PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG POTENSI MINERAL DAN UPAYA KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE DI KABUPATEN BONE BOLANGO, GORONTALO

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional dan Konferensi BKPSL XIX, 7 Agustus 2008 Universitas Sam Ratulangi - Manado

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

BAB I PENDAHULUAN. alam di Indonesia sebagai penunjang perekonomian nasional tetapi juga luas daya

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2012

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

GUBERNUR GORONTALO KEPUTUSANGUBERNUR GORONTALO NOMOR 259 / 20 / VI /2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Gambar 1. Lokasi Penelitian Figure 1. Research area

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

- 1 - B U P A TI B O L A A N G M O N G O N D O W U T A R A KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 96 TAHUN 2012

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diamandemen ke-4, Bab

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN SERTA PENGENDALIAN KEBAKARAN KEBUN DAN LAHAN Hari

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /296/ /2010

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

I. UMUM. Sejalan...

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

BAB. I PENDAHULUAN. dan permasalahannya di masing-masing daerah. masyarakat baik di tingkat komunitas, regional, maupun nasional.

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

BAB V PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebut sebagai negara agraris karena memiliki area pertanian

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Transkripsi:

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG POTENSI MINERAL DAN UPAYA KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE DI KABUPATEN BONE BOLANGO, GORONTALO 1 Oleh: Ramli Utina 2 1. Latar Belakang Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan No.731/Kpts-II/91 jo SK Menteri Kehutanan No. 1068/Kpts- II/1992 jo SK Menteri Kehutanan No. 1127/Kpts-II/92 dengan luas 287.115 ha. Wilayah administratif TNBNW kini terletak di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah 188.569,39 ha, 78,47% adalah kawasan hutan lindung dalam TNBNW yang sebelumnya berupa Suaka Margasatwa Bone yang ditetapkan melalui SK Menteri Pertanian No.746/Kpts/Um/12/1979. Taman nasional (TNBNW) merupakan aset kekayaan Indonesia dan dunia internasional, memiliki manfaat dan potensi yang sangat besar mulai dari perlindungan flora dan fauna unik, perlindungan tata air, hingga potensi pertahanan iklim. Kegiatan konservasi kawasan perlu diupayakan terus guna mempertahankan fungsi dan potensi kawasan. Pada tahun 1971 Departemen Pertambangan RI telah mengeluarkan izin kepada perusahaan untuk kegiatan eksplorasi sumberdaya mineral (emas) dalam bentuk Kontrak Karya Generasi II tahun 1971, dan diperbarui kembali melalui Kontrak Karya Generasi VII pada tahun 1998. Studi tentang keunikan flora dan fauna di wilayah eksplorasi tambang emas di TNBNW tahun 1994-1995, termasuk masalah sosial ekonomi masyarakat sekitar proyek menyebutkan kondisi hutan dan keragaman flora/fauna daerah proyek masih baik. Kegiatan penambangan sangat bermanfaat bagi 1 Dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Konferensi BKPSL XIX, 7 Agustus 2008, Manado. 2 Dosen Jurusan Biologi/peneliti pada PSL Universitas Negeri Gorontalo. 1-1

pembangunan daerah khususnya masyarakat sekitar, sekaligus menjadi pendukung upaya pengelolaan Taman Nasional baik segi manajemen/teknik pengamanan dan penyelamatan maupun dari segi sosial ekonomi termasuk pendanaan (Soerjani. 1995). Masyarakat lokal sejak lama mengenal dan melakukan penambangan emas, dan dilibatkan oleh perusahaan dalam kegiatan eksplorasi. Penambangan emas telah menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan keluarga, terutama jika panen pertanian dan perkebunan kurang memberikan hasil, atau ditemukan titik lokasi penambangan yang menghasilkan emas yang sangat tinggi. Karena itu, di beberapa lokasi dalam kawasan TNBNW telah lama terjadi kegiatan penambangan (emas) tanpa izin (PETI), dengan menerapkan teknologi dan pengolahan yang sederhana hingga yang tidak ramah lingkungan. Kegiatan PETI, baik secara teknis maupun sosialnya memberi dampak pada penurunan kualitas lingkungan kawasan konservasi TNBNW, bahkan kelangsungan nilai-nilai ekonomi yang selama ini diperoleh masyarakat. Kondisi tumpang tindih kepentingan antara daerah prospek tambang emas dengan TNBNW merupakan kendala yang dihadapi dalam upaya konservasi, dan harus segera dicari solusinya. Tumpang tindih alokasi ruang dan pemanfaatannya telah menimbulkan konflik kepentingan antara lembaga pemerintah, sementara masyarakat memandang bahwa potensi tambang emas sebagai sumber daya pilihan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka sejak beberapa generasi. Perbedaan perpektif terhadap kepentingan pengelolaan taman nasional, merupakan salah satu kalimat kunci yang harus diselesaikan dengan mempertimbangkan kepentingan masing-masing aspek: sumber daya ragawi (emas) yang mempunyai nilai ekonomi yang pasti pada saat ini, dan sumber daya hayati dengan nilai hayati dan genetik jangka panjang yang tinggi serta fungsi lingkungan lainnya. Persepsi masyarakat atas pemanfaatan potensi mineral emas di kawasan dengan upaya konservasi kawasan TNBNW ini harus dikaji lebih dalam guna mendukung penyelesaian konflik atas perlindungan fungsi kawasan TNBNW dengan prospek penambangan. 1-2

