara arah garis fraktur dan efek dari gangguan otot pada fragmen fraktur. Fraktur mandibula menguntungkan ketika otot cenderung menarik fragmen tulang bersama-sama dan tidak menguntungkan ketika fragmen tulang di pisahkan oleh otot. Patah tulang ini cenderung terjadi di daerah body (Barrera 2012). Fraktur angulus mandibula terjadi di wilayah segitiga antara perbatasan anterior masseter dan penyisipan posterosuperior dari masseter. Fraktur tulang ini terjadi di distal molar ketiga (Barrera 2012) Menurut Karasutisna dkk. (2003), efek kerja otot pada fragmen fraktur merupakan hal yang penting untuk di gunakan sebagai dasar klasifikas fraktur angulus dan body. Fraktur angulus dapat diklasifikasikan sebagai vertically favorable atau unfavorable dan horizontally favorable atau unfavorable. Otot-otot yang melekat pada ramus yaitu messeter, temporal dan pterigoid medialis akan memindahkan segmen fraktur keatas dan medial bila fraktur tersebut vertically atau horizontally unfavorable. Kebalikannya, otot-otot yang sama akan menstabilkan fragmen tulang pada fraktur vertically atau horizontally favorable. Menurut Thapliyal (2010) fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan region-regio pada mandibula yaitu: body, simfisis, sudut, ramus, prossesus koronoid, prosessus kondilaris, prosessus alveolar. Fraktur yang terjadi dapat pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini (lihat gambar 2.2). 9

Gambar 2.2 Regio mandibula dan frekuensi fraktur mandibula berdasarkan region (Thapliyal 2010) 2. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdaarkan gigi pasien penting diketahui karena akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi: a. Fraktur kelas 1: gigi terdapat pada kedua sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi). b. Fraktur kelas 2: gigi hanya terdapat pada salah satu fraktur. c. Fraktur kelas 3: tidak terdapat gigi pada kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation. 10

C. Pencabutan Gigi Impaksi Molar Ketiga Bawah Kasus-kasus gigi impaksi sering dijumpai dalam praktek dokter gigi sehari-hari. Pengertian gigi impaksi bermacam-macam tetapi artinya hampir sama. Pada prinsipnya gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya (Firmansyah 2008). Semua jenis gigi dapat memiliki kemungkinan untuk tidak dapat tumbuh. Tersering adalah gigi molar ketiga rahang bawah dan rahang atas, gigi kaninus dan gigi premolar. Pada umumnya gigi molar ketiga akan tumbuh menembus gusi pada awal usia 18-20 tahun karena 28 gigi permanen lainnya sudah tumbuh keseluruhannya, sehingga gigi molar ketiga sering sekali tidak memperoleh cukup tempat untuk tumbuh karena tertahan oleh gigi molar kedua didepannya. Sehingga gigi molar ketiga akan tumbuh sebagian atau salah arah. Keadaan semacam ini dikenal dengan sebutan gigi tertanam atau gigi impaksi (Coen 2012). Klasifikasi dari molar tiga bawah impaksi menurut Firmansyah (2008): 1. Berdasarkan angulasi: mesioangular, horizontal, vertical, atau distoangular, buccoversion, linguoversion. 2. Berdasarkan hubungan terhadap tepi anterior ramus. Kelas 1 bila mesiodistal gigi impaksi terletak seluruhnya pada daerah anterior dari tepi anterior ramus mandibula. Kelas 2 bila gigi impaksi lebih ke posterior sehingga kira-kira separuh gigi terbenan dalam ramus. Kelas 3 gigi terletak seluruhnya di dalam ramus. 11

3. Berdasarkan hubungan dalam bidang oklusal kelas A bila permukaan oklusal gigi impaksi setinggi bidang oklusal molar dua. Kelas B bila permukaan oklusal gigi impaksi terletak diantara permukaan oklusal dan garis servikal dari molar 2. Kelas C bila permukaan oklusal gigi impaksi dibawah garis servikal gigi molar 2. Gambar 2.3 Klasifikasi dari molar tiga bawah impaksi (Laub 2013) Gigi molar ketiga rahang bawah impaksi dapat menggangu fungsi pengunyahan dan sering menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa resopsi patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikuler, rasa sakit neuralgik, perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang dan berdasarkan gigi anterior akibat tekanan gigi impaksi ke anterior. Adanya komplikasi yang diakibatkan gigi impaksi maka perlu dilakukan tindakan pencabutan. Pencabutan dianjurkan jika ditemukan akibat yang merusak atau kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika gigi benarbenar tidak berfungsi. Upaya pengeluaran gigi impaksi terutama pada gigi molar 12

ketiga rahang bawah dilakukan dengan tindakan pembedahan yang disebut dengan odontektomi (Dwipayanti dkk. 2009). Menurut Pederson (1996) ada 6 tahap untuk pencabutan gigi molar ketiga rahang bawah impaksi, yaitu: 1. Sedasi, persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi adalah pasien yang rileks dan anastesi lokal yang efektif atau pasien yang teranastesi dengan baik. Pemberian sedatif oral tertentu pada sore hari sebelum dan satu jam sebelum pembedahan merupakan teknik yang bisa diterima. Sering kali anastesi umum merupakan pilihan yang cocok untuk pembedahan impaksi. 2. Desain flap, ada pendapat bahwa persyaratan kedua untuk pembedahan impaksi adalah flap yang didisain dengan baik dan ukurannya cukup. Flap mandibula yang sering digunakan adalah envelope tanpa insisi tambahan, direfleksikan dari leher molar pertama dan molar kedua tetapi dengan perluasan distal kearah lateral atau bukal kedalam region molar ketiga. Aspek lingual mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada nervous lingualis. Flap serupa digunakan pada lengkung rahang atas, tetapi diletakkan diatas tuberositas sedangkan perluasan distalnya tetap ke lateral atau bukal. Jalan masuk menuju molar ketiga impaksi yang dalam pada kedua lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior. 3. Pengambilan tulang, pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan dengan bur dan dibantu dengan irigasi saluran saline. Teknik yang bisa 13

