PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia di dunia ini memiliki hak yang sama untuk hidup damai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 88 TAHUN 2011

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya. Kondisi tersebut jauh meningkat dibanding tahun 1994 lalu yang menurut WHO baru

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN HIV DAN AIDS MELALUI PENDIDIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

KULONPROGO BANGKIT TANGGULANGI AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menjadi salah satu masalah nasional maupun internasional. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh: Logan Cochrane

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2005) menyebutkan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Populasi Dan Sampel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN , , ,793

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. HIV/AIDS menjadi epidemik yang mengkhawatirkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK

Persoalan dan strategi penting

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Transkripsi:

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR Oleh: Chenia Ilma Kirana, Hery Wibowo, & Santoso Tri Raharjo Email: cheniaakirana@gmail.com ABSTRAK Wanita-pria, atau yang lebih dikenal dengan waria adalah salah satu kelompok minoritas yang keberadaannya sering dipinggirkan oleh masyarakat. Pandangan buruk dari masyarakat mengenai kaum yang seolah-olah tidak bersyukur dengan kodratnya ini membuat waria sulit untuk mendapatkan pekerjaan secara layak. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang terpaksa menjadi pekerja seks komersial guna menyambung hidup. Tak hanya itu, persoalan menjadi waria adalah sulitnya mereka untuk memenuhi keberfungsian sosialnya karena dianggap tak lagi sesuai dengan nilai dan norma yang dianut masyarakat kebanyakan. Bagaimana agar para waria yang bekerja menjadi pekerja seks komersial ini sadar dan mau untuk keluar dari pekerjaan tersebut adalah dengan memberikan pelayanan sosial. Pelayanan sosial yang nantinya membuat mereka menyadari bahwa hidup waria layak dijalani dan bisa terus percaya diri ketika bermasyarakat. Kata kunci: waria, pekerja seks komersial, pelayanan sosial, keberfungsian sosial PENDAHULUAN Waria (wanita-pria) atau wadam (wanita-adam) adalah kaum ketiga yang hadir di tengah masyarakat Indonesia setelah laki-laki dan perempuan. Waria adalah individu berciri fisik berkelamin pria, tetapi cenderung menampilkan diri sebagai wanita, baik dalam penampilan maupun perilaku. Waria dalam konteks psikologis termasuk sebagai penderita transeksualisme, yakni seseorang yang secara jasmani jenis kelaminnya jelas dan sempurna, namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis (Heuken, 1989:148) Dalam masyarakat Indonesia, waria dianggap sebuah penyimpangan seksual karena jenis seks yang diakui secara sah oleh masyarakat adalah laki-laki dan perempuan. Waria dipandang sebagai individu yang patologis secara sosial 417

karena penyimpangan seksual yang ada dalam diri seorang waria ternyata telah melahirkan suatu bentuk penyimpangan sosial meskipun hukum menyadari bahwa perbuatan itu di luar keinginan pelaku dan merupakan penyakit (Soedjono, 1982: 147) Perkembangan eksistensi waria di Indonesia pun kini tidak bisa dipungkiri. Pada tahun 2010, Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial menyebutkan bahwa terdapat 31.179 waria di Indonesia. Jumlah ini menurun dari data yang disebutkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2006 yang memperkirakan bahwa ada 20.960 hingga 35.300 waria di Indonesia dan 3.500 diantaranya menetap di DKI Jakarta. Sumber data lain menyebutkan, jumlah waria di DKI Jakarta yang tercatat di Yayasan Srikandi Sejati hingga November 2010 berjumlah 2960 orang. Jumlah tersebut tentu bukan jumlah yang sedikit dan bisa saja meningkat setiap tahunnya. Banyaknya jumlah waria tidak serta-merta membuat masyarakat menganggap kaum waria sebagai kaum yang wajar. Dalam kenyataannya, masih banyak perlakuan buruk yang menimpa para waria mulai dari adanya penolakan di dalam keluarga, kurang diterima atau bahkan tidak diterima secara sosial, dianggap sebagai lelucon, hingga kekerasan baik verbal maupun non verbal (Dep. Sos RI, 2008) Waria banyak menghadapi masalah dari dalam maupun dari luar sebagai konsekuensi pemilihan hidup mereka (Koeswinarno, 2004: 28). Keterasingan yang dialami oleh kaum waria juga membuat mereka senantiasa mengalami hambatan dalam melakukan pergaulan atau pun memilih pekerjaan (Koeswinarno, 2004: 9). PEMBAHASAN Surahman (2007) mengungkapkan waria ditolak untuk menjadi pegawai negeri, karyawan di kantor-kantor swasta, atau berbagai profesi lainnya, bahkan waria juga mengalami penolakan dan permasalahan dalam mengurus KTP. Kondisi yang dihadapi waria tersebut menyebabkan waria sulit mendapatkan pekerjaan, padahal mereka juga sesama warga negara yang berhak dianggap setara ketika memilih pekerjaan untuk melanjutkan kehidupan. Sampai saat ini keberadaan waria khususnya di Indonesia belum diakui, dan masih diasingkan dari ruang sosial, budaya, maupun politik dimana diskriminasi terjadi pada komunitas ini karena adanya stigma negatif dari masyarakat terhadap mereka. Perlakuan terhadap waria yang diskriminatif tersebut tanpa disadari menjadikan mereka kelompok masyarakat yang termarjinalkan. Termasuk dalam hal lapangan pekerjaan, akibatnya kehidupan mereka lebih terbatas sehingga membuat mereka sulit bergerak, atau dengan kata lain ruang gerak mereka menjadi sempit, bidang pekerjaan yang dijalani sangat terbatas. Lapangan kerja yang bersifat formal sulit untuk dimasuki oleh kaum waria, karena pada saat mengisi formulir pendaftaran maupun surat lamaran pasti tercantum dua pilihan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, tetapi tidak ada 418

