BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORITIS

Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung

BAB I PENDAHULUAN. berupa stressor kerja seperti beban kerja yang berlebihan, rendahnya gaji,

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. cukup menarik bagi investor. Meningkatnya pendidikan dan pendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN. tuntut untuk cepat menjadikan seseorang karyawan dapat menampilkan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No HK.02.02/MENKES/390/2014

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan. persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat.

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber: diakses pada 25/04/2014 pukul WIB)

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menyebabkan stres kerja pada perawat antara lain pola dan beban kerja,

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima rumah. factor.adapun factor yang apling dominan adalah sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan harus memberikan kualitas

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Rumah Sakit sebagai tempat layanan kesehatan publik makin dituntut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN ADAPTASI PADA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout.

BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients

dasar yang paling penting dalam prinsip manajemen mutu (Hidayat dkk, 2013).

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehingga, perawat sebagai profesi dibidang pelayanan sosial rentan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yaitu perawat. Perencanaan tenaga keperawatan merupakan fungsi organik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang berfungsi untuk

2 Sumber daya manusia medis dan non medis merupakan kunci keberhasilan rumah sakit, karena rumah sakit adalah suatu bentuk organisasi yang berfungsi s

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai

BAB 1 : PENDAHULUAN. juga untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. (1) Era globalisasi yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi stres kerja yang dihadapinya. Berdasarkan hasil penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat ke rumah sakit atau ke balai pengobatan itu sendiri. Hal ini tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan perkembangan eksternal organisasi (Rochmanadji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diklasifikasi berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. yaitu RS Umum dan RS Khusus (jiwa, mata, paru-paru, jantung, kanker, tulang, dsb)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan suatu bisnis perusahaan membutuhkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus, tulus, ikhlas, peduli dengan masalah pasien yang di hadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terampil maka dalam proses perencanaan tujuan tersebut akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. terakhir ini diketahui bahwa terdapatnya kecendrungan masyarakat Indonesia

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak wanita yang ikut bekerja untuk membantu mencari

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. membangun sistem pemberian pelayanan yang efektif, termasuk kualitas pelayanan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. jam kerja secara bergilir biasa disebut dengan kerja shift.

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang - Undang No 44 tahun 2009). Rumah sakit didirikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi target yang ditetapkan,hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan kelangsungan hidup seseorang. Perubuhan-perubahan yang terjadi. diberbagai bidang termasuk bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. kategori khusus sebanyak 168. Sedangkan rumah sakit swasta non profit untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Otonomi Daerah dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005),

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

******* Dedicated for God,pap,mum,brother and sister..

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pelayanan jasa yang diberikan kepada masyarakat adalah pelayanan di bidang kesehatan. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Dalam hal ini, bentuk sarana dan pra sarana yang tersedia untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat adalah Rumah Sakit. Usaha peningkatan sarana yang menunjang dan berkualitas dilakukan oleh semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soreang adalah salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, berdiri pada tahun 1996, yang merupakan pengembangan dari Puskesmas DTP Soreang. Pada tahun 1997, RSUD Soreang ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1409/MENKES/SK/XII/1997. Penetapan susunan organisasi dan pengisian jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999. Meningkatnya kegiatan rawat jalan dan IGD dengan meningkatnya jumlah pasien dari daerah lain (Kabupaten Cianjur). Komitmen untuk keselamatan pasien tetap diutamakan, meskipun sumber daya pelayanan kesehatan masih dirasa terbatas. Sumber daya manusia yang paling berperan di rumah sakit adalah Dokter dan perawat yang memiliki peranannya masing-masing namun tidak dipungkiri bahwa perawat berada digaris depan bagi keberhasilan suatu rumah 1