digunakan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota dengan maksud melindungi crista oblique externa namun tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup kepermukaan akar yang akan dipotong. 4. Pemotongan yang terencana, gigi yang impaksi biasanya dipotong-potong. Kepadatan dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan terencana pada kebanyakan gigi impaksi menjadi sangat penting apabila ingin diperoleh arah pengeluaran yang tidak terhalang. Tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari fraktur dinding alveolar lingual atau tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada kemungkinan terjadi cedera nervous lingualis. Dasar pemikiran dari pemotongan adalah menciptakan ruang yang bisa digunakan untuk mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar. 5. Tindakan sesudah pencabutan gigi, sesudah gigi impaksi berhasil dikeluarkan dengan baik, sisa-sisa folikel dibersihkan seluruhnya. Kegagalan melakukan hal ini bisa mengakibatkan penyembuhan yang lama atau perkembangan patologis dari sisa epitel odontogenik. Setelah folikel dibersihkan, alveolus diirigasi dengan saline dan diperiksa dengan teliti. Yang penting bekenaan dengan impaksi gigi bawah adalah kondisi bundel neurovascular alveolaris inferior yang sering terjadi pada kedalaman alveolus. Semua potongan gigi dan serpihan tulang juga serpihan periosteu dan mukosa harus dihilangkan. Tepi-tepi tulang harus dihaluskan dengan bur dan kikir tulang. Penjahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan jaringan terhadap processus alveolaris dan terhadap aspek distobukal molar kedua didekatnya. 14

Foto sinar-x dibuat sesudah operasi selesai untuk kasus-kasus yang sulit dimana ada kemungkinan terjadi fraktur mandibula atau cedera struktur sekitarnya. Gambar 2.4 Setelah dilakukan penjahitan 6. Intruksi pasca bedah, tekankan perlunya meminum obat analgesik sebelum rasa sakit timbul, seperti juga aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan. Obat-obat pengontrol rasa sakit sesudah pembedahan biasanya lebih potent daripada yang diresepkan sesudah pencabutan dengan tang. Puncak rasa sakit sesudah pembedahan impaksi adalah selama kembalinya sensasi daerah operasi sedangkan pembengkakan maksimal biasanya terjadi 24 jam pasca pencabutan. 7. Tindak lanjut, kontrol dilakukan pada saat melepas jahitan, biasanya hari keempat atau kelima sesudah operasi pada kunjungan ini daerah operasi diperiksa dengan teliti yaitu mengenai penutupan mukosa dan keberadaan beku darah. 15

D. Radiografi Panoramik Untuk menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang tepat terhadap suatu penyakit atau kelainan gigi dan mulut, diperlukan pemeriksaan yang lengkap dan teliti terhadap penderita mulai dari anamnesa, gejala penyakit, dan gejala obyektif sehingga dapat menentukan diagnosa yang tepat. Untuk mendapatkan diagnose yang tepat, banyak sarana penunjang yang diperlukan. Dalam bidang kedokteran gigi, salah satu sarana penunjang adalah pemeriksaan dengan foto rontgen. Peranan foto rontgen sangat besar, diantaranya dalam membantu menetukan macam dan rencana perawatan yang akan dilakukan. Banyak macam cara pemeriksaan foto rontgen dibidang kedokteran gigi, antara lain: intra oral meliputi periapikal, bite wing, oklusal dan ekstra oral meliputi panoramik, waters, TMJ, postero anterior (Epsilawati dkk. 2011). Pada praktek dokter gigi radiografi tengkorak dan wajah digunakan untuk menentukan kecepatan dan besar pertumbuhan wajah, untuk mendiagnosa posisi gigi-gigi yang belum erupsi termasuk gigi molar yang impaksi, untuk mengetahui besar dan hubungan kista rongga mulut dan gigi, untuk melihat adanya infeksi sinus. Radiografi panoramik adalah sumber sinar-x dan film berputar disekitar pasien sehingga radiografi yang diperoleh dapat memberikan gambaran yang kontinu dari lengkung gigi dan tulang pendukungnya dari regio articulation temporomandibularis satu ke region lainya. Gambaran panoramik ini sangat 16

bermanfaat untuk prosedur survai menyeluruh dan dapat dibuat dengan sangat cepat (Dixon 1993). Seperti gambar 2.5 dibawah ini. Gambar 2.5 Radiografis panoramik (RSGM FKG UNMAS 2013) Gambar radiografi panoramik memberikan gambaran kondilus, ramus, dan badan mandibula dalam satu foto. Gambaran ini biasanya penting untuk mengevaluasi kondilus yang mengalami erosi tulang yang luas, pertumbuhan atau patahan dari fraktur kondilaris dan subkondilaris pada kedua sisi sehingga bisa langsung dilakukan perbandingan antara kondilus kanan dan kiri. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosa fraktur kondilus. Sedangkan perbadingan sendi penting dalam hubunganya dengan pertumbuhan yang abnormal, seperti yang diperlihatkan pada agenesis kondilaris, hyperplasia, atau hipoplasia serta ankilosis. Selain itu, pada foto panoramik terlihat region prosesus (Epsilawati dkk. 2011). 17

