Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

Makalah Baku Mutu Lingkungan

KAJIAN TEKNOLOGI PENGEMBALIAN FUNGSI HIDROLOGIS LAHAN PERUMAHAN DI KAWASAN KONSERVASI INTI BANDUNG RAYA UTARA (STUDI KASUS: VILLA ISTANA BUNGA) Oleh:

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III KONDISI DAN ANALISIS LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN. Industri sebagai tempat produksi yang mengolah bahan mentah menjadi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

SUMBERDAYA HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

PENDAHULUAN Latar Belakang

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

PENDAHULUAN Latar Belakang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

KAJIAN KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU KERINCI BERDASARKAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

PERTEMUAN 10 LIMPASAN

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

BAB IV PERUMUSAN KLHS DAN REKOMENDASI RPJMD

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

Transkripsi:

Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 163-171 Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung SETIAWAN WANGSAATMAJA 1), ARWIN SABAR 2), dan MARIA ANGELA NOVI PRASETIATI 1) 1) Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Barat Jln. Naripan No. 25 Bandung, Indonesia 2) Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jln. Ganesha No. 10 Bandung, Indonesia SARI Permasalahan lingkungan yang terjadi di Cekungan Bandung merupakan akibat dari perencanaan dan pengelolaan tata ruang dan lahan yang tidak tepat. Masalah lingkungan yang timbul mencakup gangguan fungsi hidrologi DAS, kualitas dan kuantitas air, baik air permukaan dan air tanah, maupun sampah, serta kualitas udara. Studi permasalahan lingkungan di Cekungan Bandung telah dilakukan melalui interpretasi perubahan tata guna lahan, pengukuran rezim aliran permukaan, kualitas air, pengelolaan sampah, dan kualitas udara. Perubahan tata guna lahan mengakibatkan kawasan vegetasi, seperti hutan dan sawah, berkurang sebesar 54%, dan terjadi peningkatan area terbangun menjadi sebesar 223%. Kerusakan DAS diindikasikan oleh peningkatan koefisien run off, dari 0,3 pada 1950 menjadi 0,55 pada 1998. Terjadi pula perubahan rezim aliran yang ditunjukkan oleh kecenderungan meningkatnya debit ekstrem maksimum dari 217,6 m 3 /det pada 1951 menjadi 285,8 m 3 /det pada 1998, dan penurunan debit ekstrem minimum dari 6,35 m 3 /det pada 1951 menjadi 5,70 m 3 /det pada 1998. Indeks produktivitas air tanah terus menurun dari 0,1 juta m 3 /unit pada tahun 1900 menjadi 0,0188 juta m 3 /unit di tahun 2002. Permasalahan lingkungan di Cekungan Bandung juga terjadi pada sektor persampahan, tingkat pelayanan sampahnya hanya sebesar 43,7%, serta pencemaran udara oleh emisi kendaraan bermotor dan industri berupa PM 10, NO x, CO 2, SO 2, Pb, dan terjadinya fenomena hujan asam. Sementara itu tingkat pelayanan air bersih di Cekungan Bandung baru mencapai 43%. Kerusakan DAS yang terjadi di Cekungan Bandung memerlukan perombakan sistem pengelolaan, tidak lagi berbasis batas administrasi, melainkan pengelolaan DAS terpadu berdasarkan batas ekologi. Upaya dan strategi yang perlu dilakukan mencakup penyusunan kembali kebijakan dan institusi, pengendalian pencemaran, rehabilitasi, dan konservasi lahan, serta pemberdayaan masyarakat. Kata kunci: tata guna lahan, DAS, koefisien run off, strategi lingkungan Abstract Environmental problems occurring in the Bandung Basin are resulted from improper management pertaining to land and spatial planning, including landuse policy and control. Arising environmental problems are covering disturbance of watershed hydrological function, surface and groundwater quality and quantity, solid waste, and air quality. Environmental studies in the Bandung Basin have been implemented by landuse change interpretation, surface water regime measurements, water quality, solid waste management, and air quality. Landuse change has occurred where some vegetation areas, such as forests and paddy fields, have decreased for 54% in one hand, and developed area has increased into 223% in the other hand. Watershed degradation is indicated by run off coeffi cient increasing from 0.3 in 1950 to 0.55 in 1998. Flow regime has also changed by presence of a maximum extreme discharge increasing tendency from 217.9 m 3 /sec in 1951 to 285.8 m 3 /sec in 1998, and minimum extreme discharge decreasing tendency from 6.35 m 3 /sec in 1951 to 5.7 m 3 /sec in 1998. Groundwater productivity index continued decreasing from 0.1 million m 3 /unit in 1900 to 0.0188 million m 3 /unit in 2002. Environmental problem has also occurred in a solid waste management sector where an average level of service is only 43.7%, and air pollution by motor vehicle and industrial emission, 163