sakit dan merupakan faktor penentu bagi mutu pelayanan serta citra rumah sakit tersebut (Depkes, 1998). Di RSUD Soreang, perawat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu perawat outpatient yang bertugas melayani pasien rawat jalan dan perawat in-patient yang bertugas melayani pasien rawat inap. Perawat in-patient akan lebih intensif berhubungan dengan pasien rawat inap karena pasien rawat inap akan menjalankan pengobatan dalam waktu tertentu dengan menginap di rumah sakit. Perawat in-patient melakukan kontak 24 jam dengan pasien rawat inap, sebab itu dalam prakteknya sistem shift diberlakukan untuk perawat in-patient. Diharapkan dengan adanya sistem shift, pasien rawat inap mendapatkan pelayanan keperawatan selama 24 jam. Berbeda dengan perawat in-patient, pelayanan rawat jalan atau perawat out-patient (ambulatory services) adalah salah satu bentuk dari pelayanan kedokteran secara sederhana. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization) (Feste, 2000 dalam Nurhayati, 2004). Perawat yang bertugas mereka bekerja dibagi menjadi tiga shift, delapan jam untuk shift pagi, delapan jam untuk shift siang dan delapan jam untuk shift malam. Dalam satu shift jaga satu perawat harus melayani sebanyak 8-10 orang, sedangkan perawat yang menangani pasien IGD satu perawat bisa melayani 12 hingga 15 orang dalam sehari. Kebanyakan pasien yang dilayani memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, karena sangat jarang managemen Rumah Sakit yang mengatur jumlah shift perawat berdasarkan tingkat devendensi pasien. Pengaturan shift diatur 2

berdasarkan jadwal yang kaku dan berdasarkan tenaga yang tersedia. Lingkungan kerja (dalam hal ruang perawatan) hampir selalu penuh sesak, bukan hanya karena jumlah pasien saja akan tetapi jumlah pengunjung yang membludak di samping tempat tidur atau bangsal. Kondisi ini membuat perawat sangat terbatas dalam melakukan tindakan, bahkan kadang kala perawat mendapat perlakuan kasar dari keluarga pasien yang mengamuk karena menganggap perawat gagal atau lalai dalam merawat anggota keluarganya. Mendampingi pasien dengan jumlah tertentu selama 24 jam dan dengan ketergantungan adalah hal yang cukup berat, belum lagi resiko tertular penyakit berat seperti hepatitis atau HIV. Meskipun sudah dilatih untuk terbiasa melayani pasien, perawat tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang ada disekitar mereka baik secara internal maupun eksternal, hambatan yang terjadi dalam internal adalah banyaknya kegiatan, kelelahan, waktu kerja dalam jangka waktu yang panjang, dan kurangnya sarana dan prasarana ketika bertugas. Dalam satu hari perawat bisa mendapatkan tugas lebih dari tiga, belum lagi permasalahan jumlah perawat yang kurang memadai, dimana perawat ini dalam 1 ruangan terdiri atas 12 perawat dan 1 orang sebagai kepala ruangan dengan jumlah pasien dalam 1 ruangan kurang lebih 104 pasien sehingga setiap perawat harus mengawasi dan melayani kurang lebih 9 pasien pershift. Sedangkan hambatan eksternal salah satunya berhubungan dengan pasien maupun anggota keluarga pasien lainnya. Perawat hanya ditugaskan untuk membantu pasien melakukan perawatan diri dan memberikan pertolongan 3

apabila pasien membutuhkan, namun terkadang mereka juga disalahkan apabila pasien tidak sembuh-sembuh atau lambat kemajuannya. Berdasarkan wawancara dengan 15 (limabelas) orang perawat mengenai toleransi terhadap kondisi dan situasi kerja Rumah Sakit, 6 (enam) perawat menyatakan dapat mentoleransi situasi dan kondisi kerja rumah sakit karena mereka beranggapan dimanapun perawat bekerja pasti akan menemukan kelebihan dan juga kekurangan dalam suatu perusahaan, begitu juga dengan RSUD Soreang memiliki kelebihan dan kekurangannya sehingga sepatutnya perawat dapat mentoleransinya. Sedangkan 9 (sembilan) perawat menyatakan mengeluh dengan kondisi dan situasi rumah sakit, seperti peraturan rumah sakit masalah gaji, dan jumlah karyawan yang tidak sesuai dengan beban kerja. Perawat mengeluhkan peraturan rumah sakit mengenai keterlambatan kedatangan pada saat masuk kerja yang mendapatkan potongan gaji sebesar 1 %, juga dalam bekerja yang setiap hari bisa overload dalam menanggani pasiennya. Mereka mengeluhkan jumlah perawat yang terbatas untuk setiap ruangan sehingga ketika jumlah pasien meningkat akan membuat mereka kewalahan menghadapi banyaknya pasien. Menghadapi pasien berarti juga harus menghadapi pihak keluarganya. Ada beberapa pasien atau keluarganya yang banyak permintaan atau dengan ketergantungan yang tinggi seperti minta pasien untuk diperiksa kembali keadaannya oleh perawat padahal sudah diperiksa oleh perawat bersangkutan dan tidak ada masalah, minta air panas, minta pindah tempat tidur dan berbagai hal keluhan lainnya. Belum lagi banyaknya kerabat pasien yang membesuk bertanya tentang keadaan pasien pada perawat, ataupun 4

