BUPATI BANGKA KATA SAMBUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
Faktor-Faktor Keberhasilan

Kondisi AMPL. Tabel 10. Jenis dan Jumlah Fasilitas Penyediaan Air Minum. Fasilitas Jumlah Rumah Tangga Prosentase Sumur gali 37,

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 2 ANALISIS SWOT

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

B A B I P E N D A H U L U A N

PROGRAM PPSP KABUPATEN BATANG HARI TAHUN 2013

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

Hasil Analisa SWOT Kabupaten Grobogan tahun 2016

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

KOTA TANGERANG SELATAN

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Aru 2014 BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

Matriks SWOT Merumuskan Strategi Pengelolaan Drainase Perkotaan Kabupaten Luwu

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III : STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

2.1 Visi Misi Sanitasi

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MUSI BANYUASIN

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

BAB III ISU STRATEGIS & TANTANGAN SEKTOR SANITASI KABUPATEN KLATEN

Bab 1 Pendahuluan PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KUDUS. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) 2014 KABUPATEN KEPULAUAN ARU PROPINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI SANITASI KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi SKPD

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MANGGARAI PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK)

Transkripsi:

BUPATI BANGKA KATA SAMBUTAN Penyusunan Rencana Strategis Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (Renstra AMPL-BM) 2011-2015 ini merupakan salah satu tahap perencanaan pembangunan untuk mencapai Visi BANGKA IDAMAN. Dengan demikian pelaksanaan-nya juga menjadi bagian penting dari sistem perencanaan pembangunan daerah, terutama RPJMD 2009-2013, dengan tujuan mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan AMPL; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antara SKPD; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaa, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya pengunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu prasyarat keberhasilan pelaksaaan Renstra AMPL-BM 2011-2015 adalah tersedianya indikator kinerja, tertatanya manajemen kinerja dan terbangunnya sistem pengendalian dan pengawasan. Pengembangan indikator kinerja dan penataan manajemen kinerja sangat penting untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara prioritas kebijakan dan program SKPD terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, Renstra yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai kriteria dan persyaratan teknis diatas, mempertimbangkan hasil dari serangkaian diskusi, lokakarya yang partisipatif dan rekomendasi dari stakeholder yang kompeten, harus menjadi dasar pengambilan kebijakan, sehingga mampu menjawab berbagai permasalahan AMPL di Kabupaten Bangka, terutama dalam mencapai sasaran MDG s Tahun 2015. Akhirnya, saya berharap Renstra ini bisa menjadi katalisator dalam percepatan pembangunan di Kabupaten Bangka, terutama yang terkait langsung dengan air minum dan penyehatan lingkungan. Sungailiat, September 2010 BUPATI BANGKA YUSRONI YAZID

DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR........ i DAFTAR ISI......... ii DAFTAR TABEL........ iii DAFTAR GAMBAR... iv 1. PENDAHULUAN........ 1 1.1. Rasional... 1 1.2. Maksud dan Tujuan... 4 1.3. Garis Besar Isi... 4 1.4. Metode Penyusunan... 6 2. VISI DAN MISI.... 7 2.1. Mandat....... 7 2.2. Visi........ 8 2.3. Misi...... 9 2.4. Nilai...... 9 3. ANALISIS LINGKUNGAN.... 11 3.1. Kondisi Daerah... 11 3.2. Development Diamond... 12 3.3. Kondisi AMPL... 16 3.3.1. Cakupan MDGS Air Minum pada Musim Hujan & Musim Kemarau... 16 3.3.2. Cakupan Penyehatan Lingkungan... 19 3.3.3. Cakupan Pembuangan Limbah Cair Non Tinja Rumah Tangga... 23 3.3.4. Tempat Pembuangan Sampah Rumah Tangga... 26 3.4. Pembiayaan Investasi AMPL... 29 3.5. Faktor-faktor Keberhasilan... 30 3.6. Permasalahan Strategis... 34 3.7. Intervensi dan Asumsi... 35 4. STRATEGI PELAKSANAAN... 37 4.1. Isu, Tujuan dan Sasaran Strategis... 37 4.2. Kebijakan dan Program Strategis... 43 5. PENGUKURAN KINERJA... 45 6. PENUTUP... 54 5.1. Kesimpulan... 54 5.2. Rekomendasi Kebijakan... 56

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Rasional Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satu program pembangunan yang dilakukan baik dan pemerintah, swasta maupun masyarakat adalah pembangunan sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). Pelaksanaan pembangunan sektor AMPL di Kabupaten Bangka selama ini sudah berjalan cukup baik, namun pelaksanaannya masih belum terkoordinir dengan baik dan masih dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Kerja yang berhubungan dengan kegiatan ini, begitu juga peran serta dari masyarakat dirasakan masih kurang. Rendahnya kepedulian masyarakat dan keterlibatan pemerintah dalam menyikapi penyehatan lingkungan guna mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan pelayanan penyehatan lingkungan. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Keadaan ini tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang

masih banyak yang menggunakan air untuk keperluan rumah tangga tidak memenuhi syarat kesehatan, buang air besar di sungai dan kebun. Keadaan ini diperparah lagi oleh karena sebagian besar kegiatan penambangan Timah Inkonvensional (TI) yang secara illegal di Kabupaten Bangka. Kegiatan ini tidak hanya merusak lahan, bahkan telah berdampak buruk terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), daerah resapan dan areal perkebunan yang setidaknya kini telah berdampak semakin sulitnya mendapatkan air bersih. Kolongkolong (lubang besar) eks penambangan timah yang digenangi air semakin banyak terlihat dimana-mana. Aliran sungai pun terjadi perubahan warna, ironisnya lagi kolong dan aliran sungai tersebut sejak turun temurun oleh sebagian masyarakat Bangka masih dijadikan sebagai tempat aktivitas Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) bagi keluarga. Apabila keadaan ini tidak cepat diatasi akan berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat, seperti meningkatnya kasus penyakit menular, diantaranya penyakit diare, typus, disentry dan penyakit kulit serta penyakit lainnya yang berhubungan dengan rendahnya kualitas lingkungan hidup manusia. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah Kabupaten Bangka mempunyai kewajiban untuk mengambil suatu kebijakan yang lebih konkrit dengan memberikan perhatian ekstra terhadap pembangunan sektor AMPL. Perhatian dan prioritas terhadap sektor AMPL ini bukanlah merupakan kebijakan yang berdiri sendiri, karena kebijakan ini selaras dengan beberapa kebijakan serupa, baik ditingkat nasional maupun internasional. Selaras dengan kebijakan internasional karena kebijakan prioritas

terhadap sektor AMPL yang diambil Pemerintah Kabupaten Bangka sesuai dengan ratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg Summit pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya adalah mengurangi separuh penduduk yang tidak mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar pada tahun 2015. Selaras dengan kebijakan nasional, karena kebijakan prioritas terhadap sektor AMPL yang diambil Pemerintah Kabupaten Bangka ini juga sesuai dengan amanat pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa sektor AMPL merupakan salah satu urusan wajib daerah, juga memiliki harmoni dengan RPJMN tahun 2010-2014, terutama pada Sub-Bidang Perumahan dan Permukiman, yang secara eksplisit menyebutkan dengan jelas berbagai sasaran pembangunan sektor AMPL. Langkah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bangka diantaranya adalah melalui penyusunan Rencana Strategis sebagai tahap awal dalam pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang harus dipedomani oleh seluruh SKPD terkait, sekaligus menjadi referensi bagi Pihak Swasta dan Masyarakat, sehingga memudahkan pencapaian seluruh target dan sasaran pembangunan AMPL di Kabupaten Bangka dan pada gilirannya dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

