BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Struktur Organisasi Unit PPA (Penyidik Perempuan dan Anak) Reskrim

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN PIDANA ANAK. 2.1 Prosedur Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat.kelompok ini memang kehilangan hak-hak kebebasannya khususnya hak

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan alat bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilaksanakan oleh penyidik. Dengan tegas Bab 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 jo Pasal 6 ayat (1) KUHAP, Bab 1 Pasal 1 angka 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1 Salah satu kewenangan penyidik 2 yaitu melakukan penahanan terhadap tersangka. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 3 Pengertian lain tentang tersangka yaitu setiap orang karena fakta-fakta atau 1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Penerbit P.T Alumni, Bandung, 2007, hal; 54. 2 Selain itu kewenangan penyidik antara lain menerima pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, melakukan tindakan pertama pada saat di TKP, menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seorang, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, mendatangkan orang ahli dalam pemeriksaan perkara, mengadakan penghentian penyidikan serta mengadakan tindakan lain menurut hukum bertanggung jawab. 3 Pasal 1 angka 14 KUHAP. 1

keadaan-keadaan menunjukkan ia patut diduga bersalah melakukan suatu tindak pidana. 4 Yang dimaksud tersangka disini tidak terbatas pada orang dewasa saja tetapi juga terhadap tersangka anak. Lebih lanjut yang dimaksud anak menurut Undang-Undang Pengadilan Anak yaitu orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 5 Anak yang melakukan tindakan pelanggaran atau kejahatan sebagai anak nakal (delinqent) timbul karena dari segi pribadinya mengalami perkembangan fisik dan perkembangan jiwa. Emosinya yang tidak stabil, mudah tersinggung dan mempengaruhi dirinya yang kadang-kadang melakukan perbuatan dimana dapat menimbulkan kerugian pada orang lain dan dirinya sendiri. Kenakalan anak-anak yang terkadang dianggap wajar ternyata tidak jarang menyebabkan anak-anak tersebut melakukan tindak kejahatan yang melanggar hukum diusia mereka yang masih muda. Akibat dari kenakalan anak tersebut, maka sang anak harus berurusan dengan polisi dan mereka harus menjalani proses pemeriksaan dan bahkan sampai penahanan oleh penyidik. Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepentingan masyarakat. Berdasarkan pada ketentuan tersebut, maka dalam melakukan tindakan penahanan penyidik harus terlebih dahulu mempertimbangkan dengan matang semua akibat yang akan dialami oleh 4 Lilik Mulyadi, Op.Cit, hal: 50. 5 Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 2

si anak dari tindakan penahanan, dari segi kepentingan anak, serta mempertimbangkan adanya unsur kepentingan masyarakat yakni rekomendasi dari BAPAS ketika akan melakukan proses penahanan. KUHAP mengatur khususnya dalam bab V bagian kedua tentang penahanan, disana dikatakan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. Penyidik ketika akan melakukan penahanan seharusnya melihat dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP disana dikatakan: Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Penyidik juga harus memperhatikan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Dengan ancaman ½ dari pidana dewasa, maka seharusnya polisi tidak bias melakukan penahanan. 3

Ketentuan penahanan dalam UU Perlindungan Anak pada Pasal 16 Ayat (3) dikatakan penangkapan, penahanan, atau penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Penyidik harus mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepentingan BAPAS sebelum melakukan penahanan kepada tersangka anak dan juga mempertimbangkan hak-hak tersangka, adapun hak-hak bagi tersangka anak dapat diperinci sebagai berikut Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak: a) Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat bantuan hukum dari penasehat hukum selama pemeriksaan. b) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap dipenuhi. c) Tersangka anak berhak mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan ke penuntut umum. d) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak diberitahu dengan jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti tentang apa yang disangkakan kepada anak tersebut pada waktu pemeriksaan dimulai. Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam perundangundangan yang ada dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu, pembedaan tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anak agar 4

melalui pembinaan akan memperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. 6 Dalam rangka melaksanakan peran tersebut, polisi sebagai salah satu penegak hukum seharusnya berhati-hati dan bijaksana dalam melakukan penyidikan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana, penyidik sebelum melakukan penahanan harus mempertimbangkan rekomendasi dari BAPAS. Menarik bagi penulis untuk menulis sekaligus meneliti tentang pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak karena, apakah penahanan tersebut sudah sesuai dengan hukum positif yang mengatur tentang penahanan terhadap tersangka anak yang terdapat dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Atas alasan itulah maka penulis memilih judul: Pertimbangan Penyidik Dalam Melakukan Penahanan Kepada Tersangka Anak di Polres Salatiga Judul skripsi yang membahas tentang penyidik pernah ditulis oleh saudara Dedhy Surya D (312002050) dengan judul: Perlakuan Penyidik Polri Terhadap Tersangka Anak Dalam Proses Penyidikan di Polres Boyolali skripsi yang ditulis oleh Dedhy Surya fokusnya membahas mengenai perlakuan-perlakuan petugas penyidik selama proses penyidikan terhadap anak yang duduga melakukan tindak pidana yang didasarkan pasa Undang-undang No 3 Tahun 1997. 6 Penjelasan umum UU Pengadilan Anak. 5

