BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KOMPOSISI SEKRESI SALIVA. Departemen Biologi Oral FKG USU

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diekskresikan ke dalam rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup seseorang (Navazesh dan Kumar, 2008; Amerongen, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor yang terdiri dari: parotis, submandibularis, sublingualis, dan

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

TINJAUAN PUSTAKA. jiwa melipuyti biologis, psikologis, sosial dan lingkungan. Tidak seperti pada

BAB II TINJAUAN TEORI

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut. Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga akan meningkat. 2 Menurut Badan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan insulin, baik total ataupun sebagian. DM menunjuk pada. kumpulan gejala yang muncul pada seseorang yang dikarenakan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah mengalami peningkatan populasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan

Pengantar Psikologi Abnormal

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang. kebebasan (American Psychiatric Association, 1994).

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Januari Dengan menggunakan desain cross sectional didapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Obat kumur sering digunakan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecacatan, atau kerugian (Prabowo, 2014). Menurut Videbeck (2008), ada

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Definisi Gangguan jiwa dalam beberapa hal disebut sebagai perilaku abnormal yang dianggap sama dengan sakit mental, sakit jiwa, selain itu terdapat juga istilahistilah yang serupa, yaitu: distress, discontrol, disadvantage, disability, inflexibility, irrationally, syndromal pattern dan disturbance. Gangguan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gangguan mental dan mengalami penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan dan tindakan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) pula merumuskan gangguan jiwa sebagai sindroma atau pola perilaku atau kondisi psikologis yang terjadi pada individu dayang dihubungkan dengan adanya: (1) distress (misalnya simptom menyakitkan) atau (2) disability artinya ketidakmampuan (misalnya tidak berdaya pada satu atau beberapa bagian penting dari fungsi tertentu), atau (3) peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan. 15 2.1.2 Faktor-faktor penyebab Gangguan Jiwa Faktor gangguan jiwa terdiri atas : a. Biologis Penyebab gangguan jiwa secara biologis adalah akibat kelainan struktural dalam otak, gangguan secara biokimiawi atau kelainan pada gen. Kelainan struktural dalam otak dapat disebabkan oleh cedera atau proses penyakit. Lokasi kerusakan otak mempengaruhi jenis gejala psikologis yang dihasilkan. Kebanyakan teori gangguan jiwa akibat biokimiawi berfokus pada gangguan

5 neurotransmitter yaitu proses biokimia yang memfasilitasi transmisi impuls di otak. 16 b. Psikologis Teori kelainan psikologis menunjukkan bahwa semua perilaku, pikiran dan emosi baik normal atau abnormal terjadi dan kondisi tidak sadar sehingga menimbulkan perasaan cemas dan menghasilkan perilaku maladaptif. 16 c. Sosial Kelainan sosial berfokus pada struktur sosial yang lebih besar pada kehidupan individu. Struktur ini termasuk perkawinan individu atau keluarga dan lingkungannya, status sosial dan budaya. Teori struktur sosial menunjukkan bahwa masyarakat memberikan kontribusi terhadap psikopatologis pada beberapa orang dengan menciptakan tekanan berat, atau mendorong untuk mengatasi stres tersebut dengan gejala psikologis. Orang yang tinggal di lingkungan dengan stress jangka panjang memiliki tingkat yang lebih tinggi dari segi psikopatologi. 16 2.1.2 Klasifikasi Gangguan Jiwa Gangguan jiwa dapat diklasifikasikan atas : a. Affective (mood) Disorder Kelainan ini melibatkan gangguan mood (suasana hati) atau kondisi emosional berkepanjangan yang tidak disebabkan oleh gangguan mental medis lainnya. Depresi berat melibatkan suasana hati dysphoric, kehilangan minat melakukan kegiatan yang biasa dilakukan pasien atau hiburan dan hal ini dapat terjadi bersama dengan gejala lain seperti nafsu makan yang buruk, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan energi, atau bunuh diri. 3 b. Skizofrenia Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang berkepanjangan, dimanifestasikan sebagai berbagai macam gangguan pikiran, ucapan dan perilaku dan memiliki gejala karakteristik seperti halusinasi, delusi dan perilaku aneh. 17 Gangguan ini merupakan salah satu kategori yang paling kronis dan berpotensi melemahkan penyakit jiwa karena banyak penderita skizofrenia mengalaminya seumur hidup. 3