1.2. Maksud dan Tujuan Penyusunan Renstra AMPL-BM Kabupaten Bangka dimaksudkan agar Pemerintah Daerah mempunyai kerangka berpikir dan kerangka bertindak secara strategis dalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan AMPL-BM secara komprehensif dan berkelanjutan. Tujuan dari penyusunan dokumen renstra AMPL-BM ini adalah : 1. Melakukan analisis dari kondisi dan potensi yang ada di Kabupaten Bangka serta melakukan identifikasi strategi dan langkah pelaksanaan kebijakan dalam sektor AMPL-BM. 2. Menghasilkan kebijakan daerah AMPL-BM yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan Pemerintah Daerah berdasarkan kesepakatan seluruh lintas pelaku (stakeholder) AMPL-BM Kabupaten Bangka. 3. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan pengorganisasian pelaksanan pembangunan AMPL-BM secara efektif, efisien, sistematis, terpadu dan berkelanjutan. 1.3. Garis Besar Isi Sebagai salah satu dokumen perencanaan, Renstra AMPL-BM Kabupaten Bangka berisikan komponen-komponen inti dari manajemen stratejik yaitu mandat, visi, misi, nilai, tujuan, sasaran, analisis kondisi internal dan eksternal, isu-isu strategis serta strategi pencapaian yang terdiri dari pokok kebijakan dan program.

Rangkaian pemikiran strategis tersebut akan diformulasikan dalam sistematika penulisan sebagai berikut : 1. Pendahuluan Penjelasan tentang latar belakang dan alasan-alasan rasional, serta maksud dan tujuan penyusunan Renstra AMPL-BM. 2. Visi dan Misi Merupakan pengungkapan visi, misi dan nilai serta penjelasan-penjelasan penting yang menyertainya. Juga dijelaskan tentang rumusan cara pencapaian visi dan misi dengan menguraikan sasaran yang akan dicapai. 3. Analisis Lingkungan Merupakan hasil analisa kondisi daerah, kondisi AMPL saat ini, faktor-faktor keberhasilan dan berbagai permasalahan dan tantangan dalam pelaksanaan AMPL. 4. Strategi Pelaksanaan Merupakan uraian dari berbagai issue, tujuan, sasaran, kebijakan serta program strategis. 5. Indikator Kinerja Merupakan uraian dalam bentuk matriks yang berisikan target sasaran kinerja AMPL, baik tahunan maupun masa akhir Renstra

5. Penutup. Merupakan uraian kesimpulan penting dari proses penyusunan renstra serta uraian harapan dalam pelaksanaan Renstra AMPL-BM. 1.4. Metode Penyusunan Metode yang dipakai dalam penyusunan Renstra bertumpu pada prinsip partisipasi masyarakat melalui lokakarya, observasi lapangan serta diskusi yang difasilitasi oleh Kelompok Kerja AMPL-BM Kabupaten Bangka. Renstra disusun berdasarkan karakteristik daerah, kapasitas kebijakan, serta melibatkan sebanyak mungkin pelaku dari berbagai unsur dan kepentingan dengan tetap berdasarkan kemampuan riil daerah, kesepakatan masyarakat, kepentingan daerah serta aturan perundang-undangan yang berlaku. Keterlibatan masyarakat secara aktif pada tahap penyusunan merupakan upaya untuk meningkatkan kepedulian terhadap air minum dan penyehatan lingkungan serta sebagai upaya melakukan perubahan perilaku masyarakat secara bertahap. Rasa kepedulian masyarakat tidak saja akan melahirkan kesadaran dalam memelihara prasarana dan sarana, tetapi juga dalam menjaga keberlanjutan sumber air baik kuantitas maupun kualitasnya dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap awal adalah koordinasi, lokakarya di tingkat kabupaten, dialog, pertemuan dengan masyarakat, pemangku kepentingan dan

lembaga yang terlibat. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menghasilkan rencana kerja, jadwal, data, dukungan politis maupun pendanaan dalam penyusunan dokumen Rencana Strategis AMPL-BM Kabupaten Bangka.

BAB II VISI DAN MISI 2.1. Mandat Penyusunan Renstra AMPL-BM Kabupaten Bangka berdasarkan klasifikasi mandat yang bersumber dari hukum, peraturan, kebijakan dan nilai kearifan lokal (local wisdom) yang dianut dan berkembang di tengah masyarakat. Selengkapnya mandat tersebut tersaji pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Klasifikasi Mandat Renstra AMPL Kabupaten Bangka No. Sumber Mandat Substansi Mandat A. Hukum / Peraturan/ Kebijakan 1. Amandemen ke-4 UUD 45 Pasal 33 Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat 2 UU Nomor 23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup 3 UU Nomor 7 Tahun 2004 Sumber Daya Air 4 UU Nomor 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 5 UU Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah 6 UU Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara 7 UU Nomor 19 Tahun 2004 Kehutanan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 8 UU Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan 9 UU Nomor 17 Tahun 2007 RPJPN 2005-2025

10 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 11 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 12 Perda Kabupaten Bangka Nomor 6 Tahun 2001 13 Perda Kabupaten Bangka Nomor 10 Tahun 2002 15 Perda Kabupaten Bangka Nomor 5 Tahun 2001 16 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 18 Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat 19 Keputusan Bupati Bangka Nomor188.45/680/Bapeda/2007 20 Ratifikasi Millenium Development Goals Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum RPJMN 2010-2014 Pertambangan Umum Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Persyaratan Kualitas Air Minum Pijakan pembangunan AMPL BM Pembentukan Pokja AMPL-BM Kabupaten Bangka Setengah dari jumlah penduduk dunia pada tahun 2015 yang mempunyai akses AMPL akan terlayani AMPL secara layak B. Adat Istiadat 1 Nganggung Tanggung persoalan secara bersama 2 Sepintu Sedulang Gotong royong dan kebersamaan 2.2. V i s i Visi Pembangunan dan Pengelolaan AMPL-BM Kabupaten Bangka adalah Bangka 2015; Sehat Air dan Sehat Lingkungan. Kata Sehat Air mengandung makna tersedianya air minum dengan kuantitas dan kualitas yang memenuhi standar kesehatan yang disertai perubahan perilaku masyarakat untuk mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan dan kelestarian sumberdaya alam. Kata Sehat Lingkungan mengandung makna terciptanya kondisi lingkungan yang bersih dan sehat yang disertai perubahan perilaku masyarakat dalam mengadopsi konsep pola hidup bersih dan sehat.

