BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
INTEGRASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN. Oleh: Ir. H. EKA SETIAWAN, Dipl, SE.,MM (KEPALA BAPPEDA KAB. SUMEDANG)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2014

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDes)TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG

SURAT EDARAN BUPATI KEBUMEN. Kebumen, Oktober 2010

KEPALA DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DESA KALIJAGA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PNPM MANDIRI PERDESAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah proses perubahan berbagai aspek kehidupan menuju kondisi yang lebih baik. Dalam konteks bernegara, kerja besar pembangunan diselenggarakan oleh para pemangku kepentingan sesuai peraturan perundangan yang ditetapkan. Sebuah produk hukum, pada hakikatnya adalah instrumen perubahan sosial menuju tatanan dan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Hal itu bukanlah sesuatu yang niscaya, karena sebuah produk hukum tidak muncul dari ruang hampa kepentingan dan nir politik. Sebuah produk hukum justru dibentuk dari tarik menarik kepentingan politis dan beroperasi dalam ruang yang sarat kepentingan atas sumber daya ekonomi. UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) secara legal menjamin aspirasi masyarakat dalam pembangunan dalam kesatuannya dengan kepentingan politis (keputusan pembangunan yang ditetapkan oleh legislatif) maupun kepentingan teknokratis (perencanaan pembangunan yang dirumuskan oleh birokrasi). Aspirasi dan kepentingan masyarakat ini dirumuskan melalui proses perencanaan partisipatif yang secara legal menjamin kedaulatan rakyat dalam pelbagai program/proyek pembangunan desa. Perencanaan partisipatif yang terpadukan dengan perencanaan teknokratis dan politis menjadi wujud nyata kerjasama pembangunan antara masyarakat dan pemerintah. Dalam konteks peningkatan kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat seperti halnya PNPM Mandiri Perdesaan, upaya mengintegrasikan perencanaan pembangunan partisipatif menjadi sebuah program kerja yang bersifat strategis. Perencanaan partisipatif yang dikembangkan dalam PNPM Mandiri Perdesaan diintegrasikan dengan perencanaan partisipatif yang dikembangkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Agenda pengintegrasian program ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan utamanya terkait dengan instruksi untuk melaksanakan Integrasi PNPM Mandiri Perdesaan dengan Perencanaan Desa. Rumusan tindakan dalam rangka integrasi dimaksud meliputi: 1. Menyusun mekanisme penyatuan perencanaan berbasis masyarakat ke dalam forum yang bersifat partisipatif di tingkat desa. 2. Menyusun mekanisme pendampingan agar masyarakat desa mampu menyiapkan program jangka menengah desa yang bersifat komprehensif. 3. Menyusun mekanisme agar program jangka menengah desa yang disusun melalui proses partisipatif dapat disatukan dengan program jangka menengah desa yang reguler sehingga menghasilkan program berbasis masyarakat. 4. Menyusun mekanisme agar aparat desa dapat mengakomodir dan memproses PJM desa sebagai bahan musrenbang di tingkat yang lebih tinggi. 1

5. Menyusun mekanisme pengendalian pelaksanaan program pembangunan berbasis masyarakat melalui instrumen PNPM Mandiri. Pendasaran legal terhadap tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 khususnya terkait integrasi PNPM Mandiri Perdesaan dengan Musrenbangdes pertama tama harus dirujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, selanjutnya diturunkan ke dalam prosedur kerja yang lebih operasional melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010 perihal Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa. Peraturan dimaksud pada dasarnya telah memberikan pendasaran legal yang cukup kuat terhadap perencanaan pembangunan partisipatif di dalam pelaksanaan pembangunan desa. Prosedur perencanaan partisipatif dalam Musrenbang yang diintruksikan melalui Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 maupun Surat Mendagri Nomor 414.2/1408/PMD Tahun 2010 perlu diaktualisasikan dengan cara memperkuat langkah langkah optimalisasi kinerja yang secara strategis dapat ditempuh dengan cara mendayagunakan pengalaman pengalaman yang baik (good practices) tentang perencanaan partisipatif dalam pelaksanaan program/proyek pemberdayaan masyarakat. Perencanaan partisipatif dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) dapat dijadikan rujukan untuk mendayagunakan good practices program/proyek pemberdayaan masyarakat dalam rangka penguatan perencanaan partisipatif dalam sistem perencanaan pembangunan desa yang bersifat reguler. Kekuatan utama PNPM Mandiri Perdesaan adalah proses pengambilan keputusan pembangunan yang dirumuskan secara kolektif oleh sebesar besarnya warga desa yang hadir dalam musyawarah desa (Musdes) ataupun musyawarah antar desa (MAD). Strategi penguatan ruang perbincangan publik untuk memvitalisasi tradisi musyawarah mufakat menjadi inti kekuatan PNPM Mandiri Perdesaan. Selain itu, pembiasaan warga desa untuk mengelola dana BLM sesuai prosedur kerja PNPM Mandiri Perdesaan juga menjadi kekuatan pokok dari program ini. Proses perencanaan partisipatif di PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan secara berulang ulang setiap tahun dalam jangka waktu minimal 3 (tiga) dengan tujuan menciptakan kebiasaan warga desa untuk merumuskan keputusan pembangunan berdasarkan prinsip prinsip program yaitu desentralisasi, partisipasi, otonomi, demokrasi, bertumpu pada pembangunan manusia, berorientasi kepada masyarakat miskin, kesetaraan dan keadilan gender, prioritas, transparansi dan akuntabilitas, serta berkelanjutan. Berdasarkan hasil pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan), dapat diperoleh beragam pengalaman empiris yang membuktikan keunggulan perencanaan partisipatif yang dioperasionalkan berdasarkan pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu antara lain: (1) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola kegiatan pembangunan desa; (2) partisipasi dan swadaya masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan cukup tinggi; (3) hasil dan dampaknya, khususnya dalam penanggulangan 2

