ANALISA PENGARUH TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN BUTT JOINT DAN T JOINT DENGAN VARIASI TEBAL PLAT

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN FILLET T-JOINT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

Persentasi Tugas Akhir

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: G-10

BAB I PENDAHULUAN. logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

BAB II KERANGKA TEORI

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Akhir ANALISA PENGARUH LAS TITIK DAN URUTAN PENGELASAN TERHADAP DISTORSI DAN TEGANGAN SISA PADA PENGELASAN SAMBUNGAN PIPA ELBOW DENGAN METODE

ANALISA TERBENTUKNYA TEGANGAN SISA DAN DEFORMASI PADA PENGELASAN PIPA BEDA JENIS MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

INFO TEKNIK Volume 14 No. 2 Desember 2013 ( ) PENGARUH ARUS TERHADAP KEKERASAN HASIL PENGELASAN BAJA ST 60 MENGGUNAKAN PENGELASAN SMAW

STUDI KARAKTERISTIK PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42 DENGAN ELEKTRODA E 7018

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

ANALISA KEKUATAN TARIK PENYAMBUNGAN PELAT DENGAN KETEBALAN BERBEDA PADA TYPE SAMBUNGAN BUTT JOINT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-351

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi permintaan konsumennya. Konsumen merupakan faktor yang

BAB III TEKNOLOGI PENGELASAN PIPA UNTUK PROSES SMAW. SMAW ( Shielded Metal Arc Welding ) salah satu jenis proses las busur

III. METODOLOGI PENELITIAN. 2. Badan Latihan Kerja (BLK) Bandar Lampung sebagai tempat pengelasan

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,

DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN

KAJIAN EKSPERIMEN PENGUJIAN TARIK BAJA KARBON MEDIUM YANG DISAMBUNG DENGAN LAS SMAW DAN QUENCHING DENGAN AIR LAUT

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan

PENGARUH PROSES PREHEATING PADA PENGELASAN SMAW TERHADAP KEKUATAN TARIK MATERIAL BAJA ST 37

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

KEKUATAN TARIK DAN BENDING SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL BAJA SM 490 DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN SAW

PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

ANALISA PENGARUH PENGELASAN GMAW TERHADAP PERUBAHAN MIKROSTRUKTUR, TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA ALUMINIUM DENGAN VARIABEL HEAT INPUT YANG BERBEDA

BAB I LAS BUSUR LISTRIK

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

PENGARUH VARIASI TEBAL PELAT DAN BESAR ARUS TERHADAP DISTORSI PADA PENGELASAN MULTILAYER PROSES GMAW DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFER SPRAY

Oleh Wahyu Ade Saputra ( ) Dosen Pembimbing 1. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng., Ph.D 2. Ir. Soeweify, M.Eng

ANALISA PENGARUH PROSES PENGELASAN MIG TERHADAP DISTORSI SUDUT DAN KEDALAMAN PENETRASI PADA SAMBUNGAN BUTT-JOINT

C. RUANG LINGKUP Adapun rung lingkup dari penulisan praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Kerja las 2. Workshop produksi dan perancangan

PENGARUH ARUS DAN JARAK KAMPUH PENGELASAN TERHADAP DISTORSI SAMBUNGAN PELAT BAJA KARBON RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SMAW

ANALISIS PENGARUH HASIL PENGELASAN BIMETAL BAJA S45C DAN STAINLESS STEELS 304 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Las.

