MEMAHAMI HARTA PENINGGALAN SEBAGAI WARISAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Naskur 1

dokumen-dokumen yang mirip
1. Analisis Hukum Islam Terhadap Bentuk Dan Tata Cara Akad Ija>rah Sale. menghadapi resiko-resiko yang disebabkan karena suatu musibah yang

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG KOTA SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS BAGI HASIL PADA AKAD APLIKASI MULTI SUKUK DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SALE AND LEASE BACK (BA I DAN IJA>RAH) DI BEI (BURSA EFEK INDONESIA) DI SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POLA KERJASAMA PEMBUATAN BATU BATA DI DESA GEMEKAN MOJOKERTO

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGELAPAN JABATAN PNS PEMKAB BANYUWAGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENALTI PADA NASABAH YANG MELUNASI HUTANG SEBELUM MASA JATUH TEMPO DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MURABAHAH. kata ribh yang artinya keuntungan. Sedangkan secara istilah, pengertian

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PRULINK. SYARIAH RUPIAH FIXED INCOME FUND di PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE SYARIAH SURABAYA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB II KONSEP PEMBIAYAAN MURABAHAH MENURUT FIQIH ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN. dan watak yang berbeda-beda. Namun, kesemuanya itu telah diciptakan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. dan bukan sebagai penolong yang dapat menyelesaikan semua permasalahan,

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB I PENDAHULUAN. Segala puji bagi Allah, pengatur alam semesta, seluruh isi langit dan bumi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia telah melakukan uji sistem terhadap berbagai teori ekonomi guna. mempertahankan kehidupan dimuka bumi ini.

A. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Pelanggaran Program Komputer / Software. Tanpa Izin dalam Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembagian harta warisan dengan aturan yang sangat adil sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB II LATAR BELAKANG DILAKUKANNYA PERJANJIAN KAWIN SEBELUM NIKAH. ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Islam ini mendapat perhatian besar karena pembagian warisan sering

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan,

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GARANSI DALAM JUAL BELI HARDWARE KOMPUTER

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual.

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan

RESUME. HAK ISTRI BERBEDA AGAMA ATAS WASIAT WAJIBAH HARTA WARISAN SUAMINYA BERAGAMA ISLAM (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia

PONDOK PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURROHMAN BIN AUF

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB II LANDASAN TEORI

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana yang diatur dalam Islam,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia mengenal hidup bergaul, timbullah suatu masalah yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

Volume V, Nomor 1, Januari-Juni NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM. Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag.

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial bagi pengelola bisnis untuk memasarkan produk-produknya.

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

TADZKIROH DEWAN SYARI AH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA NOMOR: 10/TK/DSP-PKS/1430H TENTANG FASILITAS KREDIT BANK KONVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

Transkripsi:

1 MEMAHAMI HARTA PENINGGALAN SEBAGAI WARISAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Naskur 1 Abstrak Harta peninggalan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang meninggal dunia apakah harta tersebut menjadi miliknya maupun milik orang lain. Harta peninggalan yang menjadi miliknya adalah harta yang termasuk haknya dan penguasaannya dan berhak untuk diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak. Sedangkan harta milik orang lain adalah harta milik orang lain yang berada di dalam pengawasannya dan tidak menjadi hak miliknya untuk diwariskan kepada ahli warisnya. Setelah seseorang meninggal dunia, maka harta peninggalan yang menjadi miliknya dan harta orang lain, harus dilakukan pemisahan, mana harta peninggalan yang menjadi miliknya atau haknya, dan mana harta peninggalan yang menjadi hak orang lain. Pemisahan harta peninggalan dalam hal ini, termasuk harta yang diperoleh setelah terjadinya perkawinan dengan istri yang dikenal dengan istilah harta bersama. Kemudian bagian dari pemisahan tersebut adalah menjadi hak-hak masing-masing suami-istri, kemudian ditambahkan dengan harta bawaan itulah yang menjadi harta peninggalan sebagai hak untuk diwariskan kepada seluruh ahli waris yang berhak, setelah dikeluarkan hak-hak yang bersangkut paut dengan harta peninggalan tersebut sebagai hak orang yang meninggal dunia. Setelah melakukan pemisahan harta orang yang meninggal dunia dengan harta orang lain, apakah itu harta bersama dengan istri atau harta perolehan bersama dengan orang lain dalam bentuk perserikatan, dan setelah dikeluarkan hak-hak yang bersangkut paut dengan harta peninggalan maka sisanya itulah yang menjadi harta warisan untuk diwariskan kepada ahli waris berhak. Pendahuluan Kata Kunci: Harta Peninggalan, Warisan, Ahli Waris. Harta merupakan kebutuhan primer bagi manusia dalam kehidupan di dunia ini dan tidak seorang pun yang luput dari mengenalnya dari seluruh penjuruh dunia. Harta merupakan dan bagaikan kekasih yang mahal dari seluruh yang ada di dunia ini sehingga pantaslah manusia sering kali saling menyikut dalam memperoleh harta. Manusia sering lupa akan hal-hal yang sangat penting berhubungan dengan harta, yaitu perkara-perkara yang diperintahkan oleh Allah 1 Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Syari ah STAIN Manado.

