I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

II. ANALISIS MASALAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Pertumbuhan Produksi Tahunan Industri Mikro dan Kecil YoY menurut Provinsi,

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di tempat.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

No. 15/ 8/DPbS Jakarta, 27 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

BAB I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks negara berembang, sistim perekonomian negara sering kali

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

d. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan lembaga keuangan sangat berperan dalam ekonomi

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

ANALISIS KINERJA KEUANGAN KSPS-BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DINAR BAROKAH JUMAPOLO KARANGANYAR TAHUN

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

SNAPSHOT PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

EVALUASI PENERAPAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 59 (Survai Pada BMI dan BMT) SKRIPSI

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

2

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari. oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 10 tahun

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN A. Sejarah

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

I PENDAHULUAN. Bank syariah atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari. perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariah (hukum)

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal.

BAB I PENDAHULUAN. atas asas kekeluargaan. (Sholahuddin dan Hakim, 2008: 179) dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

BADAN PUSAT STATISTIK

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional.

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

berkembang yang sedang melakukan pembangunan di segala bidang dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapitanya, pertumbuhan ekonomi,

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal pemberian kredit modal kerja. Koperasi adalah salah satu badan usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan berdirinya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) pada

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Transkripsi:

73 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 yang telah memberikan bukti bagaimana Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lebih tahan terhadap perubahan yang terjadi dan tetap mampu tumbuh dalam kondisi ekonomi yang sangat tidak kondusif. Sebagai ilustrasi, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah unit usaha UMKM terlihat berkembang secara fantastis. Tercatat jumlahnya menjadi 42,4 juta unit pada 2003 atau naik 9,5% dari tahun 2000. Pada tahun yang sama, UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja 79 juta pekerja atau lebih tinggi 8,6 juta dalam tempo tiga tahun. Dalam periode itu terjadi kenaikan rataan per tahun 4,1% (Siagian, 2004). Selama periode 2000-2003 usaha mikro dan kecil mampu memberikan lapangan pekerjaan baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang, di sisi lain usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang. Hal ini membuktikan bahwa UMKM dapat menjadi katup pengaman, dinamisator dan stabilisator perekonomian Indonesia (Heriyanto, 2005). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) yang diciptakan UMKM dalam tahun 2003 mencapai nilai Rp 1.013,5 triliun (56,7% dari PDB). Jumlah unit usaha UMKM pada tahun 2003 mencapai 42,4 juta, sedangkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini tercatat 79,0 juta pekerja. Pertumbuhan PDB UMKM periode 2000 2003 ternyata lebih tinggi daripada total PDB, yang disumbangkan oleh Usaha Besar. Data BPS 2005 mengukuhkan bahwa UMKM merupakan mayoritas jumlah pelaku usaha (44,69 juta unit usaha atau 99,99%), UMKM menyerap tenaga kerja terbanyak (77, 68 juta pekerja atau 96,78%), kontribusi UMKM terhadap PDB yang nyata (Rp 1.480 triliun atau 54,22%) dan nilai investasi UMKM cukup nyata (Rp 275,37 triliun atau 45,92%), serta memiliki kinerja ekspor non-migas (Rp 109,13 triliun atau 14,76%).

74 Perkembangan sektor UMKM yang demikian menyiratkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik, bila hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik, maka akan dapat mewujudkan usaha menengah yang tangguh, seperti yang terjadi pada saat perkembangan usaha-usaha menengah di Korea Selatan dan Taiwan. Di sisi lain, UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada masalah mendasar yang secara garis besar mencakup : pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari lembagalembaga keuangan formal khususnya dari perbankan. Sebagai gambaran hasil survei Bank Indonesia pada triwulan ke III tahun 2005, terlihat bahwa kredit yang disetujui bank dapat dikelompokkan : a. Di atas Rp. 5 milyar, sebanyak 33,3%. b. Di atas Rp. 500 juta s/d Rp. 5 milyar, sebanyak 31,0%. c. Di atas Rp. 50 juta s/d Rp. 500 juta, sebanyak 21,4%. d. Di bawah Rp. 50 juta hanya sebesar 14,3%. Dari komposisi di atas menunjukkan bahwa segmen UMKM yang jumlahnya 98% hanya mendapat pelayanan kredit 14,3% dan pada triwulan berikutnya terdapat kecenderungan yang mengarah dimana penyaluran di atas Rp. 5 milyar justru naik menjadi 46,2%, sedangkan kredit mikro malah menurun menjadi 8,9%. Komposisi kredit mikro yang hanya 14,5% pun disinyalir banyak pihak bahwa sebagian besarnya tidak diperuntukkan kepada usaha mikro melainkan kredit melalui kartu kredit yang karena besarannya di bawah 50 juta, maka dikategorikan kredit mikro. Kenyataan yang dikemukakan tersebut sesuai dengan analisis De Soto (2001) yang menggambarkan betapa besarnya sektor ekonomi informal (usaha mikro) dalam memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di negara berkembang. Beliau mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara berkembang disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan lembaga permodalan bagi masyarakatnya yang mayoritas pengusaha kecil (mikro).

