Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

BAB III METODE PERCOBAAN. - Kuvet 20 ml. - Pipet Volume 10 ml Pyrex. - Pipet volume 0,5 ml Pyrex. - Beaker glass 500 ml Pyrex

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum,

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG

PENGOLAHAN LOGAM BERAT KHROM (Cr) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN PROSES KOAGULASI FLOKULASI DAN PRESIPITASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

II.2.1. PRINSIP JAR TEST

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

BAB IV METODE PENELITIAN

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI IPA TIPE CIKAPAYANG

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB IV METODE PENELITIAN

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

PROSES RECOVERY LOGAM Chrom DARI LIMBAH ELEKTROPLATING

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LEGUNDI PDAM GRESIK UNIT 4 (100 LITER/ DETIK)

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. demikian, masyarakat akan memakai air yang kurang atau tidak bersih yang

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

AIR SUMUR SUNTIK DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PNEUMATIC SYSTEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Dalam Air Tanah dengan Metode Aerasi Conventional Cascade dan Aerasi Vertical Buffle Channel Cascade

BAB I PENDAHULUAN. dan fasilitas pelayanan kesehatan yang membuang air limbahnya tanpa

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN

NTU, wama = 162 Pt Co dan kadar besi = 0.6 mg/l. Hal ini menunjukkan

PERBANDINGAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DAN ALUM (TAWAS) DALAM MEMPERTAHANKAN ph PADA AIR SUNGAI BELAWAN DI PDAM HAMPARAN PERAK TUGAS AKHIR

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman ISSN:

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR. Ca Mg

PERCOBAAN AWAL PROSES ELEKTROKOAGULASI SEBAGAI METODE ALTERNATIF PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN KOAGULAN PADA UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH BATUBARA

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG. Sulastri**) dan Indah Nurhayati*)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

Optimasi Penggunaan Koagulan Dalam Proses Penjernihan Air

PENANGANAN LIMBAH CAIR KILANG PENGOLAHAN KAYU DENGAN SISTEM RECYCLING

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Transkripsi:

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 7, Nomor 1, Januari 2015 Hal. 29-40 Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr. Sarjito) Dina Asrifah Prodi Teknik Lingkungan, FTM, UPNVY Email: dina.asrifah78@yahoo.com Abstrak Air backwash memiliki kadar Fe dan Mn masing-masing sebesar 74,87 mg/liter dan 1,74 mg/liter. Pengolahan dilakukan dengan koagulasi (terjunan), flokulasi (bak kelok) dan sedimentasi. Tujuan penulisan ini adalah mengetahui dosis koagulan dan waktu pengendapan optimum pengolahan air bekas backwash. Pengolahan secara koagulasi dilakukan variasi terhadap dosis koagulan (0 mg/l, 0,1 mg/l, 0,5 mg/l, 0,7 mg/l, 0,9 mg/l) dan dilakukan dengan metode jar test. Proses sedimentasi dilakukan variasi terhadap waktu tinggal/waktu pengendapan yaitu 0 menit, 30 menit dan 60 menit. Hasil penelitian ini diperoleh dosis optimum 0,1 g/l dan waktu optimum pengendapan adalah 30 menit. Kata Kunci : pengolahan, air backwash, koagulasi, flokulasi 1. PENDAHULUAN Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito merupakan rumah sakit yang memiliki spesifikasi sebagai rumah sakit untuk pengobatan dan pendidikan. Dalam melayani masyarakat untuk hal pendidikan dan pengobatan dibutuhkan fasilitas serta sarana yang memadai. Upaya pemenuhan fasilitas tersebut antara lain sarana air bersih. Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan di rumah sakit, namun mengingat bahwa rumah sakit merupakan tempat tindakan dan perawatan orang sakit, maka kualitas dan kuantitasnyapun harus perlu dijaga agar tidak mengakibatkan sumber infeksi baru bagi penderita mapun orang lain di sekitarnya. Adapun sumber dari air bersih tersebut dari air tanah yang diambil di lingkungan rumah sakit sebesar 1000 m 3 /hari. Pengambilan tersebut tergolong cukup besar dilakukan dalam setiap hari sehingga dapat mempengaruhi kuantitas air tanah dan dapat mengakibatkan penyusutan dan pengurangan sumber air tanah yang ada. Air tanah tersebut sebelum didistribusikan ke unit-unit pelayanan dalam rumah sakit dilakukan pengolahan terlebih dahulu di unit pengolahan air bersih. Air tanah sebagai air baku memiliki kadar Fe, Mn, padatan tersuspensi, cukup tinggi, sehingga memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum digunakan. Proses pengolahan yang dilakukan adalah proses aerasi, sedimentasi, filtrasi dan khlorinasi (Anonim, 2002).