pasien dan keluarganya yang mengeluhkan pasien yang disebelahnya terlalu berisik sehingga tidak bisa beristirahat, serta menyalahkan perawat apabila pasien lama dalam proses penyembuhannya. Apabila perawat kurang dapat mentoleransi keadaan tersebut akan berdampak pada pelayanannya terhadap pasien. Contohnya ketika perawat menghadapi pasien dan keluarganya yang banyak permintaan sedangkan pasien yang harus ditangani jumlahnya banyak karena jumlah perawat yang terbatas, jika perawat kurang mempunyai toleransi akan menampilkan perilaku seperti menjauhi pasien ataupun memberikan kesan tidak suka seperti kurang keramahannya dengan tidak tersenyum dan berbicara ketus pada pasien ataupun keluarganya. Selain itu terdapat informasi bahwa perawat lama, yaitu perawat yang sudah menjadi perawat tetap di Rumah Sakit kurang peduli terhadap perawat yang baru. Perawat baru adalah perawat yang baru masuk bekerja di rumah sakit dan masih berstatus perawat kontrak. Berdasarkan wawancara dengan 10 orang perawat baru, didapat 2 (dua) orang perawat mengatakan, ketika bekerja biasanya perawat lama memberikan arahan-arahan sehingga cukup membantu perawat baru dalam berorientasi di lingkungan kerja. Sedangkan 8 (delapan) orang perawat baru mengatakan bahwa pada saat pertama masuk, perawat lama hanya memberikan pengarahan dan pengajaran untuk pertama kali, apabila perawat baru masih belum mengerti setelah pengarahan dan pengajaran tersebut, maka perawat lama terkesan tidak peduli sehingga perawat baru akan bertanya pada perawat baru lainnya yang belum terampil apabila dibandingkan dengan perawat lama. 5

Hal tersebut menyebabkan perawat baru sering melakukan kesalahan pada saat bekerja. Selain karena perawat baru diharuskan berorientasi sendiri, kurangnya komunikasi dengan sesama perawat membuat terjadinya kesalahan. Seperti kesalahan memasang infus, kurang teliti, lamban ketika pasien membutuhkan bantuan, bersikap ketus terhadap pasien. Adanya aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan perawat diluar job description yang sudah dibebankan kepadanya seperti: memberikan bantuan menangani pasien yang tidak tertangani oleh rekan kerja, membantu perawat in-patient baru pada masa orientasinya dengan mengarahkan mereka pada tugas-tugas mereka, menyesuaikan diri dengan cepat bila ada perubahan peraturan dan kebijakan manajemen di rumah sakit, menunggu kedatangan rekan kerja shift berikutnya, agar tidak kekurangan tenaga perawat, mematuhi peraturan dan kebijakan meskipun tidak ada yang mengawasi, bersikap sopan santun dalam berelasi dengan siapapun di rumah sakit, menghindari membuat masalah dengan rekan kerja lain dan tidak mengeluh dengan kondisi dan situasi Rumah Sakit. Perawat sangat sering bertemu dengan pasien dengan berbagai karakter dan penyakit yang diderita yang terkadang sulit untuk menyesuaikan apalagi bagi perawat yang berstatus baru. Tidak hanya dari sisi pasien saja yang dapat membuat perawat mengalami kelelahan fisik, emosi dan juga mental tetapi dari sisi keluarga pasien yang banyak menuntut/komplain tentang pelayanan yang lamban, rekan kerja yang tidak sejalan dan dokter yang cenderung arogan. Namun, setiap perawat akan menghayati berbeda-beda dalam mengatasinya. 6