164 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 163-171 Analisis Perubahan fungsi hidrologis diawali dengan adanya perubahan tata guna lahan. Monitoring perubahan tata guna lahan di DAS Citarum Hulu didasarkan interpretasi penutup lahan dengan membandingkan data penginderaan jarak jauh Landsat TM antara tahun 1983, 1993, dan 2002. Rezim aliran dianalisis berdasarkan data hasil pengukuran debit di Stasiun Debit Nanjung yang berada di hilir. Data curah hujan diperoleh dari tujuh stasiun hujan yang tersebar di sepanjang DAS Citarum Hulu. Koefisien run off dihitung secara empiris dari persamaan massa air. Kualitas air permukaan dilihat dari berbagai parameter kimia dan mikrosuch as PM10, NOx, CO 2, SO 2, Pb, and acid rain phenomena have also occurred. Fresh water supply level of service in the Bandung Basin only covers 43% of the total needs. Watershed degradation occurring in the Basin needs a management system recovery, administrative based-management that shifted to ecological based integrated watershed management. Effort and strategy required include the policy and institutional reassembling, pollution control, land rehabilitation and conservation, and community empowerment. Keywords: land use, watershed, run off coeffi cient, environmental strategy PENDAHULUAN DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum Hulu merupakan salah satu DAS di Indonesia yang mempunyai fungsi penting bagi masyarakat Jawa Barat maupun Jakarta. Luas DAS Citarum Hulu sekitar 2.340,88 km 2 dengan jumlah penduduk 5,7 juta jiwa di tahun 2001 (Wangsaatmaja, 2003). Di Kawasan DAS Citarum Hulu mengalir sungai utama, yaitu Citarum. Air sungai ini digunakan sebagai sumber air minum, pertanian, perikanan, serta merupakan sumber air bagi tiga waduk (volume total 6.147 juta m 3 ) untuk keperluan irigasi seluas 300.000 ha dan pembangkit tenaga listrik Pulau Jawa dan Bali dengan daya total 5.000 giga watt hours. Tekanan penduduk dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat telah menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Indikasi kerusakan ini dapat dirasakan dengan semakin menurunnya debit ekstrem minimum dan meningkatnya debit ekstrem maksimum serta meningkatnya nilai koefisien run off air (Widiati, 1998), sehingga menimbulkan fenomena banjir dan kekeringan yang merugikan bagi penduduk. Meningkatnya aktivitas pemukiman dan industri serta aktivitas penduduk lainnya juga telah menimbulkan permasalahan khususnya terhadap kualitas air Citarum. Memburuknya kualitas air sungai ini diakibatkan masih banyaknya aktivitas industri, perumahan maupun perternakan yang membuang limbahnya langsung ke Citarum maupun anak-anak sungainya tanpa diolah terlebih dahulu, termasuk di dalamnya limbah padat (sampah). Kualitas udara kota besar di Cekungan Bandung juga mengalami penurunan akibat meningkatnya industri dan jumlah kendaraan bermotor, yang ditandai dengan terjadinya fenomena hujan asam, dan meningkatnya konsentrasi pencemar udara. Makalah ini akan menguraikan berbagai hasil kajian mengenai permasalahan lingkungan yang terjadi di Cekungan Bandung, sehingga dapat diperoleh informasi yang memadai dalam menyusun strategi lingkungan untuk pengelolaan DAS terpadu. METODE DAN PENDEKATAN Gambar 1 memperlihatkan pendekatan yang dilakukan dalam studi ini guna melihat hubungan sebab akibat dari permasalahan lingkungan yang terjadi, dan intervensi apa yang harus ditempuh untuk mengatasinya. Dengan mengetahui risiko ini diharapkan menjadi masukan bagi pembuat kebijakan pengelolaan suatu DAS. Identifikasi Permasalahan Identifikasi permasalahan lingkungan di Cekungan Bandung dimulai dari perubahan tata guna lahan, gangguan fungsi hidrologis DAS, perubahan rezim aliran, perubahan kualitas air permukaan, permasalahan air tanah, baik kualitas maupun kuantitas, dan permasalahan sampah, serta kualitas udara.

Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung (S. Wangsaatmaja, dkk.) 165 Gambar 1. Skema hubungan kausal permasalahan dan strategi lingkungan berkelanjutan. biologi, kemudian dianalisis kecenderungannya terhadap jarak dari hulu ke hilir. Kondisi air bawah tanah dianalisis melalui Indeks Produktivitas Air Tanah selama sepuluh dekade. Analisis masalah persampahan dilakukan berdasarkan data pelayanan sampah, sedangkan analisis kualitas udara dilakukan berdasarkan data kualitas udara melalui Indeks Standard Pencemar Udara (ISPU) dan data lain yang relevan. Strategi Lingkungan Berdasarkan analisis permasalahan lingkungan yang terjadi, disusun usulan strategi pembangunan lingkungan berkelanjutan. PERMASALAHAN LINGKUNGAN Perubahan Tata Guna Lahan Fenomena yang terjadi di DAS Citarum Hulu pada saat ini adalah ketika musim kemarau terjadi kekeringan, dan sebaliknya pada musim hujan terjadi banjir disertai dengan buruknya kualitas air. Terganggunya fungsi hidrologis di DAS Citarum ini karena banyaknya konversi lahan di daerah tangkapan air, yakni dari lahan resapan air menjadi lahan terbangun (permukiman, industri, jalan, dan fasilitas lainnya), sehingga air yang meresap ke dalam tanah semakin berkurang. Meningkatnya perkembangan penduduk dan krisis ekonomi sejak tahun 1997 telah berdampak cukup signifikan terhadap kondisi lingkungan. Tidak terkendalinya konversi lahan dari lahan resapan air menjadi lahan terbangun merupakan awal kerusakan lingkungan yang terjadi di DAS Citarum Hulu, walaupun sejak tahun 1982 Pemda Propinsi Jawa Barat telah mengeluarkan SK Gubernur No. 181.1/SK.1624-Bapp/1982 tentang Peruntukan Lahan di Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, 2004). Berdasarkan hasil analisis, terjadi perubahan tata guna lahan sejak 1983, 1993, hingga 2002. Berkurangnya area hutan dan lahan bervegetasi lainnya sebesar 54% dan meningkatnya area terbangun sebesar 223% selama 1983-1002, telah memberikan dampak yang signifikan (nilai korelasi >0,9) terhadap meningkatnya jumlah lahan kritis sebesar 66% dalam periode tersebut. Selain itu, perubahan tata guna lahan juga berpengaruh terhadap menurunnya lahan dengan kondisi baik di tahun 1983 dari 14,15% pada 1983, 11,30% di tahun 1993, menjadi 6,81% di tahun 2002. Air Permukaan Perubahan tata guna lahan berpengaruh terhadap rezim aliran air sungai. Meningkatnya lahan terbangun mengakibatkan bertambahnya koefisien run off, yang berarti makin sedikitnya porsi presipitasi yang tersimpan dalam tanah.

