PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL MENGENAIASAS FREEDOM OF CONTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

Asas asas perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

Hukum Kontrak Elektronik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK SEBAGAI DASAR PERKEMBANGAN PERJANJIAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

PENAHANAN IJAZAH ASLI PEKERJA DALAM HUBUNGAN KERJA SEBAGAI BAGIAN KEBEBASAN BERKONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. yang dari segi berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat.

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA

HABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Islamic Banking standard law

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

Kontrak. Defenisi: 1313 KUHPerd suatu perbuatan yagn terjadi dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih

ARTIKEL ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

Transkripsi:

PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL MENGENAIASAS FREEDOM OF CONTRACT Muh Alfian, S.H., M.Hum Dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan suatu perjanjian komersial dengan menggunakan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract).pasal 1320 ayat 1 menyatakan bahwa sebagian salah satu syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Pasal 1338 ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi yang membuatnya.berdasarkan hal tersebut, dapatlah dikatakan bahwa berlakunya asas konsensualisme di dalam hukum perjanjian, dimana memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah, sehingga dapat dibatalkan. Kebebasan berkontrak memang perlu pembatasan, dikarenakan faktanya kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian komersial sering kali tidak seimbang, sehingga dimungkinkan pihak yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar yang lemah dalam suatu pejanjian akan banyak dirugikan. Pengadilan di dalam memeriksa dan mengadili kasus-kasus yang berhubungan dengan asas kebebasan berkontrak juga diberikan sepenuhnya untuk membatasi asas tersebut, apabila memang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan di dalam masyarakat. Hakim berwenang untuk mamasuki atau meneliti isi suatu kontrak, apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Hakim juga memiliki kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran rasa keadilan. Dalam konteks hukum perjanjian, kewenangan tersebut meliputi kewenangan untuk mengurangi, bahkan meniadakan sama sekali suatu kewajiban kontraktual dari suatu perjanjian yang mengandung ketidakadilan.menurut naskah pasal tersebut persetujuan pembatalan yang dikarenakan wanprestasi dan kebatalan ini mempunyai daya berlaku surut, yang dalam tatanan kausal (causale stelsel) dianut Hukum Belanda, maka batalnya persetujuan ini mempunyai akibat bahwa alas hak untuk menyerahkan suatu barang hapus, dan dengan demikian pihak yang memperoleh hak tersebut kemudian menjadi tak berwenang memiliki beschikkingsonbevoegd, sehingga penyerahan-penyerahan yang dilakukan setelah itu menjadi tidak sah karenannya. Kata Kunci: Kebebasan Berkontrak, Sepakat, Seimbang, PENDAHULUAN Perundang-undangan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian apa saja, asalkan tidak betentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum, sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 21

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas sebagai pancaran hak asasinya. Asas ini berhubungan pula dengan isi perjanjian, yaitu untuk menentukan apa dan siapa perjanjian itu diadakan. Perkataan semua mengandung pengertian bahwa seluruh pejanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak di kenal oleh undang-undang (Badrulzaman, 2001). Kebebasan berkontrak (Freedom of contract), hingga saat ini tetap menjadi asas yag penting dalam sistem hukum perjanjian, baik dalam civil law system, common law system maupun dalam sistem hukum lainnya. Hal ini dikarenakan, pertama, asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang bersifat universal yang berlaku di semua negara di dunia ini. Kedua, asas kebebasan berkontrak ini mengandung makna sebagai suatu perwujudan dari kehendak bebas para pihak dalam suatu perjanjian, yang berarti juga sebagai pancaran atas pengakuan hak asasi manusia (Rahman, 2003 : 15) Dalam perkembangannya ternyata asas kebebasan berkontrak dapat mendatangkan suatu ketidakadilan, yang dikarenakan asas ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan semaksimal dan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika salah satu pihak berada pada posisi yang lemah, maka pihak yang memiliki bargaining posisition lebih kuat dapat memaksakan kehendaknya untuk menekan pihak yang lain, demi keuntungan dirinya sendiri. (Sjahdeini, 1993 : 17). Fenomena adanya ketidakseimbangan dalam berkontrak sebagaimana tersebut di atas dapat dicermati dari beberapa model kontrak, terutama kontrak-kontrak yang berhubungan dengan konsumen dalam bentuk standar/baku yang didalamnya memuat klausul-klausul yang isinya (cenderung) berat sebelah atau tidak seimbang. Dalam praktek pemberian kredit di lingkungan perbankan, misal terdapat klausul yang mewajibkan nasabah untuk tunduk terhadap segala petunjuk dan peraturan bank, baik yang sudah ada maupun yang akan diatur kemudian, atau klausul yang membebaskan bank dari segala kerugian nasabah sebagai akibat dari segala tindakan bank. Dalam kontrak sewa beli, misalnya terdapat klausul yang berisi kewajiban pembayaran seluruhnya dan seketika apabila pembeli sewa menunggak pembayaran dua kali berturut-turut. Sementara dalam kontrak jual beli, misalnya terdapat klausul bahwa barang yang sudah dibeli dengan pembayaran secara tunai (lunas) tidak dapat dikembalikan (Hernoko, 2008: 3, Hatta, 2000). PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 22