30 Dina Asrifah Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Pada proses pengolahan secara filtrasi, terjadi masa pencucian ulang filter (backwash) dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan air bersih sebanyak 50 m 3 dalam sekali pencucian. Pencucian tersebut dilakukan apabila kemampuan filter dalam menyaring polutan yang ada memiliki efisiensi yang rendah dan media filtrasi mengalami titik jenuh. Dan air backwash dengan polutan yang larut dari filter dibuang tanpa dilakukan pengolahan. Adapun kadar Fe dan Mn dalam air backwash sebesar 73,87 mg/liter dan 1,79 mg/liter. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta nomor : 214/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk Wilayah Propinsi DIY, besar kadar Fe masuk dalam golongan IV dan kadar Mn masuk dalam golongan II pada lampiran V bagi Baku Mutu Limbah Cair. Pembuangan secara langsung ke lingkungan tersebut selain dapat merusak lingkungan juga mempengaruhi kuantitas air sumber air baku. Untuk itu perlu adanya pengelolaan terhadap air backwash agar tidak mengganggu lingkungan dengan melaksanakan pengolahan air backwash. Pengolahan tersebut juga sebagai upaya penghematan pemakaian air baku dari air tanah. Pengolahan air backwash dilakukan dengan proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Hasil pengolahan diharapkan memiliki kualitas yang mendekati kualitas air baku dan atau sesuai dengan baku mutu air bersih dalam Lampiran Baku Mutu Lingkungan untuk kualitas air pada Peraturan Gubernur DIY, Nomor : 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Propinsi DIY untuk air kelas satu. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pengolahan terhadap air bekas backwash dengan menggunakan proses pengolahan koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Pengolahan ini sebagai upaya penghematan pemakaian air tanah sebagai sumber air baku. Penghematan pemakaian airtanah merupakan salah satu langkah mengelola sumber daya air secara berkelanjutan (Srikanth, 2009). Hasil pengolahan air bckwash dapat dimanfaatkan sebagai air penyiraman taman dan keperluan rumah tangga yang lain. Tujuan penelitian adalah mengetahui dosis optimal koagulan dalam pengolahan air backwash dan mengetahui waktu optimal proses sedimentasi pada pengolahan air backwash. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan percobaan laboratorium. Data yang diproleh selanjutnya digunakan untuk merancang unit pengolahan dalam skala operasional. Penelitian ini menggunakan sampel air baku yang berasal dari air backwash dari unit filtrasi dengan kadar Fe dan Mn sebesar 74,87 mg/liter dan 1,74 mg/liter.

Volume 7 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 31 Penelitian ini meliputi percobaan awal, percobaan lanjutan dan perancangan alat. Tahapan dan rancangan percobaan dalam penelitian ini dalam Tabel 1. Tahapan Penelitian Tabel 1. Rancangan percobaan penelitian Rancangan Percobaan Pendahuluan Koagulasi Variabel bebas : Dosis koagulan Variabel terikat : Kadar Fe dan Mn Lanjutan Sedimentasi Variabel bebas : Waktu pengendapan Variabel terikat : Kadar Fe dan Mn Pada tahapan penelitian pendahuluan dilakukan percobaaan dengan pengolahan koagulasi dengan tawas (Aluminum Sulfat/Al 2 SO 3 ). Percobaan ini menggunakan uji jartest dengan variasi dosis koagulan yaitu dosis 0,1 g/l, 0,2 g/l, 0,3 g/l, dan 0,4 g/l dengan atau tanpa penambahan kapur. Pada pengolahan koagulasi dilakukan pengadukan cepat dengan angka G (gradiet kecepatan) 800 det -1 dan dalam waktu 1 menit (60 detik). (Darmasetiawan, M. 2004). Tahap penelitian lanjutan dilakukan pengolahan sedimentasi. Pada pengolahan sedimentasi ini dilakukan dengan melakukan variasi terhadap waktu pengendapan terhadap semua perlakuan dosis koagulan. Variasi waktu pengendapan yang dilakukan adalah 0 menit, 30 menit dan 60 menit. Adapun diagram alir pengolahan air bersih yang telah ada dan usulan unit pengolahan tambahan dapat dilihat dalam Gambar 1.