kemiskinan cukup nyata; (4) biaya kegiatan pembangunan relatif lebih murah dibandingkan jika dilaksanakan oleh pihak lain; (5) keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangannya cukup kuat. Kendatipun perencanaan PNPM Mandiri Perdesaan memiliki beragam good practices, namun juga harus didasari bahwa dalam program ini terkandung beberapa kelemahan. Kelemahan PNPM Mandiri Perdesaan antara lain: (1) ekslusivitas proyek yaitu menggunakan prosedur kerja yang bersifat khusus (Petunjuk Teknis Operasional/PTO tersendiri) sehingga dalam pelaksanaannya kurang mempertimbangkan penyatupaduan dengan prosedur perencanaan pembangunan yang bersifat reguler; (2) karakter proyek bersifat sementara (ad hoc); (3) aspirasi masyarakat dan keputusan pemerintah cenderung belum menjadi satu keputusan pembangunan yang harmonis dan saling mendukung dikarenakan perecanaan pembangunan belum terpadu; (4) pelaksanaan proyek masih berorientasi pada penguatan kapasitas masyarakat, belum sepenuhnya mengarah pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah; dan (5) penyediaan tenaga bantuan teknis (technical assistance) menciptakan ketergantungan masyarakat kepada unsur eksternal sehingga mengurangi bobot kemandirian. Kelemahan yang ada dalam PNPM Mandiri Perdesaan menjadi titik tolak perbaikan sistem dan prosedur kerja sehingga PNPM Mandiri Perdesaan dapat menyumbangkan pengamalan pengalaman yang terbaiknya dalam rangka penguatan sistem pembangunan partisipatif. Langkah penguatan PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan dengan melembagakan keunggulan komparatif dari perencanaan partisipatif menjadi sistem sosial yaitu pola perencanaan pembangunan yang bersifat tetap. Untuk itu, PNPM Mandiri Perdesaan harus menyatukan diri dengan aktivitas Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang diselenggarakan secara reguler sebagai bagian dari perencanaan pembangunan daerah. Titik temu antara PNPM Mandiri Perdesaan dengan Musrenbangdes disebut dengan istilah teknis Integrasi Program. Intisari pemikiran Integrasi Program adalah ikatan sistemik yang berhubungan secara timbal balik sebagai praktek teratur berdasarkan kondisi otonomi relatif dan ketergantungan relatif antara sistem perencanaan partisipatif dalam PNPM Mandiri Perdesaan dengan sistem perencanaan partisipatif dalam Musrenbang. PNPM Mandiri Perdesaan tetap bekerja otonom sebagai sebuah program nasional dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan secara legal berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/3717PMD tanggal 5 November 2008 perihal Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan, maupun Surat Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri Nomor 414.2/4916/PMD tanggal 7 Desember 2009 perihal Petunjuk Teknis Optimalisasi Tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Demikian pula pelaksanaan Musrenbangdes tetap berjalan otonom berdasarkan aturan legal sebagaimana dituangkan dalam Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, maupun Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010 perihal Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa. Namun demikian, dalam kerangka kerja pengintegrasian terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Pengintegrasian ini membawa 3

good practices perencanaan partisipatif dalam PNPM Mandiri Perdesaan sebagai upaya memperkuat perencanaan partisipatif yang bersifat reguler. Sekaligus, good practices perencanaan partisipatif dalam PNPM Mandiri Perdesaan mendapatkan kekuatan legal untuk diterapkan ke dalam pelbagai program/proyek pembangunan desa dikarenakan masuk dalam sistem Musrenbangdes. Titik temu antara perencanaan partisipatif yang bersifat reguler dengan PNPM Mandiri Perdesaan harus bersifat saling menguatkan. Oleh sebab itu, melalui proses pengintegrasian program ini terbuka kemungkinan terjadi penataan ulang prosedur kerja perencanaan partisipatif di dalam sistem pembangunan reguler maupun PNPM Mandiri Perdesaan. Simpul yang mempertemukan Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang reguler dengan perencanaan partisipatif dalam PNPM Mandiri Perdesaan adalah penyusunan Rencana Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa). PNPM Mandiri Perdesaan memiliki pengalaman nyata dalam menerapkan rencana jangka menengah desa melalui tahapan Menggagas Masa Depan Desa (MMDD) yang dimulai dari tahapan penggalian gagasan, serta pengembangan Musyawarah Desa (Musdes) dan Musyawarah Antar Desa (MAD) sebagai perumusan perencanaan pembangunan tahunan. Pengalaman PNPM Mandiri Perdesaan ini dibawa masuk ke dalam sistem perencanaan pembangunan desa yang reguler untuk meningkatkan kualitas RPJM Desa dan RKP Desa. Pengintegrasian PNPM Mandiri Perdesaan dengan Msurenbang juga mencakup menyelaraskan perencanaan partisipatif, teknokratis dan politis. Perencanaan pembangunan desa yang diperkuat dengan good practices PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan mampu mengkontekstualisasikan (membumikan) pemberdayaan masyarakat dalam realitas hidup masyarakat desa, utamanya terkait dengan dinamika demokrasi dan otonomi daerah. Seiring perubahan politik yang mengukuhkan sistem demokrasi representatif yang dipilih langsung oleh rakyat sehingga menjadikan partai politik tampil sebagai kekuatan utama sekaligus prima prinsipa demokrasi, kerja pemberdayaan masyarakat yang kontekstual harus mengarah pada upaya menegakkan kedaulatan rakyat. Rakyat dimediasikan untuk menjalin komunikasi politik kepada wakil wakilnya di legislatif (dewan perwakilan rakyat daerah/dprd) melalui prosedur komunikasi politik yang demokratis. Demikian pula, terkait dengan era penguatan otonomi daerah yang secara empiris sedang terus berlangsung di Indonesia, maka kerja pemberdayaan masyarakat yang bersifat kontekstual harus mampu memediasikan rakyat dengan pemerintah daerah melalui prosedur komunikasi pembangunan yang demokratis. Perencanaan pembangunan partisipatif adalah media/wahana penyampaian aspirasi rakyat secara demokratis dalam kerangka kerja otonomi daerah. Pola Lama Perspektif Modernisasi Pendekatan Teknis Pemberian Fasilitas Peran Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Pola Baru Perspektif Transformatif Pendekatan Kritis Pemenuhan Hak Peran Kader 4

Transformasi proses pemberdayaan masyarakat yang bersifat kontekstual, mengarah pada penyelesaian masalah, dan merumuskan langkah langkah operasional yang bersifat praktis. Proses transformasi ini hanya dimungkinkan belaku secara serempak di desa desa apabila dikelola dan berlangsung dalam bingkai sistem politik dan hukum dalam wilayah penyelenggaraan pemerintahan. Aturan legal ini akan menjamin terjadinya penguatan perencanaan pembangunan partisipatif melalui pengintegrasiannya dengan PNPM Mandiri Perdesaan, sekaligus juga penguatan perencanaan pembangunan partisipatif melalui pengintegrasiannya dengan perencanaan teknikratis dan politis. Berdasarkan dasar pemikiran untuk memperkuat aktualisasi Perencanaan Pembangunan Desa melalui integrasi PNPM Mandiri Perdesaan ke dalam sistem perencanaan pembangunan desa yang bersifat reguler, maka secara khusus dirumuskan Panduan Teknis Integrasi. Panduan ini diarahkan sebagai panduan kerja bagi pelaksana dan pembina Perencanaan Pembangunan Desa, maupun para pelaksana dan pembina PNPM Mandiri Perdesaan untuk dipedomani dalam meningkatkan kinerja kegiatan pembangunan desa. B. PERATURAN PERUNDANGAN Peraturan Perundangan yang menjadi dasar dan acuan integrasi program yaitu: 1. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). 2. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentan Pemerintah Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2007 tentang Desa. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa. 7. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/3717PMD tanggal 5 November 2008 perihal Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan. 8. Surat Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri Nomor 414.2/4916/PMD tanggal 7 Desember 2009 perihal Petunjuk Teknis Optimalisasi Tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. 9. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010 perihal Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa. 5

