BAB I PENDAHULUAN. berjalan, tolok ukurnya dapat dilihat dari kemandirian badan-badan peradilan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 TAHUN 2003 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

: PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI

ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

Membangun Karakter Bangsa Melalui Ideologi Pancasila Guna Mewujudkan Lembaga Peradilan Yang Profesional, Berintegritas dan Bernurani

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat diimbangi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

LATAR BELAKANG MASALAH

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

KODE ETIK GERAKAN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA ( GNPK-RI ) MUKADIMAH

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 13 Tahun : 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA. Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JABATAN HAKIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

9/13/2012 8:29 AM Ngurah Suwarnatha 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA هيئة املراقبة لتنظيم احلج اإلندونيسي THE SUPERVISORY COMMISSION FOR THE INDONESIAN PILGRIMAGES KODE ETIK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

K E P U T U S A N. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 06/KPPU/Kep/XI/2000 T E N T A N G

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

KODE ETIK PEDOMAN PERILAKU HAKIM. Oleh: Suparman Marzuki

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sudah selayaknya prinsip-prinsip dari suatu negara hukum juga harus dihormati dan dijunjung tinggi. Salah satunya adalah diakuinya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak. Sejauh mana prinsip ini berjalan, tolok ukurnya dapat dilihat dari kemandirian badan-badan peradilan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menegakkan hukum dan keadilan, maupun dari aturan perundang-undangan yang memberikan jaminan yuridis adanya kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 UU No 48 tahun2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum. Kekuasaan kehakiman dalam praktik diselenggarakan oleh badan-badan peradilan. Tugas pokok badan peradilan adalah memeriksa/mengadili/memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh masyarakat pencari keadilan. Peradilan sebagai lambang supremasi hukum dan benteng terakhir keadilan seharusnya tidak memihak, dan memberikan perlakuan hukum yang setara merupakan dambaan semua lapisan masyarakat. Karena itu, hakim merupakan pelaksana dan ujung tombak peradilan serta yang berinteraksi dengan masyarakat dituntut untuk memiliki kualitas dan profesionalitas dalam meneliti, menimbang, dan menetapkan putusan hukum untuk suatu perkara. Pada titik ini dimensi kode etik dan 1

pedoman perilaku hakim menjadi demikian penting bagi seorang hakim sehingga pemahaman dan penghayatan dimensi tersebut menjadi keharusan bagi setiap hakim. Hakim dalam proses peradilan bertugas memeriksa dan memutus perkara yang ditanganinya. Hakim dalam membuat putusan tidak hanya melihat pada undang-undang tetapi juga lebih bertanya pada hati nuraninya. Akibat putusan hakim yang menerapkan pada undang-undang tanpa menggunakan hati nurani berdampak pada kegagalan menghadiran keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak yang berperkara guna menyelesaikan konflik ataupun persoalan dengan sebaikbaiknya diantara mereka. Putusan hakim di samping mempunyai kekuatan mengikat harus juga mempunyai wibawa. Adanya kewibawaan pada putusan bukan hanya disebabkan oleh integritas hakim, melainkan juga karena pengetahuan intelktualnya dalam dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar putusannya. Pertimbangan tersebut sebagai pertanggung jawaban dari putusan yang obyektif atau tidak memihak. Untuk dapat memberikan putusan yang benar-benar menciptakan kepastian hukum dan mencerminkan keadilan, hakim sebagai aparatur negara yang melaksanakan peradilan harus benar-benar mangetahui duduk perkara yang sebenarnya, selain itu juga hakim harus memperhatikan asas-asas yang terkandung dalam hukum acara pidana beberapa diantaranya yaitu: (i) asas legalitas, (ii) asas peradian cepat, sederhana dan biaya ringan, (iii) asas praduga tak bersalah. Karena asas-asas hukum acara merupakan dasar sebuah pengambilan keputusan oleh hakim dalam menangani perkara persidangan. 2

Sejauh ini putusan hakim sering mendapatkan kritikan yang pedas dari masyarakat, khususnya putusan yang menuai kontroversi baik itu dari kalangan praktisi hukum, akademisi maupun masyarakat pada umumnya, sehingga timbul anggapan bahwa peradilan yang merupakan jalan satu-satunya bagi mesyarakat untuk mendapatkan keadilan tetapi tidak bisa memenuhi harapan masyarakat terutama kepada mereka yang membutuhkan keadilan. Kekuasaan Kehakiman sebagai suatu kekuasaan negara yang bebas dan merdeka di satu sisi membawa dampak yang sangat positif terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia. Dalam hal ini, hakim menjadi suatu badan yang independen dan putusannya tidak dapat dipengaruhi oleh badan-badan atau kekuasaan lain. Tetapi di sisi lain, kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusannya ternyata juga membawa suatu dampak negatif yaitu munculnya disparitas pidana itu sendiri. Disparitas Pidana (Disparity of Sentencing) dalam hal ini adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (Same Offence) atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan (Offences of Comparable Seriousness) tanpa dasar pembenaran yang jelas. Hal ini telah lama menjadi sebuah problematika tersendiri di dalam dunia penegakan hukum khususnya di Indonesia itu sendiri. Konsep equality before the law sebagai salah satu dari asas hukum acara pidana, dimana setiap orang memiliki kedudukan yang sama didepan hukum, dan juga menjadi salah satu ciri negara hukum masih perlu dipertanyakan terkait dengan realita yang ada, dimana disparitas pidana tampak begitu nyata dalam penegakan hukum. Kepercayaan masyarakat pun semakin lama semakin menurun terhadap 3