ANALISA PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP PENGELASAN ELEKTRODA RB-26 AWS E 6013 DENGAN PENGUJIAN BENDING

ANALISA SAMBUNGAN LAS PADA PENGELASAN TITIK UNTUK MENENTUKAN JARAK OPTIMAL TITIK LAS PADA BAJA KARBON AISI 1045 DENGAN PENDEKATAN ELEMEN HINGGA

EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

ANALISA DISTORSI PADA PENGELASAN DENGAN MENGGUNAKAN MINITAB

PENGARUH VARIASI TEBAL PELAT DAN BESAR ARUS LISTRIK TERHADAP DISTORSI PADA PENGELASAN MULTILAYER PROSES GMAW DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFER SPRAY

ANALISA PENGARUH PENGELASAN FCAW PADA SAMBUNGAN MATERIAL GRADE A DENGAN MATERIAL GRADE DH 36. Oleh :

Latar belakang. Oleh: Sukendro. Bs Nrp

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB III LANDASAN TEORI. ur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor N u harus memenuhi : N u. N n... (3-1)

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN DAN STRUKTUR MIKRO

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN PIPA YANG MENEMBUS PELAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penyambungan antara drum dengan tromol menggunakan teknologi

DASAR-DASAR PENGELASAN

LAB LAS. Pengelasan SMAW

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

Transkripsi:

ANALISA PENGARUH TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN BUTT JOINT DAN T JOINT DENGAN VARIASI TEBAL PLAT Sri Yuni Setyawati 1, Yeyes Mulyadi 2, Gatot Dwi Winarto 3 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2 Staf Pengajar Teknik Kelautan, 3 Staf Pengajar Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Abstrak Permasalahan utama proses pengelasan adalah terjadinya tegangan sisa dan distorsi. Analisa pengaruh tegangan sisa ini dilakukan dengan eksperimen dan pemodelan pada pengelasan sambungan butt joint dan T joint dengan memvariasikan ketebalan plat. Variasi ketebalan plat tersebut yaitu, 8 mm, 10 mm, 12 mm dan 14 mm. Pada pengelasan butt joint dan T joint, distorsi terbesar terjadi pada pengelasan variasi I yakni dengan tebal plat 8 mm dan distorsi terkecil terjadi pada variasi IV dengan tebal 14 mm. Tegangan sisa maksimum pada variasi I yakni tebal 8 mm dengan harga tegangan sisa untuk butt joint sebesar 0.52 MPa dan T joint sebesar 0.09 MPa. Tegangan sisa minimum dialami variasi IV yakni dengan tebal 14 mm, dimana tegangan sisa untuk butt joint sebesar 0.47 MPa dan T joint sebesar 0.06 MPa. Analisa hasil yang diperoleh dari pemodelan pada Ansys 11.0 model 3 dimensi yaitu tegangan sisa maksimum terjadi pada sambungan butt joint dan T joint pada variasi I dan tegangan minimum pada variasi IV. Konsentrasi tegangan dapat diamati pada sambungan pengelasan yang terjadi pada bagian dalam dan permukaan sambungan. Dari hasil variasi tersebut, perhitungan dapat digunakan untuk memprediksi besarnya tegangan sisa dan sudut distorsi untuk tebal pelat yang lain. Kata kunci : pengelasan, tegangan sisa, distorsi,,butt joint, T joint 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyambungan logam dengan sambungan las banyak digunakan dalam berbagai bidang manufaktur dan industri. Salah satu tipe sambungan yang banyak digunakan adalah sambungan tipe T dan plat datar (butt), terutama dalam bidang perkapalan dan konstruksi struktur jembatan.pada saat pengelasan, sumber panas berjalan terus dan menyebabkan perbedaan distribusi temperature pada logam sehingga terjadi pemuaian dan penyusutan yang tidak merata. Akibatnya tegangan sisa dan distorsi akan timbul pada logam yang dilas. Tegangan sisa timbul karena adanya perbedaan temperatur yang besar sedangkan distorsi terjadi jika logam las dibiarkan bergerak leluasa selama proses pendinginan. Tegangan sisa yang terjadi pada kampuh las ini dapat menyebabkan kegagalan (fatigue) yang mana dapat mengurangi kekuatan dari struktur dan komponen. Oleh karena itu tegangan sisa dalam pengelasan harus dikurangi sampai sekecil mungkin untuk mencegah kegagalan desain suatu komponen. Dengan mengerti mekanisme terjadinya tegangan sisa dapat dipelajari untuk mengambil langkah langkah meminimalisasikan tegangan sisa yang terjadi pada saat pengelasan. II. DASAR TEORI 2.1 Pengelasan Pengelasan adalah penyambungan dua buah logam padat dengan mencairkannya melalui pemanasan. Persyaratan berhasilnya penyambungan adalah (Okumura, 1981): 1. Bahwa benda padat tersebut dapat cair saat dipanaskan 1