32 Dina Asrifah Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Air Tanah 1 2 3 5 Arahan Perancangan 6 Keperluan pertamanan dan lainnya 8 7 Keterangan : 1. Unit Aerasi 2. Bak Sedimestasi I 3. Tangki Filtrasi 4. Bak Penampung 5. Terjunan 6. Bak kelok 7. Bak sedimentasi II 8. Pompa air backwash Aliran air bersih 4 Sludge Drying Bed Aliran air backwash Gambar 1. Diagram alir pengolahan air bersih yang telah ada dan rencana unit pengolahan tambahan Analisa data pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan tabulasi, dan grafik. Penyajian data secara tabulasi dan grafik untuk data hasi pengolahan secara koagulasi dan sedimentasi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Penelitian Pada penelitian pendahuluan dilakukan dengan dua percobaan yaitu dengan melakukan percobaan untuk mengetahui dosis koagulan optimum dengan nenambahkan tawas tanpa penambahan kapur dan menambahkan tawas dan kapur 5%. Operasi koagulasi direncanakan dengan menambahkan larutan tawas 0,1 g/l, 0,2 g/l, 0,3 g/l, dan 0,4 g/l dalam aliran air pada pipa keluaran backwash filtrasi menuju bak sedimentasi. Berikut hasil analisa laboratorium terhadap kadar Fe dan Mn dalam air bekas backwash dari percobaan penambahan tawas tanpa maupun dengan menambahkan kapur 5%.

Volume 7 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 33 Tabel 2. Kadar Fe dan Mn dari pengolahan air bekas backwash dengan variasi dosis koagulan tanpa No Parameter Dosis Koagulan (g/l) penambahan kapur. Kadar Awal Co (mg/l) Kadar Akhir Ce (mg/l) (mg/l) Efisiensi η (%) 0,00 62,50 62,50 0,00 0,00 0,10 62,50 3,00 59,50 95,20 1 Fe (Besi) 0,20 62,50 2,80 59,70 95,52 2 Mn (Mangan) 0,30 62,50 2,00 60,50 96,80 0,40 62,50 3,60 58,90 94,24 0,00 2,00 2,00 0,00 0,00 0,10 2,00 0,13 1,87 93,50 0,20 2,00 0,25 1,75 87,50 0,30 2,00 0,10 1,90 95,00 0,40 2,00 0,25 1,75 87,50 Tabel 3. Kadar Fe dan Mn dari pengolahan air bekas backwash dengan variasi dosis koagulan No Parameter disertai penambahan 1 ml larutan kapur 5%. Dosis Koagulan (g/l) Kadar Awal Co (mg/l) Kadar Akhir Ce (mg/l) (mg/l) Efisiensi η (%) 1 Fe (Besi) 0,00 62,50 62,50 0,00 0,00 0,10 62,50 2,60 59,90 95,84 0,20 62,50 2,80 59,70 95,52 0,30 62,50 3,20 59,30 94,88 0,40 62,50 4,00 58,50 93,60 2 Mn (Mangan) 0,00 2,00 2,00 0,00 0,00 0,10 2,00 0,10 1,90 95,00 0,20 2,00 0,15 1,85 92,50 0,30 2,00 0,25 1,75 87,50 0,40 2,00 0,25 1,75 87,50 Sumber : Data primer (Desember 2010)