jenis kelamin waria. Dunia kerja yang semakin tidak bersahabat ini membuat mereka semakin kepepet dan akhirnya memilih bekerja di sektor informal (Etty Padmiati, 2008: 5) Sektor-sektor informal tersebut berupa menjadi pegawai salon, pengamen, bahkan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK). Berdasarkan data dari Forum Komunikasi Waria DKI Jakarta pada tahun 2007, persentase waria yang bekerja sebagai PSK adalah sebesar 60%, pengamen 10%, pekerja salon dan lain-lain sebesar 30%. Banyaknya waria yang menjadi pekerja seks komersial dikarenakan kebutuhan yang mendesak sedangkan tidak ada lagi kesempatan pekerjaan di bidang formal. Demikian pula menurut Yanti Saraswati yang dikutip oleh Zunly Nadia (2005:2), bahwa banyaknya waria yang melacurkan diri disebabkan oleh pribadi mereka yang tidak mempunyai keahlian khusus, akhirnya prostitusi menjadi alternatif untuk mempertahankan hidupnya. Kembali lagi kepada perlakuan diskriminatif dari masyarakat tersebut, membuat waria memiliki konsep diri yang rendah sehingga sulit bermasyarakat dan tidak mengetahui potensi apa yang mereka miliki. Pada akhirnya, menjadi pekerja seks komersial atau melacur identik dengan kehidupan waria. Jumlah waria yang bekerja sebagai pekerja seks cukup tinggi, kondisi ini turut mendukung tingginya angka penderita Human Immuno Deviciency Virus (HIV) Acquired Immuno Deviciency Syndrome (AIDS) di Indonesia khususnya di wilayah DKI Jakarta. Populasi yang berisiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS adalah waria. Kerentanan populasi ini terutama disebabkan oleh perilaku seksual berisiko seperti seks anal dan kecenderungan berganti ganti pasangan. Saat ini, DKI Jakarta menempati prevalensi tertinggi Infeksi Menular Seksual (IMS) anus dan rektum serta HIV pada kalangan waria di Indonesia. Surveilans Terpadu Biologis Perilaku (STBP) pada kelompok beresiko tinggi di Indonesia (2007) mengungkapkan data prevalensi HIV pada waria di wilayah DKI Jakarta mengalami peningkatan dari 0,3% pada tahun 1995 menjadi 34% di tahun 2007. Prevalensi IMS di anus dan rektum pada waria di Jakarta 42%. IMS diketahui dapat meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi HIV 1-9 kali lipat. Masih dari data STBP 2007 bahwa sebagian besar waria ( >80% waria di 4 kota dan 72% di 1 kota) menjual seks kepada pelanggan pria. Di samping itu 40 50% waria juga berhubungan seks dengan pria pasangan tetap yang disebut dengan suami. STBP di tahun 2011 juga menyebutkan bahwa prevalensi HIV pada waria pada tahun 2011 terus meningkat hingga 23,2%. Tingginya tingkat prevalensi HIV juga disebabkan oleh rendahnya kesadaran waria untuk menggunakan kondom ketika berhubungan seksual. Ini juga disebabkan oleh rendahnya pengetahuan kaum waria terhadap kesehatan. 419