C. PENGERTIAN 1. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adai istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan. 3. Lembaga Kemasyarakatan Desa atau disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. 4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah forum antar pemangku kepentingan dalam rangka menyusun rencana pembangunan. 5. Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan keputusan, berdaya saing, maupun indeks pembangunan manusia. 6. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. 7. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapantahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan guna pemanfaatan dan pengalokasiann sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. 8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa selanjutnya disingkat RPJM Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, dan program, dan progran Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan rancana kerja. 9. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan. 10. Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat (RKP Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun merupakan penjabaran dari RPJM Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutahirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta perkiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM Desa. 11. Rencana Kerja Pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 12. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat Renstra SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun. 6

13. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat Renja SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 (satu) tahun. 14. Integrasi Program adalah penyatupaduan perencanaan partisipatif yang dikembangkan dalam PNPM Mandiri Perdesaan dengan perencanaan pembangunan desa maupun pengintergasian perencanaan partisipatif dengan perencanaan teknokratis dan politis melalui mekanisme Musrenbang. 15. Strategi adalah langkah langkah berisikan program program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. D. TUJUAN 1. TUJUAN UMUM Meningkatkan efektivitas perencanaan pembangunan desa melalui integrasi program. 2. TUJUAN KHUSUS a. Meningkatkan kualitas proses dan hasil perencanaan pembangunan desa. b. Menyelaraskan perencanaan teknokratis, politis dengan perencanaan partisipatif. c. Mendorong terwujudnya pembagian wewenang dan penyerahan urusan pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa. E. SASARAN Sasaran yang akan dicapai dari pengintegrasian dibedakan menjadi: 1. SASARAN STRATEGIS a. Peningkatan posisi tawar rakyat dalam proses perumusan kebijakan publik dan pengelolaan pembangunan melalui prosedur pengembangan ruang perbincangan publik yang demokratis. b. Peningkatan kapasitas dan peran lembaga kemasyarakatan desa dan antar desa dalam kegiatan pembangunan desa. c. Peningkatan fungsi lembaga pemerintahan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. d. Peningkatan kapasitas dan fungsi Pemerintah Daerah mendorong perencanaan dan penganggaran yang pro rakyat. e. Peningkatan peran DPRD dalam pembentukan regulasi daerah untuk penguatan pembangunan partisipatif berbasis pemberdayaan masyarakat. f. Pelembagaan good practises PNPM Mandiri Perdesaan sebagai sistem sosial. 2. SASARAN OPERATIF a. Terselenggarakannya proses perencanaan pembangunan di tingkat desa dan tingkat antar desa secara efektif. 7

b. Terselengarakannya proses perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan secara efektif. c. Terselaraskannya pengelolaan kegiatan pembangunan di tingkat desa dan tingkat antar desa. d. Tersusunnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rancangan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). e. Teradopsinya good practises perencanaan partisipatif PNPM Mandiri Perdesaan dalam penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. 3. SASARAN PRAKTIS a. Peningkatan kemampuan dan peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). b. Peningkatan kemampuan dan peran Lembaga Pemerintahan Desa (Kepala Desa dan BPD). c. Peningkatan kemampuan dan peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). d. Peningkatan kemampuan pelaksana PNPM Mandiri Perdesaan. 8

BAB II KONSEP PENGINTEGRASIAN A. PRINSIP 1. DESENTRALISASI Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. KETERPADUAN Keselarasan dan kesatupaduan kebijakan, arah dan atau tindakan dari berbagai aspek kegiatan. 3. EFEKTIF DAN EFISIEN Proses (langkah dan cara kerja) dan lembaga lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin. 4. PARTISIPASI Membuka kesempatan yang seluas luasnya bagi sebanyak banyaknya pihak yang dapat memberikan kontribusi, terutama untuk mencapai suatu tujuan atau hasil yang telah ditetapkan. 5. TRANSPARANSI DAN AKUNTABEL Masyarakat memiliki akses yang terbuka terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dipantau dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, administratif maupun legal (menurut peraturan dan hukum yang berlaku). 6. KEBERLANJUTAN Mendorong terciptanya pelembagaan sistem pembangunan partisipatif yang berorientasi pada munculnya keberdayaan masyarakat. B. KERANGKA KERJA DAN STRATEGI 1. KERANGKA KERJA a. Otonomi Daerah Integrasi Program dilaksanakan dalam kerangka kerja Otonomi Daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban (daerah otonom) untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. b. Pemberdayaan Masyarakat Integrasi Program menjadi sarana peningkatan kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan pembangunan. 9

c. Penguatan Demokrasi 2. STRATEGI Integrasi Program menjadi bagian tak terpisahkan dari penguatan praktek demokrasi di daerah otonom utamanya di desa dan antar desa. a. Meningkatkan kesadaran kritis masyarakat desa dalam rangka meningkatkan kapasitas dan daya tawar politis rakyat dalam pengelolaan pembangunan. b. Mendorong Pemerintah Daerah melakukan reorientasi kebijakan untuk penguatan pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat. c. Mendorong masyarakat politik (DPRD) meningkatkan keberpihakannya kepada rakyat dan membentuk peraturan perundangan daerah yang sesuai dengan kebutuhan penguatan pembangunan partisipatif. C. RANAH PENGINTEGRASIAN Ranah pengintegrasian terdiri dari : 1. Pengintegrasian horisontal, yaitu penyatupaduan proses perencanaan PNPM MP ke dalam sistem perencanaan pembangunan reguler (Musrenbang). Proses Perencanaan PNPM MP Integrasi Musrenbang 2. Pengintegrasian vertikal, yaitu penyelarasan perencanaan teknokratis dan politis dengan perencanaan partisipatif. Partisipatif (Masyarakat) Integrasi Politis (DPRD) Teknokratis (SKPD) 10

