BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik

IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan akan menghasilkan sesuatu dari rangkaian tersebut. Misalnya. rangkaian radio menghasilkan suara, handphone menghasilkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

BAB I PENDAHULUAN. sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN MENGENAI KASUS PELAKU USAHA YANG MEMPRODUKSI DAN MENJUAL KOSMETIK ILEGAL YANG BERBAHAYA

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. rumah lebih dari satu hari keperluan tempat untuk tidur, istirahat, keselamatan,

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

RechtsVinding Online

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar

PERATURAN DAERAH PROPINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO MINUMAN KERAS

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Ilegal Berdasarkan UU Kesehatan - Author: Swante Adi Krisna

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN MINUMAN KERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia seperti yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELARANGAN PRODUKSI, PENGEDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB I PENDAHULUAN. hanya menimbulkan dampak positif, tetapi ada beberapa kebiasaan yang dinilai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 01 Tahun : 2009 Seri : E

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang penulis lakukan maka

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi global yang semakin terbuka berpengaruh pada kegiatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN, PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

WAWANCARA KEPADA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) maka kosmetik tersebut dapat dikategorikan sebagai kosmetik impor ilegal.

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN, PEREDARAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 8 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

LEMBARAN DAERAH KEBUPATEN TANA TORAJA NOMOR 6 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 12 TAHUN 2008 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain. Pada

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Padang (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 25, T

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN DAN PELARANGAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan mencakup berbagai macam jenis dan cara. Pembajakan sudah. dianggap menjadi hal yang biasa bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. antara anggota masyarakat terkadang menimbulkan gesekan-gesekan yang

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N K E N D A L NOMOR 22 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 1

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Perkembangan ini tidak terlepas dari perkembangan organisasi. professional dibidang hukum kedokteran/kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Sebab dalam dunia farmasi terdapat profesi yang menyangkut seni dan cara penyediaan obat, baik dari sumber alam atau sintetik yang sesuai untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Sedangkan untuk sedian farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Di era globalisasi saat ini kebutuhan manusia semakin kompleks, banyak iklan yang menarik terutama produk obat-obatan dan produk kosmetik tanpa menguraikan efek samping dan keterangan yang jelas bahwa produk-produk tersebut aman untuk dikonsumsi sehingga dapat membuat konsumen tertarik untuk membelinya, sedangkan konsumen sendiri terkadang tidak memperhatikan obat dan kosmetik tersebut beredarnya dengan memiliki izin atau tidak. Namun meningkatnya permintaan konsumen akan produk obat-obatan dimanfaatkan oleh beberapa oknum pelaku usaha baik produsen, distributor maupun penjual eceran yang mengedarkan obat tanpa izin edar (ilegal) yang tidak terjamin keamanan serta manfaatnya. Dalam hal pengedaran obat-obatan, di Indonesia sangat rentan terhadap obat yang asal mulanya tidak diketahui kelegalannya. Seperti yang dilansir pada koran Radar Malang dimana Polres Kepanjen mengamankan ratusan botol jamu 1

tradisional dan ratusan sachet jamus erbuk. 1 Polisi mengamankan produk tersebut karena produk jamu tradisional itu tidak memiliki izin edar dan tidak ada mereknya.bahkan jamu tradisional tanpa izin edar ini dengan bebasnya dijual dipasaran. Tim BPOM Surabaya, Ditreskoba dan Ditreskrimsus Polda Jatim juga menemukan pabrik jamu oplosan kimia, bahkan pabrik jamu yang digerebek tersebut tidak tampak seperti pabrik. Untuk mengelabui dan menghindari kecurigaan petugas, pabrik jamu itu berkedok salon kecantikan. Dalam penggerebekan tersebut Kepala BPOM I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa menyatakan bahwa produk jamu tradisional yang dihasilkan oleh pabrik itu tidak memiliki izin edar dan juga terindikasi mengandung bahan kimia. 2 Hal ini disebabkan pengawasan pendistribusian yang masih lemah, padahal yang kita tahu mengawasi pendistribusian obat-obatan sangat penting. Kita sudah mempunyai BPOM, akan tetapi pengawasan tersebut sering sekali dapat ditembus oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yaitu dimana masih ada saja obat tanpa izin edar yang masih bisa ditemukan disekitar kita. Penulis sendiri ingin menjabarkan tentang bagaimana pelaksanaan pasal dalam undang-undang tersebut dikarenakan dirasa pasal tersebut masih kurang dilaksanakan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam sediaan farmasi tanpa izin edar. 1 Anonim,Polres Amankan Jamu Tradisional Tak Punya Izin, Koran Radar Malang,edisi 3 Maret 2015, halaman 30 2 Anonim, Grebek Pabrik Jamu Oplosan Bahan Kimia,Koran Jawa Pos, edisi 2 April 2015, halaman 13 2