34 Dina Asrifah Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Percobaan pertama dilaksanakan dengan menambahkan koagulan dengan variasi konsentrasi sebanyak 0,1 g/l, 0,2 g/l, 0,3 g/l dan 0,4 g/l tanpa penambahan kapur. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh untuk berbagai variasi dosis, hasil keluaran (kadar akhir) berkisar antara 2,00 3,6 g/l untuk Fe dan 0,1 0,25 untuk Mn, dengan efisiensi pengolahan berkisar antara 94,24 96,60 % untuk Fe dan 87,5 95,0 % untuk Mn. Percobaan kedua dilaksanakan dengan menambahkan koagulan dengan variasi konsentrasi sebanyak 0,1 g/l, 0,2 g/l, 0,3 g/l dan 0,4 g/l dengan penambahan kapur 5%. Hasil percobaan kedua diperoleh hasil keluaran berkisaran antara 2,50 4,00 mg/l untuk Fe dan 0,1 0,25 mg/l untuk Mn dengan efisiensi pengolahan berkisar antara 93,60 95,84 % untuk Fe dan 87,5 95,0 % untuk Mn. Perlakuan penambahan kapur maupun tidak untuk kedua percobaan tersebut tidak mempengaruhi kadar akhir Fe dan Mn dimana kisaran hasil akhir dan efisiensi pengolahan tidak berbeda jauh. Dengan hasil analisa laboratorium diatas diperoleh koagulan optimum untuk mengolah adalah 0,1 g/l tanpa penambahan kapur 5%. Uji lanjutan dilakukan dengan tujuan memperoleh waktu optimum untuk menghitung kecepatan pengendapan dari partikel flok hasil koagulasi. Dari hasil percobaan diperoleh data penurunan kadar Fe dan Mn tersaji dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 4. Kadar Fe pada keluaran pengolahan air bekas backwash dengan variasi waktu No Titik sampel (m) Kadar Awal C 0 (mg/l) pengendapan. Kadar Akhir Fe (mg/l) pada variasi waktu (menit) Prosentase penurunan kadar (%) pada variasi waktu (menit) 0 30 60 0 30 60 1 0,1 75,00 58,50 7,90 3,87 22,00 89,47 94,84 2 0,3 75,00 58,50 7,17 3,53 22,00 90,44 95,29 3 0,5 75,00 58,50 6,42 3,22 22,00 91,44 95,71 4 0,7 75,00 58,50 4,43 3,07 22,00 94,09 95,91 5 0,9 75,00 58,50 4,00 1,90 22,00 94,67 97,47 Sumber : Data primer (Desember 2010) Tabel 5. Kadar Mn pada keluaran pengolahan air bekas backwash dengan variasi waktu pengendapan No Titik sampel (m) Kadar Awal C 0 (mg/l) Kadar Akhir Ce (mg/l) pada variasi waktu (menit) Prosentase penurunan kadar (%) pada variasi waktu (menit) 0 30 60 0 30 60 1 0,1 5,00 4,93 0,37 0,17 1,33 92,67 96,60 2 0,3 5,00 4,93 0,30 0,15 1,33 94,00 96,93

Volume 7 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 35 3 0,5 5,00 4,93 0,25 0,12 1,33 95,00 97,60 4 0,7 5,00 4,93 0,12 0,09 1,33 97,53 98,13 5 0,9 5,00 4,93 0,11 0,06 1,33 97,87 98,87 Sumber : Data primer (Desember 2010) Pada uji lanjutan dilakukan percobaan koagulasi menggunakan tawas 0,1 g/l tanpa penambahan kapur 5% dengan variasi waktu pengendapan 0 menit, 30 menit dan 60 menit. Pada perlakukan 0 menit untuk masing-masing ketinggian dari dasar tabung percobaan, tidak mengalami perubahan kadar Fe dan Mn. Selanjutnya pada waktu pengendapan 30 menit, penurunan kadar Fe dan Mn terlihat sangat mencolok dengan prosentase penurunan berkisar antara 89,47% 94,67 % untuk Fe dan 92,67% 97,87% untuk Mn. Sedangkan pada waktu pengendapan 60 menit, pengendapan 60 menit prosentase penurunan berkisar antara 94,84% 98,87% untuk Fe dan 96,80% 98,87% untuk Mn. 3.2. Pembahasan Unsur Fe dan Mn dalam air bekas backwash merupakan partikel terlarut dalam air dengan ukuran butiran sangat kecil sehingga pengendapan kedua pertikel tersebut dalam waktu yang lama. Penambahan tawas dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperbesar ukuran partikel Fe dan Mn sehingga memiliki waktu pengendapan yang relatif cepat. Pada tahap uji pendahuluan dilaksanakan dengan menambahkan koagulan (tawas) dengan atau tanpa penambahan 1 ml larutan kapur 5% dan dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 rpm selama 45 menit. Proses koagulasi garam logam menghasilkan ion hidrogen. Ion hidrogen ini dinetralkan dengan penambahan alkali. Apabila keadaan alkalinitas air rendah, kemudian terjadi reduksi akan menyebabkan kerusakan kapasitas keseimbangan dan ph akan turun seketika. Kondisi ph optimum harus dicapai untuk koagulasi yang baik dan derajat keasaman optimum untuk pembentukan flok hidroksida dan apabila derajat keasaman rendah harus diseimbangkan (Anonim, 2006). Pemenuhan kondisi optimum ph tersebut, pada umumnya dengan penambahan kapur (Ca(OH) 2 ) atau soda abu (Na 2 CO 3 ). Pada ionisasi koagulan kimia (tawas/aluminum Sulfat/Al 2 SO 3 ) dalam air menghasilkan ion sulfat (SO4 2-) dan ion aluminum (Al 3+ ). Ion sulfat akan berada dalam bentuk ini atau bereaksi dengan kation lain. Sedangkan ion Al 3+ ion hydrogen. akan bereaksi dengan air untuk membentuk ion aquametalic dan