Pada radiografi panoramik terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari radiografi panoramik adalah memperoleh gambaran daerah yang luas hingga seluruh jaringan yang berada didalam focal trough (Image Layer), walaupun penderita tidak dapat membuka mulut, gambaran foto panoramik mudah dimengerti sehingga foto ini berguna untuk bahan pendidikan, pergerakan sesaat dalam arah vertical hanya merusak gambaran pada bagian tertentu saja, tidak seluruh gambaran mengalami distorsi, mudah membandingkan struktur anatomi pada kedua sisi rahang. Kekurangan radiografi panoramik adalah gambaran foto yang dihasilkan kurang detail dan jika salah satu sisi rahang membengkak atau terjadinya keadaan yang patologis, gambar yang dihasilkan tidak jelas dibandingkan dengan rontgen foto proyeksi lateral oblique (Eisler) (Whites 2002). E. Coreldraw X6 Coreldraw adalah salah satu editor grafis yang berbasis vector yang dibuat oleh corel, sebuah perusahaan perangkat lunak yang bermarkas di Ottawa Kanada. Beberapa aplikasi yang ada diantaranya adalah Quick start, table, smart drawing tools, save as template, dan lain sebagainya. 1. Fasilitas dasar coreldraw a. Quick start, pertama kali perangkat lunak coreldraw diaktifkan, sistem akan menampilkan kotak dialog welcome. Pada kotak dialog ini, lembar proses yang dapat diaktifkan yaitu quick start, what s new, learning tools, gallery, updates. 18

b. Hints, berada pada sisi kanan kotak dialog utama sistem. Fasilitas ini memberikan petunjuk apa dan bagaimana memproses suatu obyek gambar atau teks. c. Menu bar, berada pada bagian atas kotak dialog utama sistem. Sistem menu coreldraw menggunakan standar sistem operasi windows yang sangat memudahkan pemakaian. d. Standard toolbar, terletak dibawah menu bar. Pada standard toolbar, sistem meletakkan simbol proses cepat. e. Property bar, adalah fasilitas tambahan yang muncul setelah memilih salah satu alat dalan fasilitas toolbox. Tujuannya untuk mempermudah pemakaian alat fasilitas toolbox terpilih. Property bar biasanya berada dibawah standard toolbar. f. Toolbox, biasanya terletak pada sebelah kiri. Sistem meletakkan toolbox seperti memberi tanda lipatan pada sisi kanan bawah alat fasilitas toolbox yang memiliki sub-alat. Untuk menampilkan daftar sub-alat tersebut dapat dilakukan dengan mengklik dan menahan simbol alat yang bersangkutan. g. Status bar, sistem meletakkan berbagai informasi pada baris status yang terdapat pada sisi bawah kotak dialog utama. Informasi tersebut berkenaan dengan obyek gambar atau teks dan atau alat proses terpilih. h. Color palette, atau kotak warna terletak di bagaian paling kanan kotak dialog utama. Untuk memeberi warna pada obyek gambar atau teks cukup melakukan klik seperti biasa, sedangkan untuk memeberi warna pada garis klik kanan pada warna yang dipilih dalam kotak warna. 19

i. Dialog box, sistem coreldraw akan meletakkan sejumlah piliha proses dari fasilitas yang komplek pada suatu kotak dialog. Fasilitas yang bersangkutan dapat diatur melalui kotak dialog tersebut. Misalnya, pengubahan format obyek gambar dari vektor ke bitmap melalui menu bitmaps submenu convert to bitmap. j. Docker, sistem meletakkan sejumlah kotak dialog fasilitas yang dianggap sering digunakan dalam bentuk tetap pada sisi kanan kotak dialog. Format tersebut disebut docker. Fasilitas ini dapat ditampilkan melalui menu windows submenu docker. k. Fixed/Floating Toolbar, salah satu keistimewaan dari sistem coreldraw, yaitu fasilitas toolbox kotak warna, menu bar, standard toolbar, dan atau property bar yang dapat digeser dan ditempatkan disembarang lokasi. 2. Operasi Dasar Obyek garis, pada sistem coreldraw, obyek garis dapat dibentuk melalui curve tool yang ada pada fasilitas toolbox. Adapun sub-alat pada fasilitas curve tool berupa: a. Freehand tool: alat ini dingunakan untuk membentuk beragam garis lurus atau garis yang tidak beraturan. b. Bezier tool: alat ini digunakan untuk membentuk beragam garis lurus dan garis yang tidak beraturan secara bersamaan. c. Artistic media tool: alat ini digunakan untuk membentuk garis obyek artistik. Dalam menentukan bentuk garis artistik tersebut, gunakan simbol 20

yang ada disisi kiri fasilitas property bar, lalu tentukan spesifikasi konfigurasinya pada sisi kanan. d. Pen tool: pemakaian pen tool hamper serupa dengan pemakaian Bezier tool. e. Polyline tool: pemakaian polyline tool hamper sama dengan freehand tool. f. 3 point curve tool: alat ini digunakan untuk membentuk garis melingkar dengan mudah dan cepat. g. Connector tool: alat ini digunakan untuk menghubungkan beberapa obyek gambar. Misalnya, membentuk garis peghubung alur diagram. h. Dimension tool: alat ini digunakan untuk membentuk garis dimensi vertikal, horizontal, diagonal dan sebagainya. Untuk membentuk garis dimensi horizontal atau vertikal secara otomatis digunakan simbol auto aimension tool yang terdapat disisi kiri fasilitas property bar ketika alat ini aktif. Pada skripsi ini penulis menggunakan dimension tool untuk mengukur angulus mandibula yang merupakan salah satu fasilitas untuk membantu mengetahui ukuran panjang, lebar dan kemiringan dari sebuah gambar. Dimension tool juga berfungsi untuk menggambarkan sebuah garis bantu yang berfungsi mengukur panjang garis yang akan diukur oleh dimension tool tersebut. Dimension tool ini memiliki sub-tool yaitu horizontal, vertikal, slanted dimension tool yang mampu menganalisis gambar. 21