Namun dalam penulisan skripsi ini, lebih memfokuskan pada pertimbangan-pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak, disamping itu penulis mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perindungan Anak. B. Latar Belakang Masalah Kenakalan anak merupakan suatu perbuatan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam masyarakat. Tidak menutup kemungkinan sebagian dari mereka melakukan sesuatu yang wajar akan tetapi dampaknya justru merugikan orang lain bahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain, kenakalan dianggapnya sebagai sesuatu yang biasa dilakukan oleh seorang anakanak pada umumnya justru menjurus ke suatu tindak kejahatan yang mereka harus berurusan dengan polisi. Upaya-upaya perlindungan anak 7 harus telah dimulai sedini mungkin agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ditentukan bahwa: 8 Anak berhak atas pemeliharaan maupun perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindunganperlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat 7 Menurut Pasal 1 butir 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 8 Lihat UU No 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (1) huruf (a): kesejahteraan anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial 6

pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar kedua ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai kesejahteraan anak. Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 menentukan bahwa: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Bertitik tolak pada konsep perlindungan yang utuh, menyeluruh dan komprehensif maka undang-undang ini dalam hal ini Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 9 meletakkan kewajiban kepada anak berasaskan Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip-prinsip Konvensi hak anak yang meliputi: 10 1. Non diskriminasi 2. Kepentingan yang terbaik bagi anak 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan dan 4. Penghargaan terhadap pendapat anak. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, dan tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Peraturan khusus mengenai perkara anak diatur di dalam Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 11, ketentuan ini meliputi 9 Selanjutnya disebut dengan UU Perlindungan Anak. 10 Lihat Undang-Undng RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 2. 11 Selanjutnya disebut sebagai UU Pengadilan Anak. 7

tata cara dalam penyidikan, penuntutan dan penahanan, serta pemidanaan. Dengan adanya undang-undang ini diharapkan petugas yang menangani perkara anak, khususnya dalam proses pemeriksaan penyidikan dapat memahami masalah anak yang diduga melakukan tindak pidana sehingga anak tersebut tidak dirugikan secara fisik maupun mentalnya. Suatu kenakalan anak dapat dibedakan menjadi kenakalan biasa dan kenakalan yang termasuk dalam kategori tindak pidana. Kenakalan biasa misalnya main gitar dengan bernyanyi keras-keras dipinggir jalan sampai tengah malam, kebut-kebutan dengan kendaraan di jalan umum, sedangkan kenakalan yang merupakan tindak pidana yaitu seperti, mencuri ayam tetangga dapat dipidana berdasarkan Pasal 362 KUHP, memperkosa teman sekolah diancam dengan Pasal 285 KUHP atau berkelahi dengan siswa sekolah lain dapat dihukum dengan Pasal 184 KUHP. Kasus kejahatan yang melibatkan anak akan membawa masalah dan perhatian tersendiri, mengingat anak perkembangannya masih labil, maka penanganannya masih perlu mendapat perhatian khusus selama pemeriksaan penyidikan oleh penyidik Polri. Dalam perkembangannya, tindakan-tindakan penyidik dalam kasus-kasus yang mana melibatkan tersangka anak masih sering terjadi berbagai macam permasalahan. Salah satu masalah di dalam penyidikan terhadap tersangka anak yaitu masalah tindakan penahanan anak. Tindakan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau 8

hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (KUHAP). 12 Ketika penyidik dihadapkan dengan penahanan khususnya penahanan terhadap tersangka anak maka sejatinya ada beberapa hal yang menjadi dasar ketika melakukan penahanan yaitu dasar hukum (dasar obyektif). Tindakan penahanan yang dapat dikenakan terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP. Dasar obyektif untuk Undang-undang Pengadilan Anak, penahanan anak yang dilakukan oleh penyidik terdapat pada Pasal 44 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Pengadilan Anak, yaitu: ayat (1) Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. ayat (2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari. ayat (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan 12 HMA Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Penerbit UMM Press, Malang, 2010, Hal; 67. 9

Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang, untuk paling lama 10 (sepuluh) hari. Dasar kepentingan (dasar subjektif), selain didasarkan ketentuan hukum yang berlaku sebagai dasar obyektif, maka tindakan penahanan kepada tersangka atau terdakwa juga didasarkan kepada kepentingan (keperluan), yaitu untuk kepentingan penyidikan, untuk kepentingan penuntutan dan untuk kepentingan pemeriksaan disidang pengadilan (Pasal 20 KUHAP), serta didasarkan pula pada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP). 13 Berdasarkan ketentuan tersebut maka tidak setiap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dapat dikenakan penahanan, apabila tindak pidana yang dilakukan tersebut diluar ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP. Selama proses penyidikan terhadap tersangka anak, penyidik wajib 14 : a) Penyidik memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan. b) Dalam melaksanakan tugas penyidikan terhadap anak nakal, maka penyidik diwajibkan untuk meminta pertimbangan/saran dari pembimbing kemasyarakatan, dan apabila diperlukan dapat juga meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya. c) Proses penyidikan terhadap anak nakal wajib dirahasiakan. 13 Ibid, hal 68. 14 Pasal 42 UU Pengadilan Anak. 10