D. TITIK TEMU INTEGRASI MUSRENBANG Kabupaten Forum SKPD MAD Pendanaan Musyawarah Antar Desa Prioritas MUSRENBANG Kecamatan Pelaksanaan sesuai PTO PNPM MP Musdes Perencanaan dan MKP MUSRENBANG Desa MMDD RPJMDes/Review Penggalian Gagasan Pengkajian Keadaan Desa (PKD) Penjelasan : 1. INTEGRASI PENGALIAN GAGASAN DENGAN PKD Proses Pengalian Gagasan PNPM Mandiri Perdesaan dengan mempergunakan alat alat kaji (peta sosial, kalender musim, bagan kelembagaan) yang dilakukan dalam pertemuan kelompok perempuan, pertemuan dusun, dll, menjadi kegiatan Pengkajian Keadaan Desa (PKD). 2. INTEGRASI MMDD DENGAN RPJM DESA a. Kegiatan Menggagas Masa Depan Desa (MMDD) PNPM Mandiri Perdesaan sebagai dasar proses penyusunan RPJM Desa. b. Pembahasan dan pengambilan keputusan dalam proses penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dalam forum Musyawarah sesuai ketentuan dan prinsipprinsip PNPM Mandiri Perdesaan. 11

c. Forum Musyawarah dimaksud adalah Musyawarah Desa (Musdes) yang dilakukan khusus untuk membahas rancangan RPJM Desa. d. Hasil Musdes RPJM Desa dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan 3 orang wakil masyarakat. 3. INTEGRASI MUSDES PERENCANAAN DAN MKP DENGAN MUSRENBANGDES a. Proses Musyawarah Desa (Musdes) Perencanaan dan Musyawarah Kelompok Perempuan (MKP) dilaksanakan sesuai ketentuan PNPM Mandiri Perdesaan. b. Musdes Perencanaan dan MKP sebagai kegiatan di dalam proses Musrenbangdes. c. Musrenbangdes dimaksud sebagai forum masyarakat untuk melakukan evaluasi pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya dan pembahasan draft RKPD tahun berjalan. d. Musrenbangdes dimaksud melakukan review usulan usulan kegiatan yang belum terlaksana tahun sebelumnya untuk dipertimbangkan kembali sebagai usulan dalam RKPD pada tahun berjalan. e. Hasil kegiatan Musrenbangdes dimaksud adalah : 1) Usulan kegiatan yang akan diajukan untuk didanai BLM PNPM MP, sesuai ketentuan PNPM MP. 2) Usulan kegiatan yang akan diajukan untuk didanai APBD melalui Musrenbang Kabupaten. 3) Usulan kegiatan yang akan didanai ADD. 4) Usulan kegiatan yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. 5) Usulan kegiatan yang akan didanai oleh sumber dana lain. Hasil tersebut di atas dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan 3 orang wakil masyarakat. f. Tim Penyusun RKPD merumuskan finalisasi hasil pembahasan di atas untuk ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa. 4. INTEGRASI MAD PRIORITAS DAN PENDANAAN DENGAN MUSRENBANG KECAMATAN a. Proses MAD Prioritas dan Pendanaan dilaksanakan sesuai ketentuan PNPM MP. b. MAD Prioritas dan Pendanaan sebagai kegiatan di dalam proses Musrenbang Kecamatan. c. Hasil kegiatan Musrenbang Kecamatan dimaksud adalah : 1) Prioritas usulan kegiatan yang didanai BLM PNPM MP, sesuai ketentuan PNPM MP. 2) Prioritas usulan kegiatan yang akan diajukan ke Musrenbang Kabupaten untuk didanai APBD. d. Hasil kegiatan Musrenbang Kecamatan dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Camat, Pimpinan Musyawarah dan 3 orang wakil utusan desa. 12

e. Camat menetapkan usulan kegiatan sesuai hasil Musrenbang Kecamatan dengan Surat Penetapan Camat (SPC). E. ANASIR/UNSUR UNSUR YANG DIINTEGRASIKAN Yang diintegrasikan adalah sistem. Unsur unsur sistem dimaksud adalah : 1. NILAI/PRINSIP Nilai nilai yang diwujudkan sebagai prinsip dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, diintegrasikan agar terinternalisasi dalam pelaksanaan pembangunan desa yang dikelola secara reguler. 2. MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN Ketentuan dan tatacara yang menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan pembangunan dalam Musdes dan MAD dilakukan secara terbuka, partisipatif dan berpihak kepada masyarakat miskin, diintegrasikan untuk mewarnai proses pengambilan keputusan dalam Musrenbang. 3. MEKANISME PROSES PERENCANAAN Proses perencanaan PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari MMDD, MKP, Musdes Perencanaan, Musyawarah Antar Desa (MAD) Prioritas dan Pendanaan diintegrasikan ke dalam proses reguler, yaitu penyusunan RPJM Desa dan review rencana kegiatan tahunan (RKP Desa), Musrenbang Desa dan Musrenbang Kecamatan. Integrasi Program akan mengakhiri kelemahan mendasar perencanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang berulang dan ad hoc, sekaligus meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan desa. 4. MEKANISME PENGELOLAAN KEGIATAN Pengelolaan kegiatan secara swakelola oleh masyarakat, yang menjadi salah satu keunggulan PNPM MP diitegrasikan agar terwujud pola standar pengelolaan kegiatan yang didanai dari berbagai sumber (ADD, Swadaya, Program, APBD, dll). 5. MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN Ketentuan dan tatacara pertanggungjawaban pengelolaan kegiatan secara terbuka dan akuntabel sebagaimana diterapkan dalam PNPM Mandiri Perdesaan diintegrasikan ke dalam mekanisme pembangunan desa sehingga tercipta pola standar pertanggungjawaban pengelolaan pembangunan desa. 6. PELAKU Pengintegrasian pelaku berarti meleburkan fungsi ke dalam dan pendayagunakan personil pelaku program oleh lembaga lembaga reguler (LPMD, Pemerintah Desa, BPD, dll). 13