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh hasil rontgen foto panoramik gigi impaksi molar ketiga dari pasien yang dirujuk ke bagian radiologi laboratorium RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar periode Januari-Oktober 2013. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratifaid random sampling pada pasien yang memiliki atau tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah di RSGM FKG Unmas Denpasar. Besar sampel penelitian ditentukan dengan teknik Gay dan Diehl (Husein Umar 2003), jika penelitian berupa deskriptif, maka minimum sampel yang dapat digunakan 10% populasi dan untuk populasi yang relatif kecil minimum 20% populasi. Jumlah populasi 200 foto maka diambil sampel 20% minimum sampel yang digunakan yaitu 40 foto. Sampel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu 40 foto panoramik dari pasien yang memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah, 40 foto panoramik dari pasien yang tidak memiliki gigi 22

impaksi molar ketiga bawah, selanjutnya 40 sampel foto di bagi menurut jenis kelamin. C. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas : gigi impaksi molar ketiga rahang bawah, gigi molar ketiga rahang bawah tanpa impaksi dan jenis kelamin. 2. Variabel terikat : ketebalan tulang angulus mandibula dan gambaran radiografi. D. Definisi Operasional 1. Ketebalan Angulus Mandibula Ketebalan angulus mandibula diidentifikasi menggunakan gambaran radiografi. Pengukuran ketebalan angulus mandibula dilakukan pada kedua sisi rahang dan dinyatakan dalam satuan millimeter. 2. Gambaran Radiografi Gambaran radiografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah radiografi dengan proyeksi panoramik. Pada interpretasi, angulus mandibula tampak lebih radiolusen dibandingkan dengan daerah disekitarnya. 3. Kelompok Keadaan Molar Ketiga Bawah Sampel dibagi menjadi 2 berdasarkan kelompok yang memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga bawah. Kelompok sampel tersebut diketahui berdasarkan gambaran radiografi panoramik. 23

4. Jenis Kelamin Sampel dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin diketahui berdasarkan pengakuan pasien. E. Instrumen Penelitian Ada pun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Hasil foto rontgen panoramik 2. Corel Draw X6 3. Pensil 4. Pulpen 5. Penghapus 6. Form penelitian, untuk mencatat hasil penelitian F. Jalannya Penelitian 1. Mengumpulkan sampel penelitian berupa hasil radiografi dengan proyeksi panoramik. 2. Memilah sampel berdasarkan kelompok keadaan gigi molar ketiga bawah. Kemudian masing-masing kelompok dipilah kembali berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. 3. Memeriksa dan membaca hasil radiografi pada Corel Draw X6. 4. Menentukan sumbu horizontal (titik A), yaitu membuat titik di Processus Condylaris sejajar dengan tepi kiri ramus mandibula 5. Menentukan sumbu vertikal (titik B), yaitu membuat titik di Protuberantina Mentalis sejajar dengan tepi tulang body 24

6. Menghubungkan garis pertemuan titik A dan titik B dinamakan titik C 7. Menentukan garis horizontal dengan titik sumbu D, yaitu membuat titik di Processus Coronoideus sejajar dengan tepi kanan ramus mandibula 8. Menentukan garis vertikal dengan titik sumbu E, membuat titik tepat di garis median di kontak oklusi gigi bawah sejajar dengan kontak oklusi gigi bawah 9. Pertemuan titik D dan titik E dinamakan titik F 10. Setelah hubungan titik C dan F diperoleh, tarik garis sejajar dengan titik tersebut. Garis diukur dengan menggunakan Corel Draw X6 11. Hasil pengukuran di catat pada form penelitian. Gambar 3.1 cara mengukur ketebalan angulus G. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan secara deskriptif, data diolah kemudian dianalisi menggunakan SPSS Windows dengan nilai signifikansi 0,05. Analisis untuk menentukan perbedaan ketebalan angulus mandibula pada gigi impaksi dan tanpa impaksi molar ketiga rahang bawah dan jenis kelamin menggunakan independent T-Test. 25

H. Alur Penelitian Mencari sampel penelitian berupa hasil radiografi dengan proyeksi panoramik Sampel dipilah berdasarkan keadaan molar ketiga bawah dan jenis kelamin Tanpa impaksi molar ketiga Dengan impaksi molar ketiga Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Membaca dan memeriksa hasil radiografi Menentukan jarak titik C dan titik F Pengukuran ketebalan angulus mandibula menggunakan Corel Draw X6 Analisis data hasil pengukuran Gambar 3.2 Alur penelitian 26

