BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam Pasal 28H Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

vii DAFTAR WAWANCARA

I. PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. mendapatkan sorotan dari masyarakat, karena sifat pengabdianya kepada

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan sebuah teori yang disebut dengan Zoon Politicon. Teori

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, dikenal dengan istilah transaksi terapeutik. Menurut Veronica

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak heran jika mereka akan berusaha sedemikian rupa untuk

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

I. PENDAHULUAN. pelayanannya dilakukan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

HAK PASIEN MENDAPATKAN INFORMASI RESIKO PELAYANAN MEDIK 1 Oleh : Rocy Jacobus 2

INFORMED CONSENT ATAS TINDAKAN KEDOKTERAN DI RUMAH SAKIT GRHASIA PAKEM YOGYAKARTA *

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah

JURNAL ILMIAH. Oleh : SITI KEMALA ROHIMA D1A

ISSN Vol 13 No. 2 Oktober 2017

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa kesehatan, hidup manusia menjadi tidak sempurna didalam melaksanakan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Kesehatan sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 Website :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

JURNAL ILMIAH TANGGUNG JAWAB MEDIS TERHADAP RESIKO AKIBAT OPERASI BEDAH CAESAR

BAB II PROFESI APOTEKER, MORAL DAN ETIK APOTEKER, KEWENANGAN, KEWAJIBAN DAN HAK APOTEKER DAN PASIEN SERTA HUBUNGAN APOTEKER DAN PASIEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran, Bayumedia, Malang, 2007.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu terakhir ini di beberapa media massa seringkali isu

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

ABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis

I. PENDAHULUAN. hubungan antara ketiganya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPdt yang berbunyi :

TANGGUNG JAWAB PERDATA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

KONSEP HUKUM DALAM KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. penyembuhan atau transaksi terapeutik. Transaksi terapeutik

BAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Kota Pekanbaru. Penelitian dilakukan. peneliti menggunakan pcrtimbangan sendiri dengan berbekal pengetahuan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN. Oleh: Soesilo, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lumajang)

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat karena didukung oleh sarana kesehatan yang semakin canggih, dan tentu perkembangan ini turut mempengaruhi jasa professional di bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu semakin berkembang pula. Kesehatan merupakan unsur terpenting, seperti yang kita ketahui dalam pasal 28 H ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh kesehatan dan dalam pasal 34 ayat (3) UUD 1945, Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dalam hal ini tentu menjadi semakin jelas, bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan di era masyarakat modern saat ini, tentu berdampak besar terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan tentu akan meningkat apabila

2 adanya tenaga kesehatan yang memiliki keahlian yang baik karena memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan upaya penyembuhan kepada pasien. Pelayanan kesehatan di rumah sakit diawali dengan sebuah transaksi terapeutik antara rumah sakit dan tenaga kesehatan, yang dalam hal ini menawarkan upaya pelayanan kesehatan dengan menyediakan sarana, prasarana, dan sumber daya kesehatan dengan pasien yang memerlukan pengobatan. Pengertian Transaksi Terapeutik adalah perjanjian antara dokter dan pasien berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk menyembuhkan pasien. 1 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Pasal 1 angka (1) menyebutkan Tenaga kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. dan dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan jenis dari tenaga kesehatan terdiri dari: a. tenaga medis; b. tenaga keperawatan; c. tenaga kefarmasian; d. tenaga gizi; e. tenaga keterapian fisik; f. tenaga keteknisian medis. 1 Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 11

3 Hubungan hukum antara dokter dengan pasien ini berawal dari pola hubungan vertikal paternalistik, dimana tenaga kesehatan dianggap paling superior namun belakangan bentuk hubungan hukum ini bergeser ke bentuk yang lebih demokratis, yaitu hubungan horizontal kontraktual, hubungan hukum kesederajatan antara pasien dengan dokternya dan segala sesuatunya dikomunikasikan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang akan di lakukan terhadap pasien yang terdapat dalam Perjanjian Terapeutik. Persetujuan yang terjadi antara dokter dan pasien bukan hanya di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas, yaitu mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif maupun promotif, maka persetujuan ini disebut perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik. Perjanjian Terapeutik yang juga disebut dengan kontrak terapeutik yaitu merupakan kontrak yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan. 2 Salim HS mengutip pendapat Fred Ameln yang mengartikan Kontrak atau Perjanjian Terapeutik dengan kontrak dimana pihak dokter berupaya maksimal menyembuhkan pasien (inspaningsverbintenis) jarang merupakan kontrak yang sudah pasti (resultastsverbintenis). 3 Di tinjau dari hukum perikatan hubungan tersebut temasuk perjanjian Inspanningverbintenis atau perjanjian upaya, yang konsep dari perjanjian upaya ini merupakan usaha dari dokter untuk berkewajiban menjalankan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin bagi pasiennya tetapi ia tidak berkewajiban untuk memberikan hasil yang nyata atas tindakan penyembuhannya itu atau disebut dengan Resultaatverbintenis. 2 Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Rajawali Press, Jakarta. 2006, hlm. 45 3 Ibid, hlm. 45