BAB III PELAKSANAAN PENGINTEGRASIAN A. KAIDAH PELAKSANAAN Kaidah pelaksanaan pengintegrasian adalah 1. Berdasar pada dan untuk meningkatkatkan efektivitas pelaksanaan regulasi (peraturan). Semua kegiatan yang dilakukan berdasar pada dan untuk penguatan pelaksanaan peraturan (produk hukum) yang telah ditetapkan, yang berkaitan langsung maupun yang relevan bagi penguatan penyelenggaraan pembangunan partisipatif. 2. Menyatu dengan dan menguatkan mekanisme reguler. Semua kegiatan yang dilakukan terintegrasi dan atau menjadi bagian dari kegiatan reguler sesuai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan. 3. Keberlanjutan. Menyiapkan dan memfasilitasi pelembagaan sistem pemberdayaan masyarakat yang telah dibangun melalui PNPM Mandiri Perdesaan. B. SYARAT DAN KETENTUAN Pengintegrasian adalah agenda wajib bagi desa partisipan PNPM MP yang memenuhi syarat syarat sebagai berikut: 1. Memiliki sarana/kantor/sekretariat pemerintah desa yang dianggap layak. 2. Perangkat Pemerintah Desa sekurang kurangnya terdiri dari: Sekretaris Desa, dan sekurang kurangnya dua Kepala Urusan (Kaur). 3. Sudah terbentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). C. LANGKAH DAN KEGIATAN PENGINTEGRASIAN 1. SOSIALISASI 1) Kegiatan menyebarluaskan informasi tentang integrasi PNPM MP ke dalam mekanisme reguler dilakukan secara terus menerus oleh pelaku Pemerintah (Kecamatan dan Desa), Pelaku Masyarakat dan Fasilitator, dalam berbagai kesempatan dan forum. Hal itu untuk memastikan agar masyarakat mengetahui apa, mengapa dan bagaimana pengintegrasian itu secara benar. 2) Pada tahun pertama pelaksanaan Integrasi, dilakukan forum sosialisasi secara formal, yaitu Musyawarah Antar Desa Sosialisasi dan ditindaklanjuti dengan Musyawarah Desa Sosialisasi. 3) Proses dan fasilitasi MAD dan MD Sosialisasi merujuk ketentuan PNPM Mandiri Perdesaan. 14

2. PELATIHAN PELAKU 1) Pelaku yang akan memfasilitasi proses integrasi: Setrawan Kecamatan, Aparat Pemerintah Desa, BPD, Fasilitator dan Pelaku Masyarakat mendapat pelatihan sesuai kebutuhan berdasarkan tupoksi dan perannya. 2) Pelatihan bagi Setrawan dan Fasilitator dilakukan sesuai ketentuan yang ditetapkan Satker Kantor Pusat PNPM Mandiri Perdesaan. 3) Kegiatan pelatihan yang dibiayai dari berbagai sumber (DOK Pembangunan Partisipatif, DOK Pelatihan Masyarakat, dll) diintegrasikan dan disinergikan. 4) Pengelolaan kegiatan pelatihan dimaksud mengacu pada Panduan Pelatihan Masyarakat. 5) Rancangan pelatihan penintegrasian mengacu pada Panduan Pelatihan Pengintegrasian. 3. PENYUSUNAN RPJM DESA RPJM Desa ditetapkan dengan Perdes sesuai Permendagri Nomor 66 Tahun 2007. Setiap desa wajib memiliki RPJM Desa. Bagi desa desa di lokasi PNPM Mandiri Perdesaan yang telah memiliki RPJM Desa sebelum diterbitkannya Panduan Teknis Integrasi ini wajib melakukan peninjauan ulang dan menyempurnakan RPJM Desa sesuai prosedur kerja pengintegrasian. Bagi desa desa di lokasi PNPM Mandiri Perdesaan yang belum memiliki RPJM Desa wajib menyusun RPJM Desa sesuai prosedur yang ditetapkan dalam Panduan Teknis Integrasi. RPJM Desa dimaksud kemudian dijabarkan menjadi Rencana Kerja Pembangunan Desa sesuai periode berlakunya RPJM Desa. RKPD dimaksud menjadi dasar penyusunan APB Desa. Penyusunan RPJM Desa adalah sebagai berikut: a. Desa sudah memiliki RPJM Desa Kegiatan yang harus dilakukan adalah : 1) Peninjauan ulang dan penyempurnaan RPJM Desa sesuai Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa. Langkah langkah yang dilakukan : - Mengkaji data data (potensi, masalah dan gagasan) hasil Penggalian Gagasan sebelumnya. - Menggali dan menghimpun data data baru sesuai kondisi desa senyatanya. - Meninjau ulang/menyempurnakan rumusan RPJM Desa. 2) Perumusan Rencana Kegiatan Pembangunan sesuai Matrik RPJM Desa. 3) Pembahasan hasil penyempurnaan rumusan RPJM Desa melalui forum musyawarah sesuai ketentuan dan prinsip prinsip PNPM Mandiri Perdesaan. 4) Berdasarkan Berita Acara Musyawarah Rencana Pembangunan Desa yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan 3 orang wakil masyarakat, dilakukan Penetapan RPJM Desa. 15

b. Penyusunan RKP berdasarkan Review RPJM Desa 1) Rencana kegiatan pembangunan desa untuk satu tahun anggaran, yang sudah mencantumkan besar dan sumber dananya. Dengan demikian, sudah terpilah secara jelas rencana kegiatan/usulan yang akan diajukan untuk mengakses BLM PNPM MP. 2) Langkah pertama adalah pembentukan Tim Penyusun RKP Desa dibentuk sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Permendagri No. 66 Tahun 2007. 3) Tim Penyusun RKP Desa menyusun draft RKP Desa yang dipetik dari RPJMDesa disusun sesuai Form lampiran Permendagri No. 66 Tahun 2007. 4) Draft RKP dibahas dalam Musrenbangdes dengan agenda evaluasi pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya dan pembahasan draft RKPD tahun berjalan. 5) Berdasarkan Berita Acara Musrenbangdes yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan 3 orang wakil masyarakat, dilakukan Penetapan RKP Desa. 6) RKP Desa ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa. c. Desa belum memiliki RPJM Desa Kegiatan yang harus dilakukan adalah penyusunan RPJM Desa, untuk 1 (satu) periode. Kegiatan yang dilakukan adalah: 1) Melakukan Pengkajian Keadaan Desa - Kegiatan ini dilakukan untuk menggali potensi, masalah dan rencana tindakan pemecahan masalah. - Kegiatan dimaksud difasilitasi oleh KPMD dan LPMD. - Alat kaji yang digunakan adalah peta sosial desa, kalender musim dan bagan kelembagaan. Dapat didukung dengan alat kaji lain yang sesuai. 2) Menyusun Rancangan (draft) RPJM Desa, rancangan dimaksud terdiri dari: - Penyusunan Rancangan dilakukan oleh Tim Penyusun. - Naskah RPJM Desa yang disusun sesuai Sistematika. - Tabel Rencana Kegiatan Pembangunan yang mencakup semua usulan/rencana yang dihasilkan dan dikembangkan dari hasil hasil penggalian gagasan. 3) Membahas Rancangan (Draft) RPJM Desa - Rancangan dimaksud dibahas dalam forum Musrenbangdes, yang diselenggarakan khusus untuk pembahasan Rancangan RPJM Desa yang dilaksanakan sesuai ketentuan dan prinsip prinsip PNPM Mandiri Perdesaan. - Berdasarkan Berita Acara Musrenbangdes yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan 3 orang wakil masyarakat, dilakukan penyempurnaan draft RPJM Desa sesuai hasil hasil pembahasan. 4) Menetapkan RPJM Desa - Penetapan Rancangan RPJM Desa dengan Peraturan Desa. - Penetapan dilakukan dalam forum Rapat BPD. 16