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Sampel Sampel pada penelitian ini adalah hasil rontgen foto panoramik dari pasien RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar periode Januari-Oktober 2013 yang berjumlah 80 sampel. Data hasil penelitian dikelompokkan keadaan molar ketiga rahang bawah dan jenis kelamin. B. Analisis Data Statistik Penelitian mengenai ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan radiografi pada pasien RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar periode Januari-Oktober 2013 diperoleh hasil uji statistik sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil uji rerata (dalam mm) ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan keadaan gigi molar ketiga Std. Error Gigi N Mean SD Mean Impaksi 40 1,1777 0,04954 0,00783 Skor Tanpa impaksi 40 1,4418 0,07764 0,01227 Keterangan tabel: N : Jumlah sampel SD : Standar Deviation Berdasarkan tabel 4.1 Sampel radiografi panoramik yang berjumlah 80, terdiri atas 40 sampel impaksi yang memiliki rata-rata sebesar 1,1777 dan 40 sampel tanpa impaksi yang memiliki rata-rata sebesar 1,4418 27

Tabel 4.2 Hasil uji rerata (dalam mm) ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin N Mean SD Impaksi laki-laki 20 1,1935 0,05204 Perempuan 20 1,1620 0,04250 Tanpa impaksi laki-laki 20 1,4805 0,06947 Perempuan 20 1,4030 0,06618 Keterangan tabel: N : Jumlah sampel SD : Standar Deviation Berdasarkan tabel 4.2 sampel radiografi panoramik yang berjumlah 80, terdiri atas 40 sampel impaksi menunjukkan nilai rerata ketebalan angulus mandibula sebesar 1,1935 pada 20 orang laki-laki dan 1,1620 pada 20 orang perempuan serta 40 sampel tanpa impaksi menunjukkan nilai rerata ketebalan angulus mandibula sebesar 1,4805 pada 20 orang laki-laki dan 1,4030 pada 20 orang perempuan. Tabel 4.3 Hasil uji normalitas terhadap ketebalan angulus mandibula K-SZ Sig. Impaksi 0,710 0,694 Tanpa impaksi 1,162 0,134 Keterangan tabel: K-SZ : Kolmogorov-Smirnov Z Sig : significant Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada uji normalitas dengan menggunakan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov Z didapatkan hasil dari significant dari kelompok impaksi dan tanpa impaksi lebih besar dari 0,05 sehingga data masingmasing kelompok tersebut berdistribusi normal. Setelah data berdistribusi normal dilanjutkan uji homogenitas untuk data impaksi dan tanpa impaksi. 28

Tabel 4.4 Hasil uji homogenitas terhadap ketebalan angulus mandibula Levene's Test for Equality of Variances F Sig. Impaksi 1,172 0,286 Tanpa impaksi 0,759 0,389 Keterangan tabel: F : Levene Statistic Sig : Significant Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene s didapat hasil dari significant dari kelompok impaksi adalah 0,286 dan tanpa impaksi adalah 0,389. Hasil dari significant tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga data tersebut homogen. Setelah data berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan uji Independent T-Test untuk data impaksi maupun tanpa impaksi dan data jenis kelamin. Table 4.5 Hasil uji Independent T-Test terhadap ketebalan angulus mandibula Mean Jenis kelamin t sig Rerata difference Impaksi Tanpa impaksi Laki-laki 2,097 0,043 0,03150 1,1935 Perempuan 2,097 0,043 0,03150 1,1620 Laki-laki 3,612 0,001 0,07750 1,4805 Perempuan 3,612 0,001 0,07750 1,4030 Keterangan tabel: T : T-test Sig : significant 29

Dari analisis data Independent T-test diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah <0,05 maka Ho ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok impaksi dan tanpa impaksi. Begitu pula dengan kedua rerata ketebalan angulus mandibula berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan yang bermakna. BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan 80 sampel dari hasil rontgen foto panoramik pada pasien RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar periode Januari-Oktober 2013 dibagi menjadi 2 variabel yang berbeda masing-masing 40 sampel. Jika penelitian berupa deskriptif, maka minimum sampel yang dapat digunakan 10% populasi dan untuk populasi yang relatif kecil minimum 20% populasi (Husein Umar 2003). Jumlah populasi sebesar 200 foto rontgen panoramik, diambil sampel sebesar 20%, maka dapat diperoleh sampel sebanyak 40 foto rontgen panoramik di masingmasing variable, sehingga jumlah sampel keseluruhan berjumlah 80 foto. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling, alasan menggunakan metode tersebut agar peneliti dapat menghemat waktu, tenaga, biaya dan desain metode yang sederhana. Metode stratifaid random sampling digunakan untuk memperkecil variabilitas sampel dan mendapatkan proporsi yang berbeda sesuai strata dalam sampel dan dalam populasi (Budiarto 2004). 30

Pada penelitian ini menentukan sampel dengan cara membagi dua kelompok dengan kedaan gigi molar ketiga dan jenis kelamin. Kelompok pertama berjumlah 40 sampel dengan keadaan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada kedua sisi dan kelompok kedua berjumlah 40 sampel dengan keadaan tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada kedua sisi. Kemudian masing-masing kelompok di bagi menjadi 20 sampel berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin di ketahui dari pengakuan pasien. Dari hasil penelitian terhadap ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan keadaan gigi molar ketiga terdapat perbedaan rata-rata. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.1 dimana rata-rata pada pasien yang memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah di kedua sisi, yaitu 1,1777 mm sedangkan rata-rata pada pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga di kedua sisi, yaitu 1,4418 mm sehingga diperoleh selisih sebesar 0,2641 mm. Hal ini terjadi karena terjadi kehilangan kualitas dan kekuatan tulang pada daerah ini. Kejadian ini paling nyata ketika molar ketiga mengalami impaksi, sedangkan keparahan impaksi dan letak gigi tersebut memiliki sedikit pengaruh terhadap fraktur angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009) Hasil pengukuran terhadap ketebalan angulus mandibula berdasarkan jenis kelamin terlihat perbedaan rata-rata pada masing-masing kelompok. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.2 dimana rata-rata pada pasien laki-laki yang memiliki gigi impaksi, yaitu 1,1935 mm sedangkan rata-rata pada pasien perempuan yang memiliki gigi impaksi, yaitu 1,1620 mm terdapat perbedaan 0,0315 mm, begitu pula dengan kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi rata-rata pada laki-laki, yaitu 1,4805 mm 31