6 c. Gangguan Kecemasan Kelompok gangguan ini melibatkan kecemasan sebagai gejala utama dan termasuk fobia, gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-complusive dan gangguan pasca trauma. 3 Patofisiologi yang mendasari gangguan kecemasan masih belum jelas. Hal ini umumnya disebabkan karena gangguan kecamasan memiliki dasar biokimia, tetapi karakteristik yang tepat belum dapat dijelaskan. Menurut Nutt, banyak ahli mencurigai bahwa disfungsi noradrenergik, mungkin dimediasi melalui lokus seruleus yang terlibat dan pemberian obat untuk mengurangi kondisi ini telah terbukti sangat bermanfaat. 17 d. Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian melibatkan pola jangka panjang berpengalaman dan perilaku yang menyimpang dari normal dalam budaya seseorang. Pola ini menunjukkan dalam berbagai situasi pribadi dan sosial dan menyebabkan penderitaan pribadi yang signifikan atau terdapat penurunan fungsi. Individu dengan kelainan ini memiliki tanggapan memandang diri sendiri, orang lain dan masalah dunia dengan tanggapan emosional, kontrol impuls yang buruk dan / atau masalah hubungan yang signifikan. 3 e. Gangguan Penggunaan Zat Terlarang Gangguan zat terlarang adalah gangguan serius yang ditandai dengan hilangnya kontrol atas konsumsi alkohol atau penggunaan narkoba sifatnya kronis disebabkan oleh biomedis, psikologis dan sosial. Tindakan menghilangkan kebiasaan pengunaan zat terlarang adalah pengobatan tetap untuk para pecandu alkohol dan obat. Pendekatan terapi harus bersifat fleksibel, menberi mendukung dan tidak menghakimi. 17 f. Ganggunan Psikosis Lain Ganggunan psikosis lain seperti demensia yang diklasifikasi sebagai gangguan medis dan kewajiaan yang terkait dengan hilangnya fungsi otak, cacat interlektual dan gangguan perkembangan termasuk autisme. 18,19

7 2.2 Obat Antipsikosis Obat antipsikosis biasanya diresepkan kepada penderita gangguan jiwa untuk mengurangi gejala psikosis dan untuk menghentikan gangguan jiwa agar tidak kembali terjadi. Beberapa obat juga dapat bertindak sebagai antidepresan atau obat penenang. 18 Antipsikosis mempengaruhi aksi sejumlah bahan kimia dalam otak yang disebut neurotransmitter yaitu zat kimia yang sel-sel otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Dopamin adalah neurotransmitter utama yang dipengaruhi oleh obat antipsikosis. Hal ini terlibat dalam keadaan dimana mereka merasa adanya sesuatu yang signifikan seperti penting atau menarik, perasaan puas hati dan termotivasi. 19 Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa dopamin yang terlalu banyak di otak dapat menyebabkan pengalaman halusinasi, delusi dan berpikir tidak teratur. Beberapa jenis antipsikotik juga mengubah efek neurotransmitter lain yang membantu mengatur perasaan dan emosi kita. 18 2.2.1 Klasifikasi Obat Antipsikosis a. Antipsikosis Konvensional Antipsikosis ini memblokir aksi dopamin pada reseptor D2 dan memperbaiki gejala positif (Gambar 1). Sayangnya, antipsikosis ini juga memblokir reseptor D2 di daerah-daerah di luar jalur mesolimbik. Hal ini dapat mengakibatkan memburuknya gejala negatif yang terkait dengan penyakit. Obat antipsikosis konvensional adalah Klorpromazin, Haloperidol, Trifluoperazine, Perphenazine dan Fluphenazine. 22

8 Antipsikosis Generasi Pertama Yang Merupakan Antagonis Terhadap D2 Gambar 2.1. Efek antipsikosis konvensional pada empat jalur dopamin. 25 b. Antipsikosis Atipikal Antipsikosis ini memblokir reseptor D2 serta subtipe spesifik reseptor serotonin yang dikenali dengan nama reseptor 5HT2A. Hal ini diyakini bahwa tindakan pengabungan di reseptor D2 dan 5HT2A akan mengobati gejala baik, positif dan negatif. Antipsikosis atipikal meliputi clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, paliperidone dan ziprasidone. 22 2.2.2 Efek Samping Obat Antipsikosis Antipsikosis memiliki efek samping antara lain adalah memblokir reseptor D2 yang menyebabkan mencakup tremor, akathisia (sensasi kegelisahan), kejang otot, disfungsi seksual, dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan diskinesia tardif, suatu kelainan yang menyebabkan gerakan berulang, involunter dan tanpa tujuan. Efek samping ini lebih sering dikaitkan dengan antipsikotik konvensional lama yang masih dapat bekerja lebih baik untuk beberapa orang, tetapi tidak berarti bahwa obat antispikosis atipikal tidak memiliki efek samping. Efek samping yang berhubungan dengan antipsikotik atipikal termasuk penambahan berat badan, diabetes dan gangguan lipid. Efek samping tersebut lebih sering dikaitkan dengan obat clozapine dan olanzapine. 22 Efek samping obat