4 4 2 SWT. dan rasul-nya. Manusia sering lupa bahwa Allah SWT. menciptakan dan memberi rezeki adalah untuk dipakai mengabdi kepada Allah SWT. Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda Sesungguhnya Allah berfirman, Sesungguhnya kami menurunkan harta untuk mendirikan shalat dan membayar zakat. 2 Manusia memperoleh harta dari rezeki yang diberikan Allah melalui usaha dan pekerjaan, terkadang ada di antara manusia tidak mendapatkan hasil karena disebabkan oleh rumitnya memperoleh harta sehingga ada di antara manusia memperoleh harta dari cara-cara yang tidak diridhai Allah SWT. Harta bagi manusia bisa menjadi nikmat dan bisa juga menjadi bencana. Hal ini tergantung kepada manusianya dan tetunya sangat dipengaruhi oleh niat, dan cara mendapatkannya. Apabila niat dan cara mendapatkannya sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah, serta sesuai dengan syariat, maka manusia tentunya akan mendapatkan nikmat dan pahala besar di dunia lebih-lebih di akhirat. Namun jika sebaliknya, maka siksaan yang akan didapatkan. Harta yang diperoleh manusia di dunia ini, tidak mutlak dimiliki seterusnya karena pada suatu saat nanti mereka akan meninggal dan tentunya harta yang diperoleh akan tinggalkan dan beralih kepemilikannya kepada orang lain (ahli warisnya) yang ditinggalkan. Allah SWT. berfirman pada QS. Al-Nisa 4: 33: öνà6ãζ yϑ ƒr& ôny s)tã t Ï%!$#uρ šχθç/tø%f{$#uρ Èβ#t$Î! uθø9$# x8ts? $ ϑïβ u Í< uθtβ$oψù=yèy_ 9e à6ï9uρ # Îγx & ó x«èe à24 n?tã tβ%ÿ2!$# βî) öνåκz:åátρöνèδθè?$t sù Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. 3 Berdasarkan ayat tersebut, bahwa harta yang diperoleh setelah ditinggalkan karena telah meninggal dunia, maka akan diwarisikan kepada ahli waris yang berhak yang didasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur an. 2 Musnad Ahmad: 21803. 3 Departemen Agama RI., Al-Qur an Dan Terjemahnya (Yayasan Penyelenggara Penterjemahan/Pentafsir Al-Qur an, 1983/1984), h. 122.