dan rata-rata pada perempuan, yaitu 1,4030 mm jadi terdapat selisih rata-rata sebesar 0,0775 mm. Penurunan ketebalan tulang kortikal ditemukan pada angulus mandibula, yang diukur dalam radiograf panoramik dan dibandingkan antara laki-laki dan perempuan. Hasil juga menunjukkan bahwa kepadatan mineral tulang berkurang dapat mengubah bentuk tulang, dan menyebutkan bahwa osteoporosis mandibula juga berhubungan dengan perubahan tulang angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009). Wanita usia 70 tahun mengalami 50% resorbsi tulang angulus mandibula dan mencapai sekitar 100% resorbsi pada usia 90 tahun (ardakani dan Niafar 2004). Dengan demikian, penulis yakin bahwa tulang madibular juga mengalami perubahan bentuk selama perkembangan osteoporosis pada hasil penelitian ini juga diamati bahwa adanya dampak molar ketiga rahang bawah di angulus mandibula yang mengurangi ketebalan korteks di daerah tulang angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009). Hasil penelitian yang didapat didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Xie et al. (1997) yang menyatakan bahwa rata-rata ketebalan tulang angulus mandibula lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita. Hasil pengukuran ketebalan angulus mandibula berdasarkan jenis kelamin menggunakan Independent T-test terlihat hasil yang signifikan pada masing-masing kelompok. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.5 dimana nilai signifikan pada kelompok yang memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada laki-laki yaitu 0,043 dan pada perempuan yaitu 0,043. Nilai signifikan pada kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada laki-laki yaitu 0,001 dan pada perempuan yaitu 0,001. Dapat dilihat nilai signifikan adalah <0,05, itu artinya terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketebalan tulang angulus mandibula 32

berdasarkan gigi impaksi dan tanpa impaksi molar ketiga rahang bawah dilihat pada jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan oleh Fuselier (2002) pada 1210 pasien, menunjukkan bahwa pada pasien yang memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah terjadi fraktur angulus mandibula lebih dari 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga. Ugboko (2000) tidak setuju dengan pernyataan tersebut, mungkin karena mereka menyelidiki kelompok etnis kulit hitam yang terbukti secara ilmiah memiliki lebih banyak masa tulang dibandingkan populasi penelitian lainnya. Penelitian yang di lakukan oleh Takada et al. (2006) menggunakan gambar 3D yang diperoleh dengan CT, mempelajari struktur mikro tulang angulus mandibula dan tidak menemukan perbedaan dalam struktur mikro tulang pada pasien dengan dan tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada mandibula yang mengalami impaksi gigi sebagian, kekuatan difokuskan pada daerah apikal gigi dan ditransmisikan ke arah angulus mandibula, mengakibatkan fraktur pada daerah ini. Secara statistik, penelitian mengenai ketebalan angulus mandibula berdasarkan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan tanpa impaksi gigi molar ketiga rahang bawah dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, penelitian ini berbanding terbalik oleh penelitian yang dilakukan Watanabe dkk. (2009) dari 80 sampel menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok wanita tanpa gigi impaksi dan dengan gigi impaksi 33

molar ketiga rahang bawah. Begitu juga dengan kelompok laki-laki tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara yang memiliki gigi impaksi dan tidak. Berdasarkan penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa ada perbedaan ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok keadaan gigi impaksi dan jenis kelamin, ini berarti diperlukan teknik khusus dalam melakukan pengambilan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada laki-laki maupun pada perempuan. Dengan mengetahui ketebalan tulang angulus mandibula maka kegagalan dalam pencabutan gigi impaksi dapat diminimalisir. Hasil penelitian menunjukkan ketebalan angulus mandibula pada gigi impaksi yaitu 1,10-1,29 mm dan hasil penelitian menunjukan ketebalan angulus mandibula pada gigi tanpa impaksi yaitu 1,32-1,57 mm dengan demikian diperlukan teknik khusus pada pengambilan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah yaitu dengan teknik odontektomi parsialis. Odontektomi parsialis gigi molar ketiga rahang bawah pada kondisi impaksi yang sangat dalam sebaiknya dibuatkan perencanaan untuk memotong dan mengangkat mahkota serta membiarkan sisa akar agar tetap tertinggal di dalam soketnya. Odontektomi parsialis dianjurkan dengan alasan bahwa hanya dengan memotong mahkota saja tidak akan menganggu bagian akar yang letaknya sangat dekat dengan struktur nervus alveolaris inferior. Kontra indikasi dari teknik ini yaitu ketika daerah sekitar gigi sedang mengalami infeksi, pada gigi yang goyang tidak boleh dilakukan teknik ini karena sisa akar yang tertinggal dapat menjadi benda asing yang kemudian mengalami infeksi dan gigi yang mengalami impaksi horisontal sejajar dengan alur nervus alveolaris inferior, karena pemotongan pada gigi tersebut dapat membahayakan saraf itu sendiri (Alim 2009). Beberapa penelitian 34

menunjukkan bahwa akar vital akan tetap vital dengan perubahan degeneratif yang minimaal. Biasanya akar gigi akan tertutup oleh osteosementum. Tektik penyisaan akar kurang lebih 3 mm dibawah crest tulamg sepertinya dapat dilakukan dan terjadi pembentukan tulang pada sisa akar yang tersisa (Pogrel 2007). 35