Dimana ketentuan dalam Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan mengatur bahwa Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Yang berarti produk obatobatan dan kosmetika (sediaan farmasi) bisa layak dan aman untuk dipasarkan apabila telah memiliki izin edar yang sudah terdaftar di BPOM. Apabila hal tersebut dilanggar oleh distributor ataupun produsen maka dapat dikenai sanksi yang sudah ada dalam Pasal 197 Undang-Undang No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Terkait Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar yang mengatur bahwa : setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyakrp 1.500.000.000,00 (satumiliar lima ratus rupiah). 3 Walaupun dalam peraturannya sudah diatur tetapi masih ada saja pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, sediaan farmasi tanpa izin edar masih beredar dipasaran dan pelaksanaan pasal tersebut masih belum bisa berjalan secara optimal, masih ada saja petugas yang membiarkan peredaran sediaan farmasi tersebut beredar dan terjual secara bebas. Seharusnya peraturan yang sudah ada mampu dan bisa diterapkan dengan baik agar tidak ada lagi distributor/ produsen yang mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. Bukti masih adanya peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar juga terjadi di Sumatera Utara, yakni Petugas BPOM Medan yang bekerjasama dengan jajaran Polda Sumatera Utara belum lama ini berhasil menyita 17 jenis obat tradisional tanpa izin edar. Obat tradisional itu diamankan di salah satu distributor di 3 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang, Kesehatan 3

kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Beberapa jenis obat tradisional yang disita itu adalah kapsul asam urat 174 kotak, rempah alam Papua buah merah plus mahkota dewa 300 kotak, rempah alam Papua 300 renteng dan ramuan obat tradisional buah naga plus ginseng 350 kotak serta obat lainnya. 4 Pemasaran obat tradisional tanpa memiliki izin edar itu, jelas melanggar pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan serta dapat dikenai sanksi yang diatur dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, dan harus diproses secara hukum. Agar para pelaku bisa mendapatkan efek jera dari perbuatannya tersebut dan BPOM sendiri diharapkan agar bisa dengan selektif memberantas beredarnya sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin edar. Di sekeliling kita juga masih ada oknum yang mengedarkan obat-obat tradisional yang tidak menggunakan izin dari BPOM atau dari Kementerian Kesehatan. Salah satu apotik di kota malang pun juga ada yang masih menjual obat dan jamu yang tidak menggunakan izin resmi dari BPOM, dimana saat itu orangtua saya sendiri yang membeli obat tersebut. Dan menurut orangtua saya, produsen yang menjualnya pun tidak melihat obat tersebut sudah memiliki izin edar atau belum. Padahal seharusnya obat tanpa izin edar tersebut ditarik dari peredaran dan petugas bisa bersikap tegas dengan menggunakan peraturan yang sudah ada. Tetapi nyatanya obat tersebut tidak ditarik dan masih dibiarkan saja. Ada juga seperti kasus yang terjadi di Bali dimana Bali kian ''diserbu'' dengan peredaran obat-obatan bermasalah (punya merek namun menyalahi 4 Anonim. waspada banyak obat tradisional beredar tanpa izin. http://www.beritasatu.com. [diakses tanggal 09 Juli 2015] 4