2. Bahwa antara benda padat tersebut ada kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan kekuatan sambungan 3. Bahwa cara sambungan harus sesuai dengan sifat benda yang disambung. Pengelasan dilakukan untuk menyambung dua bagian logam menjadi satu, tanpa mengurangi kekuatan & bentuk dari material logam tersebut. Selain itu, pengelasan cukup ekonomis & efisien karena cara penyambungannya dengan cara tetap, artinya tidak mudah untuk melepas atau membongkar kembali. Dalam praktek, proses pengelasan sangat banyak ragamnya demikian pula dengan bentuk sambungan yang akan di las, jenis kampuh manik las (weldment) dan posisi pengelasan yang akan dilakukan. 2.2 Shielded Metal Arc Welding (SMAW Proses pengelasan SMAW yang umumnya disebut Las Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material dasar dan elektroda. Panas tersebut ditimbulkan oleh lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan anoda (ujung elektroda dan permukaan plat yang akan dilas ) dengan kata lain teknik pengelasan ini memanfaatkan panas busur listrik yang timbul karena perbedaan tegangan antara elektroda terbungkus dengan material yang akan disambung. Panas yang timbul dari lompatan ion listrik ini besarnya dapat mencapai 4000 o sampai 4500 o Celcius. Sumber tegangan yang digunakan ada dua macam yaitu listrik AC ( Arus bolak balik ) dan listrik DC ( Arus searah ). (Modul Las SMAW, 2008) Prinsip kerja pengelasan busur elektroda terbungkus SMAW adalah pengelasan busur listrik terumpan yang menggunakan elektroda yang terbungkus fluks sebagai pembangkit busur dan sebagai bahan pengisi. Panas yang timbul diantara elektroda dan bahan induk mencairkan ujung elektroda (kawat) las dan bahan induk, sehingga membentuk kawah las yang cair, yang kemudian membeku membentuk lasan. Bungkus (coating) elektroda yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar pada waktu proses berlangsung, gas yang terjadi akan melindungi proses terhadap pengaruh udara luar (Oksidasi) yang sekaligus berfungsi memantapkan busur. Gas pelindung (Shielded Gas) timbul dari lapisan pembungkus elektroda atau fluks yang terurai (decomposition). (Okumura, 1994) Gambar 2.1 Proses pengelasan SMAW Fluks yang mencair akan terapung dan kemudian membeku pada permukaan las berupa terak (slag). Karena massa jenisnya lebih kecil dari logam las maka fluks ini berada diatas logam las pada saat cair. kemudian setelah membeku, fluks cair ini berubah menjadi terak (slag) yang menutupi logam las. Pada pengelasan ini yang terpenting adalah memperhatikan bahan fluks dan jenis las listrik yang digunakan. (Sonawan, 2003) 2.3 Teori Perpindahan Panas 2.3.1 Area Sebaran Panas Panas yang terjadi akan mengalami 2