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Gigi Impaksi Molar Ketiga Rahang Bawah Terhadap Ketebalan Angulus Mandibula Berdasarkan Jenis Kelamin (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari- Oktober 2013) dan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa adanya perbedaan signifikan ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok pasien gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dan kelompok pasien tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah, serta jenis kelamin. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai signifikan dari kelompok gigi impaksi yaitu 0,043 pada laki-laki maupun perempuan, begitu juga dengan kelompok tanpa impaksi yaitu 0,001 pada laki-laki dan perempuan sehingga terdapat perbedaan yang bermakna (ρ<0,05) ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok keadaan gigi molar ketiga rahang bawah dan jenis kelamin pada periode Januari-Oktober 2013. B. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Sebaiknya dilakukan pengukuran ketebalan tulang angulus mandibula sebelum melakukan odontektomi agar risiko fraktur pada tulang tersebut dapat dihindari. 36

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi seluruh masyarakat agar dapat memahami secara jelas dampak dari pencabutan gigi impaksi 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketebalan tulang angulus mandibula pada gigi impaksi dan tanpa impaksi gigi molar ketiga rahang bawah dengan menambah kriteria sampel agar data yang didapat lebih akurat. 37

DAFTAR PUSTAKA Afsar, A., Haas DA., Rossouw E., Wood R.E. 1998, Radiographic localization of mandibular anesthesia landmarks, J. Oral Surg. Oral Med. Oral Pathol. Oral Radiol. Endod, vol. 86, hlm. 234. Alim, N.M. 2009, Odontektomi parsial secara terencana pada molar ketiga rahang bawah, J. Dentofasial,vol. 8, no. 1, hlm. 55-62. Ardakani, W.L., Niafar, N. 2004, Evaluation of changes in the mandibular angular cortex using panoramic images, J. Contemp. Dental Pract., vol. 5, hlm. 1-15. Barrera, J.E. 2012, Maret 23-last update, Mandibular Angle Fractures [Homepage of medscape], [Online]. Available: emedcine.medscape.com/article/868517-overview#a0103 [18 Juni 2013]. Budiarto, E. 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Ed. Ke-1, EGC, Jakarta. Ceon, P.D. 2012, September 12-last update, Operasi Gigi Geraham ke-3 Tertanam (Wisdom Tooth Removal) [Homepage of coenpramonoprof], [Online]. Available: coenpramonoprof.com/pages/operasi-gigi-geraham-ke-3- tertanam-wisdom-tooth-removal.html [19 Februari 2013]. Dauber, W. 2007, Januari 17-last update, Pocket Atlas Of Human Anatomy: Founded By Heinz Feneis [Homepage of google], [Online]. Available: http://books.google.co.id/books?id=uzaaphzk- JsC&printsec=frontcover&dq=pocket+atlas+of+human+anatomy&hl=en&sa= X&ei=6YW7Uq3YDMe3rgfg44H4AQ&redir_esc=y#v=onepage&q=pocket %20atlas%20of%20human%20anatomy&f=false [18 Juni 2013]. Dixon A.D. 1993, Anatomi Untuk Kedokteran Gigi, Ed. Ke-5, EGC, Jakarta. Dwipayanti, A., Adriatmoko, W., Rochim, A. 2009, Komplikasi post Odontektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi, Jurnal PDGI, vol. 58, no. 2, hlm. 20-24. Epsilawati, L., Firman, R.N. 2011, Diagnosa kelainan sendi temporomandibular 38

dengan memanfaatkan panoramik foto, Majalah Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, vol. 2, hlm. 39-44. Firmansyah, D., Iman, T.S. 2008, Fraktur patologis mandibula akibat komplikasi Odontektomi gigi molar ketiga bawah, Indonesian Journal of Dentistry, vol. 15, no. 3, hlm. 192-195 Fusilier, J.C., Ellis, E.E., Dodson, T.B. 2002, Do mandibular third molars alter therisk of angle fracture?, J. Oral MaxillofacSurg, vol. 60, hlm. 514-518. Hanna, B.L., Menik, P., Budi Utomo, Susworo R. 2009, Converting conventional radiographic examination data of trabecular bone pattem values into density measurement values using intraoral digital images, J. Oral Radiology, vol. 25, no. 2, hlm. 129-134. Hapsari, D.R. 2009, Komplikasi langka akibat pembedahan gigi molar ketiga, Terjemahan Jurnal Bedah Mulut, vol. 8, hlm. 11-14. Husen Umar 2003, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Karasutrisna, T., Kasim, A., Arumsari, A., Vyati, E.I., Darianto, D.K. 2003, Fraktur berganda mandibula dengan luka luar yang dirawat dengan fiksasi plat interosseus, Majalah Kedokteran Gigi, vol. 3, hlm. 379-381. Laub, D.R. Desember 12-last update, Facial Trauma, Mandibular Fractures, [Homepage of medscape], [Online], Available: http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview, [18 Maret 2013]. Okeson, J.P. 1993, Functional anatomy and biomechanics of the masticatory system in management of temporomandibular disorder and occlusion, Journal Oral Maxillofac Surg., vol. 42, hlm. 13-21. Pearce, E.C. 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, ed. Ke-32, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Pedersen, G.W. 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery), Ed. Ke-1, EGC, Jakarta. 39