166 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 163-171 Gambar 2. Kecenderungan Koefisien Run Off 1950-2000 yang menunjukkan peningkatan secara signifikan. Gambar 3. Kecenderungan debit ekstrem maksimum 1951-1998 menunjukkan perubahan secara fluktuatif. Pada Gambar 2, terlihat kecenderungan naiknya koefisien run off dari 0,3 pada tahun 1950 menjadi 0,55 pada tahun 1998. Koefisien run off berkaitan erat dengan debit air sungai. Bertambahnya jumlah lahan terbangun berarti sebagian besar air hujan akan mengalir ke saluran drainase dan berakhir di sungai. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya debit maksimum sungai. Pada Gambar 3, terlihat bahwa debit ekstrem maksimum cenderung mengalami kenaikan dalam periode 1950-2000. Sebaliknya, meningkatnya koefisien run off mengakibatkan debit minimum sungai mengalami penurunan karena semakin sedikit porsi air hujan yang tersimpan dalam tanah (Gambar 4). Hal ini berakibat menurunnya debit aliran dasar (base flow)

Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung (S. Wangsaatmaja, dkk.) 167 Gambar 4. Debit ekstrem minimum 1951-1998 memperlihatkan kecenderungan mengalami penurunan secara signifikan. sungai, perbedaan antara debit maksimum dan debit minimum semakin besar, dan aliran sungai sangat bergantung pada jumlah presipitasi (tidak stabil). Pada akhirnya, hal ini akan mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan di musim kemarau seperti yang terjadi di Cekungan Bandung. Perubahan tata guna lahan juga mempengaruhi komponen hidrologi lainnya (dengan R>0,9), seperti meningkatnya debit banjir sebesar 56%, tingginya perbedaan antara debit maksimum dan minimum sebesar 33%, menurunnya indeks produktivitas air tanah sebesar 60%, dan menurunnya frekuensi presipitasi (<300 mm/bulan) sebesar 3,9%, juga meningkatnya debit banjir selama 1980-2002. Pertambahan jumlah industri dan pemukiman di DAS Citarum Hulu juga menimbulkan permasalahan kualitas air sungai. Dari sekitar 5,7 juta jiwa dan hanya kurang dari 15% dari jumlah keluarga yang menggunakan septik tank untuk mengolah air buangannya serta terdapat lebih dari 400 industri, sungai-sungai di DAS Citarum Hulu mendapat beban polusi air yang sangat berat. Keadaan ini lebih diperburuk lagi karena debit sungai pada musim kemarau semakin menurun dari waktu ke waktu, dan pada musim hujan terus meningkat, sehingga kondisi ini sangat berisiko terhadap pemanfaatan air sungai tersebut. Sumber polutan utama berdasarkan parameter BOD di Citarum Hulu tahun 2001 adalah limbah domestik (44,33-54%), industri (0-42,33%), peternakan (10,35-35,39%), dan pertanian (2,99-10,26%). Dari hasil monitoring yang dilakukan (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, 2001) terhadap anak-anak Sungai Citarum tampak, bahwa hanya 4,4% saja yang memenuhi baku mutu golongan B:C:D SK Gubernur No.39 tahun 2000, sedangkan 95,6% tidak memenuhi baku mutu golongan B:C:D. Menurunnya kualitas air sungai ini telah berdampak negatif terhadap pemanfaatan sungai, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari grafik perubahan kualitas air sungai berdasarkan jarak (Gambar 5) dapat dilihat bahwa pencemaran mulai terjadi di KM 12, dimana mulai banyak aktivitas domestik dan industri. Air Tanah Kondisi air permukaan juga berpengaruh terhadap air tanah di Cekungan Bandung. Pada Gambar 6, terlihat bahwa jumlah sumur bor di Cekungan Bandung terus meningkat, namun Indeks Produktivitas Air Tanah terus menurun. Artinya jumlah sumur bor dan persediaan air tanah di Cekungan Bandung sudah tidak seimbang. Menurut penelitian terbaru, terdapat 550 industri di Cekungan Bandung, dan 80% di antaranya merupakan industri tekstil yang mengambil kebutuhan airnya dari tanah. Kondisi ini mengakibatkan