Akan tetapi dilihat dari perkembangannya khususnya dalam hukum acara pidana di Indonesia nampaknya anak seringkali diberikan perlakuan sewenangwenang. Penyidik yang menangani perkara anak dapat memperlakukan tersangka anak secara tidak wajar selama proses penahanan berlangsung seperti misalnya sel tahanan terhadap tersangka anak dicampur dengan tersangka dewasa. Di sisi lain, sebagai subjek hukum maka sejatinya anak memiliki hak dan kewajiban. Hak anak antara lain mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua, mendapat pendidikan dan pengajaran baik dari lingkungan keluarga maupun sekolah. Kewajiban anak misalnya belajar, membantu orang tua, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sejatinya penyidik harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam melakukan penahanan terhadap tersangka anak. Sebagai penegak hukum, polisi harus menggunakan cara-cara yang lugas, dan tegas, dalam rangka melaksanakan wewenang penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP yaitu: a. menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 11

f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dengan adanya Undang-undang Pengadilan Anak No 3 Tahun 1997, telah mengatur hukum acara sendiri terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. UU Pengadilan Anak merupakan hukum khusus (lex specislis), KUHAP dan KUHP merupakan hukum umum (lex generalis), ini berarti dalam asas-asas dan ajaranajaran hukum pidana yang terkandung didalam KUHAP dan KUHP pun tetap berlaku untuk Undang-Undang Pengadilan Anak. 15 Undang-undang Pengadilan Anak tersebut dimaksudkan agar POLRI khususnya petugas penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka anak yang diduga melakukan tindak pidana, dapat menjadikan dasar pertimbangan dalam proses penyidikan. Sehingga pemeriksaan terhadap tersangka anak tidak disamakan dengan orang dewasa, tetapi lebih mengacu pada UU Pengadilan Anak khususnya yang dituangkan dalam Bab V mengenai penyidikan. 15 Paulus Hadisuprapto, Peradilan Restroratif: Model Peradilan Anak Masa Datang, pidato pengukuhan sebagai guru besar dalam bidang Kriminologi pada fakultas Hukum UNDIP Semarang, 2006, hal. 10. 12

Sedangkan dalam penahanan terhadap anak nakal, penyidik selama proses pemeriksaan harus memperhatikan hal-hal antara lain dilakukan dengan sungguh sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau masyarakat dan tempat tahanan harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa. 16 Serta rekomendasi dari BAPAS untuk melakukan penahanan, bahwa faktanya BAPAS sering diabaikan (terlambat). C. Rumusan Masalah adalah: Berangkat dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah Bagaimana pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak dikaitkan dengan Undang-undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002? D. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui pertimbangan penyidik ketika melakukan penahan selama melakukan proses penyidikan kepada tersangka anak. E. Metode Penelitian 1. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu penelitian berupa studi empiris untuk menemukan mengenai proses terjadinya dan proses bekerjanya 16 Pasal 45 Undang-undang Pengadilan Anak. 13

hukum. 17 Dengan menggunakan pendekatan ini penulis akan melihat alasan mengapa penyidik menahan tersangka anak. 2. Jenis Penelitian: Penelitian Deskritif yaitu, merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia atau keadaan atau gejalagejala lainnya. 18 3. Jenis dan sumber data: Data primer: Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan petugas kepolisian Kanit PPA Polres Salatiga. Data sekunder: Data sekunder diperoleh dari data/dokumen resmi yaitu putusan perkara pidana anak oleh Pengadilan Negeri salatiga. 4. Teknik pengumpulan data: Dilakukan penulis dengan dua cara, yaitu dengan melakukan wawancara serta ditambah dengan studi pustaka. Penulis menggunakan beberapa metode sebagai pedoman atau teknik pengumpulan data sebagai berikut: a) Wawancara 17 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum,, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 43. 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 10. 14

Dilakukan dengan petugas Penyidik Perempuan dan Anak Polres Salatiga b) Studi pustaka Yaitu cara memperoleh data dengan membaca literatur guna memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. F. Unit Amatan Dan Unit Analisis 1. Unit Amatan: Sebagai unit amatan dalam penulisan ini yakni, Perkara pidana yang tersangkanya anak, BAPAS. 2. Unit Analisis: Pertimbangan Penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak dalam proses penyidikan di Polres Salatiga yang dikaitkan dengan Undangundang Perlindungan Anak. 15