d. Penyusunan RKP Desa berdasarkan RPJM Desa yang baru disusun 1) Rencana kegiatan pembangunan desa untuk satu tahun anggaran, yang sudah mencantumkan besar dan sumber dananya. Dengan demikian, sudah terpilah secara jelas rencana kegiatan/usulan yang akan diajukan untuk mengakses BLM PNPM MP. 2) Langkah pertama adalah pembentukan Tim Penyusun RKP Desa dibentuk sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Permendagri No. 66 Tahun 2007. 3) Tim Penyusun RKP Desa menyusun draft RKP Desa yang dipetik dari RPJM Desa serta disusun sesuai Form lampiran Permendagri No. 66 Tahun 2007. 4) Draft RKP dibahas dalam Musrenbangdes dengan agenda evaluasi pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya dan pembahasan draft RKPD tahun berjalan. 5) Berdasarkan Berita Acara Musrenbangdes yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan 3 orang wakil masyarakat, dilakukan Penetapan RKP Desa. 6) RKP Desa ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa. Penyusunan RPJMDesa dan RKPDesa dimaksud sesuai Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010 perihal Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa, dengan penguatan kualitas perencanaan partisipatif melalui pengintegrasian sesuai dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/3717PMD tanggal 5 November 2008 perihal Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan. e. Penyatupaduan Proses Perencanaan 1) Menyatupadukan Penggalian Gagasan (PG) dengan Pengkajian Keadaan Desa (PKD). 2) Menyatupadukan MMDD dengan Penyusunan RPJM Desa. 3) Menyatupadukan Musdes Perencanaan MKP dengan Musrenbangdes. 4) Menyatupadukan MAD Prioritas dengan Musrenbang Kecamatan. f. Penyelarasan Rencana Kegiatan dan Anggaran 1) Penyelarasan rencana kegiatan dan sumber sumber pendanaan (ADD, Swadaya, BLM, APBD, dll) berdasar pada APB Desa. 2) Agar tercapai penyelarasan dimaksud, maka harus dipastikan Pemerintah desa dan BPD menyusun dan menetapkan APB Desa secara rutin setiap tahun anggaran. g. Penyatupaduan Pertanggungjawaban 1) Musyawarah desa dilakukan sesuai kebutuhan pelaksanaan kegiatan. 2) Kepala Desa difasilitasi untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Desa (LKPj Kades) satu kali dalam satu tahun dalam forum Rapat Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 17

BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN DUKUNGAN A. FAKTOR PENDUKUNG 1. PERSPEKTIF PELAKU Perspektif pelaku terhadap keberadaan, fungsi dan perannya menentukan kualitas pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. Bila pelaku mempersepsi dirinya hanya sebagai petugas program, maka pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya akan minimalis dan cenderung mekanistik. Karena itu, diperlukan perubahan perspektif dari pekerja proyek menjadi kader dan agen pemberdayaan masyarakat. 2. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA Kualitas proses perencanaan partisipatif melalui kegiatan Pengkajian Keadaan Desa menjadi syarat dan dasar ketepatan penyusunan rencana pembangunan desa (RPJM Desa), dengan menggunakan alat alat kaji yang tepat, untuk menggali potensi, masalah dan gagasan yang sesuai kebutuhan masyarakat. 3. PENGUATAN MUSRENBANG Musrenbang sebagai sarana dan mekanisme pembahasan dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan pembangunan, harus menjamin kesertaan para pemangku kepentingan dan keterlibatan kelompok kelompok yang tidak diuntungkan dalam proses pengambilan keputusan. 4. MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA Peningkatan menejemen pemerintahan desa yang ditandai dengan kemampuan pelaku pemerintahan desa menyusun RPJM Desa, membentuk Peraturan Desa (Perdes), menyusun APB Desa dan menyelenggarakan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Desa secara tertib, menentukan kualitas proses dan pencapaian tujuan pengintegrasian. 5. KAPASITAS PELAKU: KPMD, LPMD, SEKDES, BKAD, PEMERINTAHAN DESA DAN BPD Peningkatan kapasitas (kesadaran kritis, pengetahuan, keterampilan dan komitmen) para pelaku dimaksud untuk melaksanakan tugas dan perannya dalam proses pengintegrasian menjadi kunci keberhasilan pengintegrasian. 6. EFEKTIVITAS PERAN SETRAWAN Setrawan sebagai kader perubahan dan pemimpin dalam tubuh birokrasi mengemban misi, tugas dan peran strategis. Namun, hal itu hanya dapat dilaksanakan apabila Setrawan dimaksud memiliki sikap mental, kemampuan dan komitmen untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik dan pengelolaan pembangunan yang pro rakyat. Dari cara pandang tersebut, maka kesadaran akan keberadaan dirinya sebagai kader dan proses yang harus dijalani (kaderisasi) akan 18

