PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PROSEDUR KEAMANAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Sri Sukeksi SMK Negeri 1 Sragen Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran Prosedur Keamanan dan Kesehatan Kerja. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus, langkah-langkah setiap siklus adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya pada materi pokok bahasan memahami prosedur keamanan dan kesehatan kerja dapat meningkatkan keaktifan fisik maupun afektif siswa. Hal ini terlihat dari meningkatnya presentase rata-rata keaktifan siswa sebesar sebesar 9,96%, yaitu dari siklus I sebesar 51,35% menjadi 61,31% pada siklus II dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya pada materi pokok bahasan memahami prosedur keamanan dan kesehatan kerja dapat meningkatkan hasil belajar siswa ditinjau dari segi ketuntasan klasikal. Hal ini terlihat dari meningkatnya presentase ketuntasan klasikal sebesar 13,67%, yaitu dari siklus I sebesar 78% menjadi 91,67% pada siklus II. Kata Kunci: hasil belajar, keaktifan siswa, pembelajaran kooperatif jigsaw Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 34
PENDAHULUAN Proses pembelajaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja akan menjadi dinamis dan menarik apabila mampu menggerakkan atau rnengaktifkan daya pikir siswa dan pembelajaran akan membosankan jika hanya disajikan dalam bentuk hafalan kata-kata atau istilah sehingga perlu dibudayakan pembelajaran yang melibatkan siswa berfikir secara aktif dan tercipta kegembiraan hubungan antar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pengalaman mengajar selama ini, siswa yang tuntas belajar untuk materi tersebut hanya mencapai 70 %. Kurang optimalnya basil belajar siswa tersebut disebabkan oleh: a) penyajian materi dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi kurang mendorong siswa aktif, selama ini kegiatan belajar mengajar banyak didominasi oleh guru, sehingga siswa menganggap pelajaran tidak menarik dan membosankan, dan b) minat dan motivasi siswa rendah, yang menyebabkan siswa kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan proses belajar mengajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembagian kelompok dibuat heterogen dalam hal prestasi belajar dan jenis kelamin, budaya dan tingkat sosio-kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berbeda. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tanggung jawab individu sekaligus kelompok sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap saling ketergantungan positif dalam kelompoknya untuk belajar, bekerja dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sarnpai terselesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan agar dapat membangun kelas sebagai komunitas belajar yang menghargai semua kemampuan siswa. Jigsaw dapat digunakan apabila bahan yang dipelajari berbentuk naratif tertulis dan tujuan pelajarannya lebih menekankan pada konsep daripada keterampilan. Dalam penerapannya, siswa secara individual berkembang dan berbagi kemampuan dalam berbagai aspek kerja yang berbeda. Pada model pembelajaran kooperatif jigsaw, seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan untuk selanjutnya saling berbagi penguasaan dan pemahaman materi. Model pembelajaran kooperatif atau cooperatif learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pembelajaran cooperatif learning dapat pula di definisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk struktur ini adalah 5 unsur pokok, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. (Suprijono, 2009 : 89-90). Cooperatif Learning adalah strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja dan membantu sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari 2 anggota kelompok atau lebih. Pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, setiap anggota dalam satu kelompok bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada orang lain dalam kelompoknya. (Lie, 2008 : 70). Dalam teknik ini, siswa dapat bekerja sama dengan siswa lainnya dan mempunyai tanggung jawab lebih dan mempunyai banyak kesempatan pula untuk mengolah informasi yang di dapat dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan bersosialisasi. Kelebihan model kooperatif tipe Jigsaw diantaranya memacu siswa untuk berpikir kritis; memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan setiap ide yang dimiliki dengan menjelaskan pada siswa lain materi yang sedang dipelajari; diskusi yang terjadi tidak didominasi oleh siswa-siswa tertentu, tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif. Sementara kekurangan model kooperatif tipe Jigsaw diantaranya membutuhkan waktu yang lebih banyak; dan membutuhkan kemampuan lebih bagi guru untuk mengelola pembelajaran. Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 35