168 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 163-171 Gambar 5. Perubahan kualitas air dari hulu - hilir terhadap unsur-unsur BOD, COD, Oksigen Terlarut, Koli Tinja, Timbal, dan Tembaga. penurunan permukaan air tanah dan dalam jangka panjang akan menimbulkan penurunan permukaan tanah (land subsidence). Total kebutuhan air bersih di Cekungan Bandung sebesar 1.265.204 juta m 3 /tahun (Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Bappeda Propinsi Jawa Barat, 2000), dan PDAM hanya bisa menyediakan 43% dari kebutuhan tersebut. Karena itu peran air tanah, baik akuifer dangkal, menengah, maupun dalam, sangat penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih di Cekungan Bandung. Sektor domestik, komersial, maupun industri mengambil air tanah dengan atau tanpa izin pemerintah.

Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung (S. Wangsaatmaja, dkk.) 169 Gambar 6. Perbandingan Jumlah Sumur Bor dan Indeks Produktivitas Air Tanah. Persampahan Salah satu permasalahan lingkungan perkotaan adalah timbulan limbah padat atau sampah. Hasil perhitungan tim konsultan GBWMC menunjukkan bahwa timbunan sampah dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi, dan tiga kecamatan di Kabupaten Sumedang mencapai 3.300 ton/hari, sementara yang terangkut baru 1.442 ton/hari atau 43,7%. Dengan demikian yang tidak terangkut mencapai 1,858 ton/hari. Sampah yang tidak terangkut tersebut oleh masyarakat ada yang dikubur di pekarangan, sebagian dibakar, dan sebagian sisanya dibuang ke sungai. Dapat diasumsikan jumlah sampah yang masuk ke sungai setiap hari sebesar 620 ton, yang terdiri atas sampah organik dan anorganik. Hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri dalam peningkatan pelayanan sampah di Cekungan Bandung. Sampai saat ini, solusi akhir pengelolaan limbah padat di Jawa Barat masih memanfaatkan keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Permasalahan yang dihadapi adalah pengelolaan TPA yang secara formal dipegang oleh tiga Pemda (Kota dan Kabupaten Bandung, serta Cimahi), dengan cara pandang dan kebijakan yang berbeda pula. Permasalahan ini terkait pula dengan permasalahan sosial penduduk di sekitar TPA. Kualitas Udara Kecenderungan menurunnya kualitas udara diakibatkan oleh peningkatan beragam aktivitas, termasuk transportasi, industri, perumahan, persampahan, dan alami (vulkanik). Konsentrasi beberapa parameter, seperti oksida nitrogen (NO x ), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO 2 ), hidrokarbon (HC), ozon (O 3 ), partikulat (PM 10 ), dan timbal (Pb) cenderung meningkat, sehingga secara umum, mengakibatkan kualitas udara di Cekungan Bandung cenderung menurun (Gambar 8). Kualitas udara yang buruk ini dikuatkan dengan adanya kecenderungan Hidrokarbon (HC) yang meningkat di atas ambang batas hingga 4-8 kali dari konsentrasi ambang batas baku mutu udara ambient, yaitu sebesar 160 mg/m 3 /3jam (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, 2004) Isu lain adalah polusi lintas batas (transboundary pollution), yaitu polusi yang efeknya bersifat tidak hanya lokal, melainkan regional, bahkan nasional, termasuk di dalamnya hujan asam dan pembentukan ozon di troposfer akibat reaksi kimia. Hal ini pada gilirannya akan berkontribusi pada perubahan iklim. PH air hujan dari 1985 hingga 2002 menunjukkan kecenderungan penurunan hingga sekitar 4, lebih rendah dari ph normal air hujan, yaitu 5,6 (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, 2003).