4 4 4 3 Kaitannya dengan kepemilikan harta Allah SWT. melarang kepada manusia memiliki dengan cara yang tidak benar sebagaimana firmannya pada Q.S. Al-Nisa 4: 29-30, Al-Baqarah 2: 188. šχθä3s? βr& HωÎ) È ÏÜ t6ø9$î/ Μà6oΨ t/ Νä3s9 uθøβr& (#þθè=à2ù's? Ÿω (#θãψtβ#u š Ï%!$# $yγ ƒr' tƒ tβuρ $VϑŠÏmu öνä3î/ tβ%x.!$# βî) öνä3 à Ρr& (#þθè=çfø)s? Ÿωuρ öνä3ζïiβ <Ú#ts? tã οt pgïb #Å o «!$# n?tã šï9 sœ tβ%ÿ2uρ #Y $tρﵚî=óáçρt öθ sù$vϑù=àßuρ$zρ uρô ãy7ï9 sœö yèø tƒ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. 4 ô ÏiΒ $Z)ƒÌsù (#θè=à2ù'tgï9 ÏΘ$ 6çtø:$# n<î)!$yγî/ (#θä9ô è?uρ È ÏÜ t6ø9$î/ Νä3oΨ t/ Νä3s9 uθøβr& (#þθè=ä.ù's? Ÿωuρ tβθßϑn= ès? óοçfρr&uρéοøom}$î/ Ä $ Ψ9$# ÉΑ uθøβr& Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. 5 Berdasarkan ketentuan dua ayat tersebut, kaitannya dengan harta yang tinggalkan oleh manusia, tidak menutup kemungkinan bahwa manusia dalam penguasaany sebelum meninggal dunia ada harta yang menjadi miliknya dan kemungkinan adalah milik orang lain. Harta milik orang lain yang dimaksud, kemunglinan milik salah satu yang hidup (suami atau istri pewaris), milik kedua orang tua pewaris, milik anak-anak pewaris, milik saudara-saudara pewaris, milik kakek pewaris, milik cucu pewaris dan kemungkinan juga bisa termasuk milik dan hak-hak orang lain yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan pewaris. Sehubungan dengan itu, maka Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 171 huruf d dijelaskan bahwa Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh 4 Ibid., h. 122. 5 Ibid., h. 46.

4 pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. 6 Berdasarkan pasal 171 huruf d tersebut, harta peninggalan yang dimaksud adalah harus benar-benar menjadi milik dan hak-hak pewaris. Rumusan harta peninggalan dalam pasal 171, mirip dengan rumusan harta peninggalan yang dikemukakan oleh Muhammad Ali As-Shabuni. Muhammad Ali As-Shabuni dalam memberikan defenisi harta peninggalan menggunakan istilah at-tarakah (harta warisan) yaitu apa-apa yang ditinggalkan manusia sesudah wafatnya, baik berupa harta dan hak-hak keuangan atau bukan keuangan. 7 Membandingkan rumusan harta peninggalan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf d dengan rumusan yang dikemukakan oleh Muhammad Ali-As-Shabuni pada dasarnya sama, yaitu harta benda dan hakhak. Perbedaannya adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI) merumuskan harta peninggalan yang berupa harta benda lebih menekankan kepada kepemilikan secara pasti. Sedangkan Muhammad Ali As-Shabuni tidak memberikan penekanan kepemilikan secara pasti sehingga bias dipahami, bahwa pengertian apa-apa yang ditinggalkan yang berupa harta, adalah termasuk harta milik orang lain, kecuali dianalogikan kepada apa-apa yang ditinggalkan berupa hakhak keuangan atau bukan keuangan, maka apa-apa yang ditinggalkan yang berupa harta adalah milik pewaris. As-Shabuni, juga merumuskan harta peninggalan lebih menekankan kepada bentuk dari harta peninggalan tersebut ( harta dan hak-hak keuangan atau bukan keuangan ). Apa yang dirumuskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan yang dirumuskan oleh Muhammad Ali As-Shabuni di atas, tentang harta peninggalan, hendaknya diartikan secara luas sehingga bias mencakup seluruh bentuk kepemilikan, baik itu sifatnya harta benda maupun hak-hak. Macam-macam Harta Peninggalan 6 H. Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama (Cet. III; Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 1993), h. 77. 7 Muchammad Ali As-Shabuni, Hukum Waris Menurut Syari at Islam, diterjemahkan oleh H. Zaid Husein Alhamid dengan judul Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, (Surabaya: Mutiara Ilmu, t.th.), h. 26.