36 Dina Asrifah Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Al 3 H 2 O AlOH 2 H 7 3 4 Al 17H 2O Al17( OH) 17 17 H (H.S., Rowe D.R. and Tchobanoglous G., 1985) 3. Al 3 H 2O Al( OH) 3 H Penelitian pendahuluan bertujuan mengetahui dosis optimum koagulan yang digunakan. Penelitian ini dilakukan dengan dua macam percobaan yaitu dengan penambahan tawas tanpa kapur dan penambahan tawas dengan kapur. Penambahan kapur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menaikkan angka ph limbah akibat terbentuknya ion hidrogen yang menyebabkan asam pada proses penambahan tawas ke dalam air. Derajat keasaman (ph) air pada saat penambahan tawas tanpa penambahan kapur adalah 7,2 untuk semua variasi dosis tawas, sedangkan pada saat penambahan tawas dengan 1 ml larutan kapur 5%, ph air berubah menjadi 7,4. Perubahan yang terjadi karena ion hidrogen hasil reaksi tawas dengan air berikatan dengan ion hidroksida yang dihasilkan dari reaksi kapur dengan air dan masih terdapat ion hidroksida berlebih dalam air (Chamdan dan Purnomo, 2013). Percobaan dengan variasi tawas dengan dan tanpa penambahan 1 ml larutan kapur 5% tidak mengalami perbedaan yang mencolok terhadap kadar akhir Fe dan Mn. Dengan hasil pengolahan yang relatif sama, maka penambahan kapur dapat menambah jumlah endapan lumpur yang dihasilkan pada proses sedimentasi sehingga beban terhadap pengolahan lumpur setelah proses sedimentasi akan bertambah. Untuk itu, proses pengolahan yang dipergunakan adalah proses penambahan tawas tanpa penambahan 1 ml larutan kapur 5%. Penurunan kadar Fe dan Mn menunjukkan penurunan yang sangat mencolok pada konsentrasi tawas 0,1 g/l, sedangkan pada penambahan konsentrasi tawas menjadi 0,2 g/l hingga 0,4 g/l terjadi perubahan tidak besar. Hal tersebut dimungkinkan karena kesetimbangan pengikatan Fe dan Mn terjadi pada penambahan tawas 0,1 g/l, dan penambahan tawas lebih banyak tidak berpengaruh besar pada penurunan Fe dan Mn. Penambahan larutan kapur 5% sebanyak 1 ml pada konsentrasi tawas 0,1 g/l berpengaruh besar pada penurunan kadar pada Fe dan Mn hasil pengolahan. Penambahan larutan kapur 5% sebanyak 1