Hamalik (2001:159) menyebutkan bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Sementara itu, menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Senada juga dengan Dimyati dan Mudjiono (2002:36) yang mengatakan hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Sudjana (2005: 62) mengemukakan bahwa Salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman-pengalarnanbelajarnya. Yusuf (2003: 49) mendefinisikan Hasil belajar siswa dalam model kooperatif tipe Jigsaw adalah skor yang diperoleh siswa dari kuis dan tes hasil belajar formatif yang diukur dengan instrumen soal kuis dan soal tes hasil belajar. Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, keberhasilan kelompok asal sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya saat belajar dalam kelompok ahli. Menurut Ibrahim, dkk (2000: 56), Pengetesan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw, guru meminta siswa menjawab kuis tentang bahan pelajaran. Dalam banyak hal, butir-butir tes pada kuis ini harus merupakan suatu jenis tes kognitif yang terukur, sehingga butir-butir tes itu dapat diskor di kelas atau segera setelah tes itu diberikan, dalam Jigsaw, skor tim menggunakan prosedur skoring baku dan dapat dimodifikasi guru sesuai dengan kebutuhan dan kondisi obyektif anak didiknya. Kerangka berpikir yang dimaksud adalah METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Sragen, dengan pertimbangan utama para siswa memiliki keanekaragaman kemampuan akademik dan belum pernah dilakukan penelitian sejenis dalam mata pelajaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan peneliti adalah pengajar di sekolah tersebut sehingga dapat meminimalisir kendala dalam melakukan penelitian. Subjek penelitian adalah siswa satu kelas dengan hasil tes awal kurang baik. Dalam pelaksanaan penelitian peneliti dibantu oleh mitra kolaborasi sebagai observer. Kegiatan penelitian tindakan kelas ini, meliputi : (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan tindakan (acting), (3) Pengamatan (observing), serta (4) Refleksi (reflecting). Keempat kegiatan dari suatu siklus penelitian tindakan kelas tersebut digambarkan dengan sebuah spiral berikut : Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas Sumber data penelitian didapatkan dari; dokumen atau arsip nilai siswa, siswa sebagai subjek penelitian, dan guru/kolaborator sebagai peneliti. Metode pengambilan data yang digunakan adalah; metode dokumentasi, observasi, dan metode tes. Arikunto (2002: 206) berpendapat bahwa metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 36
data sekolah, data identitas siswa dan data hasil belajar kognitif siswa yang berupa nilai Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Metode observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan itu berlangsung, dengan atau tanpa alat bantu. Metode observasi yang dipilih adalah metode observasi terstruktur. Observasi terstruktur ditandai dengan perekaman data yang relatif sederhana, berhubung dengan telah tersediakannya format yang relatif rinci. Dengan format yang relatif rinci itu, pengamat tinggal membubuhkan tanda cacah (tallies) atau tanda-tanda lain sehingga gejala yang diamati itu terpetakan secara rapi (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999: 52). Metode tes digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Arikunto (2002: 127) berpendapat bahwa Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Data keaktifan maupun data hasil belajar akan disajikan secara sederhana dalam bentuk paparan naratif, tabel dan grafik yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan penelitian. Secara umum dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Model Analisis Interaktif (Miles dan Huberman, 1992: 20) Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah apabila terjadi peningkatan keaktifan siswa secara fisik maupun afektif ketika proses pembelajaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja setiap siklus hingga mencapai skor rata-rata 65%, dan keberhasilan model kooperatif tipe Jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar siswa ditandai dengan peningkatan rata-rata kelas pada setiap siklus dan tingkat ketuntasan klasikal 80%. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi kegiatan siswa selama proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, baik keaktifan fisik dan afektif siswa maka dapat dirangkum seperti pada tabel 1 berikut. Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 37
Tabel 1. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus I Jumlah siswa No Komponen Keaktifan Pert. 1 Pert. 2 Rata-rata 1 Keaktifan Fisik Kehadiran siswa 32 32 100 % 2 Keaktifan Afektif Memberi pendapat dalam kerja kelompok 14 18 44,4 % Menanggapi pendapat anggota kelompok 12 19 43 % Bertanya kepada anggota kelompok 15 20 48,6 % Menjawab memberikan penjelasan atas pertanyaan anggota 12 20 44,4 % kelompok Bertanya kepada guru 10 16 36,1 % Menjawab pertanyaan guru 12 19 43 % Presentase Rata-rata Keaktifan siswa 51,35 % Berdasarkan hasil kuis individual sekaligus sebagai ulangan harian atau tes akhir siklus I, diperoleh hasil formatif siswa sebagai berikut seperti pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Tes Siklus I No Uraian 1 Nilai terendah 50 2 Nilai tertinggi 80 3 Nilai rata-rata 71,8 4 Rentang nilai 30 5 Persentase Ketuntansan Klasikal 78 % Tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa Persentase keaktifan siswa hanya mencapai 51,35 % masih jauh dari target yang diharapkan yaitu persentase keaktifan siswa minimal adalah 60 %, selain itu target ketuntasan klasikal juga belum tercapai. Target ketuntasan klasikal sebesar 85 % namun kenyataannya ketuntasan klasikal yang dicapai pada siklus I hanya mencapai 78 % saja. Pada pelaksanan siklus II yang merupakan siklus perbaikan diperoleh hasil sebagai berikut seperti yang tersaji pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Observai Keaktifan Siswa Siklus II Jumlah siswa No Komponen Keaktifan Pert. 1 Pert. 2 Rata-rata 1 Keaktifan Fisik Kehadiran siswa 32 32 100 % 2 Keaktifan Afektif Memberi pendapat dalam kerja kelompok 17 22 54,2 % Menanggapi pendapat anggota kelompok 20 25 62,5 % Bertanya kepada anggota kelompok 18 26 61,1 % Menjawab memberikan penjelasan atas pertanyaan anggota 14 20 47,2 % kelompok Bertanya kepada guru 14 20 47,2 % Menjawab pertanyaan guru 15 26 57 % Presentase Rata-rata Keaktifan siswa 61,31 % Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 38
Berdasarkan hasil tes individual sekaligus sebagai ulangan harian atau tes akhir siklus II, diperoleh hasil formatif siswa seperti yang tersaji pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Hasil Tes Siklus II No Uraian Rata-rata 1 Nilai terendah 60 2 Nilai tertinggi 100 3 Nilai rata-rata 78,1 4 Rentang nilai 40 5 Persentase Ketuntansan Klasikal 91,67 % Pada akhir siklus II sudah berhasil meningkatkan keaktifan siswa hingga mencapai persentase 61,35 % siswa aktif, sedangkan dan segi hasil, dari 32 siswa yang mengikuti pembelajaran, 29 siswa tuntas belajar atau memperoleh nilai 75, berarti ketuntasan klasikal mencapai 91,67 %. Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan, maka hasil yang dicapai pada siklus I dan II dapat dikomparasikan sebagai berikut: Tabel 5. Perbandingan keaktifan siswa siklus I dengan siklus II No Komponen Keaktifan rata-rata Siklus I rata-rata Siklus II 1 Keaktifan Fisik Kehadiran siswa 100 % 100 % 2 Keaktifan Afektif Memberi pendapat dalam kerja kelompok 44,4 % 54,2 % Menanggapi pendapat anggota kelompok 43 % 62,5 % Bertanya kepada anggota kelompok 48,6 % 61,1 % Menjawab memberikan penjelasan atas pertanyaan anggota 44,4 % 47,2 % kelompok Bertanya kepada guru 36,1 % 47,2 % Menjawab pertanyaan guru 43 % 57 % Presentase Rata-rata Keaktifan siswa 51,35 % 61,31 % Tabel 6. Perbandingan hasil belajar sisw siklus I dengan siklus II No Uraian Siklus I Siklus II 1 Nilai terendah 50 60 2 Nilai tertinggi 80 100 3 Nilai rata-rata 71,8 78,1 4 Rentang nilai 30 40 5 Persentase Ketuntansan Klasikal 78 % 91,67 % Atas dasar hasil penelitian yang telah disampaikan di depan, keaktifan siswa diamati dengan menggunakan lembar observasi, meliputi dua hal yaitu keaktifan fisik berupa kehadiran siswa dan keaktifan afektif berupa : a) memberi pendapat dalam kerja kelompok, b) menanggapi pendapat anggota kelompok, c) bertanya kepada anggota kelompok, d) menjawab memberikan penjelasan atas pertanyaan anggota kelompok, e) bertanya kepada guru, dan f) menjawab pertanyaan guru. Pengamatan ditujukan kepada seluruh siswa yang terbagi dalam 2 kelompok besar jigsaw, sehingga terbentuk 8 kelompok asal dan kelompok ahli yang masing-masing Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 39