5 Pengertian harta peninggalan secara luas dapat mencakup kepada kebendaan, sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan, benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, hak-hak kebendaan, hak-hak yang bukan kebendaan. 8 Kepemilikan harta peninggalan yang berupa harta benda dan hak-hak dapat dirinci sebagai berikut: 1. Harta benda, 9 meliputi kepada: a. Kebendaan 1) Benda-benda tetap; 2) Benda-benda bergerak. b. Sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan 1) Piutang-piutang sipewaris; 2) Denda wajib; 10 3) Uang pengganti qisas; 11 4) Dan lain sebaginya. c. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain 1) Benda-benda yang digadaikan sipewaris; 2) Barang-barang yang telah dibeli sipewaris sewaktu hidup dan barangnya belum diterima. 3) Dan lain sebagainya. 2. Hak-hak, 12 meliputi: a. Hak-hak kebendaan 1) Hak untuk mendayagunakan dan menarik hasil suatu jalan lalulintas; 2) Hak menggunakan sumber air minum; 3) Hak menggunakan irrigasi pertanian; 4) Hak menggunakan kebun; 5) Dan lain sebagainya. 8 Lihat Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simajuntak, Hukum Waris Islam: Lengkap & Praktis (Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2001), h. 47. 9 Fatchur Rahman, Ilmu Waris (Ce. III; Bandung: PT. Alma arif, 1994), h. 36-37. 10 Ganti rugi yang diberikan oleh seseorang pelaku tindak pidana kepada korban atau ahli warisnya karena suatu tindak pembunuhan atau kejahatan terhadap anggota badan seseorang. Abdul Azis Dahlan et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I (Cet. I; Jakarta: Intermasa, 1997), h. 266. 11 Uang pengganti lantaran tindakan pembunuhan yang diampuni, Fatchur Rahman, loc. cit. 12 Ibid., h. 37.

4 6 b. Hak-hak yang bukan kebendaan 1) Hak khiyar; 13 2) Hak Syuf ah. 14 Sebagai konsekwensi adanya harta peninggalan tersebut, apabila terjadi kematian, maka secara otomatis beralih kepada ahli warisnya, walaupun secara kenyataan yang dilihat harta tersebut masih belum dilaksanakan peralihan atau pembahagian oleh ahli waris. Dalam hukum Islam peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku secara sendirinya, yang dalam pengertian hokum Islam berlaku secara ijbari. 15 Hal ini berarti bahwa perpindahan harta peninggalan pewaris kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa harus ada petunjuk dan pertimbangan dari pewaris maupun para ahli warisnya. Kenyataan ini dapat deilihat adanya ketetapan Allah yang menjelaskan, bahwa laki-laki maupun perempuan ada hak bagian harta peninggalan ibu bapa dan kerabatnya. Hal ini seperti dijelaskan dalam Al-Qur an surat Al-Nisa 4: 7: Èβ#t$Î! uθø9$# x8ts? $ ϑïiβ Ò=ŠÅÁtΡ Ï!$ ÏiΨ=Ï9uρ tβθç/tø%f{$#uρ Èβ#t$Î! uθø9$# x8ts? $ ϑïiβ Ò=ŠÅÁtΡ ÉΑ%ỳ Ìh=Ïj9 $ZÊρãø Β$Y7ŠÅÁtΡ uèyx. ρr& çµ ΖÏΒ s% $ ϑïβ šχθç/tø%f{$#uρ Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. Demikian juga adanya ketetapan Allah terhadap bahagian para ahli waris yang dijelaskan pada QS. Al-Nisa 4: 11, 12 dan 176. Berdasarkan ayat tersebut, maka Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 188 menetapkan bahwa: Para ahli 13 Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi jual beli untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati, disebabkan hal-hal tertentu yang membuat masing-masing atau salah satu pihak melakukan pilihan tersebut. Abdul Azis Dahlan et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, op. cit., h. 914. 14 Menurut Mazhab Hanafi Hak istimewa yang dimiliki seseorang untuk membeli (memiliki) sesuatu barang tidak bergerak dari mitra (syarik, sekutu)-nya dengan harga pembelian yang ditawarkan peminat barang itu untuk menghindari kemudaratan yang mungkin muncul karena datangnya orang lain atau tetangga lain. Menurut Jumhur Ulama Hak istimewa dalam memiliki benda tidak bergerak bagi mitra serikat dengan ganti rugi. Abd. Aziz Dahlan et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid V, (Cet. I; Jakarta: Intermasa, 1997), h. 1718. 15 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau (Jakarta: Gunung Agung, 1984), h. 18.