9 antipsikosis terhadap rongga mulut adalah hiposalivasi kecuali obat antipsikosis klozapin yang akan menyebabkan hipersalivasi. 18 2.3 Saliva Saliva memainkan peran yang penting dalam homeostasis oral, karena memodulasi ekosistem dalam rongga mulut. Beberapa fungsi saliva berperan sebagai pelumas untuk bolus makanan, perlindungan terhadap virus, bakteri dan jamur, kapasitas buffer, perlindungan dan regenerasi mukosa oral, dan remineralisasi gigi. Saliva sebagian besar disekresikan dari tiga kelenjar utama yaitu kelenjar parotis, sublingual, dan submandibular (sekitar 90% dari total produksi air liur). Selain itu, ratusan kelenjar ludah minor pada bagian labial, bukal dan palatal, yang tersebar di seluruh bagian mukosa oral, berkontribusi terhadap sekresi saliva. Regulasi sekresi saliva adalah refleks dikontrol oleh divisi simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. 11 Cairan saliva adalah sekresi eksokrin yang terdiri dari sekitar 99% air, yang mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat, fosfat) dan protein, yang diwakili oleh enzim, immunoglobulin dan faktor antimikroba lainnya, glikoprotein mukosa, albumin dan beberapa polipeptida dan oligopeptida yang penting bagi kesehatan gigi dan mulut. Ada juga produk glukosa dan nitrogen, seperti urea dan amonia. Komponen berinteraksi dan bertanggung jawab untuk berbagai fungsi yang dikaitkan dengan saliva. 26 Sekresi saliva setiap hari biasanya berkisar antara 1,0 dan 1,5 L pada tingkat rerata 0,5 ml / menit (Tabel 1). Penurunan laju aliran saliva disebut hiposalivasi, yang dapat disebabkan oleh kehilangan air / metabolit, kerusakan kelenjar dan gangguan transmisi saraf ludah. Perubahan kuantitatif dan / atau kualitatif sekresi saliva dapat menyebabkan efek samping lokal seperti karies, mukositis oral, kandidiasis, infeksi oral dan gangguan mengunyah atau efek samping ekstraoral seperti disfagia, halitosis dan penurunan berat badan. 24 Salah satu faktor umum terjadinya penurunan sekresi saliva adalah karena peradangan kronis pada kelenjar ludah, sindrom Sjögren,

10 pengobatan radiasi, dehidrasi, faktor psikologis, dan obat-obatan. Peningkatan laju aliran saliva disebut hipersalivasi. Penyebab hipersalivasi tidak ketahui, namun hipersalivasi terlihat pada pasien dengan herpes stomatitis, stomatitis aftosa, gingivitis ulseratif, serta mereka yang memakai gigi tiruan. 11 Tabel 2.1 Titik refensi untuk saliva tidak terstimulasi dan saliva terstimulasi pada orang dewasa. 11 Saliva tidak terstimulasi Saliva terstimulasi Hipersalivasi > 1.0 ml/min > 3.5 ml/min Salivasi normal 0.1 1.0 ml/min 0.5 3.5 ml/min Hiposalivasi < 0.1 ml/min < 0.5 ml/min 2.4 Pengaruh Laju Aliran Saliva Terhadap Kondisi Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa Yang Mengkonsumsi Obat Antipsikosis Pasien dengan gangguan jiwa rentan untuk menderita masalah rongga mulut khususnya masalah periodontal (Gambar 2). Hal ini mungkin oleh karena ketidakmampuan dan kepedulian diri yang kurang berhubungan dengan gangguan jiwa, ketakutan pada perawatan, ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan gigi dan efek samping dari berbagai obat-obatan yang digunakan dalam psikiatri. 9 Antipsikotik juga mempengaruhi sistem neurotransmitter lain seperti kolinergik (muscarinic), alpha-adrenergik, histaminergik dan mekanisme serotonergik. Penggunaannya akibatnya dapat meningkatkan risiko berbagai efek samping yang tidak diinginkan. 27 Obat ini juga dapat memberi efek saraf pada bagian atas otak yang dapat menstimulasi adrenoseptor tertentu dalam korteks frontal yang dapat menghasilkan efek penghambatan pada nuklei saliva dan juga dapat menyebabkan xerostomia tanpa mempengaruhi jalur saraf. Obat antipsikosis dapat menurunkan aliran saliva dengan menyebabkan vasokonstriksi di kelenjar ludah. 28 Penelitian sebelumnya telah menemukan kesehatan mulut yang lebih buruk pada pasien dengan skizofrenia, termasuk kenyataan bahwa penderita tersebut memiliki lebih banyak gigi yang hilang daripada populasi umum. 8 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ajithkrishnan dkk di India