2.3. Misi Untuk merealisasikan Visi Program Pembangunan AMPL-BM Kabupaten Bangka menjadi kondisi nyata, langkah-langkah yang akan ditempuh dirumuskan dalam bentuk misi sebagai berikut : 1. Mewujudkan Ketersediaan Air Baku Air Minum Yang Berkualitas dan Kontinyu Bagi Masyarakat 2. Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Di Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 3. Peningkatan Pembangunan Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Yang Kontinyu Dan Berkualitas. 4. Mewujudkan Kelembagaan Pengelola AMPL Yang Optimal. 2.4. Nilai Untuk dapat mencapai misi tersebut, terdapat nilai nilai yang patut dianut dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan AMPL-BM. Nilai nilai tersebut adalah: (i) partisipatif: kesediaan masyarakat untuk berperan serta mengubah perilaku hidup menjadi bersih dan sehat; (ii) sustainable: pembangunan harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan generasi yang akan datang; (iii) spirit untuk hidup sehat; (iv) bersih itu sebagian dari iman; (v) air sumber kehidupan; (vi) environment friendly; kesadaran stakeholder pertambangan untuk melakukan pertambangan yang ramah lingkungan; (vii) forest friendly; kesadaran stakeholoder kehutanan untuk

melakukan pembangunan yang tidak merusak dan merubah fungsi hutan sebagai cadangan sumber air; (vii) transparan dan akuntabel: kesadaran stakeholder untuk melakukan pembangunan dengan cara yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN 3.1. Kondisi Daerah Secara formal-legal, pembentukan Kabupaten Bangka ditetapkan dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kota Praja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821), dan merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Selatan. Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kabupaten Bangka menjadi salah satu kabupaten dari Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 3.1. Nama Kecamatan, Luas Wilayah dan Jarak Ke Sungailiat No Kecamatan Luas Jarak ke Sungailiat Wilayah (km) (km 2 ) 1 Belinyu 546,5 54 2 Merawang 164,4 21 3 Mendo Barat 570,46 33 4 Puding Besar 383,29 32 5 Bakam 488,10 38 6 Riau Silip 523,68 42 7 Pemali 127,87 15 8 Sungailiat 146,38 0 Kabupaten Bangka mempunyai wilayah seluas 2.950,68 Km², terdiri dari 8 kecamatan, dengan jumlah penduduk 229.707 jiwa dan Sungailiat sebagai ibukota

kabupaten. Selengkapnya nama-nama kecamatan, luas wilayah dan jaraknya dari ibukota kabupaten tersaji pada tabel 2.1 diatas. Luas wilayah dan jarak kecamatan ke ibukota kabupaten ternyata membawa dampak terhadap perekonomian, baik terhadap struktur perekonomian maupun terhadap disparitas perekonomian wilayah. Secara umum, struktur perekonomian wilayah kecamatan yang berada jauh dari Sungailiat sebagai pusat pertumbuhan masih di dominasi oleh sektor primer, yang mengandalkan pertambangan dan pertanian sebagai kontributor perekonomian. Sedangkan Sungailiat dan beberapa kota orde II cenderung sudah mengarah kepada struktur perekonomian yang berbasis sektor sekunder dan tersier. Dari sisi lain, perbedaan jarak dan basis perekonomian tersebut juga menimbulkan disparitas perekonomian wilayah. Kecamatan-kecamatan utama seperti Sungailiat dan Belinyu yang menjadi pusat pertumbuhan, memiliki kondisi perekonomian yang jauh lebih baik dibandingkan kecamatan lain. Perbedaan tersebut disamping disebabkan karena pola pembangunan yang cenderung bergaya growth pole, juga disebabkan karena pemerintah daerah belum memiliki perencanaan dan dokumen identifikasi potensi dan daya saing yang berbasis wilayah kecamatan. 3.2. Development Diamond Kinerja pembangunan di suatu wilayah dapat dilihat dari perkembangan segiempat pembangunan (development diamond), dalam selang waktu beberapa tahun

(World Bank, 1995). Terdapat empat sisi dalam development diamond yang dapat menggambarkan sejauh mana keberhasilan pembangunan, yaitu GNP per kapita (di tingkat Kabupaten diwakili oleh PDRB per kapita), tingkat harapan hidup (Life Expectancy), tingkat partisipasi Sekolah Dasar atau GPER (Gross Primary Enrollment Rate), dan akses ke safe water. Pada dasarnya masing-masing sisi memiliki aspek pembangunan yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. PDRB per kapita menggambarkan perkembangan dari aspek ekonomi pembangunan. Pembangunan dikatakan berkembang jika PDRB per kapita semakin lama semakin meningkat. Tingkat harapan hidup waktu lahir menggambarkan aspek kesehatan dan tingkat partisipasi sekolah menggambarkan aspek pendidikan, yang merupakan aspek sosial dari pembangunan. Idealnya, seiring dengan perkembangan waktu diharapkan bahwa kedua nilai aspek sosial ini dapat meningkat. Sementara itu, akses ke safe water mencerminkan aspek lingkungan dari tujuan pembangunan. Jika kualitas lingkungan atau ekosistem terjaga dengan baik, maka masyarakat akan tetap mendapatkan air bersih untuk kebutuhan hidupnya. Jika akses ke safe water cenderung menurun maka terdapat indikasi adanya penurunan kualitas lingkungan, misalnya pencemaran, berkurangnya air tanah, dan seterusnya sehingga terdapat kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Development diamond sebagai hasil pembangunan di Kabupaten Bangka untuk tahun 2009 memperlihatkan bahwa masing-masing aspek memiliki trend tersendiri. Aspek ekonomi (PDRB yang diukur berdasarkan pendekatan PDRB per kapita)

menunjukkan perkembangan yang sangat berarti, yaitu Rp. 15.010.502, meningkat 4,75% dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut memang sudah selayaknya, karena semakin bertambahnya waktu, nilai uang cenderung menurun (ada inflasi). Namun jika dibandingkan dengan tingkat inflasi selama 6 tahun tersebut, maka pengeluaran per kapita per bulan dari masyarakat di Kabupaten Bangka cenderung meningkat. Dari aspek sosial, terutama bidang kesehatan yang ditunjukkan oleh angka harapan hidup waktu lahir, adalah 67,22 tahun, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 66,99 tahun. Angka harapan hidup waktu lahir ini dapat menunjukkan taraf gizi dan lingkungan di luar rumah. Ini berarti bahwa taraf gizi dan lingkungan di luar rumah masyarakat Kabupaten Bangka dapat dikatakan mulai membaik. Aspek sosial lainnya adalah bidang pendidikan yang diwakili oleh GPER, yaitu persentasi penduduk yang masih bersekolah di Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajat terhadap penduduk usia SD (di Indonesia, usia SD adalah 7-12 tahun). Angka ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan, setidaknya pendidikan dasar. Pada tahun 2009, GPER adalah 122,50, mengalami peningkatan luar biasa dibandingkan tahun 2008 yang hanya 101,08. Nilai GPER yang terus meningkat menunjukkan bahwa penduduk yang masih bersekolah di SD semakin bertambah dibandingkan dengan perkembangan penduduk usia 7-12 tahun. Sedikitnya terdapat 2 alasan terhadap peningkatan nilai GPER ini. Pertama, kesadaran masyarakat untuk menuntut ilmu di sekolah dasar semakin baik. Kedua, kondisi perekonomian rumah tangga lebih memungkinkan bagi orang tua untuk menyekolahkan putra-putrinya.