7 waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di antara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan. 16 Berdasarkan pasal 188 Kompilasi Hukum Islam (KHI), maka pemaksaan dalam pembagian harta peninggalan dapat dilakukan oleh ahli waris apabila di antara ahli waris ada yang tidak mau melakukan pembagian, apakah pemaksaan itu dilakukan oleh perseorangan atau secara bersama-sama dengan ahli waris yang lain. Namun demikian, harta peninggalan yang menjadi milik dan hak masingmasing ahli waris, ada milik dan hak orang lain yang harus dipisahkan oleh para ahli waris sebelum melaksanakan pembagian harta peninggalan. Sehubungan dengan hal ini Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan penjelasan tentang harta peninggalan yang berhak diwarisi dan yang menjadi harta warisan. Pasal 171 huruf e menyebutkan bahwa Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat". 17 Berdasarkan pasal ini dapat dipahami bahwa harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris ada kemungkinan bercampur dengan milik dan hak orang lain seperti diuraikan dalam penjelasan sebelumnya. Melihat bentuk perolehan harta peninggalan tersebut dengan memperhatikan penjelasan pasal 171 hurf e Kompilasi Hukum Islam (KHI), maka bentuk perolehan harta peninggalan ada dua macam, yaitu: 1. Harta Bawaan Harta bawaan atau disebut juga dengan harta milik masing-masing dari suami dan istri 18 atau harta milik suami atau istri 19 adalah harta yang diperoleh suami atau istri sebelum terjadinya perkawinan yang berasal dari warisan dari 16 Fatchur Rahman, op. cit., h. 83. 17 Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, op. cit., h. 83. 18 Lihat Fatchur Rahman, op. cit., h. 41. 19 Lihat H. Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqhi Mawaris: Hukum Kewarisan Islam (Cet. I; Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1997), h. 45.

8 kedua ibu-bapak dan kerabat, hibah, hadiah dan harta yang diperoleh dari usaha sendiri. Untuk harta bawaan yang diperoleh dari warisan, hibah, hadia serta sodoqoh dari ibu-bapak dan kerabat mereka masing-masing setelah menikah dan bukan karena usahanya sendiri, tetapi adalah diusahakan setelah mereka bersamasama sebagai suami-istri termasuk harta bawaan. 20 Harta bawaan ini menjadi milik mutlak dari masing-masing suami atau istri dan dikuasai sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hokum atas harta tersebut. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 87 ayat (1) dan (2) dijelaskan: (1) Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hasiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. (2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya. 21 Dalam pengelolaan harta bawaan ini tidak dibenarkan adanya percampuran antara harta suami dan harta isteri walaupun telah terjadi perkawinan. Hal ini dijelaskan dalam Kompilasi pasal 86 ayat (1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. 22 Oleh karena itu, harta peninggalan yang berbentuk harta bawaan ini tidak ada sangkut paut dengan milik dan hak-hak orang lain kecuali yang bersangkut paut dengan hak pewaris sewaktu hidup dan sebelum dikuburkan. 2. Harta Bersama Dalam kenyataan hidup berkeluarga, antara pewaris dan ahli waris tidak menutup kemungkinan terdapat harta peninggalan menjadi milik bersama apakah itu wujudnya harta benda atau hak-hak. Keberadaan harta bersama dalam satu keluarga susah untuk menghindarinya karena hampir semua keluarga yang ada memiliki harta bersama. Suami isteri misalnya, sama-sama berusaha untuk menghidupi keluarganya, istri melayani segala keperluan dan kebutuhan suami untuk dapat memperoleh harta dalam kehidupan rumah tangganya. Istrinya 20 Lihat M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 103. 21 Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, op. cit., h. 45 22 Ibid.