11 terhadap 165 penderita gangguan jiwa menunjukkan 0,6% pasien memiliki periodontal yang sehat, 0,6% memiliki perdarahan saat probing, 12,12% memiliki kalkulus, 47,27% memiliki poket yang dangkal, 34,55% memiliki poket yang dalam dan 10.3% mengalami kehilangan perlekatan sebanyak 9-11 mm. Gambar2.2 Kerusakan periodontal pada penderita gangguan jiwa(a) dan (b) Terlihat plak dan kalkulus supra dan subgingiva hampir di seluruh gigi (c), Resesi gingiva yang menunjukkan adanya kehilangan perlekatan. 25 Penelitian awal telah dilakukan oleh A Eltas dkk untuk menilai apakah ada hubungan antara penyakit periodontal yang parah dan perubahan aliran saliva disebabkan oleh obat antipsikotik pada pasien dengan skizofrenia terhadap 53 pasien gangguan jiwa. Subjek dikelompokan ke dalam dua kelompok. Kelompok A (n = 33) termasuk pasien yang menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia, atau mulut kering dan kelompok B (n = 20) termasuk pasien yang menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan sialorrhea, sekresi berlebihan air liur. Hasil yang terdapat dari penelitian tersebut adalah rerata peningkatan indeks plak (IP), dan perdarahan pada probing (PPP) secara signifikan lebih tinggi di kelompok A dibanding kelompok B (P <0,001), sedangkan kedalaman poket (KP) dan tingkat pelekatan plak dan skor decay, missing, filling tooth (DMFT) tidak berbeda secara signifikan dalam dua kelompok sesuai dengan statistik hasil (P> 0,05). Data yang diperoleh A Eltas dkk menunjukkan nilai laju aliran saliva tidak terstimulasi pada manusia yang sehat biasanya berkisar 0,35-1,05 ml min -1.

12 Rerata laju aliran saliva pasien di kelompok A lebih rendah dari normal dan lebih tinggi dari normal di kelompok B. Dengan kata lain, terbukti ada gejala xerostomia pada subjek kelompok A dan ada sialorrhea di Kelompok B. 8 Obat yang dikonsumsi oleh penderita yaitu obat antipsikosis, memiliki efek samping yang signifikan dalam rongga mulut. Xerostomia atau mulut kering tetap merupakan efek samping yang paling umum dan sering dilaporkan. 11 Kegagalan untuk mengenali xerostomia disebabkan oleh obat antipsikosis dapat menyebabkan peningkatan karies gigi, penyakit periodontal, dan kondisi peradangan sistemik kronis yang dapat mempersingkat masa hidup pasien. 26 2.5 Profil Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan beralamat di Jalan Letjend. Jamin Ginting Km.10/Jl. Tali Air nom 21 Medan. Rumah sakit ini merupakan satusatunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kemampuan pelayanan diklasifikasikan Tipe A dangan sifat khususnnya. Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki, saat ini Rumah Sakit Jiwa Tuntungan juga merupakan Rumah Sakit JiwaRujukan bagi rumah sakit lain yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dan bagi Rumah Sakit- Rumah Sakit umum yang ada di Pulau Sumatera. (Gambar 3)

13 Gambar 2.3 Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan. 2.5.1 Visi Dan Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan Visi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah menjadi pusat pelayanan kesehatan jiwa paripurna yang terbaik di Sumatera. Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah: a) Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa paripurna terpadu dan komprehensif b) Mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik berdasarkan mutu dan profesionalisme c) Meningkatkan penanggulangan masalah psikososial di masyarakat melalui jejaring pelayanan kesehatan jiwa d) Melaksanakan pendidikan dan penelitian kesehatan jiwa terpadu dan komprehesif e) Pelaksanakan tata kelola rumah sakit yang baik

14 2.6 Kerangka Teori Klasifikasi Gangguan Jiwa Penyebab Biologis Psikologis Sosial Gangguan Jiwa Affective (mood) Disorder Skizofrenia Gangguan Kecemasan Gangguan Kepribadian Gangguan Penggunaan Zat Terlarang Efek Samping Obat Antipsikosis Laju aliran saliva Antipsikosis Konvensional Antipsikosis Atipikal kondisi periodontal

15 2.7 Kerangka Konsep Variabel bebas Penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat antipsikosis Variable Tergantung 1. Laju aliran saliva 2. Indeks periodontal Variabel terkendali - Usia - Jangka waktu rawat inap Variabel tidak terkendali - Cara sikat gigi - Waktu sikat gigi - Pola makan - Kebiasaan buruk