Meskipun demikian, upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan harus terus dilakukan dan harus diiringi dengan upaya peningkatan perekonomian masyarakat. Jika perekonomian masyarakat dapat meningkat maka peluang meningkatnya proporsi pengeluaran untuk non makanan, termasuk biaya pendidikan akan semakin meningkat pula. Dari aspek lingkungan, akses ke safe water (air bersih) di ukur dari persentase penduduk (atau rumah tangga) yang dapat akses ke persediaan air bersih, baik yang telah mengalami perlakuan khusus seperti PDAM ataupun sarana lain tetapi tidak terkontaminasi (World Bank, 1995). Dalam hal ini, nilai akses ke air bersih dihitung sebagai persentase rumah tangga dengan air minum ledeng, air dalam kemasan, pompa, sumur terlindung, atau mata air terlindung. Nilai yang semakin meningkat menunjukkan bahwa akses ke air bersih semakin membaik. Hasil survey tahun 2009 memperlihatkan bahwa akses masyarakat terhadap air bersih mencapai 65,35 persen. Angka ini jauh meningkat dibandingkan tahun 2007 yang baru mencapai 54,14 persen. Hasil ini menunjukkan pada tahun 2009, hanya sekitar 34,65 persen rumah tangga masih diragukan; apakah air yang mereka gunakan benar-benar bebas dari kontaminasi? Sebab sumber air minum dari rumah tangga ini adalah sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, sungai atau penampungan air hujan yang tidak saniter. Selama lingkungan di sekitar mereka masih murni dan terbebas dari polusi, terutama polusi air, tanah, atau hujan asam, maka mereka dapat dikategorikan mempunyai akses juga ke air bersih.

3.3. Kondisi AMPL 3.3.1. Cakupan MDGs Air Minum Musim Hujan dan Musim Kemarau Sarana air minum yang termasuk dalam indikator MDGs adalah Air yang berasal dari sistem perpipaan, sumur gali terlindungi, sumur bor terlindungi, mata air terlindungi, sumur pompa tangan terlindungi dan penampungan air hujan. Sarana air minum dikatakan terlindungi apabila sarana tersebut secara fisik memenuhi syarat misalnya ada cincin sumur setinggi minimal 3 meter, ada bibir sumur setinggi 1 meter, lantai sumur kedap air dengan radius minimal 1 meter, ada katrol dan tali timba sehingga ember yang digunakan untuk mengambil air tidak diletakkan sembarang dilantai sumur (jika tidak menggunakan pompa air), dan minimal berjarak 10 meter dari sumber pencemar misalnya pembuangan akhir tinja, kandang ternak, tempat pembuangan sampah sementara, sarana pembuangan air limbah dan sumber pencemar lainnya. Cakupan MDGs air minum Kabupaten Bangka Tahun 2009 adalah 65,35% pada musim hujan dan 53,02% pada musim kemarau. Pada Grafik 3.1 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi untuk cakupan MDGs air minum pada musim hujan adalah di Kecamatan Mendo Barat yaitu 68,8% dan cakupan terendah berada di Kecamatan Sungailiat yaitu sebesar 54,26%, sedangkan pada musim kemarau cakupan MDGs air minum tertinggi berada Kecamatan Merawang yaitu 63,2% dan cakupan terendah berada di Kecamatan Puding Besar yaitu 46,53%.

Persentase (%) Grafik 3.1. Cakupan MDGs Air Minum Pada Musim Hujan dan Musim Kemarau Kabupaten Bangka Tahun 2009 80 70 60 50 40 30 20 10 0 68,08 Mendo Barat 46,85 Merawang 61,31 57,75 66,59 Puding Besar 46,53 54,26 53,31 Sungailiat 64,38 62,2 65,16 Pemali Bakam 51,04 61,67 Belinyu 47,48 69,39 Riau Silip 53,02 MDG's AM Musin Hujan MDG's AM Musin Kemarau Pada musim penghujan sarana air minum utama kriteria MDG s yang digunakan oleh rumah tangga di Kabupaten Bangka adalah sumur gali terlindungi yaitu sebesar 56,08%, kemudian sumur bor terlindungi sebesar 5,63%, ledeng/perpipaan 3,25%, Mata air terlindungi 0,3% dan sumur pompa tangan terlidungi yaitu 0,09%. Sedangkan sarana air minum yang tidak memenuhi kritria MDG s namun digunakan oleh masyarakat adalah sumur gali tidak terlindungi sebesar 17,63%, air kemasan sebesar 11,47% dan sisanya adalah sarana air minum tidak terlindungi lainnya dengan proporsi masing-masing tidak lebih dari 2%. Sedangkan pada musim kemarau sebagian besar masyarakat menggunakan air untuk minum bersumber dari sumur gali (40,93%), sumur bor (6,84%), ledeng/perpipaan (4,23%) sedangkan mata air dan sumur pompa tangan hanya 0,59%

dan 0,42%, proporsi selebihnya yaitu 46,99% adalah sarana air minum pada musim kemarau yang tidak termasuk dalam kriteria MDG s yang terdiri dari air kemasan (13,17%), sumur gali tidak terlindungi (13,03%), sungai (8,90%), kolong (5,06%), mata air tidak terlindungi (4,87%) dan sisanya adalah sumur pompa tangan dan sumur bor tidak terlindungi (1,47%). Pada grafik diatas terlihat bahwa ada perbedaan penggunaan air minum pada musim hujan dan pada musim kemarau di hampir semua kecamatan yaitu rata-rata 16% kecuali pada Kecamatan Sungailiat dan Kecamatan Pemali dimana rata-rata perbedaan kedua kecamatan tersebut hanya 3%. Hal ini terjadi karena masyarakat di setiap kecamatan (kecuali Kecamatan Sungailat dan Kecamatan Pemali) yang biasa menggunakan air minum yang berasal dari sumur gali terlindungi pada musim hujan sebagian besar beralih menggunakan sarana air minum yang tidak masuk dalam kriteria MDG s yaitu bersumber dari air sungai rata-rata 8,6% terutama di kecamatan Mendo Barat (16%), mata air tidak terlindungi rata-rata 4,5% terutama di Kecamatan Puding Besar (6 %), sedangkan untuk sumber air minum yang berasal dari kolong sebagian besar digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Belinyu dan Riau Silip dengan masing-masing perbedaan proporsi musim hujan dan musim kemarau adalah 18% dan 11%. Pada Kecamatan Sungailiat dan Pemali sudah diterangkan sebelumnya bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang signifikan antara penggunaan sarana air minum dimusim hujan dan musim kemarau, ini dikarenakan di kedua kecamatan tersebut