4 Apabila telah tercapainya kesepakatan antara dokter selaku tenaga kesehatan di rumah sakit, maka sebelum dan sesudah dilakukan tindakan medis tertentu dilakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat yang disebut tindakan keperawatan. 4 Dari salah satu jenis tenaga kesehatan terutama dalam hal ini tenaga keperawatan, tentu memiliki peran yang sangat penting. Perawat yang dalam hal ini merupakan tenaga medis dalam Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Tugas perawat pada umumnya yang diatur dalam Pasal 15 huruf a Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/IX/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat yang menyebutkan bahwa wewenang perawat dalam pelayanan kesehatan yaitu dengan melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Tenaga perawat dalam menjalankan tugasnya pada saat proses perawatan yang dilakukan oleh perawat itu tidak lain memiliki tujuan untuk membantu, melengkapi dan mengganti tindakan medis yang diterima oleh pasien pada umumnya. Tenaga perawat tentu dalam hal ini diharapkan dapat menyediakan pelayanan yang berkualitas tinggi dan terbaru kepada pasien dengan harapan bahwa perawat akan memberikan perawatan yang komprehensif dan terusmenerus dengan mencoba menggabungkan pengetahuan yang berkembang sekarang dalam praktek sehari-hari. Dalam huruf b Keputusan Menteri Kesehatan 4 Sri Praptianingsih, S.H., M.H., 2006, Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 20

5 No. 1239/Menkes/SK/IX/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat juga disebutkan tindakan perawatan meliputi intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan. Dalam hal ini seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, dan banyaknya dokter yang melakukan praktek tidak hanya di satu rumah sakit, banyak sekali ditemukan adanya instruksi dokter yang melimpahkan tugasnya kepada perawat. Dimana pada saat menjalankan tugasnya perawat dapat pula dikatakan sebagai perpanjangan tangan dari seorang dokter. Dalam hal ini artinya adalah perawat atas perintah dan pengawasan dibawah dokter dapat melakukan tindakan-tindakan medis baik berupa diagnostik maupun terapeutik. Pendelegasian ini tentu bertujuan untuk melancarkan kinerja dokter yang tidak selalu berada di tempat dalam melakukan pelayanan kesehatan. Sehingga terkadang baik dalam situasi tertentu, perawat diharuskan melakukan tindakan medis untuk menyelamatkan jiwa pasien. Padahal perawat sendiri tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan medis dan secara hukum tindakan-tindakan yang dilakukan dokter hanya dapat digantikan oleh mereka yang setaraf dengan dokter-dokter tersebut. 5 Adanya pendelegasian ini tentu memiliki konsekuensi terhadap profesi keperawatan. Tindakan-tindakan medis yang banyak dilimpahkan kepada perawat yang seharusnya merupakan wewenang dokter tersebut itu yang menimbulkan tanggung jawab perawat menjadi semakin besar, tentu selain tanggung jawab 5 Roscam Abbing, Tanggung Jawab Perdata The Hospital-Nurses-Patient, Varia Peradilan Tahun II No. 22 Juli 1987, hlm. 116

6 menurut jabatannya sendiri dalam melakukan asuhan keperawatan, ia juga harus menanggung tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang telah di delegasikan dokter. Adanya tindakan medis yang dilakukan perawat terhadap pasien tentu akan menimbulkan tanggung jawab bagi perawat ketika tindakan tersebut merugikan pasien, sedangkan tindakan tersebut adalah sebuah pelimpahan tugas yang seharusnya dilakukan oleh seorang dokter. Berdasarkan pada hal tersebut, maka akan timbul pertanyaan bagaimana tanggung jawab perawat secara perdata dalam hal adanya pendelegasian kewenangan tindakan medis dari dokter kepada perawat saat memberikan tindakan medis serta mekanisme yang harus dilaksanakan sebelum melakukan pendelegasian tersebut. Setiap orang harus mampu bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya, seperti dalam pasal 1366 KUHPerdata berbunyi, Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Pada dasarnya, seorang tenaga kesehatan tentu pada saat menjalankan tugasnya harus berdasarkan pada Standar Operating Procedure (SOP), ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Dalam hal ini, di perlukan suatu pemahaman yang universal yaitu mengenai mekanisme pendelegasian pelimpahan tugas dokter kepada perawat, apakah sudah sesuai dengan Standard Operating Procedure yang telah ditentukan atau tidak. Ketika dokter melimpahkan tanggungjawabnya kepada perawat yang kemudian terjadi kelalaian pada saat terjadinya upaya penyembuhan maka akan sulit untuk ditarik kesimpulan siapa yang dapat dikenai pertanggung jawaban. Dalam hal untuk dapat mengantisipasi kelalaian yang timbul dari pendelegasian