instansi peradilan, sehingga terjadilah kondisi dimana peradilan tidak lagi dipercaya atau dianggap sebagai rumah keadilan bagi mereka. Dengan adanya realita disparitas pidana tersebut, tidak heran jika publik mempertanyakan apakah hakim/pengadilan telah benar-benar melaksanakan tugasnya menegakkan hukum dan keadilan? Dilihat dari sisi sosiologis, kondisi disparitas pidana dipersepsi publik sebagai bukti ketiadaan keadilan (societal justice). Sayangnya, secara yuridis formal, kondisi ini tidak dapat dianggap telah melanggar hukum. Karena tidak ada satupun undang-undang yang mengatur tentang disparitas pidana yang dilakukan oleh hakim. Undang-Undang Dasar RI 1945 pasal 24 ayat 1 dan undang-undang kekuasaan kehakiman, yang menjamin penuh atas kebebasan hakim menjadi faktor penyebab tidak mungkin terhapusnya disparitas pidana ini. Terlebih lagi belum ada regulasi yang khusus mengatur bahkan untuk meminimalisir terjadinya disparitas pidana pun belum nampak, Sehingga secara yuridis adanya disparitas pidana tetap dianggap tidak melanggar hukum. Kendati, akibat dari adanya disparitas pidana khususnya disparitas yang tidak mempunyai landasan ini tidak sesuai dengan tujuan hukum pidana dan semangat dari falsafah pemidanaan. Disparitas pidana dianggap semakin menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, tidak hanya menyakiti rasa keadilan masyarakat, tetapi juga mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan pidana. Kondisi inilah yang kemudian menjadi bentuk dari kegagalan penegakan hukum pidana, dimana penegakan hukum malah diartikan sesuatu yang sepele oleh masyarakat. Semuanya dikembalikan pada kepribadian hakim itu sendiri sebagai penegak hukum. Dengan jaminan kebebasan yang diberikan oleh undang-undang bukan 4

berarti hakim semena-mena dalam mejatuhkan putusan, terutama putusan hakim yang tidak proporsional terhadap jenis dan perkara pidana yang sama. Dalam hal ini salah satu yang menjadi pengaruh dalam penegakan hukum oleh hakim adalah etika perilaku hakim itu sendiri. Mengapa demikian? Karena selain bukti dan keyakinan hakim, etika juga merupakan tolak ukur dalam menjatuhkan suatu putusan. Karena bila etika hakim itu baik maka akan berdampak baik pula terhadap putusan yang akan dijatuhkan. Terkait dengan disparitas pemidanaan yang tidak proporsional, menurut penulis hal ini yang perlu diteliti apa yang menyebabnya dan apakah hal ini telah melanggar kode eti daripada hakim itu sendiri atau tidak. Aturan atau pedoman yang mewajibkan hakim dalam memutus perkara yakni berperilaku adil, dimana adil disini maknanya memberikan apa yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya didepan hukum terabaikan. Namun patut disayangkan tidak ada aturan yang membenarkannya. Bahkan dalam aturan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim, sedikitpun tidak menyinggung persoalan disparitas pemidanaan yang dilakukan oleh hakim, dan bagaimana seharusnya hakim dalam memutus perkara yang sama. saya kira hal-hal seperti inilah diharapkan menjadi sesuatu yang patut untuk diperhatikan dan perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan terutama dalam merumuskan suatu peraturan perundangan-undangan. Sebagaimana yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan disparitas ini. Terlebih lagi setelah penulis melakukan observasi awal di beberapa pengadilan negeri yang ada di Gorontalo sebagai data pendukung penelitian dan ternyata penulis telah menemukan beberapa disparitas 5

putusan dalam perkara tindak pidana penganiayaan yakni putusan Nomor: 61/Pid.B/2013/PN.LBT serta putusan Nomor: 68/[ID.B/2013/PN.LBT. Adapun judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Etika Perilaku Hakim Terhadap Disparitas Dalam Penjatuhan Sanksi Pidana. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa penyebab terjadinya disparitas dalam Penjatuhan Sanksi Pidana oleh hakim? 2. Bagaimana peran kode etik hakim dalam menjatuhkan putusan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengetahui apa penyebab terjadinya disparitas dalam Penjatuhan Sanksi Pidana oleh hakim. 2. Untuk mengetahui bagaimana peran kode etik dalam menjatuhkan putusan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi instansi kehakiman dalam memutus perkara, menyangkut penjatuhan sanksi pidana yang serupa. 2. Untuk memberikan pemahaman, pengetahuan serta sebagai referensi bagi masyarkat, para pencari keadilan dan khususnya para mahasiswa fakultas hukum. 3. Agar penulis mengetahui sejauh mana dampak hukum terhadap disparitas hakim dalam penjatuhan sanksi pidana. 6