Rentannya penularan HIV terhadap waria terutama yang dilakukan oleh pekerja seks komersial pada akhirnya akan membahayakan waria itu sendiri juga para konsumennya. Hal ini memerlukan penanganan yang lebih serius guna mencegah peningkatan jumlah HIV/AIDS di Indonesia yang dapat merusak generasi selanjutnya. Waria yang bekerja sebagai pekerja seks komersial termasuk ke dalam salah satu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) mengingat pekerjaan tersebut menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan bagi waria itu sendiri. Selain itu, stigma negatif dan perlakuan diskriminatif dari masyarakat menyebabkan mereka sulit untuk mencapai keberfungsian sosialnya. SIMPULAN: Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keberfungsian sosial serta mengurangi tingkat HIV/AIDS adalah dengan menyadarkan waria bahwa menjadi pekerja seks komersial bukanlah hal yang patut dilakukan untuk melanjutkan kehidupan. Bagaimana cara menyadarkan waria adalah dengan memberikan mereka pelayanan sosial. Pelayanan sosial yang menurut Alfred J. Khan sebagai sebuah pemberian pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan untuk memperlancar kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Pemberian pelayanan sosial yang diharapkan mampu membuat waria menyadari bahwa menjadi pekerja seks komersial akan merugikan lingkungan dan diri sendiri. Pemberian pelayanan sosial yang membantu waria memahami potensi apa yang mereka miliki serta dapat mengembangkannya sehingga membuat hidup mereka menjadi lebih baik dan bisa diakui di masyarakat. Adapun fungsi pelayanan sosial yang juga menurut Alfred J. Khan adalah pertama, untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan, pelayanan sosial ini diadakan untuk melindungi, mengadakan perubahan atau penyempurnaan kegiatan-kegiatan pendidikan, pelayanan kesehatan, penanaman nilai, dan pengembangan hubungan sosial dengan keluarga dan masyarakat sekitar. Kedua, untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial. Tujuannya ialah meningkatkan fungsi-fungsi yang tidak ada atau mengalami gangguan dengan memberdayakan masyarakat. Ketiga, untuk membantu menjangkau dan menggunakan pelayanan yang sudah ada, pemberian informasi dan nasihat. Usaha untuk mempermudah akses dalam memanfaatkan pelayanan yang ada perlu dikembangkan kondisinya, serta kemampuan organisasi-organisasi soial masyarakat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dan terakhir, untuk mendorong partisipasi pelayanan ini ditujukan untuk mendorong partisipasi dari golongan-golongan masyarakat yang selama ini tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terutama golongan miskin atau termarjinalkan. Penyelenggaraan usaha-usaha kesejahteraan sosial pada hakekatnya 420

tidak dapat dilakukan pemerintah sendiri, tetapi diperlukan keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan ini dimaksudkan untuk memulihkan atau meningkatkan kemampuan pelaksanaan peranan-peranan sosial perorangan, sehingga perlu peningkatan partisipasi masyarakat untuk memecahkan permasalahan kesejahteraan sosial. anggapan yang melandasi pelayanan ini adalah kekuatan-kekuatan lingkungan, keluarga, dan masyarakat. Daftar pustaka Dep. Sos. RI. (2008). Pedoman Umum Pelayanan Sosial Waria. Jakarta; Departemen Sosial. Padmiaty, Etty. (2010). Waria: Antara Ada dan Tiada. Bandung; Bandung Press. Fatma, Mia. 2011. Studi Fenomenologi; Pengalaman Waria Masa Remaja dalam Menangani Masalah Puber di Wilayah DKI Jakarta. Tesis Pada Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok; tidak diterbitkan. Rokhmah, Dewi dan Tri, Yenike. 2010. Gaya Hidup Seksual Waria Non Pekerja Seks Komersial di Kota Semarang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Dep. Kes. RI. (2007). Surveilans Terpadu Biologi Perilaku di Indonesia. Jakarta. 421