menentukan proses perubahan dari dalam (internal) yang selanjutnya akan menentukan perubahan sikap mental birokrasi di masa depan. Perubahan dimaksud tidak dapat lagi dilakukan secara gradual evalutif, tetapi harus secara progresif seiring dan sebagai tanggapan atas desakan, tuntutan dan kebutuhan yang hadir sebagai akibat dari gencarnya perubahan eksternal dewasa ini. Semakin efektif peran, fungsi dan pengaruh setrawan, maka akan semakin kencang perubahan sikap mental dan perilaku birokrasi. Oleh sebab itu, pengukuhan dan penguatan setrawan melalui dan dalam proses pengintegrasian merupakan langkah penting dan menentukan pencapaian gagasan besar dan citacita ber Indonesia. 7. POSISI TAWAR RAKYAT Gerak reformasi yang terus berlangsung, membawa perubahan sistem politik yang memberikan ruang terbuka bagi partisipasi politik rakyat. Praktik demokrasi representatif melalui pemilihan umum secara langsung menempatkan rakyat pada posisi sentral. Oleh sebab itu, melalui Integrasi Program perspektif pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pendayagunaan praktek demokrasi sebagai upaya peningkatan daya tawar rakyat menuju terciptanya kedaulatan rakyat. 8. PERAN EFEKTIF KELOMPOK KELOMPOK MASYARAKAT Masyarakat desa bekerjasama dengan beragam kelompok masyarakat lainnya terlibat aktif menyampaikan aspirasi pembangunan melalui proses Musrenbang yang dikelola secara demokratis. B. DUKUNGAN Pelaksanaan pengintegrasian membutuhkan dukungan sebagai berikut : 1. PENINGKATAN KAPASITAS KEUANGAN DESA Tanpa peningkatan kapasitas untuk membiayai pelaksanaan kegiatan pembangunan, percepatan pembangunan desa tidak akan bisa dilakukan. Peningkatan kapasitas keuangan desa didorong dengan memberikan : a. Alokasi Dana Desa (ADD) b. BLM atau Stimulan Khusus Yaitu sejumlah dana yang disalurkan sebagai block grant yang dapat diakses desa desa dan pengelolaannya secara swakelola oleh masyarakat. BLM bisa berasal dari Pemerintah (Pusat dan/atau Provinsi) dan Pemerintah Kabupaten melalui pemberian dana stimulan khusus. c. Peningkatan Pendapatan Asli Desa Pemerintah Desa hendaknya didorong dan difasilitasi untuk dapat meningkatkan pendapatan asli desanya. Peningkatan dimaksud kiranya tidak dapat mengandalkan sumber sumber konvensional (Bantuan Pemerintah) dan 19

tradisional (Pungutan terhadap rakyat), tetapi harus mengembangkan sumber sumber produktif (BUM Desa). Dengan demikian menjadi penting untuk memfasilitasi desa desa memiliki Badan Usaha untuk mengelola kegiatan usaha yang potensial secara profesional. 2. REGULASI (PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA, MUSRENBANG, SWAKELOLA, DLL) Peraturan perundangan daerah dibutuhkan sebagai payung hukum yang menjamin dan memberi kepastian hukum terkait dengan berbagai hal penting (perencanaan pembangunan desa, penyelenggaraan Musrenbang, dll) dalam pelaksanaan pengintegrasian dan penguatan pembangunan partisipatif berbasis pemberdayaan masyarakat. 3. PEMBAGIAN WEWENANG DAN URUSAN Pembagian wewenang dan urusan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa adalah bentuk dukungan yang sangat strategis untuk mengoptimalkan pelaksanaan pengintegrasian. Kabupaten yang telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) yang konsisten menjamin pelaksanaan pembagian wewenang dan urusan dengan pemerintah desa, menunjukkan secara jelas komitmen pemerintah daerah, arah kebijakan dan strategi pembangunannya. Perda Pembagian Wewenang dan Urusan yang konsisten terhadap semangat dan tujuannya dapat dipastikan tidak akan bertentangan dengan dan kondusif bagi peningkatan pembangunan desa, pembangunan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat. 20

BAB V LANGKAH PENGUATAN PENGINTEGRASIAN Langkah langkah yang perlu dilakukan oleh para pihak terkait, untuk penguatan pengintegrasian, antara lain: A. MENDORONG PENYELARASAN JARING ASMARA DENGAN MUSRENBANG KECAMATAN Agar terjadi keselarasan proses dan hasil antara Jaring Aspirasi Masyarakat (Jaring asmara) dengan Musrenbang Kecamatan, maka harus dilakukan berbagai upaya untuk : 1. Menjalin komunikasi dan interaksi yang intens dengan Anggota DPRD. 2. Mensosialisasikan, menjelaskan dan memasok bahan bahan yang diperlukan agar kalangan DPRD memiliki persepsi yang utuh dan benar tentang pengintegrasian. 3. Mendorong Anggota DPRD mengikuti Musrenbang Kecamatan. 4. Mendorong Anggota DPRD merujuk hasil hasil Musrenbang Kecamatan dalam melakukan Jaring Asmara. 5. Mengikutsertakan Anggota DPRD dalam kegiatan monitoring. B. MENDORONG TERLAKSANANYA HEARING DPRD 1. Dengan kewenangan yang dimiliki di bidang anggaran, legislasi, dan pengawasan, maka DPRD kabupaten memiliki fungsi dan peran yang signifikan (menentukan) dalam merumuskan kebijakan pembangunan, peraturan perundangan dan pendayagunaan anggaran daerah. 2. Agar kewenangan yang dimiliki DPRD tersebut dapat mendukung Integrasi Program, maka rakyat dan kelompok masyarakat harus cukup intensif menyampaikan aspirasi kepada anggota DPRD kabupaten agar kebijakan publik lebih responsif dan berpihak kepada aspirasi rakyat. 3. Untuk tujuan tersebut, maka rakyat atau kelompok kelompok masyarakat harus difasilitasi melakukan hearing atau dengar pendapat dengan kalangan DPRD (Anggota, Komisi, Fraksi dan Pimpinan DPRD). 4. Memastikan pengawalan usulan oleh Anggota DPRD. Usulan kegiatan yang sudah diproses melalui Musrenbangdes sampai dengan Musrenbang Kabupaten, perlu dikawal pada tahap pembahasan RAPBD pada sidang sidang DPRD. Dengan demikian, perlu dilakukan berbagai upaya untuk memastikan DPRD mengawal usulan kegiatan yang dihasilkan melalui proses perencanaan partisipatif (Musrenbang) serta mengalami penyelarasan sebelumnya dengan jalur teknokratis dan politis. Efektivitas pengawalan dimaksud terlihat dari seberapa banyak usulan kegiatan hasil Musrenbang terserap dalam APBD. 21

C. MENDORONG TERLAKSANANYA RAKOR UNIT PERENCANA SKPD Penyusunan Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan langkah awal penyelarasan perencanaan teknokratik dengan partisipatif. Dengan demikian, Rapat Koordinasi unit perencana SKPD teknis, menjadi penting untuk membekali para perencana dimaksud agar penyusunan Renja setiap SKPD teknis mengacu pada hasil hasil Musrenbang Kecamatan. D. MENDORONG EFEKTIVITAS FORUM SKPD Forum SKPD yang diselenggarakan sebelum pelaksanaan Musrenbang Kabupaten, dimaksudkan untuk menyelaraskan Renja SKPD dengan hasil hasil Musrenbang Kecamatan. Hasil dari Forum SKPD dimaksud sebagai bahan pembahasan pada Musrenbang Kabupaten. Untuk mengoptimalkan proses dan hasil Forum SKPD, maka dalam kerangka kerja pengintegrasian perlu dilakukan pembaharuan pola pembahasan dalam Forum SKPD. E. PENGUATAN MUSRENBANG KABUPATEN Musrenbang Kabupaten adalah tahapan akhir perencanaan di tingkat kabupaten. Hasil hasil Musrenbang dimaksud akan disusun menjadi Rancangan APBD. Oleh sebab itu, harus dilakukan berbagai upaya untuk memastikan prioritas usulan yang dihasilkan Musrenbang kecamatan diserap oleh SKPD teknis. Agenda yang harus dilakukan, antara lain : 1. Mendorong Pemerintah Kabupaten membentuk peraturan perundangan tentang penyelenggaraan Musrenbang, yang pro aspirasi masyarakat. 2. Melakukan pendekatan/upaya politis agar kalangan DPRD mendukung aspirasi masyarakat desa dalam Musrenbang Kabupaten. 3. Mempersiapkan dan membekali utusan kecamatan yang akan mengikuti Musrenbang Kabupaten. 22