terdapat sarana Penyediaan Air Minum yaitu PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), walaupun belum banyak masyarakat yang bisa mengakses air perpipaan/ledeng di kedua kecamatan tersebut yaitu hanya rata-rata 8,1% dimusim kemarau dan 5,2% dimusim hujan. Namun pada musim kemarau terjadi peningkatan status kepemilikan pada sarana milik orang lain/tetangga dari 33,51% menjadi 39,0%, pada sarana umum juga mengalami peningkatan sebesar 11,6%. Bila dilihat status kepemilikan sarana dari hasil survei AMPL Kabupaten Bangka tahun 2009 dimana pada musim hujan sebesar 47,80% masyarakat menggunakan sarana milik sendiri, 28,51% sarana milik tetangga/orang lain dan 23, 69% masyarakat Kabupaten Bangka menggunakan sarana umum, namun dimusim kemarau penggunaan sarana milik sendiri mengalami penurunan sebesar 13,07%, sarana milik tetangga/orang lain relatif stabil yaitu 28,30%, sedangkan sarana milik umum mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 13,28%. Jadi dapat dikatakan bahwa pada musim kemarau, hampir semua masyarakat yang sarana air minumnya mengalami kekeringan beralih menggunakan sarana air minum yang dibangun oleh pemerintah (sarana umum). 3.3.2. Cakupan Penyehatan Lingkungan Kabupaten Bangka Sarana penyehatan lingkungan yang termasuk dalam indikator MDGs adalah sarana sanitasi Cubluk dan Tangki Septik.

Persentase (%) Bila dilihat pada grafik 3.2 hanya ada 3 (tiga) kecamatan yang belum memenuhi target MDG s Kabupaten Bangka yang akan dicapai pada tahun 2015 yaitu Kecamatan Mendo Barat dimana cakupannya adalah 61,65%, Kecamatan Puding Besar adalah 55,70% dan Kecamatan Bakam baru mencapai 68,90%. Sedangkan pada 5 (lima) kecamatan lain sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam rencana strategis program AMPL Kabupaten Bangka. Dengan berbagai kondisi diatas, persentase cakupan MDGs penyehatan lingkungan di Kabupaten Bangka secara rataan adalah 75,96%. Walaupun demikian masih banyak desa-desa yang cakupan penyehatan lingkungannya jauh dibawah target kabupaten. Grafik 3.2. Cakupan MDGs Penyehatan Lingkungan Kabupaten Bangka Tahun 2009 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 61,65 76,36 55,7 94,28 85,56 60,9 75,87 75,04 Mendo Barat Merawang Puding Besar Sungailiat Pemali Bakam Belinyu Riau Silip MDG's PL Sebagian besar masyarakat di setiap Kecamatan di Kabupaten Bangka menggunakan sarana sanitasi dengan jenis cubluk seperti yang terlihat pada grafik 3.3 dan gambar peta di bawah ini. Persentase rata-rata cakupan MDGs penyehatan

Persentase (%) lingkungan Kabupaten Bangka adalah 75,96% yang terdiri dari penggunaan cubluk 55,66% dan tangki septic 20,31%, sedangkan sebesar 24,03% tempat pembuangan akhir tinja masyarakat dikategorikan lainnya yang terdiri dari kebun/lahan terbuka (16,65%), MCK umum (1,2%), sungai (3,32%), kolong (2,47%) dan sisanya adalah lainnya (0,48%) Grafik 3.3. Cakupan MDG s Penyehatan Lingkungan Jenis Cubluk dan Tangki Septik di Kabupaten Bangka Tahun 2009 70 60 50 40 30 20 10 0 50,37 Mendo Barat 11,28 62,31 Merawang 13,86 47,32 Puding Besar 8,38 63,64 Sungailiat 30,64 60,05 Pemali 25,54 48,93 Bakam 19,97 45,91 Belinyu 29,96 48,33 Riau Silip 26,71 Cubluk Tangki Septik

Persentase (%) 3.3.3. Cakupan Pembuangan Limbah Cair Non Tinja Rumah Tangga Air limbah non tinja rumah tangga mengandung berbagai bahan organik dan non organik yang dapat mencemari air tanah, oleh karena itu air limbah harus dibuang pada sarana yang tidak menimbulkan pencemaran tersebut. Untuk daerah yang belum ada sistem saluran pembuangan air limbah maka sebaiknya air limbah dialirkan ke tempat pembuangan berupa sumur peresapan agar air kotor tersebut tidak mengalir sembarang. Pembuangan air limbah ke dalam selokan terbuka tidak dianjurkan apalagi selokan tersebut tidak mengalir. Grafik 3.4. Cakupan Pembuangan Limbah Cair Non Tinja Rumah Tangga Kabupaten Bangka 80 70 66,14 63,5 68,32 75,56 71,38 60 50 40 30 20 10 48,55 50,03 46,84 44,42 30,15 24,17 23,06 18,51 9,69 6,35 8,62 4,61 5,55 5,93 55,03 35,8 9,17 24 4,62 0 Mendo Barat Merawang Puding Besar Sungailiat Pemali Bakam Belinyu Riau Silip Saluran terbuka/got Kebun/lahan terbuka Lainnya Pada grafik diatas dapat dijelaskan bahwa Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Rumah Tangga merupakan bagian dari kategori lainnya dan yang menggunakan sarana tersebut masih sangat rendah yaitu hanya 1,01% (rata-rata tingkat kabupaten) padahal

sarana ini merupakan sarana yang relatif aman jika suatu daerah belum mempunyai sistem pembuangan limbah cair non tinja secara komunal. Kebun/lahan terbuka merupakan tempat pembuangan limbah cair non tinja yang paling banyak digunakan oleh masyarakat yaitu sebesar 59,97%, pembuangan limbah cair non tinja yang dibuang di saluran terbuka menduduki peringkat kedua setelah kebun/lahan terbuka yaitu sebesar 32,76% dan proporsi sisanya adalah kategori lainnya yaitu sebesar 6,26%.

Persentase (%) 3.3.4. Tempat Pembuangan Sampah Rumah Tangga Sama halnya dengan air limbah, sampah juga merupakan sumber pencemar bagi sumber air, untuk itu sampah perlu dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan maupun estetika. Cara pembuangan sampah di masyarakat dapat bermacam-macam, namun cara yang cukup saniter adalah composting (sampah dijadikan pupuk tanaman), incenerator (sampah dibakar dengan suhu tinggi) dan sanitary landfill (ditujukan untuk lahan yang tidak bermanfaat menjadi lahan yang bisa digunakan). Grafik 3.5. Cakupan Pembuangan Sampah Rumah Tangga Kabupaten Bangka Tahun 2009 (1) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 48,96 47,98 3,06 Mendo Barat 55,22 36,53 8,25 Merawang 49,37 45,06 5,57 Puding Besar 91,87 81,67 75,22 57,8 51,16 44,43 35,52 23,83 15,85 6,68 0,95 4,41 6,63 2,48 1,5 Sungailiat Pemali Bakam Belinyu Riau Silip dibakar ditimbun lainnya Di Kabupaten Bangka lebih dari separuh rumah tangga yang mengolah sampahnya dengan cara dibakar yaitu sebesar 63,55%, membuang sampah dengan cara dibuang ke TPS yang diangkut petugas masih sangat rendah yaitu 3,81%, sampah yang dibuang di lahan terbuka juga cukup tinggi yaitu 26,93% dan sebanyak 5,71%

rumah tangga membuang sampah ke tempat lainnya (kolong, sungai dan lainnya). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.5 diatas.