perpindahan secara konduksi, untuk melakukan analisa terhadap hal tersebut maka yang perlu diperhatikan adalah menentukan daerah temperature media/material yang dihasilkan dari kondisi batas tertentu. Oleh karena itu, perlu diketahui distribusi temperature yang menunjukkan bagaimana variasi temperatur sesuai fungsi posisi pada suatu medium. Konduksi flux pada titik tertentu atau permukaan suatu medium dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Fourier, apabila distribusi temperaturnya sudah diketahui. Distribusi temperatur pada benda pejal dapat digunakan untuk menganalisa besarnya thermal stress, ekspansi dan defleksi struktur. Pada proses pengelasan dihasilkan siklus panas yang sangat rumit pada lasan. Siklus panas ini menyebabkan perubahan struktur mikro material pada daerah sekitar lasan (heat-affected zone) dan transient thermal stress, hingga akhirnya tercipta tegangan sisa (residual stress) dan perubahan bentuk (distorsi). Sebelum menganalisa permasalahan ini, harus dilakukan analisa pada aliran panas (heat flow) selama proses pengelasan. 2.3 Distribusi Temperatur Sumber panas pada proses pengelasan berasal dari panas elektrode yang ada. Dimana panas ini secara matematis dapat dihitung dengan persamaan empiris (AWS vol I, 1996): (2.1) dimana : : Energi input bersih ( J/mm). E : Tegangan (Volt). I : Arus (Ampere). f1 : Efisiensi pemindahan panas v : Kecepatan pengelasan (mm/s ) Tidak semua energi panas yang terbentuk dari perubahan energi listrik diserap 100 % oleh logam lasan, akan tetapi hanya sebagian besar saja. Sehingga energi busur las dapat ditulis sebagai berikut (Pilipenko, 2001): Q = η U I (2.2) dimana : Q = net heat input (Watt) η = Koefisien effisiensi (-) U = Tegangan Busur (Volt) I = Arus listrik (Ampere) Harga koefisien efisiensi η untuk tiap-tiap tipe pengelasan tentunya berbeda-beda. Sebagai contoh harga η untuk pengelasan baja dengan cara shield metal arc welding adalah antara 0,66 sampai dengan 0,85 (Pilipenko 2001). 2.4 Tegangan Termal Selama Pengelasan Selama proses pemanasan dalam pengelasan akan mengakibatkan suatu tegangan. Tegangan akibat pemanasan ini dapat didiskripsikan dengan membagi daerah lasan menjadi beberapa buah potongan melintang sebagai berikut : A-A : Daerah yang belum tersentuh panas, B-B : Daerah yang mencair tepat pada busur las, C-C : Daerah terjadinya deformasi plastis selama proses pengelasan, D-D : Daerah yang sudah mengalami pendinginan Bila pengelasan berjalan dari potongan D-D ke potongan B-B maka akan terjadi distribusi panas sepanjang pengelasan. Sesaat pengelasan sampai 3

dititik O maka setiap potongan pada alur pengelasan dapat dianalisa distribusi teganganya. Besarnya tegangan yang terjadi karena adanya perubahan temperatur selama proses pengelasan ditunjukkan oleh gambar. hubungan antara tegangan regangan yang disebabkan oleh panas : (2.3) (2.4) (2.5) (2.6) dengan : σ = Tegangan sisa ( Pa ) E = Modulus elastisitas ( Pa ) Gambar 2.2 Distribusi temperatur dan tegangan selama proses pengelasan (AWS vol I, 1996) Pada daerah A-A, dimana T 0 maka disini tidak terjadi tegangan, sedangkan pada daerah B-B yaitu daerah yang mencair (terjadi suhu maksimum) tepat pada garis lasan akan terjadi tegangan tekan (compression) sedangkan disisi kanan dan sisi kiri dari garis lasan akan terjadi tegangan tarik ( tension ). Pada daerah C-C, dimana suhu sudah mulai turun, pada daerah garis lasan akan terjadi tegangan tarik dan pada daerah sisi kanan dan kirinya akan terjadi tegangan tekan. Demikian pula pada daerah D-D yaitu pada daerah yang sudah terjadi pendinginan ( T 0) maka pada garis lasan akan terjadi tegangan tarik dan pada sisi kanan dan kiri dari garis lasan akan mengalami tegangan tekan. Tegangan tarik yang terjadi pada daerah D-D akan sifatnya tetap tinggal pada material tersebut dan lebih sering disebut tegangan sisa. (AWS vol I, 1996) Sedangkan tegangan sisa karena pengaruh pemanasan dapat dihitung dengan menggunakan = Panjang mula mula ( m ) = Perubahan panjang ( m ) = Perubahan temperatur ( K ) α = Koefisien muai panjang (K-1 ) 2.5 Tegangan Sisa Tegangan sisa adalah gaya elastis yang dapat mengubah jarak antar atom dalam bahan tanpa adanya beban dari luar. Tegangan sisa ditimbulkan karena adanya deformasi plastis yang tidak seragam dalam suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas yang tidak merata atau perbedaan laju pendinginan pada bahan yang mengalami proses pengelasan. Walaupun tegangan sisa secara visual tidak nampak, namun sesungguhnya tegangan sisa tersebut juga bertindak sebagai beban yang tetap yang akan menambah nilai beban kerja yang diberikan dari luar. 2.5.1 Terjadinya Tegangan Sisa Tegangan sisa selalu muncul apabila sebuah material dikenai perubahan temperatur non-uniform, tegangan-tegangan ini disebut tegangan panas.untuk 4