BAB VI PELAKU A. PELAKU 1. Pelaku Strategis, yaitu pelaku yang memiliki kewenangan yang menentukan bagi proses pengintegrasian di daerah. a. Bupati b. DPRD c. SKPD 2. Pelaku Kunci, yaitu pelaku yang memfasilitasi secara langsung proses pengintegrasian. a. Setrawan Kabupaten b. Camat c. Setrawan Kecamatan d. Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) e. Kepala Desa f. BPD g. LPMD atau sebutan lain h. KPMD 3. Pelaku Penggerak, yaitu pelaku yang dibekali secara khusus untuk menggerakkan pelaku dan mendayagunakan sumberdaya yang ada guna menggerakkan proses pengintegrasian. a. Fasilitator Kabupaten (Faskab) PNPM Mandiri Perdesaan. b. Fasilitator Kecamatan (FK) PNPM Mandiri Perdesaan. B. TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB 1. TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PELAKU STRATEGIS a. Bupati 1) Memastikan tersedianya dana bantuan langsung PNPM Mandiri Perdesaan dari sumber APBD sesuai ketentuan Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB). 2) Menetapkan kebijakan daerah yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pengintegrasian. 3) Menetapkan kebijakan untuk meningkatkan keselarasan perencanaan teknokratik dengan perencanaan partisipatif. 4) Menetapkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil Musrenbang 23

5) Bersama DPRD membentuk Peraturan Daerah yang dibutuhkan untuk menopang keberhasilan pengintegrasian. 6) Menyediakan dukungan bagi peningkatan kapasitas pelaku dan lembaga pengelola proses pengintegrasian. b. DPRD 1) Bersama Bupati membahas dan menetapkan dana bantuan langsung PNPM Mandiri Perdesaan dari sumber APBD sesuai ketentuan Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB). 2) Membentuk Peraturan Daerah yang dibutuhkan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengintegrasian. 3) Menyelaraskan perencanaan politis dengan perencanaan partisipatif. 4) Memantau pelaksanaan pengintegrasian. c. SKPD 1) Menyelaraskan perencanaan teknokratis (Rencana Kerja SKPD) dengan perencanaan partisipatif (hasil hasil Musrenbangdes). 2) Mendorong terwujudnya pelaksanaan kegiatan secara swakelola oleh masyarakat. 2. TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PELAKU KUNCI a. Setrawan Kabupaten 1) Memfasilitasi peningkatan kapasitas pelaku di tingkat kecamatan. 2) Mendorong kegiatan pengintegrasian di tingkat kabupaten dan kecamatan dilaksanakan secara efektif 3) Memotivasi pelaku di tingkat kecamatan. 4) Memediasi pelaksanaan kegiatan pengintegrasian di tingkat kabupaten dan kecamatan. b. Camat 1) Memastikan agenda kegiatan pengintegrasian dilaksanakan secara efektif 2) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pengintegrasian di tingkat kecamatan. 3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pengintegrasian di kecamatan. c. Setrawan Kecamatan 1) Memfasilitasi peningkatan kapasitas pelaku di tingkat desa. 2) Memastikan agenda kegiatan pengintegrasian dilaksanakan secara efektif. 3) Memotivasi pelaku di tingkat desa. 4) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pengintegrasian di tingkat kecamatan dan desa. 5) Mensosialisasikan dan menjelaskan kebijakan pengintegrasian kepada pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan masyarakat. 24

6) Memberikan pembekalan tentang kebijakan pengintegrasian kepada para pelaku di tingkat desa. 7) Memfasilitasi peninjauan ulang atau penyusunan RPJM Desa. 8) Memfasilitasi penyiapan pelaksanaan Musrenbangdes. 9) Bersama Fasilitator Kecamatan menyiapkan panduan fasilitasi Musrenbang Desa dan Musrenbang Kecamatan. 10) Memfasilitasi Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan. 11) Mensupervisi pelaksanaan Musrenbangdes. d. BKAD 1) Memfasilitasi pembentukan Tenaga Pelatih Masyarakat (TPM). 2) Memfasilitasi peningkatan kapasitas pelaku di tingkat desa. 3) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pengintegrasian di tingkat kecamatan dan desa. 4) Bersama dengan Setrawan Kecamatan memfasilitasi pelaksanaan Musrenbang Kecamatan. 5) Memfasilitasi pemerintahan desa menyusun APB Desa dan Peraturan Desa. 6) Memotivasi dan menggerakkan pelaku masyarakat. 7) Memediasi kepentingan antar desa. 8) Merumuskan rencana kegiatan kerjasama antar desa. 9) Memfasilitasi masyarakat menyampaikan aspirasi. e. Kepala Desa 1) Mengorganisasikan pelaksanaan kegiatan pengintegrasian di tingkat desa. 2) Menyediakan berbagai kebutuhan untuk pelaksanaan kegiatan pengintegrasian di tingkat desa. 3) Memastikan tercapainya target kegiatan pengintegrasian. 4) Membentuk dan menetapkan Tim Penyusun RPJM Desa. 5) Memfasilitasi Musyawarah Rencana Pembangunan Desa yang dilakukan khusus untuk membahas rancangan RPJM Desa. 6) Memastikan Berita Acara Musyawarah Rencana Pembangunan Desa dalam rangka RPJM Desa menjadi dasar penyiapan Rancangan Perdes tentang RPJM Desa. 7) Menyiapkan Rancangan Perdes tentang RPJM Desa. 8) Memfasilitasi rapat rapat penyempurnaan atau penyusunan Rancangan RPJM Desa. 9) Memfasilitasi pembahasan Rancangan RPJM Desa. 10) Menyiapkan penetapan RPJM Desa. 11) Membentuk dan menetapkan Tim Penyusun RKP Desa. 25