prosedur). Ternyata ini tidak hanya menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pelanggaran hukum nonkekerasan (bisnis obat) ini disinyalir akibat sikap kurang tegas dari instansi berwenang. Ribuan obat yang tidak beres disita oleh petugas, ratusan pelanggaran terjadi dan selama periode 2002 pihak Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar belum pernah membawa kasus ini ke pengadilan. Bahkan media massa lokal melansir terdapat kematian seorang kakek yang berusia 75 tahun akibat minum obat cina, diduga obat cina tersebut merupakan obat yang tidak beres yang tidak mempunyai izin edar. 5 Hal tersebut pun membuat salah satu pengusaha asal Tabanan mempertanyakan dimana langkah antisipasi instansi terkait mengatasi peredaran obat bermasalah, karena menurutnya petugas BPOM Denpasar harus proaktif mengejar data, termasuk memberikan keterangan tentang hasil penyelidikan di lab terkait obat-obatan yang diduga mengandung racun. Pengusaha tersebut pun juga belum pernah melihat kasus tersebut diselesaikan di pengadilan padahal dalam peraturannya sudah jelas diatur. Apalagi jika kasus tersebut sampai menyebabkan hilangnya nyawa seseorang akibat sediaan farmasi tanpa izin edar yang sanksinya sudah diatur pada pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Kepala BPOM Jakarta yakni Roy Sparingga juga menyayangkan sekali terhadap sanksi pidana yang tidak membuat efek jera terhadap para pengedar obat maupun makanan illegal atau tanpa izin edar dan mengandung bahan berbahaya. 5 Anonim. obat bermasalah disita proses hukum nihil. www.balipost.co.id. [diakses tanggal 9 juli 2015] 5

Realisasi dari pasal pidana Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang kenyataannya dalam putusan pengadilan jauh lebih ringan daripada yang diatur oleh Undang-Undang. Putusan pengadilan tertinggi hanya memvonis penjara 8 bulan dengan percobaan 10 bulan dan denda Rp 600.000 ( enam ratus ribu rupiah ) kurungan 1 bulan bagi terdakwa yang terbukti mengedarkan obat tanpa kewenangan dan keahlian. Sama halnya bagi mengedar obat tradisional tanpa izin edar, pada kenyataannya hanya dikenakan pidana penjara selama 4 bulan 15 hari dan denda 50 juta subsider 1 bulan. 6 Dengan banyak ditemukannya sediaan farmasi tanpa ijin edar ini penulis lebih memfokuskan untuk sediaan farmasinya saja, karena penulis tertarik untuk mengetahui sejauhmana pemahaman masyarakat tentang sediaan farmasi tanpa izin edar ini. Dari sisi pelaksanaan peraturannya pun penulis merasa masih belum sesuai maka hal ini juga menarik penulis untuk lebih fokus kepada sediaan farmasinya saja. Peraturan mengenai sediaan farmasi tanpa ijin edar sudah jelas diatur dan memiliki sanksi bagi orang yang melanggar, akan tetapi dalam kenyataannya di lapangan masih ada saja obat yang beredar tanpa izin dijual dan diedarkan dipasaran. Padahal ini sudah jelas dilarang bagi penjual/ distributor untuk memperjualbelikan sediaan farmasi tanpa ijinedar tersebut dan ada sanksi untuk pelanggar. 6 Imanuel Nicolas Manafe. Hukuman Tidak Buat Jera Pengedar Obat dan Makanan. Ilegal.m.tribunnews.com. [diakses tanggal 20 april 2015] 6

Hal ini mungkin akibat kurangnya kesadaran hukum dari pelaku yang mengedarkankan sediaan farmasi tanpa izin tersebut, karena mungkin menurut mereka mendaftarkan sediaan farmasi agar mendapatkan izin dari BPOM tidak perlu adanya. Dari sisi faktor ekonomi menurut mereka bisa saja untuk mencari keuntungan, lemahnya sisi penegakan hukum dalam praktik penerapan pidana belum juga berjalan maksimal karena masih ada saja pelaku pelanggaran yang hanya di kenai sanksi teguran saja dan bisa juga dari faktor kurangnya koordinasi antara instansi terkait. Berdasarkan adanya kenyataan tersebut diatas yang melatarbelakangi penulis untuk memilih judul : IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR ( Studi Pelaksanaan Pasal 106 Jo Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Di Kantor BPOM Surabaya ) B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang dari pemikiran diatas, maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman dalam pembahasan ini. Adapun permasalahan tersebut yakni : 1. Apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memproduksi sediaan farmasi yang dapat diedarkan kepada konsumen? 2. Bagaimana pelaksanaan pasal 106 dan pasal197 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan adanya sediaan farmasi yang beredar tanpa izin? 7