170 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 163-171 Gambar 7. Sumber polutan udara di Kota Bandung. Gambar 8. Perubahan kualitas udara Kota Bandung. Penyumbang terbesar polusi udara adalah emisi kendaraan bermotor. Sekitar 97% emisi karbonmonoksida, 80% emisi hidrokarbon, dan lebih 50% emisi nitrogen oksida (NO x ) dihasilkan dari kendaraan bermotor. Sekitar 60% emisi SO 2 dihasilkan dari industri (Soedomo, 2001). Hal ini dipicu oleh meningkatnya kebutuhan kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor meningkat sebesar 8% per tahun. Polusi udara juga dapat menyebabkan kerusakan tanaman, mengancam keanekaragaman hayati hutan, dan mengurangi hasil panen, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kerugian ekonomis.

Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung (S. Wangsaatmaja, dkk.) 171 STRATEGI PEMBANGUNAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Permasalahan lingkungan yang terjadi di Cekungan Bandung merupakan dampak dari kurang terpadunya perencanaan tata ruang yang selama ini dirancang berdasarkan batas-batas administrasi. Berbagai permasalahan lingkungan tersebut tidak dapat diselesaikan secara parsial karena satu aspek lingkungan akan berdampak pada aspek lainnya. Karena itu, perlu disusun strategi lingkungan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi di Cekungan Bandung secara menyeluruh dan terpadu. Strategi tersebut meliputi: a. Perombakan kebijakan dan institusi b. Pengendalian pencemaran c. Rehabilitasi lahan d. Pemberdayaan masyarakat (agar lebih peka terhadap lingkungan) KESIMPULAN Berdasarkan interpretasi tutupan lahan di Cekungan Bandung melalui citra satelit disimpulkan bahwa: Telah terjadi perubahan yang signifikan, yaitu berkurangnya kawasan bervegetasi dan meningkatnya area terbangun. Hal ini menyebabkan kecenderungan naiknya nilai koefisien run off, yang berkaitan erat dengan meningkatnya debit maksimum sungai dan menurunnya debit minimum sungai. Selanjutnya fenomena yang kerap terjadi adalah banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Meningkatnya jumlah pemukiman dan industri juga mengakibatkan bertambahnya beban polutan, terutama organik. Kondisi air permukaan juga telah mengancam persediaan air tanah di Cekungan Bandung, yang diindikasikan dengan penurunan permukaan air tanah dan amblesan tanah. Permasalahan lain adalah masih rendahnya tingkat pelayanan sampah, dan menurunnya kualitas udara akibat meningkatnya aktivitas penduduk. Berbagai permasalahan yang terjadi di Cekungan Bandung merupakan akibat dari perencanaan wilayah yang kurang memperhatikan aspek ekologi, sehingga disarankan perlunya diterapkan pengelolaan DAS terpadu berdasarkan batas ekologis, bukan batas administrasi. ACUAN Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, 2004. West Java Annual State of The Environment Report. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, 2001. Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung. Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Bappeda Propinsi Jawa Barat, 2000. Identifikasi dan Pengendalian Pembangunan di Daerah Resapan, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), 2003. Studi Perubahan Tata Guna Lahan di Cekungan Bandung. Soedomo, M., 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara, Penerbit ITB, Bandung, Cetakan Ketiga. Wangsaatmaja, S., 2003. Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Rezim Aliran Air Permukaan serta Kesehatan Lingkungan Suatu Analisis Kasus DAS Citarum Hulu, Disertasi, Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Widiati, A., 1998. Analisis Pengaruh Perubahan Fungsi Ruang Hidrologi Terhadap Keseimbangan Air: Studi Kasus Cekungan Bandung, Tesis, Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.