75 Melihat realitas tersebut, pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seharusnya menjadi perhatian dan prioritas utama apabila menginginkan perubahan kondisi ekonomi sosial negeri ini. Dalam hal ini, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang didirikan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), Majelis Ulama lndonesia (MUI) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) sejak tahun 1995 turut berpartisipasi dalam pembangunan nasional dengan menumbuhkembangkan kelembagaan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebuah model LKM dengan prinsip syariah (LKMS), berbasis swadaya masyarakat yang mandiri dan mengakar di masyarakat untuk dapat menjangkau dan melayani lebih banyak unit usaha mikro yang tidak mungkin dijangkau langsung oleh lembaga keuangan dan perbankan umum. Dengan kekuatan yang tumbuh dari bawah, saat ini BMT sudah menunjukan kiprahnya dalam kancah perekonomian Indonesia. Ini terbukti dengan banyaknya BMT berdiri di mana-mana tersebar di seluruh Indonesia, (Tabel 1). Kehadiran BMT-BMT demikian penting dirasakan oleh masyarakat sebagai lembaga keuangan alternatif, di samping perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Apalagi BMT ini dioperasikan dengan sistem bagi hasil yang merupakan sistem syariah, dan dalam perkembangannya menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah meningkat, sehingga keberadaan BMT menjadi alternatif yang berarti. Namun demikian, kondisi persaingan BMT dengan Bank Konvensional maupun dengan BPR yang demikian ketat telah mendorong untuk mencari strategi yang tepat dalam mengembangkan BMT dengan cara peningkatan kinerja dan daya saing masing-masing BMT. Dari paparan tersebut menjadi penting dikaji model penilaian kesehatan LKM BMT. Hal yang perlu dipertanyakan selanjutnya adalah bagaimana faktor yang mempengaruhi kinerja BMT dilihat dari perspektif Analisis Kesehatan BMT versi PINBUK (Aziz, 2005). Selanjutnya menjadi pertanyaan adalah apakah implikasi dari tindakan manajemen sebagai strategi pengembangan kelembagaan LKMS BMT.

76 Tabel 1. Jumlah BMT di Indonesia No Propinsi > Rp.1 M Rp.500 Jt- 1 M Rp. 250-500 Jt Rp. 50-250 Jt < Rp. 50 Jt 1 Aceh 2 7 23 37 7 76 2 Sumatera Utara 1 8 53 87 7 156 3 Sumatera Barat 1 5 17 28 9 60 4 Riau 2 5 20 23 15 65 5 Jambi 1 1 2 5 3 12 6 Bengkulu - 1 10 5 4 20 7 Sumatera Selatan 1 3 14 38 9 65 8 Lampung 3 1 14 19 7 44 9 Jakarta 5 36 53 55 16 165 10 Jawa Barat 7 23 290 293 24 637 11 Jawa Tengah 97 9 215 225 49 595 12 Yogyakarta 7 10 29 14 9 69 13 Jawa Timur 16 32 271 230 62 611 14 Bali 1 6 4 3 1 15 15 Kalimantan Barat 2 5 13 17 2 39 16 Kalimantan Tengah - 5 4 3 2 14 17 Kalimantan Timur 2 9 7 4 2 24 18 Kalimantan 3 4 5 4 1 17 Selatan 19 Sulawesi Utara & - 1 21 31 9 62 Gorontalo 20 Sulawesi Tengah 1 2 4 2 2 11 Total (unit) 21 Sulawesi - 1 11 7 4 23 Tenggara 22 Sulawesi Selatan 10 51 71 83 29 244 23 Nusa Tenggara Barat 1 4 41 39 8 93 24 Nusa Tenggara - 1 2 4 1 8 Timur 25 Maluku & Maluku 2 5 10 7 4 28 Utara 26 Papua & Irjabar 3 2 6 7 3 21

77 No Propinsi > Rp.1 M Rp.500 Jt- 1 M Rp. 250-500 Jt Rp. 50-250 Jt < Rp. 50 Jt Total (unit) J u m l a h 168 237 1.210 1.270 289 3.101 Sumber : PINBUK, 2005. Dari data pada Tabel 1 diketahui bahwa daerah yang paling kondusif bagi pertumbuhan BMT adalah propinsi Jawa Tengah. Dari 513 unit BMT di Jawa Tengah, 97 diantaranya telah memiliki aset di atas 1 milyar rupiah. Salah satu dari BMT yang cukup berkembang di wilayah tersebut adalah BMT Bina Umat Sejahtera Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, dimulai dari pendiriannya pada tanggal 10 Nopember 1996 dengan modal 2 juta rupiah dan saat ini asetnya telah mencapai di atas 60 milyar rupiah. Berdasarkan hal tersebut lokasi kajian ini ditetapkan, yaitu BMT Bina Umat Sejahtera diharapkan dapat mewakili kajian secara umum terhadap pengembangan BMT. 2. Perumusan Masalah Dalam perumusan masalah ditekankan pada penilaian kesehatan kinerja keuangan BMT Bina Umat Sejahtera Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang sehingga dapat diuraikan sebagai berikut : a. Bagaimana kinerja keuangan dari BMT Bina Umat Sejahtera, dilihat dari rasio keuangannya berdasarkan Model Penilaian Kesehatan versi PINBUK? b. Faktor-faktor kritis apakah yang mempengaruhi kinerja keuangan dan implikasinya dalam pengembangan manajemen BMT Bina Umat Sejahtera? c. Bagaimana bentuk strategi pengembangan BMT Umat Sejahtera dalam peningkatan usaha UMKM?.

78 3. Tujuan Tujuan pelaksanaan penilaian kesehatan BMT Bina Umat Sejahtera adalah : a. Melakukan analisis untuk mengetahui kinerja keuangan dari BMT Bina Umat Sejahtera, dilihat dari rasio keuangannya dan Model Penilaian Kesehatan versi PINBUK. b. Menyusun strategi pengembangan BMT Bina Umat Sejahtera dalam peningkatan usaha UMKM. c. Merumuskan Implikasi Manajerial bagi pengembangan BMT berdasarkan hasil analisis pada butir 1.