7 tindakan penyembuhan yang dilakukan oleh dokter kepada perawat harus diatur secara jelas regulasi dan teknisnya. Pada pertimbangannya dokter secara yuridis dan moral dapat bertanggung jawab pada suatu kelalaian yang muncul pada saat perawat melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan medis, karena apa yang dilakukannya oleh perawat itu merupakan instruksi dari dokter. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bagi perawat untuk dapat dikenai pertanggung jawaban apabila tindakan yang dilakukannya tidak sesuai dengan instruksi dokter. 6 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berkaitan dengan pelaksanaan pendelegasian tindakan medis yang dilimpahkan oleh dokter kepada perawat di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia, beserta tanggung jawab perawat secara perdata terhadap pasien dalam pendelegasian tindakan medis oleh dokter kepada perawat di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia. Maka judul yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah Tanggung Jawab Perawat secara Perdata terhadap Pasien dalam Pendelegasian Wewenang oleh Dokter kepada Perawat sebagai Tenaga Kesehatan dalam Melakukan Tindakan Medis di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pendelegasian tindakan medis yang dilimpahkan oleh dokter kepada perawat di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia? 6 Ameln, Fred, 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, PT. Grafikatama Jaya, Jakarta, hlm. 79

8 2. Bagaimana tanggung jawab perawat secara perdata terhadap pasien dalam hal terjadi kesalahan pendelegasian wewenang tindakan medis oleh dokter kepada perawat di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah antara lain : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dan mengkaji mekanisme pendelegasian tindakan medis oleh dokter kepada perawat. b. Untuk mengetahui tanggungjawab perawat secara perdata terhadap pasien dalam pendelegasian tindakan medis oleh dokter kepada perawat. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memenuhi prasyarat dalam mencapai gelar sarjana di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. b. Untuk menambah pengetahuan mengenai pentingnya ilmu hukum dan implementasinya di dalam praktek. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis, ditemukan beberapa penelitian yang membahas mengenai Tanggung Jawab Yuridis yang ditinjau dari aspek hukum kesehatan adalah : a. Christian Sinulingga, 2011, Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Informed Consent Dan Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien Dalam

9 Perjanjian Terapeutik Di RSUD Bunda Thamrin Medan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 7 Pada penulisan hukum ini permasalahannya berbeda yaitu membahas mengenai Informed Consent serta tanggung jawab dari dokter, yang dalam penelitian ini subyek penelitiannya adalah dokter sedangkan penulisan hukum yang dilakukan peneliti adalah mekanisme pendelegasian kewenangan yang diberikan oleh dokter kepada perawat serta pertanggung jawaban perawat jika ada pendelegasian kewenangan dari dokter kepada perawat. b. Adinta Padmaningtyas, 2014, Kedudukan Hukum Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan Dalam Memberikan Pelayanan Medis di Rumah Sakit Daerah Muntilan Kabupaten Magelang Ditinjau Dari Aspek Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 8 Pada penelitian hukum tersebut membahas mengenai hubungan hukum yang timbul antara perawat dengan pasien di Rumah Sakit Daerah Muntilan Kabupaten Magelang dalam pelaksanaan penerapan perjanjian medis yang ditinjau dari aspek hukum kesehatan, sedangkan dalam penulisan hukum ini penulis membahas mengenai mekanisme 7 Christian Sinulingga, Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Informed Consent Dan Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien Dalam Perjanjian Terapeutik Di RSUD Bunda Thamrin Medan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,2011 8 Adinta Padmaningtyas, Kedudukan Hukum Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan Dalam Memberikan Pelayanan Medis di Rumah Sakit Daerah Muntilan Kabupaten Magelang Ditinjau Dari Aspek Hukum Kesehatan, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,2014

10 pendelegasian wewenang antara dokter kepada perawat di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia. c. Aidina Abadi, 2011, Kedudukan Perawat Dalam Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Oleh Dokter Di RSUD Djojonegoro Temanggung, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 9 Pada penelitian hukum tersebut membahas mengenai tindakan medis apa yang dilimpahkan oleh dokter kepada perawat dan tanggung jawab yuridis apabila terjadi kerugian terhadap pasien akibat kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. Perbedaannya adalah dalam penulisan hukum ini penulis membahas mengenai mekanisme dari pendelegasian wewenang antara dokter kepada perawat, serta tanggung jawab secara perdata dalam hal terjadi kesalahan pendelegasian wewenang tindakan medis oleh dokter kepada perawat. Perbedaan berikutnya ada di lokasi penelitian, yaitu lokasi penelitian penulis terdahulu berada di RSUD Djojonegoro Temanggung, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Adapun manfaatnya yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis (bagi ilmu pengetahuan) a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya hukum kesehatan. 9 Aidina Abadi, Kedudukan Perawat dalam Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Oleh Dokter di RSUD Djojonegoro Temanggung, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2011

11 b. Memberikan bahan masukan bagi peneliti yang meneliti penelitian yang sejenis berikutnya. 2. Manfaat Praktis (bagi ilmu praktis) a. Diharapkan dapat memberi informasi mengenai mekanisme pendelegasian pelayanan medis yang dilakukan oleh tenaga medis di Rumah Sakit Ghrasia. b. Diharapkan dapat memberikan masukan untuk meningkatkan pelayanan medis yang dilakukan oleh tenaga medis di Rumah Sakit Ghrasia.