9 membantu suami dalam memelihara anak-anak suami di rumah, ikut bersamasama suami mencari harta untuk menghidupi keluarganya, dan bahkan ada yang sebaliknya isteri yang mencari harta dan suami menggantikan posisi isteri memelihara anak di rumah. Dengan kenyataan ini, maka perolehan harta dalam satu rumah tangga, tidak dapat dipungkiri bahwa berasal dari perolehan suami dan isteri. Fatchur Rahman mengatakan bahwa harta kekayaan yang diperoleh oleh suami-isteri selama langsungnya perkawinan dimana kedua-duanya bekerja untuk kepentingan hidup berumah tangga. Bekerja ini hendaklah diartikan secara luas, hingga seorang isteri yang pekerjaannya tidak nyata-nyata menghasilkan kekayaan, seperti memelihara dan mendidik anak-anaknya, dianggap sudah bekerja. Dan harta kekayaan yang diperoleh secara kongkrit oleh suami menjadi milik bersama. 23 Untuk jelasnya pengertian secara luas apa yang dimaksud Facthur Rahman tentang bekerja dalam memperoleh harta bersama, maka perlu dibuat kategorisasi harta bersama sebagai berikut : a. Harta yang dibeli selama perkawinan Sebagai ukuran untuk menentukan apakah sesuatu barang itu termasuk objek harta bersama atau tidak, adalah saat pembeliannya. Setiap barang yang dibeli selama berlangsung ikatan perkawinan, termasuk objek harta bersama, tanpa mempersoalkan siapa diantara suami-isteri itu membelinya, terdaftar atas nama siapa, dan terletak dimana. b. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian tetapi dibiayai dari harta bersama Sebagai ukuran yang kedua adalah apa saja yang dibeli, jika uang pembelinya itu berasal dari harta bersama, maka barang tersebut tetap termasuk dalam pengertian harta bersama, meskipun barang tersebut dibeli atau dibangun sesudah terjadinya perceraian. Sebagai contoh, suami-isteri selama ikatan perkawinan berlangsung mempunyai royalty terhadap sebuah karangan buku. Setelah perceraian terjadi, royalty itu mendatangkan sejumlah uang. Lantas, dari uang ini suami membeli tanah dan membangun sebuah rumah di atasnya. Dalam 23 Lihat Fatchur Rahman, op.cit.,h.41

10 hal ini, tanah dan rumah tersebut adalah termasuk dalam objek harta bersama, walaupun perolehannya setelah terjadi perceraian. Penerapan seperti ini harus dipegang teguh, guna menghindari manipulasi dan itikad buruk suami atau isteri. Sebab, dengan penerapan seperti ini, hukum akan tetap menjangkau harta bersama sekalipun harta itu telah berubah menjadi barang lain. c. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan Dalam sengketa harta bersama, jarang sekali yang berjalan secara mulus, apalagi kalau hal itu terjadi jauh setelah berlangsungnya perceraian. Biasanya, dalam menanggapi dalil gugatan penggugat, tergugat selalu membantah bahwa harta yang sedang dipersengketakan itu bukan sebagai harta bersama, tetapi sebagai harta pribadinya. Dalam hal ini, menjadi patokan untuk menentukan bahwa barang itu termasuk tidaknya sebagai objek harta bersama, ditentukan oleh keberhasilan penggugat untuk membuktikan harta yang sedang dipersengketakan itu diperoleh selama berlangsungnya perkawinan dan perolehannya itu bukan melalui warisan atau hadiah. d. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan Penghasilan yang berasal dari harta bersama, secara otomatis menjadi harta bersama, karena ia berasal dari harta bersama. Akan tetapi tidak demikian halnya pada harta pribadi, karena penghasilan yang berasal dari harta pribadi suami atau isteri, tidak menentukannya secara lain dalam perjanjian perkawinan. e. Segala penghasilan pribadi suami atau isteri Penghasilan suami atau istri, dengan sendirinya menjadi harta bersama, karena memang demikianlah ketentuan yang telah digariskan oleh pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama 24 dan pasal 1 huruf f Kompilasi dijelaskan juga bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, 24 Direktorat Jenderal Departemen Agama R.I.,op.cit.,h.284