2. Tujuan dan Lingkup Studi Tujuan studi adalah mendekripsikan persepsi masyarakat tentang potensi mineral tambang dan upaya konservasi TNBNW. Adanya gambaran tentang persepsi masyarakat, diupayakan pemberian pemahaman yang tepat kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi lingkungan dan dampak penambangan dalam kawasan. Dengan pemahaman yang tepat dari diharapkan muncul persepsi yang baik dari para pihak, sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam kebijakan, dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berkontribusi dalam pembangunan sosial, ekonomi serta konservasi lingkungan. Hal ini penting menjadi rekomendasi dalam penyelesaian kendala tumpang tindih pengelolaan kawasan. Lingkup studi persepsi tentang potensi mineral dan upaya konservasi TNBNW, dipandang dari faktor sosial, potensi ekonomi lokal, kesempatan kerja, kepemilikan lahan, dan pengembangan ekonomi kawasan. Persepsi, mengacu pada penelaahan tentang apa yang dipikirkan atau bagaimana pandangan seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu (Atkinson.1983). Dalam hal ini persepsi masyarakat terhadap kegiatan penambangan potensi mineral dan pentingya konservasi di kawasan TNBNW. Responden yang terlibat sejumlah 100 orang, meliputi; tokoh masyarakat dan tokoh adat, anggota masyarakat termasuk pemilik dan pekerja tambang di sekitar kawasan yang bermukim di desa Dumbaya Bulan, Lompotoo, dan Tulabolo Kecamatan Suwawa, serta Desa Mamungaa, Mopuya dan Kaidundu Kecamatan Bone Raya. Kemudian dari unsur eksekutif (Bappeda dan Dinas terkait Pemerintah Kab. Bone Bolango), legislatif (Komisi terkait di DPRD Kab.Bone Bolango), LSM, dan petugas taman nasional. Metodologi studi adalah survey dengan teknik wawancara, diskusi terfokus, kuesioner serta studi literatur dan dokumentasi data sekunder lainnya. Data dianalisis secara deskriptif. 1-3

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Persepsi Anggota Masyarakat Masyarakat memandang bahwa kegiatan penambangan akan memberikan pengaruh positif pada kehidupan sosial. Hal ini disebabkan kegiatan penambangan akan menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran dan berdampak pada menurunnya tindakan kriminal (85% resp.). Kalangan pengusaha penambangan dan pekerja PETI merasa sah melakukan penambangan, karena memang sejak dulu kawasan hutan (TNBNW) dikenal sebagai pertambangan rakyat. Penghentian kegiatan penambangan rakyat akan berdampak pada konflik sosial, karena banyak rakyat yang kehilangan mata pencarian. Diperkirakan sekitar 6000 PETI ada di TNBNW yang dulu dikenal dengan Taman Nasional Dumoga Bone. Kegiatan penambangan telah memberikan pengaruh yang positif terhadap kehidupan keagamaan (80% resp.). Hal ini disebabkan pendapatan yang diperoleh dari penambangan emas dapat membantu pengadaan berbagai sarana dan prasarana penunjang keagamaan. Selain itu, jika pertambangan dilakukan oleh perusahaan maka perusahaan yang bersangkutan akan memberikan fasilitas untuk menunjang kegiatan keagamaan bagi masyarakat sekitar. Sementara responden lain (50%) memandang bahwa kegiatan pertambangan akan memberikan pengaruh positif terhadap pelestarian budaya Gorontalo seperti Huyula (gotong royong). Umumnya masyarakat memberikan respon positif terhadap kegiatan penambangan di sekitar kawasan TNBNW. Kegiatan penambangan di sekitar wilayah TNBNW dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bone Bolango (85% resp.). Selain itu, wilayah yang menjadi kegiatan penambangan di Kabupaten Bone Bolango akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Provinsi Gorontalo (80% resp.) Responden yang berpandangan bahwa kegiatan pertambangan di sekitar TNBNW dapat mensejahterakan masyarakat Bone Bolango dan Provinsi Gorontalo pada umumnya ( 85%), selain itu kegiatan penambangan dapat membuka lapangan kerja baru (90%). 1-4