3.4. Pembiayaan Investasi AMPL Kondisi per-ampl-an yang belum sepenuhnya mampu memenuhi target MGD,s tersebut, mengharuskan Pemkab Bangka melakukan perencanaan-perencanaan investasi yang berkaitan dengan air bersih atau air minum. Meskipun banyak data yang masih cenderung prediktif, namun perencanaan investasi harus tetap dilakukan dengan berdasarkan asumsi-asumsi pembiayaan yang general dan dihitung menggunakan unit cost/jiwa. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan pembiayaan investasi ini adalah kondisi akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi pada tahun 2006 : (i) cakupan air bersih adalah 54,14 persen; (ii) cakupan sanitasi adalah 51,43 persen; (iii) kebutuhan investasi air minum/air bersih per KK adalah Rp1.600.000 (iv) kebutuhan investasi sanitasi per KK adalah Rp3.000.000; dan (v) pembiayaan investasi diperuntukkan hingga tahun 2015. Selengkapnya rincian detail kebutuhan pembiayaan investasi AMPL tersebut tersaji pada tabel dibawah ini. Tabel 3.2. Prediksi Pembiayan Investasi AMPL di Kabupaten Bangka Indikator Investasi Jumlah Desa & Kec. Jumlah Penduduk Jumlah KK Cakupan Bersih Cakupan Sanitasi Investasi Air Bersih Investasi Sanitasi Investasi AMPL-BM Investasi/tahun selama 2008-2015 Uraian Investasi 60 desa+9 kel= 8 Kecamatan 234.889 jiwa: 95.842 perkotaan + 138.827 pedesaan) 60.222 KK 54,14 % x 60.222 KK = 32.604 KK Sisa yang harus ditangani 60.222 32.604 = 27.618 KK 51,43 % x 60.222 KK = 30.972 KK Sisa yang harus ditangani 60.222-30.972 = 29.250 KK Rp1.600.000 x 27.618 KK = Rp44.188.494.720 Rp3.000.000 x 29.250 KK = Rp87.749.476.200 Rp44.188.494.720 + Rp87.749.476.200 =Rp131.937.970.920 Rp131.937.970.920/8= Rp16.492.246.365

3.5. Faktor-Faktor Keberhasilan Untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana yang telah direncanakan, perlu diketahui faktor-faktor kunci keberhasilan dan strategi pelaksanaan. Untuk identifikasi faktor kunci keberhasilan dan perumusan strategi ini digunakan análisis SWOT. Analisis SWOT yang terdiri dari analisis internal dan eksternal, digunakan untuk menentukan dan menganalisa strategi dimaksud, karena faktor-faktor internal dan eksternal di dalam pembangunan memiliki tingkat kohesi dan kombinasi yang tinggi untuk saling mempengaruhi. Analisis lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai faktor yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), kajian internal pada hakekatnya merupakan analisis dan evaluasi atas kondisi, kinerja dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan. Sedangkan analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai faktor yang menjadi kesempatan (Opportunity) dan tantangan (Threat). Berikut ini matrik identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal yang digunakan dalam analisis SWOT dalam AMPL-BM Kabupaten Bangka.

Tabel 3.3. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal AMPL Kabupaten Bangka Faktor Strategis Eksternal Deskripsi Respon Pemda Kesempatan 1. MDG s 2. Otonomi Daerah 3. Dukungan NGO Lokal (perguruan tinggi, LSM, ormas) 4. Peraturan UU LH dan Sumber Daya Air Ancaman 1. Kesempatan melaksanakan kebijakan AMPL 2. Kemudahan program AMPL 3. Dukungan banyak pihak 4. Perlindungan kawasan SDA dan LH 1. Renstra AMPL 2. Dukungan sarana dan prasarana AMPL 3. Fasilitasi NGO lokal 4. Penertiban dan kelestarian lingkungan hidup dan SDA 1. Menurunnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air baku air minum masyarakat 2. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk ber Pola Hidup Bersih dan Sehat 3. TI (tambang rakyat) dan asosiasi 1. akses terhadap air bersih berkurang 2. a. KLB Malaria, diare dan penyakit berbasis AMPL lainnya b. Mempersulit program AMPL 3. Mempercepat proses kerusakan lingkungan dan SDA 1. Reklamasi, reboisasi dan rehabilitasi 2. a. JKSS, abatisasi, PSN b. Sosialisasi /memperkuat kelembagaan 3. Penertiban tambang Tabel diatas memperlihatkan bahwa faktor strategis eksternal dalam aspek kesempatan (opportunity), terdapat setidaknya empat opportunity utama yang dapat digunakan untuk mencapai visi renstra AMPL, yaitu; (i) ratifikasi MDG s yang menjadi referensi standar bagi seluruh negara; (ii) otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan yang memungkinkan pemerintah daerah membuat perencanaan dan melaksanakan pembangunan tanpa terlalu banyak intervensi dari pemerintah pusat; (iii) dukungan dan komitmen dari berbagai NGO lokal, terutama perguruan tinggi, LSM yang bergerak di wilayah AMPL dan organisasi massa yang peduli AMPL; dan (iv)

adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan payung hukum bagi pelanggaran terhadap lingkungan hidup, pertambangan, sumberdaya air dan peraturan lain yang terkait. Dari aspek ancaman (threats), terdapat setidaknya empat hambatan utama yang dapat memperlambat pencapaian sasaran Renstra, yaitu; (i) menurunnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air baku air minum bagi masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat sangat merasakan terjadinya penurunan kuantitas, kualitas dan kontinuitas air bersih. Berbagai permasalahan diperkirakan menjadi penyebabnya. Penggundulan hutan akibat aktivitas illegal logging, makin meluasnya lahan perkebunan sawit yang sangat rakus dalam mengkonsumsi air tanah, maupun berbagai pencemaran air, merupakan diantara penyebabnya.; (ii) rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, seringkali menjadikannya sebagai faktor pencetus terjadinya wabah diare, malaria dan berbagai penyakit berbasis lingkungan lainnya; (iii) marak dan tidak terkendalinya aktivitas tambang timah inkonvensional, menjadikan banyak kawasan-kawasan lindung dan Daerah Aliran Sungai yang beralih fungsi menjadi kawasan-kawasan pertambangan. Persoalannya menjadi lebih kompleks ketika asosiasi yang menaungi para penambang timah rakyat, justru banyak mengambil kebijakan yang tidak pro kelestarian llingkungan hidup dan keberlanjutan Sumber Daya Air (SDA).