11 tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. 25 sepanjang antara suami istri tidak dibuat perjanjian perkawinan. A. Harta Warisan Dua pasal ini berlaku Dengan adanya harta bersama tersebut, maka kaitannya dengan harta warisan harus jelas kepemilikannya masing-masing untuk diwariskan kepada ahli waris. Dalam hal ini sebelum harta peninggalan dibagi-bagi kepada para ahli waris adat meneliti lebih dahulu macam dan asal harta peninggalan itu apakah merupakan harta masing-masing atau harta bersama. 26 Usaha yang dilakukan oleh adat adalah merupakan upaya untuk menghindari terjadinya percampuran dan penguasaan harta yang tidak dibenarkan. Kompilasi Hukum Islam pasal 86 dijelaskan sebagai berikut : (1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. (2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan kuasai penuh olehnya. 27 Suami dan isteri masing-masing mempunyai harta dibawa penguasaannya, sehingga apabila terjadi kematian di antara mereka, maka pada hakekatnya secara otomatis harta bersama tersebut, menjadi terpisah dalam bentuk harta milik masing-masing. Oleh karena itu apa yang dilakukan adat sangat tepat sekali dan merupakan satu-satunya cara untuk memisahkan harta bersama dari pemilikan masing-masing. Sebagai realisasi pemisahan harta bersama untuk menjadi harta milik masing-masing, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur pemisahannya dengan melihat dua bentuk kasus yang mungkin bisa terjadi. Pertama, kemungkinan pemisahan harta bersama bisa dilaksanakan apabila terjadi kematian dari salah satu pihak, apakah itu isteri atau suami. Kedua, kemungkinan pemisahan harta bersama dilakukan apabila kedua pemilik harta bersama terjadi cerai hidup. Dua kemungkinan terjadinya pemisahan harta bersama tersebut, apakah terjadi cerai mati atau cerai hidup, maka masing-masing pihak berhak separuh atau seperdua dari harta bersama. Pengaturan ini diatur pada pasal 96 ayat (1) dan pasal 97. Pasal 96 ayat (1) disebutkan apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta 25 Ibid.,h.13 26 Lihat Ibid.,40 27 Ibid., h.45

4 4 12 bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama 28 dan pasal 97 disebutkan janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 29 Apa yang dilakukan oleh adat dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) terhadap pengaturan harta bersama tersebut, adalah merupakan upaya ijtihad untuk menghindari larangan memakan harta orang lain secara batil. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Nisa (4) : 29 šχθä3s? βr& HωÎ) È ÏÜ t6ø9$î/ Μà6oΨ t/ Νä3s9 uθøβr& (#þθè=à2ù's? Ÿω (#θãψtβ#u š Ï%!$# $yγ ƒr' tƒ $VϑŠÏmu öνä3î/ tβ%x.!$# βî) öνä3 à Ρr& (#þθè=çfø)s? Ÿωuρ öνä3ζïiβ <Ú#ts? tã οt pgïb Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. 30 Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. 31 Untuk pengaturan selanjutnya yang berkaitan dengan realisasi pelaksanaan pembagian harta warisan, dijelaskan pada pasal 171 huruf e harta bawaan ditambah bagian harta bersama. 32 Artinya bagian separuh atau seperdua dari harta bersama yang telah diatur pada pasal 96 ayat (1) dan pasal 97, ditambahkan ke harta bawaan pewaris. Setelah itu, dikeluarkan untuk keperluan penggunaan yang berkaitan dengan diri pewaris termasuk pelaksanaan penguburan. Secara rinci hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam pada apsal 171 huruf e bahwa harta yang ditinggalkan pewaris sebelum dibagikan kepada ahli warisnya digunakan dulu untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. 33 Apa yang dijelaskan akhir pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah merupakan realisasi penjelasan dan pengaturan Kompilasi pasal 175 ayat (1) tentang kewajiban ahli waris terhadap pewaris sebagai berikut: 28 Ibid.,h.47 29 Ibid. 30 Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebabamembunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan. Departemen Agama R.I., al-quran dan terjemahan,op.cit.,h.122 31 Ibid. 32 Lihat Direktorat Jenderal Departemen Agama R.I.,op.cit.,h.77 33 Lihat Ibid.