Problematika di atas merupakan tantangan bagi para praktisi hukum untuk memberikan jalan keluar yang tebaik, demi terwujudnya kontrak yang saling menguntungkan bagi para pihak ( win win solution contract), di satu sisi bisa memberikan kepastian hukum dan sementara di sisi yang lainnya mampu memberikan rasa keadilan. Meskipun disadari bahwa untuk memadukan kepastian hukum dan keadilan, merupakan perbuatan yang tidak mudah, namun melalui instrument kontrak yang mampu mengakomodir perbedaan kepentingan secara proporsional, maka dilema pertentangan semu antara kepastian hukum dan keadilan tersebut dapat dieliminir. Bahkan akan menjadi suatu keniscayaan terwujudnya suatu kontrak yang saling menguntungkan bagi para pihak (Hernoko, 2008 : 6). Dari diskripsi tersebut di atas, terdapat suatu permasalahan untuk selanjutnya dilakukan pembahasan, yaitu bagaimanakah pengaturan suatu perjanjian komersial tersebut dengan menggunakan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)? PEMBAHASAN 1. Asas kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum, namun asas ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual yang dilakukan oleh para pihak. Asas ini pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasai oleh semangat liberalisme yang lebih mengedepankan dan mengagungkan kebebasan individu. Perkembangan ini seiring dengan penyusunan BW di Negeri Belanda, dan semangat liberalisme yang dipengaruhi semboyan Revolusi Perancis yaitu liberte, egalite et fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Menurut paham individualisme bahwa setiap orang bebas untuk melakukan apa yang dikehendaki, sementara itu di dalam hukum perjanjian falsafah ini di wujudkan dalam asas kebebasan berkontrak (Hernoko, 2008 ; 94). Menurut Treitel, asas kebebasan berkontrak dalam sistem hukum Inggris digunakan untuk menunjuk kepada dua asas umum (general principle). Pertama, mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak. Asas ini tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian oleh para pihak. Ruang PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 23