Disamping faktor strategis eksternal, faktor keberhasilan lain yang sama pentingnya adalah faktor strategis internal. Selengkapnya identifikasi faktor strategis internal tersebut tersaji pada tabel berikut. Tabel 3.4. Identifikasi Faktor Strategis Internal AMPL Kabupaten Bangka Faktor Strategis Internal Deskripsi Respon PEMDA Kekuatan 1. Komitmen pimpinan daerah 2. Dukungan PEMDA 3. SDM tersedia 4. Pokja AMPL Kelemahan 1. SDM aparatur rendah 2. Anggaran tidak proporsional 3. Belum memadainya perangkat peraturan yang mendukung pembangunan dan pengelolaan AMPL 4. Rendahnya jumlah dan kinerja kelembagaan pengelola AMPL 1. Konsistensi kebijakan 2. Aksesibilitas program 3. Ketrampilan 4. Fasilitasi pembangunan 1. Inkoordinasi 2. Fungsi fasilitasi menjadi tidak optimal 3. Kebijakan pembangunan tidak terfokus pada AMPL 4. Aksesibilitas dan akselerasi pencapaian sasaran rendah 1. RPJMD Pro AMPL 2. Kuatnya dukungan 3. Peningkatan kualitas 4. Fasilitasi 1. Intensifikasi Rakor 2. Peningkatan anggaran AMPL secara bertahap 3. Penyusunan perangkat peraturan 4. penambahan dan perbaikan kinerja Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari sisi kekuatan (strength) dalam aspek internal, setidaknya terdapat empat faktor utama yang sangat berkorelasi terhadap pencapaian visi AMPL. Keempat faktor tersebut adalah: (i) komitmen pimpinan daerah; dalam visi dan misi Bupati yang kemudian dijabarkan dalam RPJMD, sektor AMPL menjadi salah satu sektor yang menjadi titik tekan; (ii) dukungan pemda yang memadai, baik dari sisi budget maupun kebijakan yang pro AMPL. Faktor ini menjadi sangat penting, karena menunjukkan fungsi langsung sebagai fasilitator sekaligus

regulator dalam pembangunan yang harus berkelanjutan dengan terus memberikan peluang kehidupan yang sama untuk generasi masa depan; (iii) SDM tersedia, yang terkait ketersediaan SDM AMPL yang cukup, sehingga jika keterampilan SDM ditingkatkan melalui berbagai perlakuan, pembangunan AMPL akan mudah terlaksana dengan baik; dan (iv) Kelembagaan Pokja AMPL, walaupun bersifat ad hoc, namun tupoksinya sebagai fasilitator dan koordinator pembangunan AMPL, akan sangat membantu dalam pencapaian sasaran pembangunan. Dari aspek kelemahan (weakness), terdapat empat faktor utama yang diperkirakan memiliki pengaruh negatif yang kuat terhadap pencapaian sasaran. Faktor-faktor tersebut adalah; (i) SDM aparatur rendah, yang seringkali menyebabkan berbagai introduksi kebijakan menjadi terhambat, kemampuan teknis sulit berkembang dan koordinasi antar instansi menjadi sangat lemah; (ii) Anggaran Sektor AMPL yang Rendah, menyebabkan fungsi fasilitasi pembangunan Sektor AMPL tidak berjalan optimal; (iii) Belum memadainya perangkat peraturan yang mendukung pembangunan dan pengelolaan AMPL, menyebabkan pengambilan kebijakan dan berbagai program pembangunan terutama yang bersumber dana dari pemerintah tidak terarah pada AMPL; dan (iv) Rendahnya jumlah dan kinerja kelembagaan pengelola AMPL, menyebabkan aksesibilitas dan akselerasi pencapaian sasaran menjadi rendah.

3.6. Permasalahan Strategis Keberlanjutan hasil pembangunan merupakan isu yang perlu mendapatkan penanganan bersama dan menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Pengalaman mengajarkan bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik dan berkelanjutan dalam pembangunan dan pengelolaan AMPL sangat ditentukan oleh beberapa aspek penting, yaitu aspek sosial, lingkungan, teknologi, pendanaan dan kelembagaan. Jika permasalahan-permasalahan yang terkait dengan keseluruhan aspek tersebut dapat diatasi atau dieliminir, maka hampir dipastikan pembangunan dan peengeloaan AMPL akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan strategis seluruh aspek pembangunan tersebut. Hasil identifikasi permasalahan strategis pembangunan AMPL di Kabupaten Bangka, tersaji pada tabel 3.5 berikut. Tabel 3.5. Permasalahan Strategis Pembangunan AMPL di Kabupaten Bangka Aspek Keberlanjutan Permasalahan Strategis Sosial Lingkungan Rendahnya Kesadaran Masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat Rendahnya kesadaran akan pentingnya pembangunan berkelanjutan Kurangnya Sense of belonging infrastruktur AMPL yang dibangun pemerintah Ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah dalam pembangunan infrastruktur AMPL Kerusakan hutan lindung dan DAS yang parah Sumber air tanah yang korosif akibat pencemaran limbah pertambangan Pencemaran lingkungan akibat limbah industri rumah

Aspek Keberlanjutan Permasalahan Strategis Teknik Pendanaan Kelembagaan tangga Teknologi pengolahan dan distribusi air PDAM dan SPAM yang masih sangat terbatas Teknologi pengelolaan sampah dan limbah masih sangat tradisional Prinsip 3 R masih belum terinternalisasi dengan baik Rasio anggaran AMPL per APBD yang rendah Rasio anggaran AMPL per APBDes yang rendah Prinsip kemitraan melalui CSR belum mengarah pada AMPL Swadaya Masyarakat masih kurang Kinerja PDAM masih dipertanyakan IKK dan SPAM belum beroperasi dengan baik Kinerja UPTD TPA belum optimal Belum banyak perangkat peraturan yang mendukung pembangunan AMPL 3.7. Intervensi dan Asumsi Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaimana mengatasai atau mereduksi permasalahan strategis yang riil dan terkait dengan keseluruhan aspek keberlanjutan. Secara teknis, karena melibatkan seluruh stakeholders, suatu permasalahan AMPL tidak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah saja, namun harus juga melalui keterlibatan dan peran serta stakeholders tersebut. Keterlibatan stakeholders internal dikenal sebagai asumsi, sedangkan keterlibatan stekholders eksternal dikenal dengan intervensi. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan strategis di Kabupaten Bangka, sangat diperlukan intervensi dan asumsi-asumsi yang berperan dan menjadi faktor penting.