Pogrel, M.A. 2007, Partial odontectomy, J. Oral Maxillofac Surg., vol. 19, hlm. 85-91. Putz, R., Pabst, R. 2006, Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Penerjemah: dr. Y. Joko Suyono, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Setyo, S., Hardjowasito, W. 2006, Penanganan fraktur mandibula pada anak dengan pemasangan arch-bar., Majalah Kedokteran Universitas Brawijaya, vol. 12, hlm. 39-41. Takada, H., Abe, S., Mitarashi, S., Saka, H., Ide, Y. 2006, Three-dimensional bone microstructures of the mandibular angle using micro-ct and finite element analysis: relationship between partially impacted mandibular third molar and angle fractures, J. Dental Traumatol, vol. 22, hlm. 18-24. Tedyasihto, B. 2012, Buku Ajar Implantologi Mulut Teori dan Praktek,EGC, Jakarta. Thapliyal, C.G., Sinha C.R., Menon, C.P., Chakranarayana, S.L.C.A. 2010, Desember 12-last update, Management Of Mandibular Fractures [Homepage Of medind], [Online], Available: http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf [18 Maret 2013]. Ugboko, V.L., Oginni, F.O., Owotabe, F. 2000, An investigation into the relationship between mandibular third molars and angle fracture in nigerians, Journal Maxillofac Surg., vol. 38, hlm. 427-429. Watanabe, P.C.A., Alonso, M.B.C.C., Monterio, S.A.C.,Tiossi, R., Issa, J.P.M. 2009, Morphodigital study of bone quality in the mandibular angle in patiens with third molar impacted, Japanese Association OfAnatomis, vol. 84, hlm. 246-252. Whites, E. 2002, Essentials of Dental Radiography and Radiology, Ed. Ke-3, Churchill Livingstone, New York. Xie, Q., Wolf, J., Tilvis, R., Ainamo, A. 1997, Resoprtion of mandibular canal wall in the edentulous aged population, J. Prosthet Dental, vol. 77, hlm. 596-600. 40

LAMPIRAN 1 HASIL PENELITIAN PADA KELOMPOK PASIEN YANG MEMILIKI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH NO JENIS KELAMIN MR ML MRL 1 1,12 1,15 1.13 2 1,14 1,16 1.15 3 1,21 1,20 1.20 4 1,17 1,20 1.18 5 1,15 1,11 1.13 6 1,22 1,24 1.23 7 1,14 1,12 1.13 8 1,13 1,13 1.13 9 1,24 1,21 1.22 10 1,32 1,27 1.29 11 1,15 1,24 1.19 12 1,24 1,24 1.24 13 1,03 1,23 1.13 14 1,28 1,26 1.27 15 1,23 1,20 1.21 16 1,13 1,01 1.15 17 1,21 1,22 1.21 18 1,22 1,24 1.23 19 1,28 1,26 1.27 41

20 1.18 1,19 1.18 21 1,23 1,25 1.24 22 1,11 1,12 1.11 23 1,15 1,13 1.14 24 1,24 1,25 1.24 25 1,22 1,20 1.21 26 1,17 1,20 1.19 27 1,19 1,17 1.18 28 1,17 1,20 1.18 29 1,09 1,11 1.10 30 1,12 1,18 1.15 31 1.11 1.13 1.14 32 1.14 1.07 1.10 33 1.20 1.15 1.17 34 1.14 1.08 1.11 35 1.10 1.13 1.12 36 1.17 1.19 1.18 37 1.21 1.18 1.19 38 1.12 1.16 1.14 39 1.15 1.17 1.16 40 1.20 1.19 1.19 LAMPIRAN 2 HASIL PENELITIAN PADA KELOMPOK PASIEN YANG TIDAK MEMILIKI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH 42

NO JENIS KELAMIN MR ML MRL 1 1,52 1,54 1.53 2 1,49 1,42 1.46 3 1,40 1,40 1.40 4 1,52 1,61 1.56 5 1,58 1,50 1.54 6 1,51 1,48 1.49 7 1,40 1,52 1.46 8 1,34 1,38 1.36 9 1,50 1,56 1.53 10 1,,32 1,35 1.33 11 1,53 1,50 1.51 12 1,44 1,47 1.45 13 1,55 1,59 1.57 14 1,50 1,57 1.53 15 1,37 1,45 1.41 16 1,46 1,48 1.47 17 1,41 1,42 1.41 18 1,53 1,57 1.55 19 1,56 1,54 1.55 20 1,44 1,56 1.50 21 1,41 1,42 1.41 43

22 1,35 1,39 1.37 23 1,40 1,41 1.40 24 1,36 1,34 1.35 25 1,59 153 1.56 26 1,53 1,52 1.52 27 1,55 1,53 1.54 28 1,43 1,37 1.40 29 1,45 1,41 1.43 30 1,38 1,40 1.39 31 1.41 1.39 1.40 32 1.37 1.33 1.35 33 1.35 1.33 1.34 34 1.37 1.40 1.38 35 1.33 1.36 1.34 36 1.42 1.41 1.41 37 1.39 1.44 1.41 38 1.35 1.36 1.35 39 1.32 1.33 1.32 40 1.38 1.40 1.39 44

LAMPIRAN 3 45

LAMPIRAN 4 46