konsentrasi akhir (mg/l) konsentrasi (mg/l) Volume 7 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 37 ml pada konsentrasi tawas sebanyak 0,2 g/l hingga 0,4 g/l, kadar Fe dan Mn hasil pengolahan menjadi lebih tinggi dari pada penambahan kapur pada konsentrasi tawas sebanyak 0,1 g/l. Kadar Fe mengalami penurunan yang besar untuk penambahan larutan kapur pada konsentrasi tawas 0,1 g/l, selanjutnya mengalami penurunan kadar Fe hasil pengolahan yang fluktuatif dan relatif sama. Sedangkan untuk kadar Mn, pada penambahan larutan kapur 5% sebanyak 1 ml pada kosentrasi tawas 0,1 g/l sudah dapat menurunkan kadar Mn hingga 93 % dan pada penambahan 0,2 hingga 0,4 g/l mengalami penurunan efesiensi pengikatan. Pada penambahan tawas 0,1 g/l tanpa larutan kapur, kadar Fe dan Mn hasil pengolahan masingmasing sebesar 3,00 mg/l dan 0,13 mg/l. Kadar tersebut masih di atas ambang batas baku mutu lingkungan untuk Baku Mutu Lingkungan untuk kualitas air Peraturan Gubernur DIY, Nomor : 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Propinsi DIY untuk air kelas satu. Dalam peraturan tersebut, kadar maksimum diperbolehkan untuk parameter Fe adalah 0,3 mg/l dan parameter Mn adalah 0,1 mg/l. Berdasarkan hal tersebut diatas, air hasil pengolahan tidak dapat digunakan sebagai air baku air minum (kelas satu), namun sudah dapat diperuntukkan sebagai air penyiraman taman dan keperluan rumah tangga lainnya (kelas dua). Hasil percobaan penelitian pendahuluan efektivitas penurunan Fe dan Mn paling besar pada pengolahan menggunakan tawas tanpa penambahan kapur dengan dosis 0,1 mg/l. Untuk itu dosis optimum yang dipergunakan untuk penelitian lanjutan adalah 0,1 mg/l tanpa penambahan kapur 5%. Grafik hubungan penambahan tawas tanpa kapur dan penambahan tawas dengan kapur 5% terhadap kadar Fe dan Mn dalam air backwash dapat dilihat dalam Gambar 2. 70,00 2,50 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 Ce Fe tanpa kapur Ce Fe dengan kapur konsentrasi taw as (mg/l) Ce Mn tanpa kapur Ce Mn dengan kapur konsentrasi taw as (mg/l) Gambar 2. Grafik hubungan konsentrasi tawas dan konsentrasi akhir Fe dan Mn tanpa penambahan kapur dan Fe dengan penambahan kapur 5%.

konsentrasi akhir (mg/l) konsentrasi akhir (mg/l) 38 Dina Asrifah Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Penelitian anjutan dilakukan dengan melakukan pengolahan secara sedimentasi. Hasil pengamatan terhadap air backwash dengan penmbahan tawas tanpa larutan kapur selama 30 menit pertama, flok dan endapan cepat terbentuk dan air sudah berwarna jernih, sedangkan pada pengamatan 30 menit kedua (60 menit), endapan tidak mengalami penambahan yang berarti dan air relatif lebih bening. Pada waktu pengamatan 30 menit ketiga (90 menit) dan keempat (120 menit), jumlah endapan tidak mengalami penambahan dan relatif stabil. Dengan pertimbangan tersebut diatas maka variasi waktu pengendapan untuk uji lanjutan adalah 0 menit, 30 menit, dan 60 menit. Pada tahap uji lanjutan terlihat bahwa semakin lama pengendapan semakin kecil kadar Fe dan Mn yang diendapkan. Hubungan antara waktu pengendapan dengan kadar akhir Fe dan Mn untuk masing-masing ketinggian terlihat pada Gambar 3. 70,00 60,00 5,00 50,00 0,1 m 4,00 0,1 m 40,00 30,00 20,00 10,00 0,3 m 0,5 m 0,7 m 0,9 m 3,00 2,00 1,00 0,3 m 0,5 m 0,7 m 0,9 m 0,00 0 10 20 30 40 50 60 70 0,00 0 20 40 60 w aktu pengendapan (menit) w aktu (menit) Gambar 3. Grafik hubungan waktu pengendapan dengan kadar akhir Fe dan Mn dalam air bekas backwash dengan penambahan tawas 0,1 mg/l tanpa larutan kapur. Waktu pengendapan 0 menit untuk masing-masing ketinggian dari dasar tabung percobaan, tidak mengalami perubahan kadar Fe dan Mn. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh turbulensi aliran saat limbah dimasukkan ke dalam tabung pengendapan. Selanjutnya pada waktu pengendapan 30 menit, penurunan kadar Fe dan Mn terlihat sangat mencolok dengan prosentase penurunan berkisar antara 89,47% 94,67 %untuk Fe dan 92,67% 97,87% untuk Mn. Dalam jangka waktu 30 menit partikel Fe dan Mn yang telah terikat oleh koagulan dan membentuk flok yang lebih besar sehingga dapat mengendap dengan baik. Sedangkan pada waktu pengendapan 60 menit, penurunan kadar Fe dan Mn tidak mengalami penurunan yang berarti terlihat dari perubahan prosentase penurunan pada waktu pengendapan 30 menit dan waktu pengendapan 60 menit tidak terlampau jauh. Gambar grafik di bawah ini menggambarkan pengendapan flok sebagai akibat penambahan koagulan dan proses penggabungan flok-flok. Selama proses pengendapan, mikroflok mengalami penggabungan flok-flok menjadi makroflok sehingga semakin lama semakin besar. Proses ini