lingkupnya meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian sendiri sebagaimana sesuai dengan yang mereka inginkan. Kedua, mengemukakan bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat di paksa untuk memasuki suatu perjanjian. Kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan dengan siapa pihak itu ingin atau tidak ingin membuat perjanjian (Suryono, 2010, 350). Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka asas kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dari substansi Pasal 1338 ayat 1 BW harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal ketentuan-ketentuan yang lain, sebagai berikut (Suryono, 2009 : 351-353): a. Pasal 1320 ayat 1 jo pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Pasal 1320 ayat 1 menyatakan bahwa sebagian salah satu syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Pasal 1338 ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi yang membuatnya. Berdasarkan dua pasal dalam KUH perdata tersebut, dapatlah dikatakan bahwa berlakunya asas konsensualisme di dalam hukum perjanjian, dimana memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah, sehingga dapat dibatalkan. Sepakat yang diberikan dengan paksa disebut Contradictio Interminis, adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Adanya konsensus dari para pihak, maka menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana undang-undang (pacta sunt servanda). Asas pacta sunt servanda menjadi suatu kekuatan mengikatnya suatu perjanjian. Cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak adalah dengan menekankan pada perkataan semua yang ada di muka perkataan perjanjian sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Dikatakan bahwa di dalam Pasal 1338 ayat 1 tersebut, seolah-olah yang membuat pernyataan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian dan mengikat sebagaimana mengikatnya undangundang bagi yang membuatnya. Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan ketentuan umum dan kesusilaan (Subekti, 1984 : 5). b. Pasal 1320 ayat 4 jo Pasal 1337 KUH Perdata PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 24

Pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian apabila dilakukan atas suatu sebab yang halal. Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan asas kesusilaan, asas kepatutan dan atau ketertiban umum. Dapat disimpulkan bahwa asalkan bukan karena sebab (causa) yang halal (dilarang) oleh undang-undang, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya. c. Pasal 1329 jo Pasal 1330 dan 1331 KUH Perdata Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan : setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang. Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan bahwa tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : i. Orang-orang yang belum dewasa; ii. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; iii. Wanita yang sudah bersuami. Pasal 1331 KUH Perdata menyatakan bahwa orang-orang yang di dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap, boleh menuntut pembatalan perikatan-perikatan yang telah mereka perbuat dalam hal-hal dimana kekuasaan itu tidak dikecualikan dalam undangundang. Dapat disimpulkan bahwa KUH Perdata tidak melarang bagi seseorang untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendaki. Undang-undang hanya menentukan bahwa orang-orang tertentu tidak cakap untuk membuat perjanjian. Setiap orang bebas untuk memilih pihakmana dengan siapa membuat perjanjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Bahkan, apabila seseorang membuat perjanjian dengan lainnya yang menurut undang-undang tidak cakap membuat perjanjian, maka perjanjian tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. d. Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menetapkan bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Iktikad baik ini diartikan dalam kaitannya dengan apa yang menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang bersangkutan, dinamakan iktikad baik objektif. Suatu perbuatan in concreto dilakukan dengan iktikad baik pada hakekatnya tergantung pada kaidah- PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 25

kaidah yang berlaku dalam semua situasi dan kondisi konkret tertentu, dengan menentukan nilai-nilai kepatutan yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat. e. Pasal 1339 KUH Perdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang dalam kalangan tertentu selalu diperhatian. f. Ketentuan Buku III KUH Perdata Ketentuan ini kebanyakan bersifat sebagai hukum pelengkap (Anvullend recht, optional) artinya para pihak dapat secara bebas membuat syarat-syarat atau aturan tersendiri dalam suatu perjanjian yang menyimpang dari ketentuan undang-undang, namun jika para pihak tidak mengatur dalam perjanjian, maka ketentuan Buku III KUH Perdata akan melengkapinya untuk mencegah adanya kekosongan hukum sesuai dengan isi materi perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak. g. Buku III KUH Perdata, tidak melarang kepada seseorang untuk membuat perjanjian itu dalam bentuk tertentu sehingga para pihak dapat secara bebas untuk membuat perjanjian secara lesan ataupun tertulis, terkecuali untuk perjanjian tertentu harus dalam bentuk akta autentik. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi : a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya; d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (Sjahbeni, 1993 : 47) Dalam hal pembuatan kontrak, maka para pihak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak; b. Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai causa; c. Tidak mengandung causa palsu (dilarang UU); PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 26

d. Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban umum; e. Harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Hernoko, 2008, hlm. 103) 2. Pembatasan Asas kebebasan Berkontrak Paradigma kebebasan berkontrak pada akhirnya begeser kearah paradigma kepatutan. Meskipun kebebasan berkontrak masih menjadi asas yang penting dalam hukum perjanjian, baik dalam civil law maupun common law, tetapi ia tidak lagi muncul seperti kebebasan berkontrak yang berkembang pada abad kesembilan belas. Saat ini kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas, dimana negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta dalam praktek-praktek kegiatan ekonomi dalam masyarakat (Khairandy, 2003 : 2). Kebebasan berkontrak memang perlu pembatasan, dikarenakan faktanya kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian komersial sering kali tidak seimbang, sehingga dimungkinkan pihak yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar yang lemah dalam suatu pejanjian akan banyak dirugikan. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal, tidak manusiawi dan bertentangan dengan peraturan hukum yang adil. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tejadinya pembatasan kebebasan berkontrak, di antaranya: 1) Semakin berpengaruhnya ajaran iktikad baik di mana iktikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan perjanjian, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya perjanjian; 2) Semakin berkembangnya ajaran penyalahgunaaan keadaan; 3) Berkembangnya lapangan di bidang ekonomi yang membentuk persekutuanpersekutuan dagang, badan-badan hukum, perseroan-perseroan dan golongangolongan masyarakat lainnya, seperti buruh dan tani; 4) Semakin berkembangnya aliran dalam masyarakat yang menginginkan kesejahteraan sosial; 5) Adanya keinginan dari pemerintah untuk melindungi kepentingan umum atau pihak yang lemah (Sofwan;Khairandy, 2003 : 3). PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 27

Pembatasan kebebasan berkontrak dari negara, misalnya, di dalam peraturan perundang-undangan untuk menentukan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tentang polis asuransi, upah minimum,memorandum of Understanding (MoU) antara pengusaha dengan pekerja tentang kondisi kerja dan syarat-syarat kerja, dan lain sebagainya. Di Negara kita, pembatasan asas ini tampak dalam ketentuan-ketentuan di KUH Perdata, yaitu pasal 1320, 1330, 1332, 1335, 1337, 1338 dan pasal 1339. Pengadilan di dalam memeriksa dan mengadili kasus-kasus yang berhubungan dengan asas kebebasan berkontrak juga diberikan sepenuhnya untuk membatasi asas tersebut, apabila memang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan di dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi dan kewenangan hakim itu sendiri yang mempunyai otonomi kebebasan yang meliputi : 1) Menafsirkan suatu peraturan perundang-undangan; 2) Mencari dan menemukan asas-asas dan dasar-dasar hukum baru; 3) Menciptakan hukum baru apabila menghadapi kekosongan peraturan perundang-undangan; 4) Dibenarkan juga melakukan contra legem, apabila ketentuan peraturan perundang-undangan bertentangan dengan kepentingan umum, dan; 5) Memiliki otonomi yang bebas untuk mengikuti yurisprudensi (Sutantio, 1990 : 144) Hakim berwenang untuk mamasuki atau meneliti isi suatu kontrak, apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Asas kebebasan berkontrak tidak lagi bersifat absolut, karena dalam keadaaan tertentu hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang, sehingga terjadi suatu penyalahgunaan kesempatan atau keadaan (misbruik van omstandigheden)(atmadja, 1987 : 45). Hakim memiliki kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran rasa keadilan. Dalam konteks hukum perjanjian, kewenangan tersebut meliputi kewenangan untuk mengurangi, bahkan meniadakan sama sekali suatu kewajiban kontraktual dari suatu perjanjian yang mengandung ketidakadilan. Hal tersebut sejalan dengan tujuan hukum sendiri, yaitu merealisasikan keadilan. Isi hukum, termasuk isi perjanjian harus PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 28