membahas masalah pengelasan, tegangan sisa yang akan ditinjau adalah tegangan sisa yang ditimbulkan dari distribusi regangan non-elastik yang tidak merata pada material. Terjadinya tegangan sisa ditunjukkan pada gambar 2.3 di bawah ini, dimana daerah C mengembang pada waktu pengelasan. Pengembangan pada daerah C ditahan oleh daerah A, sehingga pada daerah C terjadi tegangan tekan dan pada daerah A terjadi tegangan tarik. Tetapi bila luas pada daerah A jauh lebih besar dari daerah C, maka daerah C akan terjadi perubahan bentuk tetap (distorsi), sedangkan pada daerah A terjadi perubahan bentuk elastis. Ketika proses pengelasan selesai, terjadi proses pendinginan dimana daerah C menyusut cukup besar karena disamping pendinginan juga karena tegangan tekan. Penyusutan ini ditahan oleh daerah A, oleh sebab itu daerah C akan terjadi tarik yang diimbangi oleh tegangan tekan pada daerah A. menggunakan hukum Hooke. Sedangkan besarnya regangan sisa dapat diukur dari perubahan ukuran antara batang sebelum dipotong, yaitu ukuran yang digambarkan pada bagian yang akan ditentukan tegangan sisanya dan ukuran sebenarnya yang didapat setelah bagian yang akan diuji dipotong. Dari hukum Hooke jelas bahwa perubahan ukuran ini disebabkan oleh adanya tegangan, karena itu besarnya tegangan dapat dihitung. Dalam hal terjadi tegangan sisa dengan dua dimensi dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan (2.9) dan (2.10) (2.7) (2.8) Dengan : = Tegangan tegak lurus garis las = Tegangan searah garis las = Regangan tegak lurus garis las = Regangan searah garis las = Angka perbandingan Poisson Gambar 2.3 Pembentukan tegangan sisa (Wiryosumarto, 1981) 2.5.2 Pengukuran Besarnya Tegangan Sisa Tegangan sisa dapat dihitung melalui besarnya regangan sisa yang terjadi dengan 2.6 Terjadinya Distorsi Pada proses pengelasan, tegangan sisa dan distorsi merupakan kejadian yang saling 5