13 a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai; b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun managih piutang; c. Menyelesaikan wasiat pewaris; d. Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak. 34 Kewajiban ahli waris seperti dijelaskan pada pasal 175 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c adalah dibebankan kepada harta peninggalannya yaitu harta bawaan ditambah bagian harta bersama. Sesudah terpenuhi itu semua barulah dilaksanakan kewajiban yang terakhir, yaitu membagi sisa harta peninggalan kepada seluruh ahli waris yang berhak. Pelaksanaan kewajiban ini hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalan yang ditinggalkan seperti dijelaskan pada ayat (2) pasal 175 sebagai berikut : tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya. 35 Dari penjelasan ayat (2) ini timbul pertanyaan bagaimana seandainya kalau harta peninggalan pewaris tidak cukup untuk membiayai kewajiban-kewajiban ahli waris tersebut. Ulama dalam hal ini berbeda pendapat. Sebagaimana dikutip Fatchur Rahman, Ulama Hanafiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya perawatan tersebut harus dipikul oleh keluarga-keluarga yang menjadi tanggungannya sewaktu masih hidup. 36 Dalam hal ini Ahmad Rofiq mengutip beberapa pendapat ulama di antaranya Imam malik berpendapat dengan pendapat apabila si mati tidak memiliki harta peninggalan, maka biaya perawatan jenazah, langsung dibebankan kepada Baitul Mal atau Balai Harta keagamaan, tidak menjadi tanggung jawab keluarga. 37 bahwa yang menanggung biaya perawatan tersebut adalah keluarga si pewaris secara umum. 38 Ahmad Rofiq dalam menanggapi pendapat Imam Malik mengatakan memiliki kelemahan karena keluarga pewaris yang ditinggalkan menjadi tidak bertanggung jawab. Dari dua pendapat yang dikemukakan diatas, penulis sependapat dengan pendapat Ulama Hanafiyah, syafi iyah, dan hanabilah, karena keluargalah yang sebaiknya bertanggung jawab menyelesaikan persoalan pewaris, apakah 34 Ibid.,h.79 35 Ibid. 36 Fatchur Rahman,op.,cit.,h.43 37 Ahmad Rofiq,Hukum Islam Di Indonesia,op.cit.,h.390 38 Lihat ibid., h. 389

14 meninggalkan harta atau tidak. Merekalah yang akan menerima, jika pewaris meninggalkan harta, maka sepantasnya, mereka pula bertanggung jawab mengurus segala sesuatunya. Kesimpulan Dari uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Harta peninggalan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, apakah harta itu menjadi miliknya maupun milik orang lain di bawa pengawasannya. 2. Setelah orang meninggal dunia, maka harta peninggalan dilakukan pemisahan dengan harta milik orang lain termasuk dilakukan pemisahan terhadap harta yang diperoleh setelah terjadinya perkawinan dengan istri. 3. Setelah melakukan pemisahan harta yang menjadi milik orang yang meninggal dunia dengan harta yang menjadi milik orang lain, maka sebelum diberikan kepada ahli waris yang berhak, maka dikeluarkan dulu hak-hak yang bersagkut dengan harta peninggalan, seperti: biaya tajhiz, membayar utang dan mengeluarkan wasiat oaring yang meninggal dunia tersebut. DAFTAR PUSTAKA Abubakar, H. Zainal Abidin, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama. Cet. III; Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 1993. Dahlan, Abd. Aziz et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid V. Cet. I; Jakarta: Intermasa, 1997. -----------, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I. Cet. I; Jakarta: Intermasa, 1997. Departemen Agama RI., Al-Qur an Dan Terjemahnya. Yayasan Penyelenggara Penterjemahan/Pentafsir Al-Qur an, 1983/1984. Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simajuntak, Hukum Waris Islam: Lengkap & Praktis. Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2001. Rahman, Fatchur, Ilmu Waris. Ce. III; Bandung: PT. Alma arif, 1994.

15 Ramulyo, M. Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 1994. As-Shabuni, Muchammad Ali, Hukum Waris Menurut Syari at Islam, Terj. H. Zaid Husein Alhamid, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam. Surabaya: Mutiara Ilmu, t.th. Syarifuddin, Amir, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung, 1984. Usman, H. Suparman dan Yusuf Somawinata, Fiqhi Mawaris: Hukum Kewarisan Islam. Cet. I; Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1997.