Volume 7 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 39 mengakibatkan berat flok semakin lama semakin berat dan flok semakin akan cepat mengendap (Maria, dkk, 2013). Berdasarkan hasil uji lanjutan diperoleh waktu pengendapan adalah 30 menit dan dengan kecepatan pengendapan 0,03 m/menit (0,0005 m/det). Selanjutnya dilakukan penghitungan dimensi bak pengendapan yang diperlukan untuk pengolahan air bekas backwah ini. Proses pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan tipe batch dikarenakan waktu pengolahan air bakwash dilaksanakan tidak sepanjang waktu yaitu dalam jangka waktu lima hari sekali. Tinggi (m) Tinggi (m) 0,9 4,00 1,90 0,9 0,11 0,06 0,7 4,43 3,07 0,7 0,12 0,09 0,5 6,42 3,22 0,5 0,25 0,12 0,3 7,17 3,53 0,3 0,30 0,15 0,1 7,90 3,87 0 30 60 t (menit) Fe 0,1 0,37 0,17 0 30 60 t (menit) Mn Gambar 4. Grafik Isokonsentrasi Fe dan Mn pada proses sedimentasi. Unit pengolahan air backwash dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat penampungan sementara pada saat pengurasan bak sedimentasi unit pengolahan air bersih. Sedangkan hasil outlet bak sedimentasi ini dapat dimanfaatkan sebagai air penyiraman tanaman dan kegiatan rumah tangga lainnya. 4. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dosis koagulan optimum untuk pengolahan air bekas backwash adalah 0,1 g dalam 1 liter air backwash tanpa penambahan kapur. 2. Waktu pengendapan air bekas backwash adalah 30 menit.

40 Dina Asrifah Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 5. UCAPAN TERIMA KASIH Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Muhajid, ST (Staf Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit/ISLRS RSUP Dr. Sardjito), atas bantuannya dalam pengambilan data dan penyediaan fasilitas penelitian. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002, Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Direktorat Jendral PPM dan PL dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2006, Paket Terapan Produksi Bersih pada Industri Tekstil, http://forlink.dml.or.id/pterapb/textile/1214.htm Chamdan, A., dan Purnomo, A. 2013. Kajian Kinerja Teknis Proses dan Operasi Unit Koagulasi- Flokulasi -Sedimentasi pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling PDAM Sidoarjo. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print). http://portalgaruda.org/viewarticle&article=89177 Darmasetiawan, M. 2004. Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air.Jakarta: Ekamitra Engineering. Maria G.A.S, Salimin Z., Junaidi. 2013. Pengolahan Logam Berat Khrom (Cr) Pada Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Dengan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Presipitasi, Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 2, No. 2, (2013) http://portalgaruda.org/viewarticle&article=73412 Peavy.H.S, Rowe, D.R. and Tchobanoglous, G, 1995, Environmental Engineering, McGraw Hill Company, Singapore. Srikanth R. 2009. Challenges of Sustainable Water Quality Management in Rural India, Current Science, Vol. 97, No. 3, 10 August 2009.