berhubungan. Ketika siklus pemanasan dan pendinginan yang berlangsung dalam proses pengelasan, regangan panas muncul di antara weld metal dan base metal pada daerah yang dekat dengan weld bead. Peregangan ini menimbulkan suatu tegangan dalam yang terdapat di dalam material dan bisa menyebabkan terjadinya bending, buckling, dan rotasi. Deformasi inilah yang disebut distorsi. Distorsi terjadi jika logam las dibiarkan bergerak leluasa selama proses pendinginan. Jadi distorsi terjadi karena adanya pemuaian dan penyusutan yang bebas akibat siklus termal las Distorsi akan menyebabkan : a. Bentuk akhir tidak memenuhi syarat baik keindahan maupun letak b. Terjadi misalignment c. Dapat menjadi bagian terlemah d. Mengganggu distribusi gaya Macam-macam distorsi yang terjadi pada pengelasan (lihat gambar 2. 4) : a. Transverse shrinkage. Penyusutan yang terjadi tegak lurus terhadap arah garis las. b. Angular change. Distribusi panas yang tidak merata pada kedalaman menyebabkan distorsi (perubahan sudut). c. Rotational distortion. Distorsi sudut dalam bidang plat yang berkaitan dengan perluasan thermal. d. Longitudinal shrinkage. Penyusutan yang terjadi searah garis las. e. Longitudinal bending distortion. Distorsi dalam bidang yang melalui garis las dan tegak lurus terhadap plat. f. Buckling distortion. Kompresi yang berkenaan dengan panas menyebabkan ketidakstabilan ketika platnya tipis. Gambar 2. 4 Macam macam distorsi yang terjadi pada pengelasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Spesimen Pada penelitian ini material yang digunakan adalah material ship plate grade DH36 dengan memvariasikan ketebalan plat yaitu, 8 mm, 10 mm, 12 mm dan 14 mm. Pengelasan yang dilakukan adalah pengelasan butt joint dan T joint dengan proses SMAW. Dimensi material yang dipakai dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah : o Butt Joint dengan ukuran panjang dan lebar adalah @ 300 mm x 300 mm o T-Joint dengan ukuran panjang fillet, lebar flange, dan tinggi web adalah @ 300 x 200 x 150 mm Detail gambar dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 6

Gambar 3.1 material uji untuk sambungan fillet T joint Gambar 4. 2 Angular shrinkage pada pengelasan T joint Grafik Perbandingan nilai distorsi dan tebal plat. 4.000 Tebal Plat vs nilai distorsi Gambar 3.2 material uji untuk sambungan Butt joint IV. PEMBAHASAN 4.1 Distorsi Nilai distorsi pada pengelasan butt joint dan T joint dapat diukur dengan alat pengukur distorsi atau disebut dengan dengan alat dial gauge. Dan dapat diketahui bahwa jenis distorsi yang terjadi pada pengelasan butt joint dan T joint adalah kombinasi antara bending distortion dan angular shrinkage atau disebut dengan distorsi sudut. Berikut merupakan gambaran umum tentang jenis distorsi angular shrinkage yang terjadi pada pengelasan butt joint dan T joint. Tebal Plat (mm) 3.500 3.000 2.500 2.000 6 11 16 Nilai Distorsi (mm) Gambar 4.3 Nilai distorsi pada sambungan butt joint 4.2 Tegangan sisa dan T joint 4.2.1 Perhitungan Tegangan Sisa 2 Dimensi Hasil dari perhitungan tegangan sisa tersebut di dapatkan suatu grafik hubungan antara tebal plat dan tegangan sisa seperti yang tercantum di bawah ini : Butt Joint T Joint Gambar 4.1 Angular Shrinkage pada pengelasan butt joint 7