Selengkapnya inventarisasi intervensi dan asumsi dalam kebijakan pengelolaan AMPL di Kabupaten Bangka, tersaji pada tabel berikut. Tabel 3.6. Kebijakan, Intervensi dan Asumsi Dalam Pembangunan dan Pengelolaan AMPL di Kabupaten Bangka Kebijakan Intervensi Asumsi Menjamin Ketersediaan Air Baku Air Minum Bagi Masyarakat Konsistensi Dukungan Pokja AMPL Nasional dan Provinsi Konsistensi Dukungan Segenap Unsur Pemerintahan Daerah Menjamin Ketersediaan Sumber Air Baku Yang Sehat Dan Lestari Bagi Masyarakat Dukungan Sektor Swasta Komitmen Pimpinan Daerah Menyediakan Perangkat Peraturan Yang Mendukung Pembangunan Dan Pengelolaan AMPL Mengembangkan Alternatif Sumber Pendanaan Untuk Pembangunan AMPL Melibatkan Masyarakat Dan Pemerintahan Desa Dalam Promosi Dan Edukasi PHBS Dukungan Perguruan Tinggi dan LSM Keterlibatan Aktif Masyarakat Kelembagaan Pengelolaan AMPL Kab Yang Kuat Sistem Perencanaan AMPL Yang Optimal Perangkat Peraturan Yang Mendukung SDM Aparatur Yang Handal Meningkatkan Kinerja Manajemen Penyelengaraan Dan Pengelolaan AMPL

B A B IV STRATEGI PELAKSANAAN 4.1. Isu, Tujuan dan Sasaran Strategis Secara umum tujuan strategis ini diturunkan dari issue-issue strategis. Sedangkan issue strategis yang dirumuskan dari berbagai permasalahan seperti yang eksplorasi dalam analisis matrik faktor strategis internal dan eksternal juga memiliki keterkaitan yang erat dengan misi-misi yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Dengan demikian ada hubungan korelasional yang kuat antara misi, issue strategis dan tujuan strategis yang merupakan tiga variabel penting dalam Renstra AMPL Kabupaten Bangka. Tabel 4.1. Isu dan Tujuan Strategis Renstra AMPL Kabupaten Bangka Isu Strategis Tujuan Strategis Menurunnya Kuantitas, Kualitas Dan Kontinyuitas Air Minum Bagi Masyarakat Rendahnya Kesadaran Masyarakat untuk Ber Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Belum Memadainya Perangkat Peraturan Yang Mendukung Pembangunan dan Pengelolaan AMPL Rendahnya Jumlah dan Kinerja Kelembagaan Pengelolaan AMPL Peningkatan Kuantitas Dan Kualitas Air Minum Bagi Masyarakat Peningkatan Kontinyuitas Air Baku Air Minum Bagi Masyarakat Mewujudkan Pola Hidup Bersih Dan Sehat di Masyarakat Mewujudkan Kebijakan Kepastian Hukum Yang Mendukung Pembangunan dan Pengelolaan AMPL Meningkatkan Kapasitas Pendanaan Untuk Pembangunan dan Pengelolaan AMPL Peningkatan Jumlah Dan Kinerja Kelembagaan Pengelolaan AMPL

Dari hasil analisis faktor strategis internal dan eksternal, ternyata terdapat empat isu strategis yang memiliki bobot, rating dan skor yang jauh lebih besar dibandingkan isuisu lainnya, sehingga diperkirakan juga memiliki dampak yang lebih besar terhadap pencapaian target dan sasaran Renstra. Selengkapnya isu dan tujuan strategis Renstra AMPL Kabupaten Bangka, tersaji pada tabel 4.1 diatas. Isu strategis pertama adalah Menurunnya kuantitas, kualitas dan kontinyuitas air minum bagi masyarakat. Isu yang berasal analisis stragetis eksternal ini menjadi isu paling krusial yang berkembang dalam tahun-tahun terakhir ini. Berkaitan langsung dengan berkurangnya sumber, volume dan kualitas air bersih di Kabupaten Bangka yang diakibatkan oleh maraknya akitivitas pertambangan timah dan penebangan hutan, baik yang legal maupun illegal, juga diperkirakan juga sebagai akibat meluasnya lahan perkebunan kelapa sawit yang memiliki kecenderungan mengkonsumsi air sangat banyak. Ketiga aktivitas besar tersebut telah merambah ke wilayah-wilayah yang merupakan fungsi lindung dan sumber air. Sehingga menyebabkan jumlah luas hutan, lahan dan daerah aliran sungai kritis semakin meningkat. Dari sisi lain, pengelolaan limbah pertambangan yang tidak managable telah mengakibatkan banyak sumber air yang menjadi sumber air baku bagi masyarakat mengalami pencemaran hebat. Sungaisungai mengalami pencemaran dan pendangkalan, air tanah permukaan mengalami penurunan kapasitas. Sementara untuk beberapa kecamatan yang berdekatan dengan pantai, air tanah mengalami intrusi air laut yang korosif dan sudah tercemar limbah TI

apung. Penyakit generatif dan degenaratif banyak bermunculan yang diduga berkaitan erat dengan konsumsi air yang telah tercemar ini. Selain penyakit kulit, penyakit generatif yang terekspos ke permukaan adalah adanya fenomena kelahiran bayi dengan usus terburai atau tanpa tempurung kepala. Jika dalam kondisi normal, penyakit generatif seperti ini hanya terjadi pada satu dari 200.000 kelahiran, maka di Bangka Belitung, dalam dua tahun terakhir telah terjadi setidaknya 5 kasus yang mencengangkan. Dengan permasalahan masyarakat yang menjadi isu strategis tersebut, maka terdapat dua tujuan strategis yang diambil masing-masing adalah; (i) Peningkatan kuantitas dan kualitas air minum bagi masyarakat, dan (ii) peningkatan kontinyuitas air baku air minum bagi masyarakat. Kedua tujuan strategis diatas, terkait langsung dengan rencana dan upaya pencapaian sasaran berupa peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih, baik dari sisi pemeliharaan sumber daya (air maupun peningkatan) dan cadangan air bersih masyarakat. Secara detail, manifestasi tujuan dalam sasaran tersebut tersaji pada tabel berikut. Tabel 4.2. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Pertama Renstra AMPL Kabupaten Bangka Tujuan Strategis Sasaran Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Seluruh Masyarakat Memiliki Akses Terhadap Air Air Minum Bagi Masyarakat Minum Yang Sehat Peningkatan Kontinyuitas Air Baku Seluruh Sumber Air Baku Dan DAS Dalam Kondisi Air Minum Bagi Masyarakat Terlindungi

Isu strategis kedua adalah Rendahnya Kesadaran Masyarakat Untuk Ber-Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Isu yang juga berasal analisis strategis eksternal ini menjadi isu penting penyehatan lingkungan yang berkembang dalam tahun-tahun terakhir ini. Indikator rendahnya kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di Kabupaten Bangka dapat dilihat dari rendahnya prosentase kepemilikan MCK atau jamban masyarakat dari keseluruhan total keluarga yang ada. Juga dapat dilihat dari rendahnya prosentase masyarakat yang membuang sampah pada tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah disediakan dan rendahnya prosentase masyarakat yang memiliki sistem saluran pembuangan air limbah. Pemberlakuan PHBS sebaiknya memang harus dilakukan sejak dini serta terus disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat dan sekolah-sekolah. Peran keluarga dan sekolah sangat besar dalam menumbuhkan sikap berprilaku hidup bersih dan sehat, begitu juga dari peran lembaga-lembaga keagamaan dapat dioptimalkan mengingat dampak dan bahaya yang diakibatkan oleh rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Dengan permasalahan masyarakat yang menjadi isu strategis penyehatan lingkungan tersebut, maka tujuan strategis yang diambil adalah Mewujudkan Pola Hidup Bersih dan Sehat di Masyarakat. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, terkait langsung dengan rencana pencapaian sasaran berupa pemicuan kepada seluruh masyarakat desa untuk secara perlahan meningkatkan kesadaran PHBS-nya, yang diindikasikan oleh banyaknya desa yang