Mengingat TNBNW merupakan kawasan yang dilindungi, maka sebaiknya pengelolaan pertambangan di kawasan ini dikelola bersama oleh perusahaan pertambangan dan rakyat (75% resp.), sementara yang menginginkan dikelola sendiri oleh perusahaan (15%), dan yang menyatakan bahwa sebaiknya rakyat yang mengelola (10%). 3.2 Persepsi Tokoh Masyarakat Persepsi tokoh masyarakat tentang penambangan di sekitar kawasan TNBNW pada dasarnya sama dengan persepsi anggota masyarakat, dengan memperhatikan halhal sebagai berikut: a) Sosialisasi dari investor tentang jaminan keamanan dari aspek lingkungan terhadap kegiatan pertambangan; b) Kegiatan pertambangan oleh perusahaan harus mengikutsertakan sebanyak mungkin masyarakat lokal; c) Masyarakat sekitar memiliki skill yang rendah terhadap pengelolaan pertambangan secara profesional, sehingga diharapkan ada pelatihan-pelatihan tenaga kerja yang berhubungan dengan penambangan; d) Perusahaan menghindari konflik internal dengan masyarakat terutama yang berkaitan dengan kultur dan budaya masyarakat sekitar kawasan; e) Pembagian kontribusi antara kabupaten, provinsi dan pusat dari hasil kegiatan pertambangan harus jelas dan transparan; f) Masyarakat jangan sampai dijanjikan hal-hal yang belum pasti sehingga berdampak pada penolakan secara sosial terhadap kegiatan pertambangan. 3.3 Persepsi Anggota Legislatif Peningkatan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat penting, dan salah satu yang dapat dikembangkan adalah kegiatan pertambangan baik oleh perusahaan maupun masyarakat lokal. Hal yang dipertimbangkan pihak legislatif adalah: a) Perlu ada jaminan bahwa lingkungan sekitar kawasan penambangan tidak akan rusak; 1-5

b) Perlu dilakukan pengawasan secara baik dalam kegiatan pertambangan; c) Hendaknya ada koordinasi yang harmonis antara unsur legislatif dan eksekutif di tingkat provinsi dan kabupaten jika kegiatan pertambangan akan dilakukan; d) Perlu ada pendekatan sosial-budaya dalam rangka sosialisasi kegiatan pertambangan. 3.4 Persepsi Eksekutif Eksekutif pada umumnya menyetujui kegiatan penambangan, dengan pertimbangan sebagai berikut: a) Masyarakat Bone Bolango khususnya kurang beroleh kesempatan kerja sehingga kegiatan pertambangan akan membuka peluang kerja dan berusaha bagi mereka; b) Masyarakat Bone Bolango selalu dalam dilema, di satu sisi diminta menjaga hutan untuk keperluan paru-paru dunia sementara di lain pihak tidak ada kompensasi ekonomi yang bisa menunjang mereka untuk kehidupan sekarang maupun yang akan datang; c) Manfaat bagi masyarakat dan daerah lebih besar jika dibuka kegiatan pertambangan; d) Teknologi pertambangan yang ramah lingkungan dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan di sekitar kawasan; e) Masyarakat sekitar kawasan, legislatif, eksekutif, perguruan tinggi, dan LSM secara bersama-sama memperjuangkan pemantapan kawasan TNBNW sehingga dapat dikelola untuk kepentingan kehidupan rakyat banyak khususnya di Kabupaten Bone Bolango dan Provinsi Gorontalo; f) Pembagian yang jelas antara Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara tentang pengelolaan kawasan TNBNW, agar dapat dilakukan pengawasan yang optimal terhadap perusakan lingkungan kawasan. 3.5 Lembaga Swadaya Masyarakat Kegiatan penambangan oleh perusahaan maupun rakyat harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Antisipasi terhadap potensi kerusakan lingkungan dan 1-6