3. Bagaimana kendala dan upaya yang dilakukan penegak hukum terhadap masalah beredarnya sediaan farmasi tanpa izin edar? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka adapun tujuan penelitian dari penulis yakni sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memproduksi sediaan farmasi yang boleh diedarkan kepada konsumen. 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pasal 106 dan pasal 197 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan banyaknya sediaan farmasi yang berdedar tanpa izin. 3. Untuk mengetahui kendala dan upaya apa yang dilakukan penegak hukum terhadap sediaan farmasi yang beredar tanpa izin. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan penulis dan memperluas serta mengembangkan ilmu pengetahuan tentang peredaran sediaan farmasi pada umumnya, terutama sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin. Agar penulis nantinya dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang sediaan farmasi tanpa izin edar tersebut. 8

2. Bagi Masyarakat, hasil daripada penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat yang terkait tentang adanya kantor atau lembaga BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Terutama bagi konsumen yang tidak mengetahui bahwa terdapat sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin yang dimana dapat membahayakan mereka. 3. Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pemerintah dalam menangani permasalahan atas bererdarnya sediaan farmasi tanpa ijin. Agar para konsumen yang sebelumnya tidak mengetahui sediaan farmasi beredar tanpa ijin dapat mengetahui supaya tidak mengkonsumsinya dan supaya para distributor/ produsen tidak lagi memperjualbelikan sediaan farmasi tanpa ijin edar. E. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan tersebut diatas, maka penulisan penelitian ini berguna untuk menambah wawasan berkaitan dengan adanya pasal 197 Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan agar masyarakat sebagai konsumen obatobatan pada umumnya dapat mengetahui sediaan farmasi mana yang beredar tanpa ijin dan sanksi yang sudah tercantum dalam Undang-Undang tersebut agar dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang sudah ada. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi khawatir dengan beredarnya obat-obatan yang beredar tanpa ijin. Serta bagi para distributor ataupun produsen akan diberikan pemahaman bahwa tidak diperkenankan lagi untuk mengedarkan sediaan farmasi yang tidak ada ijin 9

edarnya dan tidak terdaftar tanpa melalui prosedur yang sudah ditetapkan oleh BPOM ( Balai Pengawasan Obat dan Makanan ). Agar pula dapat memberikan efek jera bagi para pelaku. F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat 7. Dalam hal ini penulis mencoba melakukan penelitian secara mendalam mengenai bagaimana pelaksanaan pasal 106 dan pasal 197 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan banyaknya sediaan farmasi yang beredar tanpa izin. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor BPOM ( Badan Pengawasan Obat dan Makanan ) Kota Surabaya. Dengan dasar mengambil lokasi tersebut diharapkan dapat memberi data yang valid tentang peran dari BPOM sendiri dalam menangani kasus banyaknya sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin. 3. Jenis Data a. Data Primer adalah jenis data dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang 7 Anonim. Pedoman Penulisan Hukum. 2012. Fakultas Hukum UMM, hal.18 10

utama/pertama 8. Pengumpulan data primer ini didapatkan dengan cara observasi ke lokasi penelitian dan melakukan wawancara dengan petugas BPOM. b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku literatur sebagai penunjang yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian dalam bentuk skripsi maupun jurnal ilmiah, serta peraturan perundang-undangan yang terkait. 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis, ialah : a. Wawancara atau interview yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan yakni Ibu Siti Amanah, Apt, selaku Kepala Seksi Penyidikan Balai Pengawas Obat dan Makanan. b. Dokumentasi yaitu berupa pengumpulan data yang dimiliki oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait dengan sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin edar. c. Observasi yaitu studi yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana untuk mengetahui sediaan farmasi tanpa ijin edar yang masih beredar di masyarakat. 8 ibid 11

5. Teknik Analisis Data Sehubungan dengan kasus hukum yang diangkat oleh penulis, maka penulis menggunakan analisa deskripsi yang artinya mendeskripsikan atau menguraikan dari hasil penelitian kedalam sebuah tulisan dan mendalami mengenai persoalan yang dikaji dari aspek perundang-undangan. G. Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tersusun secara berurutan mulai dari bab I sampai IV, dengan uraian secara garis besar sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penellitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini berisikan tentang penguraian atau penjelasan bahan-bahan teori terkait dengan pelaksanaan Pasal 106 dan Pasal 197 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan banyaknya sediaan farmasi yang beredar tanpa izin. 12

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisikan tentang hasil penelitian yanng telah diuraikan dalam rumusan masalah, yang kemudian akan dilakukan analisa dari penelitian tersebut. BAB IV PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. 13