kelompok beranggota 4 siswa. Namun secara keseluruhan berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui terjadinya peningkatan ratarata skor total keaktifan siswa sebesar 9,96 % (dari 51,35% menjadi 61,31%). Peningkatan keaktifan siswa dapat disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut: 100 80 Persentase keaktifan siswa 60 40 20 0 Siklus I 51.35 Siklus II 61.31 Gambar 3. Peningkatan Keaktifan Siswa Data hasil belajar Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada pokok bahasan Memahami prosedur keamanan dan kesehatan kerja yang dianalisis adalah data yang diperoleh berdasarkan tes hasil belajar pada akhir siklus I dan siklus II. Perbandingan ketuntasan klasikal pada tes siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 6 di atas. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui terjadinya peningkatan ketuntasan klasikal sebesar sebesar 13,67 % (dari 78% menjadi 91,67%). Peningkatan hasil belajar siswa ditinjau dari tingkat ketuntasan klasikal dapat disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut : 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 91.67 78 Persentase ketuntasan klasikal Siklus I Siklus II Gambar 4. Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa SIMPULAN DAN SARAN Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya pada materi pokok bahasan memahami prosedur keamanan dan kesehatan kerja dapat meningkatkan keaktifan fisik maupun afektif siswa. Hal ini terlihat dari meningkatnya presentase rata-rata keaktifan siswa sebesar sebesar 9,96%, yaitu dari siklus I sebesar 51,35% menjadi 61,31% pada siklus II. Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 40
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya pada materi pokok bahasan Memahami prosedur keamanan dan kesehatan kerja dapat meningkatkan hasil belajar siswa ditinjau dari segi ketuntasan klasikal. Hal ini terlihat dari meningkatnya presentase ketuntasan klasikal sebesar 13,67%, yaitu dari siklus I sebesar 78% menjadi 91,67% pada siklus II. Dengan demikian, metode kooperatif tipe Jigsaw dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya pada materi pokok bahasan memahami prosedur keamanan dan kesehatan kerja. Ada beberapa saran untuk perbaikan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut; guru hendaknya memperhatikan waktu yang tersedia sehingga dalam mengatur alokasi waktu setiap tahapan pembelajaran yang dirancang dapat berjalan sesuai rencana; guru hendaknya aktif dalam motivasi siswa sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya secara lebih mandiri melalui diskusi kelompok (ahli maupun asal) dengan Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitati.f Jakarta: UI Press. Hamalik, Umar 2001. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudjana, Nana. 005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasutian, Ahmad, 2006. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Bumi Aksara. Suprijono. 2009. Metodologi Pembelajaran Berbasis Siswa Aktif. Jakarta: Bumi Aksara. Tim Tim Pelatih Proyek PGSM (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Balai Pustaka. Yusuf Syani. 2003. Pembelajaran Kooperatif Suatu Pendekatan Praktik. Surabaya: Indago lebih dinamis; guru hendaknya memahami dengan baik model kooperatif jigsaw sebelum menerapkannya di kelas; serta siswa diharapkan senantiasa menjaga motivasi dalam belajar dan berusaha untuk sanggup membangun pengetahuannya secara mandiri dan tidak terlalu tergantung pada pemberian materi dari guru. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia Ibrahirn, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press. Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 41
Edudikara, Vol 1 (2); 34-41, 2016 42