bencana banjir harus menjadi pertimbangan utama sebelum pemerintah menempuh kebijakan. Tutupan hutan di Gorontalo umumnya makin sempit, sehingga perlu segera antisipasi terhadap kerusakan lingkungan termasuk rencana reklamasi dan rehabilitasi serta penanganan limbahnya. 3.6 Pengawas Taman Nasional Penanganan masalah dan pengawasan kawasan terkendala dengan keterbatasan tenaga lapangan. Dengan areal kawasan yang luas (110.000ha), tidak cukup dengan tenaga yang tersedia, termasuk terbatasnya rekrutmen tenaga lapangan. Karena itu, apabila diizinkan adanya aktivitas penambangan rakyat maka akan lebih bertambah intensitas dan mobilitas pekerja penambang, dan ini sulit dikontrol. 4. Kesimpulan dan Rekomendasi 4.1 Kesimpulan 1) Kontribusi yang cukup besar pada perekonomian di Propinsi Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango adalah sektor pertanian, sementara sektor pertambangan merupakan alternatif bagi masyarakat yang selama ini mampu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat; 2) Para pihak di daerah menghendaki adanya izin penambangan emas yang selama ini telah memberi dampak terhadap keteganakerjaan, ekonomi, sosial dan keagamaan, dengan tetap mempertimbangkan aspek konservasi kawasan serta perlindungan flora-fauna dan ekosistem TNBNW; 3) Masyarakat menghendaki pengelolaan potensi tambang emas oleh masyarakat ditetapkan area konsesinya terpisah dengan area perusahaan eksplorasi dengan melibatkan lebih banyak tenaga kerja lokal. 4) Keterbatasan tenaga pengawas menjadi kendala dalam pengawasan TNBNW. Izin pemanfaatan kawasan akan berdampak pada frekuensi mobilitas tenaga pengawas. 1-7

4.2 Rekomendasi Para pihak perlu diberikan pemahaman yang sama tentang landasan hukum, fungsi dan konservasi taman nasional agar diperoleh persepsi yang sama dalam pengelolaan kawasan TNBNW, serta dengan mempertimbangkan pula potensi ekonomi kawasan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Daftar Bacaan Asdak, Chay. 1999. Paradigma Pengelolaan Lingkungan: Suatu Tinjauan Empiris- Teoritis. Fakultas Pertanian Unpad Atkinson, Rita L., and Richard C.Atkinson. 1983. Introduction To Psychology. 8th edition. New York. Harcourt Brace Jovanovich Inc. Bapppeda Provinsi Gorontalo. 2001. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo 2001-2015. Bappeda Kabupaten Bone Bolango. 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bone Bolango Provinisi Gorontalo. BPS dan Biro Ekonomi Provinsi Gorontalo. 2005. Indikator Ekonomi Provinsi Gorontalo 2004. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Gorontalo. 2006. Data Lansat Kehutanan. Gorontalo Glason, John. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Diterjemahkan oleh Paul Sitohang. Jogyakarta. FE UI Isard, Walter. 1995. Introduction to Regional Science. New Jersey. Prentice-Hall, Inc. Englewood Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta. Grafindo Persada. Raja Nugroho, Iwan dan Rochmin Dohuri. 2002. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Bandung. LP3ES Pemda Provinsi Gorontalo. 2004 Provil Provinsi Gorontalo. Soeryani, Mohamad, Arief Yuwono dan Dedi Fardiaz. 2006. Lingkungan Hidup (The Living Environment) Pendidikan, Pengelolaan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta. IPPL 1-8

-----------------------. 1995. Studi Flora dan Fauna Studi Keunikan Flora dan Fauna di Wilayah Eksplorasi Tambang Emas (DU. 353/SULUT) di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara. Jakarta, IPPL Suparmoko, M. 1995. Ekonomi Sumberdaya Alam ingkungan dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis). Yogyakarta. BPFE Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jakarta. Erlangga Yakin, Addinul. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Teori dan Kebiajakan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta. Akademika Presindo 1-9