memuat nilai-nilai keadilan, yaitu suatu kepatutan yang berkembang dalam masyarakat (Khairandy, 2003 : 35, Mertokusumo, 1993 : 71). Melalui interprestasi yang baik, hukum akan hidup dari masa ke masa dan mampu memberikan rasa keadilan bagi mereka yang mendambakannya. Ketika menghadapi kasus apapun sengketa yang mengandung keadaan tertentu atau yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, ataupun yang telah di atur dalam perundangundangan, namun substansinya terlalu umum, abstrak, dan bertentangan dengan kepentingan umum atau tidak sesuai dengan kepatutan, maka dalam keadaan seperti itu, maka hakim harus memfungsikan dirinya sebagai judges as laws maker. (Mertokusumo, 1993: 3). 3. Wanprestasi Pembentuk undang-undang telah memberikan kepada pengaturan wanprestasi dalam bentuk syarat batal secara diam-diam (stilzwijgende ontbindende voorwaarde), yang hampir seluruhnya bertumpu pada suatu fiksi bahwa kebanyakan calon pihak-pihak yang akan mengadakan perjanjian sama sekali tidak mengetahui adanya peluang mengandalkan syarat-syarat batal tersebut. Mengingat akibat-akibat yang dikaitkan Pasal 1302 BW pada wanprestasi dan yang daya kerjanya mempunyai jangkauan yang luas daripada yang berlaku antara para pihak saja, maka konstruksi undang-undang tersebut tidak dikehendaki. Menurut naskah pasal tersebut persetujuan pembatalan yang dikarenakan wanprestasi dan kebatalan ini mempunyai daya berlaku surut, yang dalam tatanan kausal (causale stelsel) dianut Hukum Belanda, maka batalnya persetujuan ini mempunyai akibat bahwa alas hak untuk menyerahkan suatu barang hapus, dan dengan demikian pihak yag memperoleh hak tersebut kemudian menjadi tak berwenang memiliki beschikkingsonbevoegd, sehingga penyerahan-penyerahan yang dilakukan setelah itu menjadi tidak sah karenannya. Hal demikian pada hakekatnya menyebabkan salah satu pihak dapat menuntut kembali barangnya dari pihak lainnya yang secara berturut-turut menguasai barang tersebut. Pasal 1302 BW termasuk dalam hukum pelengkap (aanvullend recht), dimana para pihak dapat mengecualikan daya kerja kebendaan (zakelijke werking) dan daya berlaku surut kebatalan tersebut dikarenakan kebatalan itu sendiri. Mengenai keberatan PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 29

terhadap daya kerja kebendaan akan menimpa pihak yang memperoleh barang secara tata urut ketiga (derde verkrijger), kecuali jika yang bersangkutan beriktikad baik dan dalam hal-hal yang menyangkut suatu persetujuan atas dasar alas hak dengan beban (onder bezwarende title) memperoleh perlindungan pasal 1198 ayat (5) BW. Antara syarat batal, yang oleh Pembentuk Undang-undang dalam Title Kelima ingin memberikan pengaturan hukum dan syarat yang pengaturannya dijumpai dalam Pasal 1302 BW terdapat perbendaan yang mencolok. Batalnya persetujuan atas dasar Pasal 1302 BW tidak secara otomatis berlangsung dengan terpenuhinya syarat tersebut. Pihak yang tertimpa wanprestasi harus menggugat pembatalan di pengadilan, sedangkan pengandalan terhadap pemenuhan syarat batal (ontbindende voorwaarde) pada galibnya (normaliter) terbuka bagi kedua belah pihak. KESIMPULAN Dari apa yang dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada kebebasan berkontrak (freedom of contract) yag bersifat mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat dari tindakan kesewenang-wenangan dari suatu pihak atas pihak yang lainnya. Kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas, sementara negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (In kracht). DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman, Mariam Darus, dkk., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Harahap, M. Yahya, 1977, Beberapa Tinjauan tentang Permasalahan Hukum, Buku Kesatu, Bandung, PT. citra Aditya Bakti. Hernoko, Agus Yudha, 2008, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Perjanjian, Yogyakarta, Laksbang Mediatama. Khairandi, Ridwan, 2003, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Universitas Indonesia, Pasca Sarjana. PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 30

Mertokusumo, Sudikno, 1993, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Abadi. Subekti, 1984, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT Intermasa. PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 31