0.6 TeganganSisa vs Tebal Plat Nilai Tegangan Sisa (MPa) 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 7 9 11 13 15 Tebal Plat (mm) Teg Sisa Butt joint searah x Teg Sisa Butt Joint searah y Teg Sisa T Joint searah x Teg Sisa T Joint searah y Gambar 4.4 Grafik Perbandingan nilai tegangan sisa dan tebal plat pada butt joint dan T joint Gambar 4.5 Tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi I 4.3 Hasil Pemodelan Pada bagian ini akan dibahas hasil dari permodelan 3 dimensi yang telah dilakukan dengan software ANSYS 11, yaitu model untuk analisa thermal structural pada material akibat pengelasan. Sesuai dengan sifat pembebanan yang dinamik yaitu perubahan beban berdasarkan fungsi posisi dan waktu maka analisa yang dilakukan adalah analisis transient full solution method. Pemodelan pengelasan yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah dengan pemberian beban heat flux transient. Artinya perubahan beban berdasarkan fungsi waktu dan posisi. Analisa thermal yang dilakukan akan menghasilkan tegangan panas transient, yang kemudian di masukkan dalam analisa structural sebagai beban dinamis. Output akhirnya adalah berupa transient stress dan total stress pada struktur akibat pengelasan. Variasi yang dilakukan dalam pemodelan ini adalah variasi tebal plat dengan asumsi kondisi pengelasan tidak berubah, yang kemudian akan ditinjau hubungan antara perubahan tebal plat dengan perubahan sudut distorsi serta tegangan sisa yang dihasilkan. Gambar 4.6 Detail Tegangan total (von missed stress)pada pengelasan variasi I Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi tetap pada sambungan-butt. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa pada daerah HAZ dan berangsur berkurang pada material induk. Tegangan sisa maksimum sebesar 0.372 MPa terjadi pada pertemuan las dan batas material induk dan merupakan titik dan daerah kritis dari sambungan- Butt. 4.3.1.1 Hasil Pemodelan Variasi IV Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 14 mm Pengelasan Variasi IV menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini : 4.3.1 Pada Pengelasan Butt Joint 4.3.1.1 Hasil Pemodelan Variasi I Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 8 mm Pengelasan Variasi I menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini : Gambar 4.7 Tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi IV 8

Gambar 4.8 Detail tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi IV Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi tetap pada sambungan-butt. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa pada daerah HAZ dan berangsur berkurang pada material induk. Tegangan sisa maksimum sebesar 0.108 MPa terjadi pada pertemuan las dan batas material induk dan merupakan titik dan daerah kritis dari sambungan- Butt. 4.4. Pada Pengelasan T Joint 4.4.1 Hasil Pemodelan Variasi I Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 8 mm Pengelasan Variasi I menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini : Gambar 4.10 Detail tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi I Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi pada sambungan tipe T. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa antara 7.2x10-5 0.23 Mpa. Tegangan sisa yang besar terjadi pada daerah dimana pelat dijepit dan ditumpu. Di daerah HAZ tegangan berangsur berkurang pada material induk. 4.4.2 Hasil Pemodelan Variasi IV Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 8 mm Pengelasan Variasi IV menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini : Gambar 4.9 Tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi I Gambar 4.11 Tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi I 9

beban yang sama tapi di salurkan pada material bervolume lebih besar sudah barang tentu membuat tegangan yang diterima node-node / elemen-elemen pada material akan semakin mengecil. V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi pada sambungan tipe T. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa antara 3.19x10-5 0.095 Mpa. Tegangan sisa yang besar terjadi pada daerah dimana pelat dijepit dan ditumpu. Di daerah HAZ tegangan berangsur berkurang pada material induk. 4.5 Grafik Hasil Pemodelan Butt joint dan T joint Nilai Tegangan Sisa (MPa) Gambar 4.12 Detail tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi I 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 7 9 11 13 15 Tebal Plat (mm) Butt Joint T Joint Gambar 4.13 Grafik Phasil pemodelan butt joint dan T joint Dari nilai distorsi dan tegangan sisa yang telah di dapatkan, dari eksperimen pengelasan sambungan Butt Joint dan T Joint maka semakin tebal pelat tersebut maka distorsi yang terjadi semakin kecil. Hal ini dapat dimengerti karena berdasarkan analisa tegangan sisa (von missed stress) menjelaskan bahwa semakin tebal plat yang digunakan semakin dapat mereduksi tegangan sisa hingga mencapai batas aman. Hal ini dikarenakan nilai tegangan yang dihantarkan pada material terbagi secara merata pada keseluruhan volume material induk, sehingga dengan Bedasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh tegangan dan distorsi yang terjadi pada material ship plate gr.dh36, maka dapat disimpulkan : Dari nilai distorsi yang telah di dapatkan dari eksperimen pengelasan sambungan Butt Joint dan T Joint maka semakin tebal pelat tersebut maka distorsi yang terjadi semakin kecil. Hal ini sesuai dengan analisa tegangan sisa (von missed stress) menjelaskan bahwa semakin tebal plat yang digunakan semakin dapat mereduksi tegangan sisa hingga mencapai batas aman. Pada pemodelan, diperoleh hasil tegangan sisa lebih besar daripada eksperimen, hal ini karena pada eksperimen dilakukan perhitungan secara 2 dimensi sedangkan pada pemodelan dilakukan secara 3 dimensi dengan material properties lebih detail dan pembebanan dilakukan pada tiap elemen Bentuk sambungan pengelasan mempengaruhi besarnya tegangan sisa yang terjadi, yaitu pada pengelasan butt joint mengalami distorsi yang lebih besar dibandingkan pada pengelasan T joint. Presentase setiap perubahan ketebalan plat 2 mm terhadap terjadinya tegangan sisa dan distorsi, yaitu: - Pada pengelasan butt joint, selisih presentase terjadinya tegangan sisa 9.28 % dan untuk distorsi sebesar 4.23 % - Pada pengelasan T joint, selisih presentase terjadinya tegangan sisa yaitu 5.54 % dan untuk distorsi sebesar 3.46 % Dari nilai presentase tersebut kita dapat memprediksi besarnya tegangan sisa dan distorsi pada ketebalan plat yang lain. 10