Upaya yang dilakukan oleh perawat dalam menangani pasien merupakan stressor yang sangat kuat bagi mereka, berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada 15 orang perawat, 9 (sembilan) diantaranya mengalami burnout, mereka mengatakan merasa kewalahan dalam menjalani tugas karena jam kerja yang panjang, kurangnya perawat ketika bertugas membuat mereka harus siap menghandle banyak pasien. Belum lagi minimnya fasilitas yang disiapkan oleh Rumah Sakit terutama dalam segi keamanan individu sehingga pernah terjadi perawat yang tertular virus dari pasien, namun institusi tetap menuntut tampilan yang maksimal. Konflik yang terjadi sesama perawat diakibatkan komunikasi yang salah terkadang membuat mereka emosi ditambah kondisi di ruangan yang kurang kondusif, hal inilah yang menyebabkan mereka merasakan burnout. Sedangkan 6 (enam) perawat lainnya yang tidak mengalami burnout mengatakan, menjadi perawat adalah cita-cita mereka dari kecil dimana pun mereka ditugaskan, menjadi perawat adalah tanggung jawab yang harus mereka emban apapun resikonya, karena ini sudah menjadi komitmen mereka dari awal sebelum menjadi perawat. Hal yang terjadi baik internal dan eksternal yang membuat mereka merasakan stress yang tinggi dijadikan sebagai tantangan dalam meningkatkan kualitas yang mereka miliki dalam bertugas, mereka juga mengatakan menjadi perawat harus siap apapun resikonya. Berdasarkan wawancara dapat terlihat bahwa perawat mengalami keadaan burnout yang diakibatkan padatnya jadwal kerja, kurangnya jumlah karyawan dalam menangani pasien yang overload, beban kerja yang tinggi, dan 7

kurangnya perhatian dari institusi untuk bagian ini. Mereka tetap bertahan menjadi perawat karena komitmen yang sudah mereka buat diawal dan membuat mereka bertanggung jawab atas tugas yang diemban serta menjadikan hal-hal yang terjadi selama bertugas itu sebagai tantangan untuk mereka kedepannya. Dengan adanya kondisi-kondisi demikian, akan memperlemah usaha atau dorongan perawat dalam bekerja yang pada akhirnya akan menghindari lingkungan kerjanya dengan menampilkan perilaku-perilaku tertentu, seperti, bersikap acuh, datang terlambat sehingga perawat lain harus menghandle pasiennya, kurangnya komunikasi antar rekan kerja. Selain itu, perilaku kerja yang ditampilkan perawat saat ini adalah diantaranya merasa jika perawat yang bekerja sedikit sehingga membuat perawat merasa kewalahan sedangkan setiap hari harus menghadapi situasi yang overload. Berdasarkan latar belakang diatas, maka Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Studi Deskriptif mengenai Bournout pada Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kab.Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai perawat memiliki berbagai hambatan baik hambatan internal maupun eksternal. Pekerjaan sebagai perawat dirasakan berat oleh para perawat. Mereka terkadang harus melakukan pekerjaan melebihi jam kerja yang membuat mereka harus meninggalkan tanggung jawab di rumah. Terdapat pula pandangan yang 8

kurang menyenangkan atau kurangnya dukungan dari keluarga. Ketika mereka melaksanakan perannya sebagai perawat, yang memiliki tanggung jawab untuk melayani pasien secara rutin dengan jangka waktu yang lama dan secara intens (sampai sembuh). Selain itu, terdapat pekerjaan di luar jobdec yang telat ditentukan seperti: menangani pasien yang tidak tertanggani oleh rekan kerja, menunggu kedatangan rekan shift kerja, menggantikan rekan shift yang tidak datang. Kurangnya komunikasi antar rekan kerja membuat perawat terkadang melakukan kesalahan dalam menanggani pasien. Perawat juga terkadang mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari keluarga pasien yang menyalahkan perawat apabila pasien tidak kunjung sembuh atau pasien yang mengalami kemunduran kesembuhannya. Perawat merasa mengalami hal yang tidak mengenakan atau menyenangkan yang membuat perawat merasa kelelahan emosional berkaitan dengan perasaan penat, frustasi dan tertekan pada pekerjaan sedangkan sinisme berkaitan dengan perilaku negatif atas pekerjaan. Perilaku yang dimunculkan perawat menunjukan burnout. Menurut Leatz & Stolar (1993) kelelahan fisik, mental dan emosional sebab stress yang dialami berlangsung dalam waktu yang lama dengan situasi yang menuntut adanya keterlibatan emosi yang tinggi serta tingginya standar keberhasilan pribadi disebut burnout. Freudenberger & Richelson (1981) mendefinisikan burnout sebagai suatu keadaan yang dialami seseorang berupa kelelahan atau frustrasi sebab merasa apa yang diharapkannya tidak sesuai. Apalagi pekerjaan tersebut dilakukan oleh orang yang memiliki komitmen 9