5.2 Saran 1. Hendaknya di lakukan eksperimen pada pengelasan butt joint di las pada satu sisi dan pada T joint di las pada dua sisi untuk mengetahui pengaruh tegangan sisa dan distorsi pada urutan pengelasan. 2. Agar analisa yang dilakukan lebih teliti maka ukuran meshing pada pemodelan lebih diperkecil. 3. Elektroda yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis AWS E 7016 dan E 7018. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat dilakukan dengan jenis elektroda yang lain. 4. Hendaknya dilakukan pengujian yang lainnya seperti: uji impact, uji fracture toughness, uji fatigue, dan lain sebagainya untuk mengetahui besarnya pengaruh tegangan sisa dan distorsi pada kekuatan struktur. DAFTAR PUSTAKA American Bureau of Shipping ( ABS). 2001. United Stated. Act of Legislature of Thr State of New York Anggono, Juliana. 1999. Pengaruh Besar Input Panas Pengelasan SMAW Terhadap Distorsi Sambungan T Baja Lunak SS 400. Jurnal Teknik Mesin 1: 45 54. Penngelasan Fillet T-Joint denngan Metode Elemen Hingga. Jurnal Teknik Material & Metalurgi. Fakultas Teknologi Industri. ITS. Surabaya. Pilipenko, Artem, 2001. Computer Simulation of Residual Stress and Distortion of Thick Plates in Multi-Electrode Submerged Arc Welding.Department of Machine Design and Material Technology, Norway.Surabaya. Saiful Anam, Muhammad. (2008). Analisa Perilaku Tegangan Sisa dan Sudut Distorsi pada Sambungan Fillet dengan Variasi Tebal Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga. Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Surabaya Sorensen, Martin B, 1999. Simulation of Welding Distortions in Ship Section. Departement of Naval Architecture and Offshore Engineering, Technical University of Denmark. Wiryosumarto, H dan Okumura, T. (1996). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita., 1991. Welding Handbook vol. I & II. Miami : American Welding Society Firmandha, Topan. (2007). Analisa Perilaku Tegangan Sisa Dan Perubahan Sudut Distorsi Pada Sambungan Tumpul Dengan Variasi Tebal Plat Menggunakan Metode Elemen Hingga, Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Futichah, Rifa i Muslich. (2007). Korelasi antara Arus Pengelasan dengan Tegangan Sisa pada Sambungan Las Tutup Kelongsong Elemen Bakar Nuklir Zircaloy-2.Jurnal. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN. Serpong. Moaveni, Saeed. 2003. Finite Element Analysis: Theory and Application with ANSYS. New Jersey: Pearson Education, Inc. Perdana Putra, Yudhistira. (2005). Analisa Tegangan Sisa dan Distorsi pada 11