berlebihan dan melibatkan diri dalam pekerjaan, tentu akan merasa kecewa jika tidak berimbang antara usaha yang dilakukan dan imbalan yang diterima. Dari teori diatas dapat kita lihat bahwa perawat memiliki jam kerja yang cukup panjang dimana menyebabkan kelelahan, selain itu terjadi ketidakseimbangan antara usaha yang dilakukan dengan imbalan yang diterima, dalam bekerja yang setiap hari overload dalam menanggani pasiennya sedangkan jumlah perawat yang terbatas untuk setiap ruangan sehingga ketika jumlah pasien meningkat akan membuat mereka kewalahan menghadapi banyaknya pasien. Menurut Maslach dkk (2001) Burnout pun memiliki dua faktor yaitu faktor situasional dan faktor individual, faktor situasional terdiri dari beban kerja yang berlebihan, fasilitas yang kurang mendukung dan tidak adanya dukungan sosial. Faktor individual meliputi karakter demografis (usia, jenis kelamin) dan karakteristik kepribadian. Maslach (dalam Lailaini et al., 2005) sebagai pencetus Maslach Burnout Inventory - Human Service Survey (MBI-HSS) mengemukakan tiga dimensi burnout yaitu: Kelelahan emosional (emotional exhaustion), depersonalisasi (depersonalization), rendahnya penghargaan atas diri sendiri (low personal accomplshment). Ketika perawat menghadapi situasi kerja yang overload, jam kerja dan beban kerja yang tinggi membuat perawat mudah merasa frustasi, putus asa, sedih, perasaan jenuh, mudah tersinggung, mudah merasa lelah, tertekan dan perasaan terjebak dalam pekerjaan. Hal tersebut menunjukan kelelahan emosional (emotional exhaustion). 10

Perawat yang kurang dapat mengatasi hambatan yang terjadi kecenderungan untuk menjauhi lingkungan sosialnya, bersikap ketus terhadap pasien, lamban ketika pasien membutuhkan, kurang peduli terhadap lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Hal tersebut menunjukan depersonalisasi (depersonalization). Dimensi ini menggambarkan burnout secara eksklusif untuk pekerjaan di bidang pelayanan kemanusiaan (human service). Perawat yang terkadang mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari pasien sebagai efek dari kurang puasnya pasien terhadap kinerja perawat yang dianggap lambannya kemajuan pasien atau pasien yang kemajuannya mundur sehingga terkadang keluarga pasien menyalahkan perawat membuat perawat mengevaluasi kinerjanya secara negatif. Perawat yang menilai rendah dirinya sering mengalami ketidakpuasan terhadap hasil kerja sendiri serta merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Hal ini menunjukan rendahnya penghargaan atas diri sendiri (low personal accomplshment). Berdasarkan uraian di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran mengenai Burnout Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kab. Bandung? 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran Burnout yang ada pada perawat di RSUD Soreang. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data empirik mengenai gambaran Burnout pada perawat di RSUD Soreang. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi untuk menambah wawasan di bidang psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi dalam kaitannya burnout yang berorientasi kepada perawat di RSUD Soreang. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Manfaat bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai burnout, serta perawat. 2. Memberikan informasi kepada RSUD Soreang untuk penanggulangan masalah pada perawat yang sudah ada dengan memberikan program evaluasi tentang kinerja dan merancang pelatihan yang dibutuhkan 12

sehingga dapat dilakukan kegiatan untuk mengurangi Burnout melalui kegiatan seperti seminar khusus dan pelatihan untuk care givers. 3. Memberikan masukan dan informasi kepada Rumah Sakit Umum Daerah Soreang mengenai gambaran burnout yang dimiliki perawat, yang diharapkan dapat membantu mengembangkan diri dan meningkatkan kualitasnya dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat menghadapi masalah yang terjadi di rumah sakit. 13